Kesehatan Matra Darat Air Breathway

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

TUGAS RINGKASAN MATRA DARAT

INITIAL ASSESMENT , TRIAGE , PEMBEBASAN JALAN NAFAS

Disusun Oleh:

Kartika Amelia Pratiwi

(1935081)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


STIKES RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2021
INITIAL ASSESMENT

A. Pengertian Intial Assesment


Initial Assessment merupakan pengkajian paling awal saat korban cidera
mengalani kedaan yang sangat darurat akibat cedera multipel disinilah tiap
menitnya sangat berharga karen menyangkut nyawa seeorag hidup atau pun
mati sehingga sangat diperlukan pelayanan yang cepat saatkeadaan darurat
untuk mencegah kematian dini. Kejadian ini biasanya pasien kekurangan
oksigen yang tidak adekuat pada organ vital terutama otak dan jantung.(Wijaya,
2019, p. 102)

Maka pengkajian awal sangat diperlukan untuk menyetablkan pasien,


mengidentifikasi cidera, serta untuk mengatur kecepan dan efisiensi tindakan
definitif atau tranfer kepasilitas yang sesuai.

B. Pengkajian awal menurut (Lumbantouran, 2015, p. 126)

1. Primary survey, yaitu penanganan ABCDE dan resutasi untuk mencari


keadaan yang mencantum nyawa dan segera lakukan resusitasi.
2. Secondary survay yaitu head to toe: pemeriksaan dengan peneliti dari
ujung kepala sampai kaki dengan teknik log rol untuk melihat bagian
tubuh yang ada dibelakang
3. Pemasangan alat definitif.
C. Prinsip
Pertolongannya dengan memperhatikan DANGER yang terdiri atas 3A
(mandiri, pasien dan lingungan) dan jangan lupa mengunakan alat
pelindung diri.
D. Proses
Ada beberapa proses Initial asessment menurut Wijaya, 2019, p. 103-113)
Persiapan Triase Primary Survey (ABCDE)

2
1. Resusitasi
2. Tambahan terhadap Primary Survey dan resusitasi
3. Scondary Surevey
4. Tambahan terhadap Scondary Survey
5. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
6. rujuk ke pusat rujukan yang lebih baik dan memadahi

Berikut penjeasan dari proses Initial asessment yag dapat dilakukan secara
bersamaan dan terus menerus.

1. Persiapan
a. Fase pra-rumah sakit
b. Fase rumah sakit
2. Triase
a. Multipel casualties
b. Mase casualties
3. Primary survey
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability
e. Exposure
f. Foley catheter lihat ada kontra indikasi
g. Gastric tube
h. Heart monitor,pulse oxsimeter, pemeriksaan radiology
4. Resusitasi
a. Re- evalusi ABCDE
b. Berikan kepada pasien Dosis awal pemberian cairan kristaloid
adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak dengan
tetesen cepat

3
c. Evaluasi resusitasi cairan
d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap
pemberian carian awal
1) Respon cepat
a) Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
b) Belum terlihat indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau
pemberian darah kepada pasien
c) Pemeriksaan darah
d) Konsultasi pada ahli bedah karena intervensi opratif mungkin
masih diperlukan
2) Respo sementara
a) Pemberian cairan tetap dilanjutkan ditambah dengan
memberikan darah menentukan tindakan operatif
b) Pemberian darah menentukan tindakan operatif
c) Konsultasikan kepada ahli bedah.
3) Tanpa respon
a) Konsultasikan pada ahli bedah
b) Perlu tindakan operatif sangat segera
c) Patau dan amati kemungkinan syok non hemoragik seperti
temponade antung atau kontusio miokard
5. Tahapan pada primary survey dan resusitasi
Menurut Wijaya, 2019, p. 114-119)
a. Pasang EKG
Bila ada bradikardi dan hipotermia
b. Pasang kateter uretra
Kecurigaan adanya ruptur uretra, bila terdapat kesulita pemasangan
kateter karena struktur urera atau BPH, pengambilan sampel urin
rutin, produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai
perfusi ginjal dan hemodinamik penderita dan output urine normal

4
sekitar 0,5 ml/kgBB/ja pada orang dewasa 1 ml/kgBB/jam pada
anak-anak dan 2ml/kgBB/jam pada bayi.
c. Pasangan kateter lambung
Bila ada kecirigaan fraktur basis krania merupakan faktor indikasi
pemasangan nasogastric tube, dan selalu sediaka alat suction selama
pemasangan kateter lambung karena bahaya aspirasi saat pasien
muntah.
d. Monitoring hasil resultasi dan laboratorium
Monitor, nadi nafas, teanan darah, analisa gs darah juga sangat
penting, suhu, output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
e. Pemeriksaan foto rotgen
1) Segerakan lakukan foto toraks, pelvis dan servikal lateral,
mengunaan mesin x-ray portabel dan atau FASTbila terdapat
kecurigaan trauma abdomen
2) Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan sampai menghabat
proses resusitasi.
3) Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap
harus dilakukan.
6. Scondary survey
Pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki dari depan ke
belakang.
Anamnesis yang harus diingat adalah: SAMPEL
S: sign and symptomps (tanda dan gejala)
A: alergi
M: mekanisme dan sebab trauma
M: terapi pemberian obat yang sedang diminum saat ini
P: Past illness
L: last meal (makan minum terakhir)
E: Event/Environtment yang berhubungan dengan jaringan perlukaan.

5
Adapula metode anamnesis yang lain KOMPAK
K: keluhan
O: obat
M: makanan terakhir
P: penyakit
A: alergi
K: kejadian

E. Anamnesis menurut (Lumbantouran, 2015, pp. 134–135)

Melakukan anamnesih haruslah lengkap karena sangat memberikan


gambaran pada cideran yang mungkin diderita.
Anamnesi meliputi:
A: alergi
M: pemberian obat-obatan kepada pasien
L: last meal
E: events

Menurut (Sheehy, 2018) ada beberapa tambahan yang harus diketahui yaitu:

1. Tambahan pada scondary survey


a) Pastikan hemodiamik stabil
b) Selalu siapkan perlengkapan resusitasi didekat pasien
c) Ct scan kepala, abdomen, USG abdomen, transoesofagus,foto
ekstermitas, foto vetebra tambahan,urografi dengan kontras.
RE-Evaluasi penderita
a. Penilaian ulang
b. Monitot TTV dan jumlah urine
c. Pemakaian analgetik
Tranfer kepusat rujukan yang lebih baik

6
Pasien akan dirujuk karena dirumah sakit kerterbatasan dengan
SDM maupun fasilitas keadaan.

7
TRIAGE

A. Pengertian Triage

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan
suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan
prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan
diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses
khusus memilah pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan
jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan
suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan
perawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).

B. Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.
Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan
lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat
4. Sistem Triage dipengaruhi oleh :

8
5. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
6. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
7. Denah bangunan fisik unit gawat darurat
8. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

C. Prinsip Triage
1.      Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di
departemen kegawatdaruratan.
2.      Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
3.      Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan
bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4.      Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara
akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien
tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic
dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.
5.      Tercapainya kepuasan pasien

D. Tipe Triage di Rumah Sakit


1)      Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a.       Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b.      Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c.       Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa
sakitnya

9
d.      Tidak ada dokumentasi
e.       Tidak menggunakan protocol
2)      Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi
atau dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama
3)      Tipe 3 : Comprehensive Triage
a.       Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
b.      4 sampai  5 sistem kategori
c.       Sesuai protocol

E. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS


Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah
kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan
oleh gangguan ABC (Airway /  jalan nafas, Breathing / Pernafasan,
Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal
atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN

10
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa /
adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac
arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan
hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter
spesialis. Misalnya : pasien kanker
tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam
nyawa tetapi memerlukan tindakan
darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor / 
tertutup, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa
dan tidak memerlukan tindakan
gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (MERAH) Mengancam jiwa atau fungsi vital,

11
perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu
gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada
tangan dan kaki, combutio (luka
bakar tingkat II dan III > 25 %
Prioritas II (KUNING) Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera
ditangani dalam jangka waktu
singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh : patah tulang
besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
Prioritas III (HIJAU) Perlu penanganan seperti
pelayanan biasa, tidak perlu segera.
Penanganan dan pemindahan
bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat
kecil, luka sangat parah. Hanya
perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.

12
Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).
TINGKAT KEAKUTAN KETERANGAN
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya
memar minor) dapat menunggu
lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen / tidak mendesak
(misalnya ruam, gejala flu) dapat
menunggu lama tanpa bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak
(misalnya otitis media) dapat
menunggu sampai 2 jam sebelum
pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur
panggul, laserasi berat, asma);
dapat menunggu selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti
jantung, syok); tidak boleh ada
keterlambatan pengobatan ; situasi
yang mengancam hidup
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang
mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut
meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7. Diaforesis yang ekstern
8. Sianosis

13
9. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).

F. PROSES TRIAGE
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage
harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan
melakukan pengkajian, misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di
brankar sebelumm mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat,
tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian
perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien
di area pengobatan yang tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan
khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa
memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap
pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap
60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau
gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru
dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa
ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien
ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif
dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien
membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang
berasal langsung dari pasien (data primer)

14
Alur dalam proses Triage
1. Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2. Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a. Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<30x/menit),
perdarahan internal, dsb
b. Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi
minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna
: merah, kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi
atau dirujuk ke rumah sakit lain.

15
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu
giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan,
atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan
ke kamar jenazah (Rowles, 2007).

G. DOKUMENTASI TRIAGE
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1.      Waktu dan datangnya alat transportasi
2.      Keluhan utama
3.      Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4.      Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5.      Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma,
perawatan minor vs perawatan kritis)
6.      Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostic seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE


         Tanda dan waktu tiba
         Umur pasien
         Waktu pengkajian
         Riwayat alergi
         Riwayat pengobatan
         Tingkat kegawatan pasien
         Tanda-tanda vital
         Pertolongan pertama yang diberikan

16
         Pengkajian ulang
         Pengkajian nyeri
         Keluhan utama
         Riwayat keluhan saat ini
         Data subjektif dan data objektif
         Periode menstruasi terakhir
         Imunisasi tetanus terakhir
         Pemeriksaan diagnostic
         Administrasi pengobatan
         Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta


dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan
rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu,
dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan
diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status
pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan
ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai
dengan standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue
perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan
perkembangan pasien kea rah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan
respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar
Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien
yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan
kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi
pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.

17
Proses dokumentasi triage menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut :
1.      S : data subjektif
2.      O : data objektif
3.      A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4.      P : rencana keperawatan
5.      I : implementasi, termasuk didalamnya tes diagnostic
6.      E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap
pengobatan dan perawatan yang diberikan (ENA, 2005)

18
PEMBEBASAN JALAN NAFAS

A. PENGERTIAN

Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas.

B. TUJUAN
Membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru
secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.
C. PENGKAJIAN

Pertama kali yang harus kita lakukan adalah :


Pemeriksaan Jalan Napas dengan metode (Look, Listen, Feel)
Look    : Lihat gerakan nafas ada atau tidak
Listen  : Dengarkan ada atau tidak suara nafas tambahan yang keluar
Feel      : Rasakan adanya aliran udara atau nafas yang keluar melalui mulut
atau hidung.
Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan
nafas dan pernafasan.

D. JENIS-JENIS SUARA NAFAS TAMBAHAN

1. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya


kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara
ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger
untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari
telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong
rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah).
Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban
(eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

19
Tindakan Cross-Finger

2.  Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada


kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah
cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai
namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk
“menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).

Tindakan Finger Sweep

3. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena


pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap
lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.

E. TINDAKAN UNTUK MEMBUKA JALAN NAFAS

A. TANPA ALAT

20
1. Head tilt (extensi kepala )

Di lakukan bila jalan napas tertutup oleh lidah pasien

Untuk melakukan : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan


tekan ke bawah, sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga lidah
tegang akhirnya lidah terangkat ke depan.

Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.

2. Chin lift ( angkat dagu )

Di lakukan dengan maksut mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Untuk melakukannya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang


tulang dagu pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan.

3. Jaw Thrust Maneuver (Manuver Mendorong Mandi bula kedepan).

Teknik ini direkomendasikan sebagai alternatif untuk membuka jalan nafas.

21
1.) Pegang sudut rahang bawah korban dan angkat dengan kedua tangan,
satu tangan tiap sisi, mendorong mandibula ke depan sambil ekstensikan kepala
ke belakang

2.) Bila bibir tertutup, buka bibir bawah dengan ibu jari.

3.) Bila pernafasan mulut ke mulut diperlukan, tutup lubang hidung dengan


meletakkan pipi menutup hidung.

Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dan kepala hanya
dilakukan Jaw Thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher

MENGATASI SUMBATAN PARSIAL JALAN NAFAS

Teknik manual thrust

a)    Abdominal thrust (untuk dewasa)

Untuk penderita sadar dengan sumbatan jalan nafas parsial boleh dilakukan
tindakan “Abdominal thrust”

Bantu/tahan penderita tahap berdiri atau condong kedepan dengan


merangkul dari belakang.

 Lalukan hentakan mendadak dan keras pada titik silang garis antar
belikat dan garis punggung tulang belakang
 Rangkul korban dari belakang dengan kedua lengan dengan
mempergunakan kepalan kedua tangan, hentakan mendadak pada
22
uluhati (abdominal thrust). Ulangi hingga jalan nafas bebas atau
hentikan bila korban jauh tidak sadar ulangi tindakan tersebut pada
penderita terlentang.
 Segera panggil bantuan.

b) Chest thrust (untuk anak, orang gemuk & wanita hamil)

Penderita sadar:

 Penderita anak lebih dari satu tahun:


a) Lakukan “chest thrust” 5 kali (tekan ulang dada dengan jari kedua dan
ketiga kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antar puting susu).
b) Ulangi tindakan tersebut, hingga sumbatan tergeser atau korban jatuh tidak
sadar.
 Penderita tidak sadar:
a) Tidurkan terlentang
b) Lakukan chest thrust
c) Tarik lidah dan lihat adakah benda asing
d) Berikan pernafasan buatan
e) Bila jalan nafas tersumbat di bagian bawah, lanjutkan dengan krikotirotomi
jarum.

23
c)   Back blow (untuk bayi)

 Penderita Sadar :
a) Bila penderita dapat batuk keras, observasi ketat
b) Bila nafas tidak efektif/berhenti

Black blows 5 kali (hentakan keras mendadak pada punggung korban di


titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/verterbral)

 Penderita tidak sadar:


a) Tidurkan penderita terlentang
b) Lakukan back blow dan chest thrust
c) Tarik lidah dan dorong rahang bawah untuk melihat benda asing

1.    Bila terlihat ambil dengan jari-jari

2.    Bila tak terlihat jangan coba-coba digaet dengan jari

 Usahakan memberikan nafas (meniupkan udara)


 Bila jalan nafas tetap tersumbat, ulangi langkah tersebut di atas
 Segera panggil bantuan setelah pertolongan pertama dilakukan 1
menit

24
B. DENGAN ALAT

1) Pemasangan Pipa (Tube)


Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa
orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan
pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan
napas terutama pada pasien-pasien tidak sadar.

Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga


baik, dilakukan pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube).
Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

25
2) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)
Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan
penghisapan (suctioning). Penghisapan dilakukan dengan menggunakan
alat bantu pengisap (penghisap manual portabel, pengisap dengan
sumber listrik).

Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas: Bila pasien tidak sadar
dan terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tidak mungkin
diambil dengan sapuan jari, maka digunakan alat bantuan berupa laringoskop,
alat penghisap (suction) dan alat penjepit (forceps).

3) Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi

26
Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin dilakukan, maka dipilih
tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan
trampil, dapat dilakukan krikotirotomi dengan pisau .

27
DAFTAR PUSTAKA

Lumbantouran, P. (2015). BTCLS DISASTER MANAGEMENT. yayasan pelatih


keperawatan indonesia.

Sheehy. (2018). keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. ELSEVIER.

Wijaya, andra S. (2019). KEGAWATDARURATAN DASAR. cv. Trans Info


Media.

Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Departement of


Emergency

Medicine Singapore General Hospital

Anonimous, 2002. Disaster Medicine. Philadelphia USA : Lippincott Williams

ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company

Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan.

Jakarta : EGC

Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta :


EGC

Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK


FK

28

Anda mungkin juga menyukai