Efektivitas Penerapan Tapping Box Sebagai Monitoring Pajak Daerah Terhadap Wajib Pajak Hotel Dan Restoran Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Pangandaran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 43

Efektivitas Penerapan Tapping Box Sebagai Monitoring Pajak

Daerah terhadap Wajib Pajak Hotel dan Restoran di Badan


Pendapatan Daerah Kabupaten Pangandaran
USUL PENELITIAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar Magister

Program Studi Manajemen Konsentrasi Pemerintahan

Disusun Oleh:

ASEP RUSLI

NIM: 82342122045

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS GALUH

CIAMIS
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Negara Indonesia merupakaan negara berkembang yang saat ini sangat gencar

melakukan pembangunan di berbagai bidang guna memajukan dan

mensejahterakan negaranya. Pembangunan nasional di Indonesia sangat

bergantung pada pendapatan dan pendanaan dalam negeri maupun dari luar

negeri. Tidak ada satupun negara yang berhasil melakukan pembangunan tanpa

disertai adanya Pendapatan Negara dan Pendanaan yang cukup. Namun tentu saja,

Indonesia akan berusaha mendapatkan pendapatan yang lebih besar yang

bersumber dari dalam negeri daripada luar negeri, agar dapat mengurangi utang

luar negeri dan lebih mensejahtrakan rakyatnya. Menurut Riska Suardani, dkk

(2017:2), pengupayaan pendapatan dana dapat berasal dari dalam negeri,

pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan

negara yang nantinya menjadi sumber dana untuk melakukan pembangunan

nasional. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 Tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibuat oleh pemerintah

dan DPR, terdapat 3 sumber penerimaan Negara yaitu : 1) Penerimaan dari sektor

Pajak ; 2) Penerimaan dari sektor Non Pajak ; dan 3) Penerimaan Hibah.

Pajak merupakan suatu sumber utama penerimaan negara yang digunakan

untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

pengeluaran untuk pembangunan. Menurut Purnamawati, dkk (2015:4), pajak

merupakan hal yang sangat mendasar, dalam pemungutannya harus berdasarkan


peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut (Jatmiko,2006:1), pajak

memberikan peranan yang sangat dominan karena pajak merupakan

sumber yang pasti dalam memberikan kontribusi dana kepada negara sebagai

cerminan dari partisipasi masyarakat dalam pembiayaan negara yang diatur oleh

Perundang-undangan. Pajak memiliki kontribusi yang besar tidak hanya bagi

negara tapi juga bagi suatu daerah. Pajak daerah sebagai tulang punggung

perekonomian suatu daerah. Berikut merupakan sebuah tabel Pendapatan Daerah

Kabupaten Pangandaran Pada Tahun 2021.

Tabel 1.1

Tabel Pendapatan Daerah pendapatan Daerah Kabupaten Pangandaran

No. Urut Uraian Jumlah

(1) (2) (3)

1 Pendapatan Daerah

1.1 Pendapatan Asli Daerah

1.1.1 Pendapatan Pajak Daerah

1.1.2 Hasil Retribusi Daerah

1.1.3 Hasil Pengelolaan Daerah yang disahkan

1.1.4 Lain-lain Pendapatan Daerah yang

disahkan

Sumber: Bapenda Kabupaten Pangandaran 2022. (Diolah Peneliti)

Salah satu jenis pajak daerah di Kabupaten Pangandaran yang memiliki

potensi yang terus meningkat seiring dengan perkembangan destinasi wisata yang

menjadi daya Tarik tersendiri oleh wisatatan local maupun mancanegara dan

kreativitas pemerintah dalam membangun pariwisata di Kabupaten Pangandaran


adalah Pajak Hotel dan Restoran . Karena sejatinya wisatawan akan menggunakan

fasilitas objek pajak tersebut dalam melakukan aktivitas wisata di Kabupaten

Pangandaran. Menurut Rasmini (2018: 01), pajak hotel merupakan bagian dari

pajak daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan

pajak daerah. Kemudian Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang

disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau

minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,

kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering Pajak Hotel dan

Restoran merupakan salah satu penopang pendapatan asli daerah yang memiliki

kontribusi yang kontinu dalam APBD karena perkembangan pajak hotel kian

meningkat.

Pontensi Pariwisata yang begitu melimpah berdampak pada munculnya

berbagai potensi Hotel, dan Restoran di Kabupaten Pangandaran. Berdasarkan

obersevasi sementara peneliti, terjadi lonjakan signifikan dalam tiap tahunya yang

menjadi objek Pajak Hotel, Restoran dan Hotel. Berikut tabel 1.2 memaparkan

perkembangan dari jumlah Hotel, Restoran dan tempat hiburan di Kabupaten

Pangandaran.

Tabel 1.2
Jumlah Hotel, Restoran dan Tempat Hiburan di kabupaten Pangandaran
Objek Pajak Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Tahun 2022

Hotel

Restoran

Sumber: Bapenda Kabupaten Pangandaran 2022 (diolah Peneliti)


Pemungutan pajak Hotel dan Restoran dilakukan secara self assessment

system atau pembayaran pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.

Pelaksanaan pembayaran pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (self

assessment), penerapannya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis Pajak

Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar

Sendiri oleh Wajib Pajak.

Mitha dan Lely (2019:3) mengungkapkan bahwa penerapan self

assessment system dalam pemungutan pajak memberikan beberapa risiko salah

satunya adalah kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam menghitung

dan melaporkan pajaknya. Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan salah satu

penopang pendapatan asli daerah, perlu dilakukan pengawasan atas pelaporan data

transaksi usaha wajib pajak berbasis sistem informasi untuk optimalisasi

penerimaan pajak daerah. Karena apabila pelaksanaan ini tanpa disertai

pengawasan yang efisien, akan terjadi manipulasi dan menguntungkan oknum-

oknum yang tidak bertanggung jawab yang ingin melakukan kecurangan pajak

berupa penggelapan pajak hingga mencapai jumlah yang besar.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan perpajakan pada prinsipnya

adalah tindakan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan

perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Mengingat kepatuhan merupakan

faktor penting penerapan self assessment system dalam peningkatan penerimaan

pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang memengaruhi
kepatuhan wajib pajak. Dimana salah satunya adalah lemahnya system

administrasi.

Menyadari akan lemahnya sistem administrasi pajak yang berlaku

sehingga muncul beberapa kasus hotel dan restoran yang terjerat ke ranah hukum

akibat kecurangan pajak (Mitha dan Lely, 2019:8), maka Direktorat Jenderal

Pajak (DJP) melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan melakukan

Modernisasi Perpajakan, yakni dalam bentuk e-tax (perpajakan online/

elektronik). Beberapa jenis sistem informasi perpajakan adalah sebagai berikut :

1) E-registration (sistem pendaftaran WP dengan pengukuhan PKP melalui

internet yang terhubung langsung secara online dengan sistem DJP) ; 2) E-NPWP

(aplikasi untuk mendaftarkan karyawan secara massal); 3) E-Filling (aplikasi

penyampaian surat pemberitahuan yang dilakukan melalui sistem online dan real

time) ; 4) E-SPT (aplikasi yang dibuat untuk digunakan oleh Wajib Pajak dalam

menyampaikan SPT secara online) ; 5) E-Payment (sistem pembayaran pajak

yang dilakukan WP secara online yang terhubungdengantempat pembayaran

pajak) dan 6) E- Monitoring (sistem monitoring yang dilakukan secara online

dengan menggunakan perangkat bernama tapping box).

Langkah lain yang dilakukan dalam pembaharuan sistem administrasi

perpajakan adalah penerapan system Monitoring pelaporan pembayaran pajak

dalam bentuk e-payment. Sistem ini merupakan salah satu sistem

administrasi yang cukup canggih dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

pelayanan jasa kepada wajib pajak. Sekaligus terjadinya transparansi antara kedua

belah pihak, baik wajib pajak maupun petugas pajak.


Pelaksanaan monitoring pajak daerah yang dilakukan di Badan Pendapatan

Daerah Kabupaten Pangandaran akan dilakukan dengan sebuah alat yang disebut

tapping box. Menurut Riska Suardani, dkk (2017:05), tapping box adalah sebuah

alat yang dapat menangkap transaksi yang tercetak oleh printer point of sales

yang digunakan oleh wajib pajak. Tapping box merupakan mesin atau alat

perekam transaksi yang mencatat atau menangkap semua data transaksi yang

terjadi dari mesin kasir ke printer point of sales dan kemudian mengirimkannya

melalui jaringan Global System for Mobile (GSM) ke server Badan Pendapatan

Daerah (Desta, 2019:03).

Pelaksanaan monitoring pajak hotel dan restoran ini, menggunakan

tapping box sebagai alat yang memproses data transaksi hotel secara real time,

kemudian menyalurkan tiap transaksi yang terjadi dan tercatat tersebut ke server

yang terpasang di handphone atau komputer petugas yang berwenang di Badan

Pendapatan Daerah. Sehingga, pihak Bapenda akan secara langsung dapat

mengetahui transaksi yang ada di Hotel dan Restoran tersebut pada setiap harinya.

Penerapan tapping box mendorong wajib pajak untuk tidak memanipulasi

pembayaran pajak, sehingga nominal pajak yang terlapor akan real sesuai dengan

transaksi harian wajib pajak. Penerapan tapping box terbukti telah mendongkrak

penerimaan pajak daerah d dan dapat dijelaskan dari tabel 1.3 berikut:
Tabel 1.3
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun
No Tahun Sebelum Sesudah Jumlah Penerimaan
pemasangan tapping pemasangan Pajak Daerah
box tapping box
1
.
2
.
Jumlah Peningkatan

Sumber: Bapenda Kabupaten Pangandaran; diolah Peneliti

Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Pangandaran tergolong belum lama

dalam menerapkan tapping box sebagai monitoring pajak daerah. Penerapan yang

dilakukan baru dilakukan pada tahun 2019 yang tergolong masih singkat apabila

dibandingkan dengan daerah lain. Dan juga belum semua Hotel dan Restoran

telah memasang Taping Box ini sebagai monitoring Pajak Daerah. Dari semua

jumlah Hotel dan Restoran mungkin hanya 15-20% yang telah dipasang alat

Taping Box tersebut. Namun, apakah penerapan sistem ini telah efektif dan

apakah penerapan sistem ini efektif sesuai target yang ditetapkan oleh Bapenda

Kabupaten Pangandaran ini sendiri. Berikut data Hotel dan Restoran yang telah

dipasang Monitoring pajak menggunakan alat Tapping Box.

Tabel 1.4
Data Hotel dan Restoran yang telah memasang Alat Tapping Box
No Nama Keterangan Tahun Pemasangan
Berdasarkan tabel tersebut, hanya Sebagian kecil Hotel dan Restoran yang

telah memasang alat Tapping Box untuk dapat memonitoring Pajak Daerah,

sisianya nya masih banyak hotel yang belum dipasang dengan alat Tapping box

tersebut, karena beberapa kendala yang dihadapi diantaranya adalah anggaran

yang masih dalam pertimbangan dan penolakan-penolakan dari subyek Pajak yang

merasa terawasi oleh adanya monitoring alat tapping box tersebut dan juga ada

yang sudah dipasang namun alat tersebut mengalami kerusakan sehingga belum

lagi dipasangkan serta restoran-restoran dan hotel yang dirasa belum dapat

dipasangkan tapping box karena dirasa belum layak.

Penulis ingin meneliti bagaimana tapping box sebagai monitoring pajak

daerah terhadap wajib pajak hotel yang berada diruang lingkup Badan Pendapatan

Daerah Kabupaten Pangandaran. fokus penelitian juga berdasarkan kemampuan

dan potensi yang dimiliki peneliti. Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah

dijelaskkan diatas, maka judul penelitian ini adalah ”Efektivitas Penerapan

Tapping box Sebagai Monitoring Pajak Daerah terhadap Wajib Pajak Hotel

dan Restoran Di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Pangandaran.


11

2. Focus Penelitan

Analisis yang dilakukan berdasarkan konsep efektivitas oleh Riant Nugroho

Efektivitas ditentukan dari beberapa Implementasi yaitu:

2.1 Tepat kebijakan

2.1.1. Pemecahan Masalah, ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh

mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal dapat

memecahkan masalah yang hendak dipecahkan.

2.1.2. Rumusan Permasalahan, kebijakan adalah apakah kebijakan

tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang

hendak dipecahkan.

2.1.3. Pelaksana Kebijakan, kebijakan tersebut dibuat oleh lembaga yang

mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan

karakter kebijakannya.

2.2 Tepat Pelaksanaan

2.2.1. Agen Pelaksana, actor pelaksana yang menjadi kunci sukses

pelaksanaan kegiatan dengan mempertimbangankan dari

karakteristik kebijakan.

2.3 Tepat Target

2.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan yang sudah sesuai atau belum

dengan target yang telah ditentukan

2.4 Tepat Lingkungan

2.4.1 Lingkungan Internal, adalah lingkungan pembuat kebijakan dan

pelaksana kebijakan
12

2.4.2 Lingkungan External, adalah lingkungan yang berhubungan dengan

target kebijakan

2.5 Tepat Proses

2.5.1 Policy acceptance

2.5.2 Policy adoption

2.5.3 Strategic readiness

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa rumusan masalah yang muncul

adalah sebagai berikut:

3.1 Bagaimana perkembangan penerapan tapping box sebagai monitoring

pajak daerah di Bapenda Kabupaten Pangandaran?

3.2 Bagaimana efektivitas penerapan tapping box sebagai monitoring pajak

daerah terhadap wajib pajak hotel dan Restoran di Bapenda Kabupaten

Pangandaran?

3.3 Apa saja yang menjadi hambatan dalam menerapkan Tapping Box

sebagai monitoring Pajak Daerah di Bapenda Kabupaten Pangandaran ?

4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Permasalahan tersebut, terdapat beberapa tujuan

penelitian sebagai berikut:

4.1 Bagaimana perkembangan penerapan tapping box sebagai monitoring

ajak daerah di Bapenda Kabupaten Pangandaran?


13

4.2 Bagaimana efektivitas penerapan tapping box sebagai monitoring pajak

daerah terhadap wajib pajak hotel dan Restoran di Bapenda Kabupaten

Pangandaran?

4.3 Apa saja yang menjadi hambatan dalam menerapkan Tapping Box

sebagai monitoring Pajak Daerah di Bapenda Kabupaten Pangandaran ?

5. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan diperoleh kegunaan sebagai

berikut :

5.1 Secara Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi bahan ajang berpikir kritis pembelajaran

pelayanan prima. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

berikut:

5.1.1 Bahan informasi dan menambah wawasan mengenai penerapan

Tapping Box sebagai Monitoring Pajak Hotel dan Restoran di

Bapenda Kabupaten Pangandaran.

5.1.2 Menambah kepustakaan dalam bidang Ilmu Pemerintahan di Pasca

Sarjana Universitas Galuh.

5.2 Secara Praktis

5.2.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi

positif dalam upaya penyempurnaan kerja yang berkaitan dengan

pendapatan bagi Kabupaten Pangandaran. Penelitian ini juga dapat

dijadikan sebagai alternatif dalam perbaikan di Bapenda Kabupaten

Pangandaran.
14

5.2.2 Bagi penulis sendiri penelitian ini sangat berguna untuk menambah

wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan

penyusunan karya ilmiah.

6. Kerangka Berfikir

Menurut Riant Nugroho (2012:107) pada dasarnya ada “lima tepat” yang

perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi kebijakan, yaitu:

6.1. Tepat Kebijakan.

Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada

telah bermuatan hal-hal dapat memecahkan masalah yang hendak

dipecahkan. Sisi kedua kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut

sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak

dipecahkan. Sisi ketiga adalah, kebijakan tersebut dibuat oleh lembaga

yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan

karakter kebijakannya.

6.2. Tepat Pelaksanaan.

Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah saja. Ada tiga

lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama

antara pemerintah pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi

kebijakan yang diswastakan. Kebijakan-kebijakan yang bersifat

monopoli sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan yang

bersifat memberdayakan masyarakat sebaiknya diselenggarakan

pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang bertujuan


15

mengarahkan kegiatan masyarakat sebaiknya diselenggarakan oleh

masyarakat.

6.3. Tepat Target. Ketepatan disini berkenaan dengan tiga hal. Pertama,

target yang diintervensi sesuai dengan apa yang telah direncanakan,

tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, dan tidak bertentangan

dengan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, target tersebut dalam

kondisi siap untuk diintervensi atau tidak. Ketiga, intervensi

implementasi kebijakan tersebut bersifat baru atau memperbaharui

implementasi kebijakan sebelumya.

6.4. Tepat Lingkungan. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu

lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan

kebijakan yaitu interaksi di antara lembaga perumus kebijakan dan

pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Kemudian

lingkungan eksternal kebijakan yang terdiri atas public opinion, yaitu

persepsi publik akan kebiajakan dan implementasi kebijakan;

interpretive instution yang berkenaan dengan interpretasi Lembaga-

lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok

penekan, kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan

dan implementasi kebijakan; individuals, yakni individu-individu

tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam

menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.

6.5. Tepat Proses. Secara umum, implementasi kebijakan publik terdiri atas

tiga proses, yaitu: 1) Policy acceptance. Di sini publik memahami


16

kebijakan sebagai sebuah “aturan main” yang diperlukan untuk masa

depan, di sisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang

harus dilaksanakan. 2) Policy adoption. Di sini publik menerima

kebijakan sebagai sebuah “aturan main” yang diperlukan untuk masa

depan, di sisi lain pemerintah menerima kebijakan sebagai tugas yang

harus dilaksanakan. 3) Strategic readiness. Di sini publik siap

melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan, di sisi lain birokrat

pelaksana siap menjadi pelaksana kebijakan.


17

Gambar 1.1

Kerangka Penelitian

 Undang-Undang Efektifitas Menurut Pendapatan


No. 23 Tahun 2014 Riant Nugroho Daerah
tentang (2012) Kabupaten
Pemerintahan Pangandaran
1. Tepat Kebijakan
Daerah dengan Tapping
2. Tepat Box sebagai
 Undang-Undang Pelaksanaan Monitoring
No 28 Tahun 2009 3. Tepat Target Pajak Daerah
Tentang Pajak 4. Tepat Restoran dan
Daerah dan Lingkungan Hotel berjalan
Retribusi Daerah 5. Tepat Proses secara efektif.
 PP RI No 91 Tahun
2010 Pasal 4
Tentang Jenis Pajak
Daerah yang
Dipungut
Berdasarkan
Penetapan Kepala
Daerah Atau
Dibayar Sendiri
oleh Wajib Pajak.
 Peraturan Daerah
Kabupaten
Pangandaran ……
Tentang Pajak
Daeraj

Umpan Balik
18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENDEKATAN MASALAH

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1. Kajian Efektivitas

Efektivitas menurut Sedarmayanti (2017: 59) merupakan ukuran

seberapa jauh pencapaian suatu target yang telah ditetapkan. Pengertian

efektivitas ini lebih berorientasi pada keluaran atau output sedangkan masalah

penggunaan masukan atau input tidak menjadi perhatian utama. Sedangkan

menurut Drajat (2012: 126) efektivitas yaitu suatu kegiatan yang

menunjukan keberhasilan apabila dilihat dari segi tercapai atau tidaknya

sasaran yang telah ditetapkan. Apabila hasil kegiatan semakin mendekati

sasaran, berarti tingkat efektivitasnya semakin tinggi.

Teori efektivitas menurut Dunn (2017: 429) adalah berkaitan dengan

pencapaian atau hasil yang dicapai dari suatu alternatif kebijakan, atau

mencapai tujuan dari suatu tindakan. Hal ini mencakup pemilihan sasaran

yang paling tepat dan pemilihan metode yang sesuai untuk mencapai sasaran

tersebut.

Efektivitas implementasi kebijakan berkaitan dengan sejauh mana

implementasi yang dilakukan mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan.

Terdapat beberapa hal yang perlu dipenuhi agar implementasi suatu kebijakan

dapat dikatakan efektif (Riant, 2014: 707-710):


19

a. Tepat kebijakan, ketepatan suatu kebijakan dinilai dari sejauh

mana suatu kebijakan tersebut berkaitan dengan suatu tindakan

atau metode yang dapat memecahkan masalah yang hendak

dipecahkan. Apakah kebijakan tersebut telah dirancang sesuai

dengan karakter masalah dan dibuat oleh lembaga yang

berwenang ( mempunyai misi kelembagaan) yang sesuai dengan

karakter kebijakan tersebut.

b. Tepat Pelaksanaan. Aktor implementasi kebijakan tidaklah

hanya pemerintah saja. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi

pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah

pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan

yang diswastakan. Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli

sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan yang

bersifat memberdayakan masyarakat sebaiknya diselenggarakan

pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang bertujuan

mengarahkan kegiatan masyarakat sebaiknya diselenggarakan

oleh masyarakat.

c. Tepat Target. Ketepatan disini berkenaan dengan tiga hal.

Pertama, target yang diintervensi sesuai dengan apa yang telah

direncanakan, tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain,

dan tidak bertentangan dengan dengan intervensi kebijakan lain.

Kedua, target tersebut dalam kondisi siap untuk diintervensi atau


20

tidak. Ketiga, intervensi implementasi kebijakan tersebut

bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan

sebelumya.

d. Tepat Lingkungan. Ada dua lingkungan yang paling

menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan

eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan yaitu interaksi di

antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan

dengan lembaga lain yang terkait. Kemudian lingkungan

eksternal kebijakan yang terdiri atas public opinion, yaitu

persepsi publik akan kebiajakan dan implementasi kebijakan;

interpretive instution yang berkenaan dengan interpretasi

Lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media

massa, kelompok penekan, kelompok kepentingan, dalam

menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan;

individuals, yakni individu-individu tertentu yang mampu

memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan

dan implementasi kebijakan.

e. Tepat Proses. Secara umum, implementasi kebijakan publik

terdiri atas tiga proses, yaitu : 1) Policy acceptance. Di sini

publik memahami kebijakan sebagai sebuah “aturan main” yang

diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah memahami

kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan. 2) Policy


21

adoption. Di sini publik menerima kebijakan sebagai sebuah

“aturan main” yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain

pemerintah menerima kebijakan sebagai tugas yang harus

dilaksanakan. 3) Strategic readiness. Di sini publik siap

melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan, di sisi lain

birokrat pelaksana siap menjadi pelaksana kebijakan.

Mardiasmo (2018:134) menyatakan bahwa efektivitas adalah ukuran

berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah

direncanakan. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan tersebut,

maka organisasi dikatakan telah berjalan dengan efektif. Pengertian

efektivitas menurut Mardiasmo (2018:136), adalah hubungan antara output

dan tujuan, dimana yang dijadikan tolak ukur dalam suati efektivitas adalah

seberapa jauh tingkat output atau keluaran, kebijakan, dan prosedur dari

organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya,

Handoko (2015:7) menyatakan bahwa efektivitas adalah suatu kemampuan

untuk menentukan tujuan serta peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

efektivitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh target atau sasaran

yang telah dicapai dalam suatu program, kegiatan atau organisasi. Apabila

suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka dapat dikatakan bahwa

organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif.


22

2.2.2. Pajak

2.2.1. Definisi Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Saptono (2016:15) mendefinisikan

pajak sebagai suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan

berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat

imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat

menjalankan tugas-tugasnya dalam pemerintahan.

2.2.2.1. Sistem Pemungutan

Berikut ini akan dijelaskan mengenai sistem pemungutan pajak, sistem

perpajakan dapat disebut metode atau cara mengelola uang pajak terutang

oleh WajibPajak dapat mengalir ke kas negara. Ada 3 (tiga) sistem dalam

pemungutan pajak yaitu:

1. Official Assessment System. Sistem ini merupakan sistem

pemungutan pajak dengan memberi wewenang kepada fiskus

untuk menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang. Ciri-

cirinya: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang


23

berada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif, dan utang pajak

timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System .Sistem pemungutan pajak ini

memberikan wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan

melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

dibayar.Pada sistem ini Wajib Pajak lebih bersifat aktif

3. tanpa adanya campur tangan dari fiskus.Disini fiskus yang

bertugas untuk mengawasi Wajib Pajak

4. With Holding System. Merupakan sistem pemungutan pajak

yang member wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong

atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.2.2.2. Jenis Pajak

Menurut Erly (2016:19), berikut adalah pajak sesuai dengan

lembaga pemungutnya :

1. Pajak Pusat, merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan

Bea Materai.
24

2. Pajak Daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan, dan lain-

lain.

2.2.3. Pajak Daerah

2.2.3.1. Definisi Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa Pajak

Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada

Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Mardiasmo (2018:05) mendefinisikan pajak daerah sebagai suatu

pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang

ditetapkan oleh daerah dan ditujukan untuk kepentingan pembiayaan

rumah tangga daerah. Pajak Daerah dapat disebut juga sebagai

kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ( Halim,

2012: 202).

2.2.3.2. Jenis-jenis Pajak Daerah


25

Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak yang telah

ditentukan, sebagaimana tersebut di bawah. Pajak daerah dapat tidak

dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan

dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

1. Jenis pajak daerah tingkat I (Provinsi) terdiri atas:

 Pajak Kendaraan Bermotor

 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

 Pajak Air Permukaan

 Pajak Rokok

2. Pajak Daerah Kabupaten

 Pajak Hotel

 Pajak Restoran

 Pajak Hiburan

 Pajak Reklame

 Pajak Penerangan Jalan

 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

 Pajak Parkir

 Pajak Air Tanah

 Pajak Sarang Burung Walet

 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan


26

 Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan

2.2.4. Pajak Hotel

Pajak Hotel merupakan pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

Hotel. Menurut (Siahaan, 2016:246), terdapat beberapa terminologi dalam

pemungutan pajak hotel sebagai berikut:

a. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan oleh bagi orang untuk

menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya

dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,

dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan

dan perkantoran

b. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi

apapun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan

disewakan untuk umum

c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk

apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya

melakukan usaha dibidang jasa penginapan.

d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima

sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai

pembayaran kepada pemilik hotel

e. Bon pembayaran (Bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus

sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh wajib pajak pada saat
27

pengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat

penginapan beserta fasilitas penunjang lainya kepada subyek pajak.

Subyek pajak hotel adalah adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Subjek pajak hotel dalam

arti konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan

oleh pengusaha hotel. Kemudian Wajib pajak hotel adalah badan atau

orang pribadi yang membayar pajak, memotong pajak dan memungut

pajak, serta mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai peraturan

perundang-undangan termasuk pula perangkat daerah yang melakukan

kegiatan dengan dana yang bersumber dari APBN maupun APBD yang

dalam melakukan operasinya menggunakan jasa hotel.

2.2.5. Pajak Restoran

Pajak Restoran merupakan salah satu pajak yang dipungut atas

pelayanan yang disediakan oleh Restoran.

2.2.6. Sistem Informasi

a. Pengertian Sistem informasi

Sistem informasi menurut Sutedjo (2012) adalah kumpulan elemen

yang saling berkaitan satu dengan yang lainya dan membentuk satu

kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses, dan menyimpan, serta

mendistribusikan informasi tersebut. Sistem informasi merupakan

kesatuan elemen-elemen yang saling berinteraksi secara sistematis dan


28

teratur untuk menciptakan dan membentuk aliran informasi yang akan

mendukung pembuatan keputusan dan melakukan kontrol. Menurut

Susanto (2017:55), sistem informasi merupakan kumpulan dari sub-sub

sistem baik fisik maupun non fisik yang saling berkaitan satu dengan

yang lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan

yaitu mengolah data menjadi informasi yang berguna.

b. Komponen Sistem Informasi

Sistem informasi menerima sumber data sebagai input dan

memprosesnya sebagai informasi berupa outputnya. Komponen yang

terlibat di dalam sistem informasi mendayagunakan agar sistem informasi

mencapai tujuan. Terdapat beberapa komponen-komponen sistem yakni

sebagai berikut (Susanto , 2017:61):

1. Perangkat Keras (hardware). Merupakan peralatan fisik yang

dapat digunakan untuk mengumpulkan, memasukkan, memproses,

menyimpan, dan mengeluarkan hasil pengolahan data dalam

bentuk informasi.

2. Perangkat Lunak (software). Merupakan kumpulan dari program-

program yang digunakan untuk menjalankan computer

3. Manusia (brainware). Merupakan sumber daya yang terlibat

dalam pembuatan sistem informasi, pengumpulan, dan pengolahan


29

data, pendistribusian dan pemanfaatan informasi yang dihasilkan

oleh sistem informasi tersebut

4. Prosedur (procedure). Merupakan rangkaian aktivitas atau

kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang

sama

5. Basis Data (database). Merupakan kumpulan data-data yang

tersimpan di dalam media penyimpanan di suatu perusahaan atau

di dalam computer

6. Jaringan Komunikasi (communication network). Merupakan

kumpulan hardware dan software yang sesuai (compitable) yang

disusun untuk mengkomunikasiklan berbagai informasi dari suatu

lokasi ke lokasi lain

c. Jenis-jenis Sistem Informasi Perpajakan

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang berdampak

pada perubahan sistem manual menjadi sistem online maka Direktorat

Jenderal Pajak selaku pihak yang berwenang dalam membuat kebijakan

atau aturan baru mulai melakukan reformasi dalam bidang perpajakan

sehingga muncul beberapa pelayanan perpajakan yang sudah

menggunakan sistem informasi secara elektronik atau online. Berikut

adalah jenis layanan pajak yang menggunakan sistem online menurut

Leliya dan Afiyah (2016: 38):


30

1. E-Registration. Yaitu sistem pendaftaran WP dengan pengukuhan

PKP melalui internet yang terhubung langsung secara online

dengan sistem DJP

2. E-NPWP. Yaitu aplikasi untuk mendaftarkan karyawan secara

massal.

3. E-Filling. Yaitu aplikasi penyampaian surat pemberitahuan yang

dilakukan melalui sistem online dan real time

4. E-SPT. Yaitu aplikasi yang dibuat untuk digunakan oleh Wajib

Pajak dalam menyampaikan SPT secara online.

5. E-Payment yaitu sistem pembayaran pajak yang dilakukan Wajib

Pajak secara online. Hingga saat ini, penerapan E-Payment masih

sangat terbatas untuk pembayaran PBB dan PPh final.

6. E-Monitoring. Yaitu sistem monitoring yang dilakukan secara

online dengan menggunakan perangkat bernama tapping box. E-

Monitoring dengan perangkat tapping box ini dilakukan untuk

Pajak Daerah yakni Pajak Hotel, Pajak Restauran dan Pajak

Hiburan.

2.2.7. Sistem Monitoring

a. Definisi Monitoring

Monitoring didefinisikan sebagai siklus kegiatan yang mencakup

pengumpulan, peninjauan ulang, pelaporan, dan tindakan atas informasi

suatu proses yang sedang diimplementasikan (Mercy, 2016:28).

Umumnya, monitoring digunakan dalam checking antara kinerja dan target


31

yang telah ditentukan. Monitoring adalah pengawasan yang berarti proses

pengamatan, pemeriksaan, pengendalian dan pengoreksian dari seluruh

kegiatan organisasi. Pengawasan adalah mendeterminasi apa yang telah

dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu,

menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan.

Monitoring ditinjau dari hubungan terhadap manajemen kinerja

adalah proses terintegrasi untuk memastikan bahwa proses berjalan sesuai

rencana (on the track). Monitoring dapat memberikan informasi

keberlangsungan proses untuk menetapkan langkah menuju ke arah

perbaikan yang berkesinambungan. Indicator yang menjadi acuan

monitoring adalah output per proses atau perkegiatan.

Umumnya, pelaku monitoring merupakan pihak-pihak yang

berkepentingan dalam proses, baik pelaku proses (self monitoring)

maupun atasan atau supervisor pekerja. Berbagai macam alat bantu yang

digunakan dalam penerapan sistem monitoring, baik observasi/interview

secara langsung, dokumentasi maupun aplikasi visual.

Pada dasarnya, monitoring memiliki dua fungsi dasar yang

berhubungan, yaitu compliance monitoring dan performance e-

monitoring (Mercy, 2016:32). Compliance monitoring berfungsi untuk

memastikan proses sesuai dengan rencana. Sedangkan, performance

monitoring berfungsi untuk mengetahui perkembangan organisasi dalam

pencapaian target yang diharapkan.


32

b. Jenis-jenis Monitoring

Jenis monitoring atau pengawasan menurut Daly (2010:23) adalah

sebagai berikut:

1. Pengawasan Intern dan Exteren

a. Pengawasan Intern yaitu pengawasan yang dilakukan oleh orang

dari badan/unit di dalam lingkungan unit tersebut.

b. Pengawasan Extern yaitu pengawasan yang dilakukan oleh

orang dari luar badan/unit lingkungan unit tersebut.

2. Pengawasan Preventif dan Represif

a. Pengawasan Preventif

Pengawasan Preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan

sebelum pelaksanaan suatu kegiatan, yakni pengawasan yang

dilakukan terhadap sesuatu yang bersifat rencana

b. Pengawasan Refresif

Pengawasan Refresif, yaitu pengawasan yang dilakukan setelah

pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan.

3. Pengawasan Langsung dan Tidak Langsung

a. Pengawasan Langsung yaitu pengawasan yang dilakukan

dengan cara mendatangi dan dan melakukan pengawasan di

tempat (on the spot) terhadap objek yang diawasi.

b. Pengawasan Tidak Langsung


33

Pengawasan Tidak Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan

tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau objek yang

diawasi atau pengawasan yang dilakukan dari jauh

c. Tujuan Sistem Monitoring

Terdapat beberapa tujuan sistem monitoring. Adapun beberapa tujuan

dari sistem monitoring yang dikemukakan oleh (Amsler,2011:21) yaitu

sebagai berikut:

1. Memastikan suatu proses dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

Sehingga, proses berjalan sesuai dengan jalur yang disediakan.

2. Menumbuh kembangkan motivasi dan kebiasaan positif bekerja

3. Menyediakan probabilitas tinggi akan keakuratan data bagi pelaku

monitoring

4. Mengidentifikasi hasil yang tidak diinginkan pada suatu proses

dengan cepat (tanpa menunggu proses seselai).

2.2.8. Tapping Box

a. Pengertian Tapping Box

Tapping box merupakan alat perekam transaksi usaha yang digunakan

dalam sistem administrasi pajak. Kegiatan dini disebut monitoring dimana

adanya pengawasan pelaporan pembayaran pajak terhadap wajib pajak

daerah khususnya wajib pajak hotel, wajib pajak restoran dan juga wajib

pajak hiburan (Riskasuardani, 2017: 11). Secara sederhana bahwa tapping

box adalah sebuah alat yang dapat menangkap transaksi yang:

b. Jenis-jenis Tapping Box


34

Terdapat 3 jenis tapping box yang diterapkan dalam rangka

pengawasan pajak daerah. Pertama adalah tapping box aktif, kedua adalah

tapping box pasif dan yang terakhir adalah cash register. Berikut adalah

penjelasan masing-masing tapping box berdasarkan jenisnya:

c. Manfaat Tapping Box

Manfaat dari tapping box ini diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Bagi Wajib Pajak agar terhindar dari laporan internal fiktif karena

dapat mengetahui pendapatannya secara riil.

2. Bagi Pemerintah adalah untuk meningkatkan transparansi,

akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi dalam pemungutan pajak

3. Bagi Masyarakat manfaatnya adalah memberikan keyakinan

informasi bahwa pajak yang dibayarkan benar masuk ke kas negara

sehingga berdampak positif bagi wajib pajak

Alat pemantau transaksi penjualan usaha atau Tapping box

merupakan suatu perangkat yang dipasang diantara cash register

maupun Point of Sales dan printer pada wajib pajak hotel, restoran,

parkir dan hiburan (Cartenz, 2015:09). Fungsi alat ini adalah

menangkap dan merekam data hasil dari cetak struk/bill/tanda terima

pembelian yang dilakukan oleh subjek pajak, dimana hasil dari

perekaman data akan dikirimkan ke server Dinas Pendapatan Daerah

dan dapat dilihat hasilnya pada Aplikasi Monitoring.

2.6 Penelitian Terdahulu


35

Tabel 2.1

No Nama Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

(1) (2) (3) (4) (5)

Sumber: Hasil Penelitian (diolah Peneliti), 2022


36

BAB III

3.1 Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan perencanaan penelitian agar

penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, sistematis serta efektif.

Menurut Arikunto (2010: 160), metode penelitian adalah cara yang digunakan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode

penelitian deskriptif menurut Nawawi (2007:67), dapat diartikan sebagai prosedur

yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan atau objek

penelitian (seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya.

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan ialah desain penelitian kualitatif, Menurut

Sugiyono (2014:9) metode kualitatif yaitu: Metode penelitian yang berlandaskan

pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang

alamiah (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci, teknik pengumpulan data yang dilakukan secara triangulasi (gabungan),

analisis data bersifat kualitiatif dan hasil penelitian lebih menekankan makna

generalisasi.

Model penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Sugiyono (2014:10) studi

kasus adalah “studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci,

memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber


37

informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari

berupa program, peristiwa, aktifitas atau individu”.

3.3 Sumber data dan Alat Pengumpul Data


3.3.1 Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Dari sumber data itu memperoleh keterangan yang berguna untuk mendukung

proses deskripsi dan analisa masalah penelitian. Dalam penelitian ini data

primer diperoleh langsung dari pegawai BAPEDA Kabupaten Pangandaran

dan pemilik Hotel dan restoran yang menjadi subyek pajak dari Monitoring

Pajak Hotel dan Restoran dilakukan melalui observasi dan wawancara.

Informan yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian, (Moleong, 2006:132). Dalam

penelitian ini yang menjadi informan sebanyak 7 orang yang terdiri dari:

1. Kepala BAPENDA Kabupaten Pangandaran sebanyak 1 orang

2. Pegawai BAPENDA Kabupaten Pangandaran sebanyak 3 orang

3. Objek pajak Hotel dan Restoran sebanyak 4 orang.

Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang

relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, peraturan-peraturan,

struktur

3.3.2 Tekhnik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

beberapa teknik, yaitu sebagai berikut:


38

1. Observasi

Menurut Arikunto (2006:124) observasi adalah mengumpulkan

data atau keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-

usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan diselidiki.

Sedangkan menurut Kamus Ilmiah Populer (dalam Suardeyasasri,

2010:9) kata observasi berarti suatu pengamatan yang teliti dan

sistematis, dilakukan secara berulang-ulang. Metode observasi seperti

yang dikatakan Hadi dan Nurkancana (dalam Suardeyasasri, 2010:9)

adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis baik secara

langsung maupun secara tidak langsung pada tempat yang diamati.

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian untuk melakukan pengamatan secara langsung di

lapangan. Teknik ini digunakan untuk mengamati alat Taping Box

sebagai Monitoring Pajak Hotel dan Restoran di Bapenda Kabupaten

Pangandaran. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan langsung

dalam pelaksanaan pelaksanaan kebijakan publik.

2. Wawancara

Definisi wawancara menurut Moleong (2009, halaman 186)

wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

itu. Menurut Benney & Hughes (dalam Denzin, 2009, halaman 501),
39

wawancara adalah seni bersosialisasi, pertemuan “dua manusia yang

saling berinteraksi dalam rangka waktu tertentu berdasarkan

kesetaraan status, terlepas apakah haersebut benar-benar kejadian

nyata atau tidak”. Dengan demikianwawancara dapat menjadi

alat/perangkat dan juga dapat sekaligus menjadobjek. Menurut

Sanapiah Faisal (1982, halaman 213), wawancaramerupakan angket

lisan, maksudnya responden atau interview mengemukakan

informasinya secara lisan dalam hubungan tatap muka, jadesponden

tidak perlu menuliskan jawabannya secara tertulis.

Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan bertujuan

untuk memperoleh data yang dilakukan oleh pegawai dan masyarakat.

Teknik wawancara ini dilakukan dengan menyiapkan pedoman

wawancara yang berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang

memuat pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti.

3. Dokumentasi

Menurut Encyclopedia Britanica yang dikutip oleh Hasibuan

(2009) menyatakan bahwa dokumentasi adalah: semacam pengawasan

dan penyusunan bibliografi, yang menggunakan alat-alat seperti

indeks dan isi bibliografi untuk membuat informasi tersebut dapat

diperoleh. Sedangkan Menurut Federasi International Dokumentasi

yang dikutip oleh Hasibuan (2009), Dokumentasi adalah segala

kegiatan pencetusan, pencatatan, pembuatan, perekaman,

pendayagunaan informasi dalam segala bentuk dalam ilmu-ilmu


40

sosial, kemanusiaan, dan pengetahuan, untuk kesejahteraan umat

manusia.

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini merupakan suatu

teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis

dokumen-dokumen yang mendukung penelitian contohnya yaitu foto

mengenai bagaimana kondisi ruang pelayanan publik, buku Standar

Operasioal Prosedur BAPENDA Kabupaten Pangandaran, Peraturan

Daerah Kabupaten Pangandaran tentang Tugas Pokok dan Fungsi,

jumlah pegawai, profil kantor BAPENDA Kabupaten Pangandaran.

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tertulis yang

berhubungan dengan penelitian.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik

kualitatif yaitu teknik analisis interaktif, yang memiliki langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi

merupakan data mentah dari lapangan. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan

data yang relevan untuk disajikan dan dapat menjawab pertanyaan. Setelah

melakukan pemilihan data, selanjutnya data yang telah dipilih kemudian

disederhanakan dengan mengambil data yang pokok dan diperlukan dalam

menjawab permasalahan yang diteliti.


41

2. Penyajian Data

Data yang telah disusun dari hasil reduksi data, kemudian

disajikan dalam bentuk narasi deskripsi. Data yang disajikan merupakan

data yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

Setelah data disajikan secara rinci, maka langkah selanjutnya adalah

membahas data yang telah disajikan tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Setelah data yang disajikan tersebut dibahas secara rinci, maka

selanjutnya data tersebut diambil kesimpulannya. Kesimpulan digunakan

sebagai jawaban dari permasalahan yang diteliti.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini direncanakan di lakukan pada BAPENDA Kabupaten

Pangandaran yang terletak di

3.5.1. Waktu Penelitian

Tabel 3.1.

Jadwal Penelitian

Jenis 2022/2023
No.
Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1 Mengajukan

Judul

2 Membuat UP

3 Bimbingan/

Konsultasi
42

4 Seminar

5 Pengumpula

n Data

6 Pengolahan

Data

7 Penulisan

8 Ujian Tesis
43

Anda mungkin juga menyukai