MODUL 3 - Tahap Perencanaan KPBU (Rev1)
MODUL 3 - Tahap Perencanaan KPBU (Rev1)
MODUL 3 - Tahap Perencanaan KPBU (Rev1)
Modul 3
Tahap Perencanaan KPBU
Dalam melakukan proses tersebut, beberapa kajian mungkin telah dilakukan dalam studi
kelayakan proyek SPAM, sehingga perencanaan KPBU mungkin saja hanya menstrukturkan
hasil studi kelayakan dan kajian akademis rencana induk SPAM menjadi struktur studi
pendahulan KPBU sesuai Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang KPBU untuk
Penyediaan Infrastruktur, serta mengupdate dan melengkapi data yang dibutuhkan untuk
penyiapan KPBU. Perencanaan KPBU dilakukan oleh PJPK dalam hal ini adalah BUMD bidang
SPAM. Namun demikian, mengingat kelima aktivitas dalam perencanaan KPBU masih bersifat
stratejik, masih sangat diperlukan koordinasi yang intensif antara BUMN sebagai PJPK dengan
pemerintah daerah.
Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasi proyek KPBU/KPS SPAM
yang potensial?
Pada Gambar 3.2, dapat dilihat input-proses-output dari identifikasi proyek KPBU/KPS. Adapun
langkah –langkah dalam mengidentifikasi proyek KPBU/KPS adalah:
1. membuat daftar proyek-proyek yang dibutuhkan untuk seluruh sistem yang telah
teridentifikasi dalam RISPAM. Termasuk data terkait proyek seperti kebutuhaan
investasi setiap proyek, proyeksi sumber pembiayaannya, sumber air baku, kemampuan
penganggaran pemerintah untuk membiayai proyek serta kebergantungan suatu proyek
dengan proyek lain dalam satu sistem.
2. apabila proyek telah memiliki studi Kelayakan, maka informasi yang ada dalam studi
Kelayakan dapat digunakan untuk melakukan penilaian potensi KPBU/KPS, seperti
kajian aspek teknologi, aspek sosial, budaya, ekonomi, aspek keuangan, dsb. Data-data
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi proyek untuk dilakukan
melalui KPBU/KPS. Aspek teknologi, profil pelanggan, risiko operasi dan pemeliharaan
serta keterbatasan anggaran pembangunan dapat menjadi indikasi awal bahwa proyek
membutuhkan kerjasama dengan swasta.
3. Setelah terseleksi proyek yang berpotensi dilakukan melalui KPBU/KPS, selanjutnya
terhadap proyek-proyek tersebut dilakukan penghitungan economic NPV dan economic
IRR.
4. Proyek yang diusulkan adalah proyek yang memiliki economic NPV ≥ 0 atau economic
IRR ≥ social discount rate
Tahap identifikasi proyek merupakan awal pembuatan Studi Pendahuluan untuk proyek KPBU.
Studi Pendahuluan pada Tahap Perencanaan KPBU memerlukan adanya analisis kesenjangan
antara pelayanan minimum, ketersediaan air baku dengan kebutuhan masyarakat dan
proyeksinya sebagai masukan untuk identifikasi kebutuhan penyelenggaraan SPAM. Selain itu
Pemerintah Daerah juga perlu memastikan tersedianya analisis kebutuhan masyarakat akan
layanan publik serta kajian yang menunjukkan adanya indikasi manfaat ekonomi dan sosial
yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya ekonomi dan sosialnya.
Pertanyaan Kunci 1. Dapat membantu anda melihat adanya indikasi suatu proyek membutuhkan
kerjasama dengan swasta sejak tahap perencanaan penyelenggaraan SPAM.
Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk memprioritisasi proyek KPBU/KPS SPAM
yang potensial?
Prioritisasi proyek yang akan dilakukan melalui KPBU diperlukan sebagai dasar pemilihan
proyek yang prioritas untuk disusun outline bussines case maupun final business case-nya. Pada
Gambar 3.3, dapat dilihat input-proses-output dari prioritisasi proyek KPBU/KPS.
Proses prioritisasi ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Bappeda / Tim TKKSD) setelah
proses identifikasi beberapa proyek infrastruktur yang memiliki indikasi layak secara ekonomi,
sosial dan teknis. Metodologi prioritisasi yang dapat digunakan adalah: Analisis Biaya Manfaat
(Cost Benefit Analysis), Analisis Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis), atau Analisis Multi
Kriteria (Multicriteria Analysis)
Hasil dari prioritisasi adalah urutan potensi proyek infrastruktur dari yang paling memberikan
manfaat terbesar dibandingkan dengan biayanya. Hal ini sangat diperlukan oleh Pemerintah
Daerah, terutama yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia maupun fiskal.
Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk menguji Kelayakan proyek dilakukan
melalui KPBU/KPS?
Untuk menguji Kelayakan proyek dilakukan melalui KPBU/KPS dapat dilakukan dengan
melakukan uji value for money (nilai yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan). Proses uji
value for money dapat dilakukan secara kualitatif. Beberapa referensi dapat digunakan salah
satunya Value For Money Tools yang disusun oleh IIGF Institute pada tahun 2016.
Dengan menggunakan daftar potensi proyek-proyek infrastruktur yang masuk dalam kategori
prioritas, Pemerintah Daerah (Tim TKKSD) melakukan uji kelayakan KPBU. Uji yang dimaksud
adalah untuk mengidentifikasi apakah value for money lebih dapat dicapai dengan skema
penyediaan KPBU atau skema pengadaan barang dan jasa biasa. Selain itu, Pemerintah Daerah
juga memperkirakan kemampuan keuangan daerah, berdasarkan ruang fiskal yang tersedia,
dalam menyediakan infrastruktur yang bersangkutan, baik dengan pengadaan barang dan jasa
biasa maupun dengan skema KPBU.
Keluaran dari tahap ini adalah daftar potensi proyek-proyek infrastruktur dengan skema KPBU
(Perpres 38) dan proyek-proyek infrastruktur dengan skema pengadaan barang dan jasa biasa
(Perpres 54/70)
Secara kualitatif hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Value for Money Tool dari IIGF
Institute.
Pertanyaan Kunci 3 dapat membantu kita melakukan uji Kelayakan suatu proyek dilakukan melalui
KPBU/KPS
Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk melakukan konsultasi publik bahwa proyek
dilakukan melalui KPBU/KPS?
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sangat penting untuk keberlanjutan proyek
KPBU/KPS bahwa seluruh pemangku kepentingan di daerah perlu menyadari bahwa beberapa
proyek lebih memberikan manfaat apabila dilakukan melalui KPBU/KPS. Input dari proess ini
adalah daftar proyek prioritas KPBU yang telah dilakukan uji Kelayakan.
Konsultasi Publik dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka untuk mendapatkan
masukan mengenai dampak dari suatu penyediaan infrastruktur (KPBU) bagi masyarakat dan
lingkungan hidup. Dampak ini termasuk dampak positif maupun dampak negatif.
Masukan dari masyarakat ini akan disusun dalam dokumen hasil konsultasi publik dan akan
menjadi pertimbangan dalam penyelesaian Studi Pendahuluan dan kemudian Kajian Awal Pra
Studi Kelayakan. Hal ini terutama terkait dengan kajian mengenai dampak lingkungan dan
sosial.
Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk memfinalisasi laporan studi pendahulan
proyek KPBU/KPS?
Studi pendahuluan merupakan produk yang penting dalam tahapan perencanaan KPBU. Oleh
sebab itu dibutuhkan Finalisasi terhadap laporan studi pendahuluan. Adapun finalisasi
dilakukan dengan melakukan updating terhadap:
•Analisis kebutuhan
•Kriteria kepatuhan
Dokumen ini setidaknya memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) Latar belakang, (2) deskripsi
proyek (landasan hukum, kondisi saat ini, dan permasalahan kebutuhan infrastruktur), (3)
manfaat Proyek Kerjasama (konsep proyek kerjasama, potensi untuk dikerjasamakan, indikasi
layak teknis, indikasi layak ekonomis, potensi hambatan dan lingkungan, hasil konsultasi publik,
serta kebutuhan manajemen proyek), (4) lingkup pekerjaan dan metode pemilihan pengadaan,
dan (5) identifikasi perkiraan lokasi dan kebutuhan luas tanah
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah memutuskan untuk lanjut atau tidak
pada tahap Penyiapan.
Proyek infrastruktur SPAM adalah suatu cara untuk melaksanakan mandat pelayanan
umum untuk pelayanan umum dalam hal penyediaan air minum. Oleh karena itu,
pelaksanaannya harus didahului dengan identifikasi kebutuhan atau permasalahan
terkait dengan pelayanan umum tersebut. Setelah mengetahui kebutuhan atau
permasalahan tersebut, Pemerintah Daerah mengidentifikasi opsi-opsi untuk mengatasi
hal tersebut. Proyek penyediaan infrastruktur SPAM dapat menjadi bagian dari opsi-
opsi itu. Langkah selanjutnya adalah memperjelas lingkup dan deskripsi teknis dari
proyek-proyek tersebut. Dalam melakukan hal ini, kesesuaian dengan dokumen-
dokumen perencanaan perlu dipastikan. Dokumen-dokumen tersebut meliputi: RPJMN,
RPJMD, RTRWN, RTRWD, Rencana strategis sektor air minum Kementerian PUPR,
Jakstra SPAM Nasional, Jakstra SPAM Daerah, Rencana Induk SPAM Nasional dan
Rencana Induk SPAM Daerah. Setelah lingkup dan deskripsi teknis suatu proyek telah
terdefinisi, langkah selanjutnya adalah melakukan uji kelayakan ekonomi dan sosial.
Apabila hasil dari uji kelayakan ini menghasilkan hasil yang positif, proyek tersebut
dapat lanjut pada proses selanjutnya, yaitu prioritisasi proyek.
Sebelum melakukan analisis kelayakan ekonomi dan sosial, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah identifikasi kebutuhan atau permasalahan dalam pelayanan
penyediaan air minum. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap kondisi
terkini mengenai akses masyarakat terhadap air minum aman serta pelayanan BUMD
(PDAM) yang tersedia. Akses masyarakat terhadap air minum aman dapat dijabarkan
dalam angka-angka statistik terkait dengan: (1) proporsi masyarakat yang tidak
memiliki akses air minum aman; (2) proporsi masyarakat yang tidak memiliki akses
terhadap jaringan air minum; (3) daerah masyarakat yang penyediaan air minum per
kapita di bawah standar layanan; (4) daerah masyarakat yang kualitas air minumnya di
bawah standar layanan; (5) daerah masyarakat yang kontinuitas penyediaan air
minumnya di bawah standar layanan; (6) data relevan lainnya. Sedangkan kondisi
pelayanan BUMD (PDAM) yang tersedia saat ini dapat dijabarkan dalam angka-angka
statistik terkait dengan: (1) lingkup pelayanan berdasarkan wilayah geografis dan
cakupan persentase masyarakat; (2) tingkat kebocoran / kehilangan air (Non Revenue
Water); (3) kapasitas tidak terpakai: (4) kontinuitas pelayanan (kelangsungan pasokan);
(5) pencapaian standar pelayanan umum yang ditetapkan; (6) data relevan lainnya
(umur aset, standar teknis material, debit, dan spesifikasi teknis lainnya).
ASN perlu menyadari bahwa manfaat yang dihitung pada CBA meliputi manfaat
langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain, biaya pun terdiri dari biaya langsung
maupun tidak langsung. Yang dimaksud dengan manfaat dan biaya langsung adalah
yang muncul secara langsung akibat keberadaan proyek tersebut, misalkan manfaat bagi
pelanggan air minum dari SPAM yang dibangun serta biaya investasi yang diperlukan
untuk membangun proyek SPAM tersebut. Sedangkan manfaat tidak langsung
contohnya adalah penghematan biaya kesehatan karena ketersediaan air minum aman
yang sebelumnya tidak atau kurang tersedia. Biaya tidak langsung bisa berupa
berkurangnya potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi lain
seperti pariwisata. ASN perlu mengidentifikasi externalities yang terjadi akibat adanya
proyek. Yang dimaksud dengan externalities adalah biaya dan manfaat yang muncul
akibat produksi dan konsumsi layanan umum namun tidak tercermin pada harga yang
dibebankan pada layanan umum tersebut.
Tantangan utama dari CBA adalah ketersediaan data kuantitatif. Oleh karena itu,
seringkali CBA dikombinasikan dengan metodologi lain – yang lebih subyektif - untuk
mengatasi ketidaktersediaan data kuantitatif terkait dengan manfaat dan/atau biaya.
Beberapa metodologi yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan antara lain adalah:
Cost Effectiveness Analysis (CEA) dan Threshold Analysis. CEA mengaitkan biaya opsi-
opsi proyek dengan tujuan dari proyek tersebut. Misalkan biaya dibagi dengan jumlah
pelanggan. Sedangkan Threshold Analysis dilakukan dengan menggunakan beberapa
alternatif metodologi pengambilan keputusan multikriteria seperti pembobotan kriteria
maupun Analytical Hierarchy Process / Analytical Network Process (AHP/ANP).
3) Threshold Analysis
Bertujuan untuk memberikan komparasi subjektif terhadap manfaat dan biaya yang
belum dapat dikuantifikasi terhadap ENPV dari hasil kuantifikasi (jika
Contoh Sederhana:
Daerah ABC ingin membuat SPAM guna meningkatkan layanan publik dengan
memanfaatkan waduk di daerah tersebut. Karena beberapa pertimbangan, diputuskan
bahwa pembangunan SPAM akan dilakukan dengan model KPBU.
Pada tahap identifikasi proyek, pemerintah daerah ini menugaskan tim yang melakukan
riset dalam bentuk survey, sehingga metode yang digunakan dalam cost-benefit analysis
(CBA) ini adalah stated preference method.
Survey melibatkan 900 orang di desa A dan B serta kota C. Hasil survey pertama dengan
metode contingent valuation untuk mencari real demand survey adalah sebagai berikut:
Willingness to pay: Rata-rata satu keluarga di desa A dan B yang belum teraliri
saluran air bersih rela mengeluarkan Rp. 50.000 per bulan untuk bisa
mendapatkan layanan tersebut.
Willingness to accept: Rata-rata satu keluarga di kota C yang sudah teraliri
saluran air bersih mengaku bahwa harga kompensasi yang pantas diterima atas
hilangnya layanan tersebut adalah Rp. 30.000 per bulan.
Hasil survey kedua dengan metode choice modelling menanyakan sebagai berikut:
Discrete choice modelling: Terdapat dua layanan air bersih. Layanan A memiliki
debit air tinggi dan kualitas cukup, sedangkan layanan B memiliki debit air sedang
dan kualitas tinggi. Keduanya memiliki harga sama yakni Rp. 2.500 per kubik.
Diantara dua layanan tersebut ternyata 20% responden memilih layanan A
sedangkan 80% sisanya memilih layanan B. Hal ini berarti atribut kualitas
bernilai 4 kali lebih tinggi dari atribut debit air.
Conjoint analysis: Dua opsi layanan diatas dikembangkan menjadi 6 opsi (2 opsi x
3 atribut debit, kualitas dan harga). Lalu responden diminta untuk mengurutkan
ke-6 opsi tersebut.
Lalu karena merasa hasil survey masih kurang memberikan gambaran yang cukup
representatif, maka pemerintah daerah juga melakukan observasi terhadap pasar,
sehingga metode yang digunakan dalam cost benefit analysis ini adalah revealed
preference method. Hasil dari pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:
Hedonic pricing: Diasumsikan tiap layanan air minum memiliki karakteristik yang
sama, kecuali pada debit airnya. Maka H = a + bQ, dimana H adalah harga air
minum, Q adalah kadar toksin dan 'b' adalah koefisien yang dicari melalui
observasi.
Averting expenditures: mengamati berapa hal di level rumah tangga, seperti:
o Penghematan biaya kesehatan
o Penghematan biaya membeli air dari vendor
o Penghematan waktu untuk mendapatkan air (dikuantifikasi berdasarkan
proporsi dari casual daily unskilled wage rate)
o Penghematan waktu untuk merebus air (dikuanitifikasi berdasarkan
proporsi dari casual daily unskilled wage rate)
o Penghematan biaya listrik/bahan bakar untuk merebus air
Dose response: mengamati beberapa hal yang terjadi di level produksi/bisnis,
seperti:
o Peningkatan pendapatan masyarakat akibat peningkatan produktivitas
kerja
o Surplus PDAM
o Penambahan pajak bagi pemerintah
o Peningkatan peluang kerja dalam tahap konstruksi
o Dampak lainnya terhadap operasional dan kenyamanan bisnis
Sementara itu kebutuhan layanan air bersih juga muncul di daerah DEF. Sama seperti
daerah ABC, DEF juga memiliki waduk sendiri yang ingin dimanfaatkan dalam model
KPBU. Namun karena memiliki keterbatasan anggaran dan sumber daya untuk
melakukan pengumpulan data-data kuantitatif, maka pemerintah daerah DEF
melakukan identifikasi proyek dengan metode Cost Effectiveness Analysis. Pemerintah
daerah ini mengadopsi data-data kuantitatif yang sudah dimiliki pemerintah daerah
ABC, yakni dalam bentuk:
Unit value transfer: Berapa debit air dan harga yang digunakan di proyek ABC,
kemudian disesuaikan dengan keperluan debit air dan harga di proyek DEF.
Benefit function transfer: Berapa WTP dari proyek ABC, lalu disesuaikan
dengan WTP proyek DEF dengan cara sesuaikan berdasarkan perbandingan
kondisi ekonomi masyarakat atau indikator komparasi lainnya.
Setelah melakukan metode CBA untuk mengkuantifikasi dampak pengembangan proyek
terhadap lingkungan sosial ekonomi, pemerintah ABC menemukan bahwa masih ada
beberapa komponen yang sulit untuk dikuantifikasi. Oleh sebab itu diperlukan metode
threshold analysis untuk menilai komponen-komponen tersebut secara kualitatif.
1. Pembuatan proyeksi
3. Pembuatan proyeksi
pendapatan daerah 2. Pembuatan proyeksi
surplus / defisit
PAD, Dana belanja
Proyeksi pendapatan
Perimbangan, Belanja langsung dan
dikurangi proyeksi
pendapatan daerah belanja tidak langsung
belanja
lainnya.
6. Penetapan proyeksi
5. Perhitungan proyeksi ruang fiskal untuk
4. Pembuatan proyeksi
ruang fiskal penyediaan
penerimaan dan
Batas maksimal defisit infrastruktur
pengeluaran
(proyeksi defisit / Pembangunan,
pembiayaan
proyeksi PRDB) pengoperasian dan
perawatan
Gambar 3.8 Hal yang Perlu Dilakukan Untuk Menghitung Ketersediaan Ruang Fiskal
Terdapat tiga tahap utama dalam membuat prioritisasi proyek infrastruktur, yakni
tahap mengurutkan, tahap mengestimasi biaya, dan tahap menetapkan.
Terdapat dua pilihan analisis VfM, yakni secara kualitatif dan secara kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif cenderung lebih reliable dan relatif lebih bebas dari bias
subjektif karena menggunakan data-data objektif mengenai proyek-proyek sejenis.
Meskipun demikian, pendekatan ini memerlukan data-data besar risiko, probabilitas
dan deviasinya. Karena kompleksitas ini, penggunaan pendekatan kualitatif menjadi
lebih disarankan.
Dengan metode pair wise comparison, diharapkan proses penilaian dapat menjadi lebih
objektif.
Hal tersebut dilakukan di semua faktor pada semua level (level 1, 2, 3 jika dalam
contoh).
Setelah pengguna memberikan penilaian atas semua pasangan tersebut di setiap level,
maka pengguna akan menerima hasil akhir berupa VfM score.
Nilai yang ada di VfM score tidak menunjukkan besaran risiko, probabilitas ataupun
deviasi atas risiko tersebut, tetapi menunjukkan kekuatan relatif suatu risiko terhadap
risiko lain.
Sebagai contoh, dari hasil pada Gambar 3.10, dapat dilihat bahwa risiko dukungan
kerangka peraturan bersifat lebih kuat daripada risiko lain.
Selain itu dapat dilihat juga mana skema pembiayaan yang paling tepat, apakah dengan
menggunakan APBD/APBN, BUMN, KPBU, atau B2B.
C. Pendekatan Kuantitatif
Analisis VFM kuantitatif memerlukan data yang umumnya belum tersedia di fase
perencanaan. Meskipun demikian, perkiraan perhitungan kasar dapat dilakukan, tetapi
akurasinya akan lebih baik apabila dilakukan pada fase penyiapan dan, apa lagi, fase
transaksi. Analisis ini dilakukan dengan menghitung Public Service Comparator (PSC),
yaitu biaya yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah, selama satu siklus hidup
infrastruktur, apabila penyediaannya menggunakan skema pengadaan barang dan jasa
biasa. PSC, selain memperhitungkan estimasi biaya investasi dan operasi, juga
memperhitungkan perkiraaan biaya risiko. Perkiraan biaya risiko adalah perkiraan
tambahan biaya proyek akibat adanya kebolehjadian terjadinya suatu risiko dan
perkiraan dampak terjadinya risiko.
Terdapat dua kali pelaksanaan konsultasi publik, yakni pada tahap perencanaan dan
pada tahap persiapan.
penjelasan dan penjabaran terkait dengan rencana KPBU sehingga diperoleh hasil
sekurang-kurangnya sebagai berikut:
Konsultasi publik berbeda dengan penyuluhan, dimana tujuan dari konsultasi publik
adalah untuk mendapatkan informasi, data, perspektif dan argumen dari masyarakat.
Oleh sebab itu konsultasi publik bersifat lebih dua arah dan pencapaiannya dapat
diukur dengan kedalaman penggalian masalah serta hasil berupa mufakat
musyawarah.
a. Diskusi Kelompok Terarah/ Focus Group Discussion yang cukup sederhana dan
umum dipraktekkan di Indonesia; dan
b. Jejak Pendapat/Deliberative Poll yang lebih kompleks namun hasilnya juga efektif
dan banyak diaplikasikan di negara-negara lain.
Pertanyaan Kunci 1.
Pertanyaan Kunci Dalam Mengidentifikasi Proyek KPBU/KPS SPAM
Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu mengidentifikasi potensi suatu proyek dilakukan
melalui KPS/KPBU dimulai dari tahapan perencanaan penyelenggaraan SPAM.
10 Apa saja solusi-solusi teknis yang bisa memenuhi besar permintaan tersebut?
Apa saja manfaat ekonomi dan sosial yang bisa didapatkan oleh
masyarakat yang tidak sebagai pengguna/ pembeli air minum 13
dari infrastruktur yang disediakan?
Apa saja beban yang diperlukan dan terjadi dengan adanya aktivitas
penyediaan infrastruktur SPAM yang direncanakan?
15
Pertanyaan Kunci 2.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Prioritisasi Proyek KPBU/KPS.
Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan prioritisasi proyek KPBU/KPS.
Pertanyaan Kunci 3.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Uji Kelayakan Proyek KPBU/KPS.
Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan uji Kelayakan suatu proyek
dilakukan melalui KPBU/KPS.
Apakah
1 kelebihan dan kekurangan penyediaan infrastruktur melalui skema KPBU dibandingkan
dengan skema lainnya – seperti business to business - dilihat dari sudut pandang insentif Badan
Usaha dan transfer risiko kepada Badan Usaha?
2 pasar (dunia usaha) memiliki jumlah badan usaha yang memiliki kemampuan / kapasitas
Apakah
serta minat untuk ikut serta dalam skema KPBU?
Pertanyaan Kunci 4.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Konsultasi Public.
Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan konsultasi publik.
Pertanyaan Kunci 5.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Finalisasi Studi Pendahuluan
Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan konsultasi publik.
Poin-poin yang memerlukan pemeriksaan pada tahap perencanaan dituangkan dalam daftar periksa
berikut.