182 382 1 PB

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

158

Plantropica Journal of Agricultural Science [2019]. [4][(2)]:[158-166)

Inventarisasi Anggrek Terestrial Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Blok


Ireng-Ireng Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang

Inventory Of Terrestrial Orchid In Bromo Tengger Semeru National Park Ireng-Ireng


Block Senduro Sub-District Lumajang District

Arkadyah Dina Figianti*) dan Lita Soetopo

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya


Jalan Veteran, Malang 65145 Jawa Timur

*)
E-mail: [email protected]

Diterima 2 April 2019 / Disetujui 9 Juli 2019

ABSTRAK
Anggrek terestrial merupakan salah satu jenis anggrek yang hidup di tanah. Permasalahan saat ini
yaitu perusakan habitat yang dapat mengancam keberadaan anggrek (Destri et al., 2015). Nugroho dan
Darwiati (2007) menjelaskan bahwa dari 8 desa di Kecamatan Senduro yang dikaji, 6 desa termasuk
kategori riskan dan 2 dalam kategori rawan dimana keduanya dapat menimbulkan gangguan kawasan.
Oleh karena itu, sangat penting dilakukan eksplorasi dan inventarisasi dengan tujuan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis anggrek terestrial di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Blok Ireng-Ireng.
Penelitian dilakukan bulan Januari hingga Maret 2018. Metode yang digunakan yaitu deskriptif eksploratif
dengan mengambil sampel secara acak. Secara teknik menggunakan metode garis berpetak dengan 30
plot pengamatan dalam 5 jalur pengamatan. Dari penelitian ini telah berhasil ditemukan dan diidentifikasi
20 spesies dalam 14 genus dengan total 959 individu tumbuhan anggrek terestrial. Corymborkis
veratrifolia (Reinw.) Bl merupakan spesies yang ditemukan mendomidasi dalam jumlah individu sebanyak
246 tumbuhan, sedangkan Erythrodes sp. ditemukan dalam jumlah kecil masing-masing sebanyak 3
individu tumbuhan. Adapun hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi keaneka-ragaman
anggrek terestrial di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Blok Ireng-Ireng, Kecamatan Senduro,
Kabupaten Lumajang.
Kata Kunci: Anggrek Terestrial, Eksplorasi, Inventarisasi, Plasma nutfah

ABSTRACT
Terrestrial orchid is one kind of orchid that lives on the ground. The current problem is habitat
destruction that affecting the existence of orchids (Destri et al., 2015). Nugroho and Darwiati (2007)
explained that 6 of 8 villages in Senduro Sub-District belong to the risk category and 2 villages in the
vulnerable category. It could cause regional disturbance. Therefore, exploration and inventory are
important to find out the diversity of terrestrial orchid in Bromo Tengger Semeru National Park, Ireng-
Ireng Block. The study was conducted from January to February 2018. The research method was
descriptive exploration with using random sampling. Technically, used combination of line and plot as
method at 30 experimental plots in 5 observation lines. From the exploration was found and identified 20
species in 14 genera with total of 959 individual plants. Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl is a species
that found in the largest number and dominates as many as 246 individuals, while Erythrodes sp. was
found in small group of 3 individuals. The results of this study could be used as an information of the
159

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …


diversity of terrestrial orchid in Bromo Tengger Semeru National Park, Ireng-Ireng Block, Sub District of
Senduro, Lumajang District.
Kata Kunci: Exploration, Inventory, Germplasm, Terrestrial Orchid

PENDAHULUAN anggrek terestrial, sedangkan inventarisasi


Indonesia merupakan salah satu dilakukan dengan mendata keaneka-
negara dengan keanekaragaman hayati ragaman anggrek terestrial.
yang tinggi. Bukan hanya mengenai Eksplorasi dan inventarisasi diperlukan
tanaman pangan dan industri, akan tetapi untuk menyelamatkan kelestarian anggrek
tanaman hias seperti anggrek juga turut terestrial serta menyusun informasi
menyumbang angka dalam keaneka- mengenai kondisi tanaman anggrek terestrial
ragaman hayati di Indonesia. Namun perma- dikarenakan informasi mengenai anggrek
salahan saat ini yaitu terjadinya ancaman terestrial masih minim. Tujuan dari penelitian
bagi tumbuhan anggrek akibat perusakan ini yaitu untuk mengetahui keanekaragaman
habitat (Destri, 2015). jenis anggrek terestrial di Taman Nasional
Kesadaran akan pentingnya keaneka- Bromo Tengger Semeru, Blok Ireng-Ireng,
ragaman hayati haruslah ditingkatkan Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
melalui upaya konservasi baik in situ atau BAHAN DAN METODE
eks situ. Salah satu kawasan konservasi in
Penelitian dilaksanakan pada bulan
situ yang ada di Jawa Timur yaitu Taman
Januari hingga Maret 2018 di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. Berdasar-
Nasional Bromo Tengger Semeru, Blok
kan penelitian Nugroho dan Darwiati (2007),
Ireng-Ireng, Kecamatan Senduro, Kabupaten
diketahui bahwa pada Kecamatan Senduro
Lumajang. Alat yang digunakan dalam
(SKW II) terdapat 8 desa yang dikaji dengan
penelitian ini meliputi peta topografi, kamera,
hasil 6 desa termasuk ke dalam kategori
thermometer, pH meter, higrometer, GPS,
riskan dan 2 desa termasuk rawan dimana
dan buku panduan Orchid of Java,
kedua kategori tersebut dapat menimbulkan
sedangkan bahan yang digunakan yaitu
gangguan kawasan. Gangguan kawasan
anggrek terestrial dalam petak pengamatan.
yang terjadi di Kecamatan Senduro meliputi
Metode penelitian yang digunakan
pencurian kayu, pengambilan hijauan, dan
yaitu deskriptif eksploratif. Adapun teknik
perburuan liar. Pada Blok Ireng-Ireng
pengambilan sampel dilakukan secara acak
merupakan salah satu lokasi dengan inten-
sederhana. Selain itu secara teknik
sitas pencurian kayu tertinggi.
dilakukan dengan menggunakan metode
Anggrek terestrial merupakan salah
garis berpetak dimana setiap satu jalur
satu jenis anggrek yang tumbuh dan
pengamatan terdapat enam petak penga-
berkembang di tanah. Keberadaan anggrek
matan. Jumlah keseluruhan jalur dalam
terestrial di alam sangat bergantung pada
penelitian ini sebanyak 5 jalur, sehingga
komponen hutan sebagai habitatnya. Apa-
didapatkan total petak pengamatan
bila komponen tersebut terganggu, maka
sebanyak 30 petak. Ukuran untuk setiap
dapat mengancam kelestarian dari tanaman
petak pengamatan yaitu ±20x20 m dengan
anggrek terestrial. Penyelamatan tanaman
interval setiap petak pengamatan sebesar
anggrek terestrial dapat dilakukan melalui
±100 m. Total panjang setiap jalur
eksplorasi dan inventarisasi. Eksplorasi
pengamatan yaitu ±620 m dengan total
dilakukan dengan mencari, mengumpulkan,
luasan sebesar ±12.000 m 2.
dan mengidentifikasi jenis plasma nutfah
160

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

Pada penelitian ini dilakukan F : Total frekuensi spesies


pengamatan data primer dan sekunder. Indeks nilai penting
Pengamatan data primer ialah pengamatan Merupakan nilai yang menunjukkan
keberadaan anggrek terestrial, sedangkan kepentingan/dominansi suatu spesies dalam
data sekunder meliputi ketinggian tempat, suatu komunitas.
kelembaban, suhu, pH, dan vegetasi di IVI = RDi + RFi
sekitar tumbuhan anggrek terestrial berada. Indeks keanekaragaman Shannon
Data yang telah diperoleh melalui Merupakan nilai yang menunjukkan
eksplorasi, kemudian dilakukan inventarisasi kekayaan suatu spesies dan jumlah individu
dengan analisis vegetasi Brower et al. yang ada (Türkmen and Kazanci, 2010).
(1998) sebagai berikut: H` = -∑(Ni/N) ln (Ni/N)
Kerapatan spesies H’ : Indeks keanekaragaman
Merupakan jumlah individu dan jenis- Shannon
jenis spesies pada suatu komunitas dalam Ni : Jumlah individu dari jenis-i
luasan tertentu. N : Jumlah total individu
seluruh jenis
dengan kriteria hasil perhitungan
Di : Kerapatan spesies i Indeks Keanekaragaman sebagai berikut
Ni : Jumlah total spesies (Fachrul, 2012).
A: Total luas area pengamatan (m 2) H’ > 3 : keanekaragaman
Kerapatan relatif spesies tinggi
Merupakan presentase dari jumlah 1 ≤ H’ ≤ 3 : keanekaragaman
individu jenis yang bersangkutan di dalam sedang
komunitasnya. H’ < 1 : keanekaragaman
rendah
RDi : Kerapatan relatif spesies i (%)
Di : Kerapatan spesies i HASIL DAN PEMBAHASAN
D : Total kerapatan spesies
Inventarisasi anggrek terestrial
Frekuensi spesies
merupakan salah satu kegiatan yang
Merupakan derajat penyebaran
dilakukan secara eksploratif untuk
spesies pada suatu area pengamatan.
menghitung jumlah individu spesies anggrek
terestrial agar diketahui kelimpahan
Fi : Frekuensi spesies i populasinya di habitat asli. Dilihat dari hasil
Ji : Jumlah plot yang terdapat spesies penelitian di tahun 2004 Zunaidi (2005) di
i Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
K: Jumlah plot yang dibuat Blok Ireng-Ireng pada koordinat 8°2’17.30”-
Frekuensi relatif spesies 8°2’57.19” S dan 113°0’52.33”-113°1’39.77”
Merupakan nilai frekuensi suatu E dengan ketinggian 1050-1250 mdpl,
spesies dibandingkan dengan frekuensi didapatkan 16 genus dan 20 spesies
seluruh spesies yang dinyatakan dalam anggrek terestrial yang telah berhasil
persen. ditemukan dan diidentifikasi. Total individu
tumbuhan anggrek yang ditemukan seba-
nyak 563 tumbuhan (Zunaidi, 2005).
RFi : Frekuensi relatif spesies i (%) Sedangkan hasil kegiatan eksplorasi yang
Fi : Frekuensi spesies i dilakukan di tahun 2018 pada ketinggian
161

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

1093 hingga 1273 mdpl telah berhasil terestrial tumbuh berkoloni akibat adanya
ditemukan dan diidentifikasi sebanyak 959 stolon di dalam tanah (Puspitaningtyas,
individu tumbuhan anggrek terestrial dengan 2003). Selain itu, diduga dengan
20 spesies dalam 14 genus. perbanyakan melalui umbi semu memiliki
Adapun terdapat 11 spesies baru yang persebaran yang tidak terlalu luas. Hal
tidak ditemukan di tahun 2014, namun tersebut sesuai dengan kondisi aktual di
ditemukan di tahun 2018, yaitu Apostasia lapang bahwa Chrysoglossum ornatum Bl,
wallichi R. Br., Chrysoglossum ornatum Bl, Collabium nebulosum Bl, dan Collabium
Collabium nebulosum Bl, Collabium simplex simplex Rchb f yang memiliki umbi semu
Rchb f, Erythrodes sp., Habenaria ditemukan secara berkoloni pada beberapa
bantamensis J.J.Sm, Malaxis sp., Nervilia petak pengamatan. Berbeda dengan jenis
punctata (Bl.) Makino, Phaius amboinensis anggrek terestrial yang perbanyakkannya
Bl, Phaius pauciflorus (Bl.) Bl, dan Tropidia dapat melalui biji, Corymborkis veratrifolia
curculigoides Lindl. Diduga spesies-spesies (Reinw.) Bl, dimana ditemukan hampir
tersebut banyak ditemukan saat musim merata pada petak pengamatan di
penghujan. Hal tersebut disebabkan karena sepanjang jalur.
kelimpahan air di saat musim hujan. 6 dari Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl
spesies tersebut ditemukan dalam kondisi merupakan spesies yang memiliki
naungan penuh, sedangkan 5 spesies kelimpahan dan penyebaran paling tinggi.
lainnya ditemukan dalam kondisi naungan Hal tersebut dikarenakan tipikal biji anggrek
sebagian. Diduga bahwa dengan adanya yang kecil dan ringan menjadikan mudah
naungan maka dapat menjaga kondisi terbawa angin atau arus air sehingga
optimum bagi pertumbuhan anggrek membantu dalam penyebarannya (Arditti,
terestrial dari segi intensitas cahaya maupun 1980). Tidak hanya itu, Corymborkis
air. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya veratrifolia (Reinw.) Bl juga memiliki daya
naungan maka dapat menyebabkan adaptif terhadap lingkungan. Sesuai dengan
ketahanan tanah terhadap air hujan dan pernyataan (Yeh et al., 2006) bahwa
kapasitas infiltrasi air akan meningkat Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl
(Hasanah et al., 2014). menyebar luas hampir pada seluruh area
Selain itu, masa berbunga juga tropis. Begitu pula Darma dan Astuti (2010)
menjadikan salah satu penyebab menjelaskan bahwa Corymborkis veratrifolia
ditemukannya spesies-spesies tersebut (Reinw.) Bl dapat tumbuh dengan sangat
sehingga mudah dikenali seperti Apostasia baik pada daerah ternaung dan basah,
wallichi R. Br., Chrysoglossum ornatum Bl, bahkan pada tempat yang agak kering masih
Erythrodes sp., Habenaria bantamensis dapat tumbuh dan berkembang biak dengan
J.J.Sm, Phaius amboinensis Bl, dan Phaius baik.
pauciflorus (Bl.) B yang ditemukan berbunga Perbedaan jumlah individu tumbuhan
saat penelitian berlangsung. Tidak hanya itu, anggrek pada penelitian tahun 2004 dan
letak petak pengamatan yang berbeda juga 2018 dapat disebabkan oleh faktor iklim saat
menyebabkan perbedaan spesies yang penelitian berlangsung. Penelitian di tahun
ditemukan dengan keterbatasan petak 2004 Zunaidi (2005) dilakukan saat musim
pengamatan akibat kondisi aktual topografi akhir kemarau yaitu bulan Juni hingga
di setiap jalur. Agustus, sedangkan penelitian di tahun 2018
Cara perbanyakkan jenis anggrek dilakukan saat pertengahan musim
terestrial juga mempengaruhi keberadaan penghujan yaitu bulan Januari hingga Maret.
suatu spesies dimana suatu jenis anggrek Ketika musim hujan terdapat arus air yang
162

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

mampu membawa biji anggrek, apabila viabilitas biji akan menurun apabila tidak
lingkungan menunjang untuk perkecam- disimpan pada suhu sekitar 21-22°C dan
bahan biji anggrek maka akan muncul perkecambahan biji anggrek pada umumnya
individu baru. Anggrek Phalaenopsis dapat terjadi dengan kisaran suhu 20-25°C
amabilis dengan perlakuan pupuk dan tidak (Arditti, 1980).
diberikan pupuk masing-masing memiliki laju Anggrek mampu menghasilkan biji
pertumbuhan rata-rata sebesar 0,33±0,08 dalam jumlah yang besar, akan tetapi
dan 0,26±0,06 mm/minggu (Nur et al., 2007). kemungkinan satu biji untuk muncul di atas
Oleh karena itu, diduga pada musim yang tanah sangatlah kecil (Jersáková dan
sama di tahun berikutnya ditemukan dalam Malinová, 2007). Jersáková dan Malinová
bentuk individu anggrek berukuran kecil. (2007) juga menjelaskan dimana salah satu
Tingginya aktivitas manusia di dalam hal yang mempengaruhi keberhasilan
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger perkecambahan adalah nutrisi yang tersedia
Semeru juga dapat mengurangi jumlah dari fungi mikoriza untuk biji hingga tumbuh
spesies anggrek terestrial, seperti eksploitasi menjadi individu yang bersifat autotrof.
sumber daya alam untuk kebutuhan sehari- Kondisi lingkungan yang sesuai bagi
hari. Berdasarkan data Resort PTN Wilayah pertumbuhan fungi dan tumbuhan anggrek
Senduro 2017 (Personal Communication, mampu menunjang keberhasilan dari
2018). Terdapat bentuk-bentuk pelanggaran perkecambahan biji anggrek dengan
dalam kawasan berupa pencurian hasil beberapa faktor seperti bahan organik di
hutan non kayu yang meliputi pengambilan dalam tanah, tingkat kemasaman tanah, dan
hijauan hutan untuk kepentingan pakan kelembaban (Diez, 2007). Brower et al.
ternak, bahan baku pembuatan pagar, dan (1998) menjelaskan bahwa umumnya
konsumsi pribadi oleh masyarakat sekitar. anggrek terestrial mampu tumbuh dan
Adanya eksploitasi sumber daya alam berkembang dengan kisaran pH sekitar 4,5-
menyebabkan kerusakan habitat, sehingga 8.0, sedangkan kisaran pH di kondisi lapang
secara tidak langsung akan mempengaruhi (petak pengamatan) berkisar 7,0-7,5. Yulia
terhadap pertumbuhan dan perkembangan (2008) menjelaskan bahwa tanah dengan
anggrek terestrial. kelembaban yang tinggi cenderung memiliki
Apabila tingkat kerusakan di dalam nilai pH yang rendah, begitu pun sebaliknya.
kawasan hutan tinggi, maka akan Tingkat kemasaman tanah juga dipengaruhi
mempengaruhi iklim mikro, yaitu oleh kandungan bahan organik di dalamnya.
peningkatan suhu 2-4°C dengan diikuti Sehingga apabila vegetasi di sekitar hilang,
penurunan kelembaban 2.5-13.8% (Chen et maka akan menurunkan kandungan bahan
al., 1999). Perusakan kawasan hutan yang organik di dalam tanah. Adapun secara
dimaksud dalam (Chen et al., 1999) adalah fisiologi, vegetasi naungan turut memberi
terjadinya perubahan kerapatan hutan akibat unsur hara melalui seresah yang dihasilkan
penebangan pohon. Adanya perubahan iklim (Mulyati et al., 2017).
mikro mampu mempengaruhi terhadap Selain itu, adanya gangguan kawasan
kemampuan viabilitas biji anggrek dan di dalam hutan seperti penebangan atau
perkecambahan biji anggrek dimana pengambilan hijauan secara tidak langsung
163

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

Tabel 1. Data dan Analisis Vegetasi Anggrek Terestrial



No. Anggrek Tanah Di RDi Fi RFi IVI
Individu
1 Apostasia wallichi R. Br. 36 0,0030 3,754 0,367 7,971 11,725
2 Calanthe sylvatica (Thou.) Lindl 84 0,0070 8,759 0,700 15,217 23,977
3 Calanthe triplicata (Willemet) Ames 17 0,0014 1,773 0,200 4,348 6,121
4 Chrysoglossum ornatum Bl 13 0,0011 1,356 0,067 1,449 2,805
5 Collabium nebulosum Bl 39 0,0033 4,067 0,133 2,899 6,965
6 Collabium simplex Rchb f 6 0,0005 0,626 0,033 0,725 1,350
7 Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl 246 0,0205 25,652 0,900 19,565 45,217
8 Diglyphosa latifolia Bl 123 0,0103 12,826 0,333 7,246 20,072
9 Erythrodes sp. 3 0,0003 0,313 0,067 1,449 1,762
10 Habenaria bantamensis J.J.Sm 66 0,0055 6,882 0,267 5,797 12,679
11 Liparis rheedii (Bl.) Lindl 119 0,0099 12,409 0,467 10,145 22,554
Macodes petola (Bl.) Lindl var.
12 14 0,0012 1,460 0,100 2,174 3,634
javanica
13 Malaxis sp. 12 0,0010 1,251 0,100 2,174 3,425
14 Nervilia aragoana Gaud 12 0,0010 1,251 0,100 2,174 3,425
15 Nervilia punctata (Bl.) Makino 28 0,0023 2,920 0,100 2,174 5,094
16 Phaius amboinensis Bl 50 0,0042 5,214 0,100 2,174 7,388
17 Phaius flavus (Bl.) Lindl 22 0,0018 2,294 0,133 2,899 5,193
18 Phaius pauciflorus (Bl.) Bl 32 0,0027 3,337 0,100 2,174 5,511
Phaius tankervilliae (Banks ec
19 22 0,0018 2,294 0,133 2,899 5,193
I'Herit.) Bl
20 Tropidia curculigoides Lindl 15 0,0013 1,564 0,200 4,348 5,912
Jumlah 959 0,0799 100 4,600 100 200

memberikan pengaruh terhadap bahwa besar kecilnya nilai kerapatan dapat


keberadaan anggrek terestrial. Hal tersebut menggambarkan pola penyesuaian suatu
dikarenakan Beberapa jenis anggrek spesies, sehingga diindikasikan bahwa
terestrial memiliki perawakan yang sama Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl memiliki
dengan tumbuhan di sekitarnya seperti pola penyesuaian yang tinggi dimana
tumbuhan paku dan jenis rumput-rumputan, kemampuan untuk bersaing dalam
sehingga anggrek teres-trial dapat ikut mendapatkan cahaya, unsur hara, dan faktor
terambil secara tidak sengaja saat abiotik lainnya dengan tumbuhan di sekitar
pengambilan hijauan di dalam kawasan juga tinggi (Indriyani et al., 2017). Untuk
hutan. Misalnya jenis anggrek terestrial spesies yang memiliki nilai kerapatan
Apostasia wallichi R. Br., Tropidia sp., dan spesies dan kerapatan relatif spesies
Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl. yang terendah yaitu Erythrodes sp. dan Collabium
memiliki perawakan hampir mirip dengan simplex Rchb f dengan nilai masing-masing
rumput (Djuita, 2004). sebesar 0,0003 dan 0,0005 individu/12.000
m2 untuk kerapatan spesies dan 0,313%
Kerapatan Spesies dan Kerapatan Relatif
dan 0,626% untuk kerapatan relatif spesies.
Spesies
Berdasarkan perhitungan analisis Frekuensi Spesies dan Frekuensi Relatif
vegetasi (Tabel 1) dapat diketahui bahwa Spesies
nilai kerapatan tertinggi Corymborkis Sofiah et al. (2013) menyatakan
veratrifolia (Reinw.) Bl dengan nilai bahwa nilai frekuensi relatif spesies
kerapatan spesies dan kerapatan relatif menunjukkan tingkat penyebarannya dimana
spesies sebesar 0,021 individu/12.000 m2 memiliki hubungan yang berbanding lurus,
dan 25,652%. (Fachrul, 2012) menjelaskan sehingga apabila nilai frekuensi relatif suatu
164

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

spesies tinggi maka tingkat penyebarannya dengan nilai sebesar 45,2169. Artinya
pun luas. Berdasarkan hasil perhitungan Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl
analisis vegetasi yang telah dilakukan (Tabel merupakan spesies yang paling dominan
1.), dapat diketahui bahwa Corymborkis dan berpengaruh dalam suatu komunitas.
veratrifolia (Reinw.) Bl memiliki tingkat Fachrul (2012) dan Indriyani et al. (2017)
penyebaran yang luas dibandingkan dengan menjelaskan bahwa indeks nilai oenting
spesies anggrek terestrial lainnya. Adapun menggambarkan pentingnya peranan suatu
nilai frekuensi spesies Corymborkis spesies pada suatu ekosistem dalam hal
veratrifolia (Reinw.) Bl yaitu 0,900. kestabilan ekosistem secara keseluruhan.
Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl Diduga bahwa Corymborkis veratrifolia
ditemukan pada 27 plot dari total (Reinw.) Bl berperan dalam menaungi
keseluruhan plot yaitu sebanyak 30 plot vegetasi-vegetasi yang ada di bawahnya.
pengamatan. Untuk nilai frekuensi terendah Hal tersebut sesuai dengan morfologi
terdapat pada spesies Collabium simplex Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl yang
Rchb f dengan nilai sebesar 0,033 yang memiliki daun cukup lebar (35x10cm) dan
hanya ditemukan pada 1 plot pengamatan, batang mampu mencapai hingga 2 m
sehingga dapat dikatakan bahwa Collabium (Comber, 1990).
simplex Rchb f memiliki tingkat penyebaran
Indeks Keanekaragaman
yang sempit.
Nilai indeks keanekaragaman pada
Hubungan nilai frekuensi spesies
penelitian ini sebesar 2,48 dengan kategori
dengan tingkat penyebaran dapat
sedang (1≤H’≤3), begitu pula pada penelitian
disebabkan karena pola distribusi suatu
(Zunaidi, 2005) sebesar 2,73 de dengan
spesies dipengaruhi oleh biji yang jatuh
kategori sedang. Indeks keanekaragaman
dekat induk atau rimpang anakan yang
sedang menunjukkan bahwa ekosistem
berada di dekat induk. Dijelaskan pula
dalam keadaan cukup seimbang,
bahwa spesies kelompok rumpun memiliki
produktivitas cukup, dan tekanan ekologis
pola distribusi mengelompok dikarenakan
sedang (Fitriana, 2006). Setiadi (2005)
memiliki jumlah individu yang relatif banyak
menjelaskan bahwa nilai indeks keaneka-
akibat rimpang yang dekat dengan induknya
ragaman yang relatif sama menunjukkan
(Djufri, 2002). Mardiyanti et al. (2013) juga
kondisi habitat yang relatif homogen. Namun
menjelaskan bahwa pola distribusi suatu
terjadi penurunan nilai indeks keaneka-
tumbuhan dipengaruhi oleh pola
ragaman pada penelitian di tahun 2018. Hal
pertumbuhan dan cara perkembangbiakkan
tersebut dapat disebabkan karena adanya
spesies tumbuhan. Spesies tumbuhan akan
gangguan terhadap perusakan ekosistem,
memiliki pola persebaran berkelompok
dimana sesuai dengan data milik Resort
ketika tumbuhan tersebut memiliki pola
Senduro Tahun 2017 Personal
pertumbuhan yang membentuk rumpun dan
Communication (2018) bahwa masyarakat
berkembangbiak melalui stolon.
sekitar hutan mampu mengambil hijauan di
Indeks Nilai Penting dalam hutan dengan rata-rata 100–150
Indriyani et al. (2017) menjelaskan kg/hari setiap orang yang dilakukan dalam
bahwa spesies dengan nilai indeks nilai frekuensi sangat sering. Selain itu,
penting paling besar merupakan spesies perbedaan nilai indeks keanekaragaman
yang mendominasi komunitas tersebut. Nilai diduga bahwa setiap tumbuhan memiliki
indeks penting tertinggi terdapat pada waktu yang berbeda dalam menyelesaikan
spesies Corymborkis veratrifolia (Reinw.) Bl siklus hidupnya (Mardiyanti et al., 2013).
165

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

KESIMPULAN Bangka Tengah dan Belitung, Provinsi


Berdasarkan eksplorasi dan inven- Kepulauan Bangka Belitung. Seminar
tarisasi, telah berhasil ditemukan dan Nasional Masyarakat Biodiversitas
diidentifikasi sebanyak 20 spesies dalam 14 Indonesia. Masyarakat Biodiversitas
genus anggrek terestrial dengan total 959 Indonesia. p. 509–514
individu tumbuhan. Corymborkis veratrifolia Diez, J.M. 2007. Hierarchical patterns of
(Reinw.) Bl memiliki indeks nilai penting symbiotic orchid germination linked to
yang paling tinggi sebesar 45,2169%. dan adult proximity and environmental
merupakan spesies yang mendominasi gradients. J. Ecol. 95(1): 159–170. doi:
komunitas dengan total individu sebanyak 10.1111/j.1365-2745.2006.01194.x.
246 tumbuhan. Indeks keanekaragaman Djufri, D. 2002. Determination of distribution
yang tergolong ke dalam kategori pattern, association, and interaction of
keanekaragaman sedang dengan nilai plant species particularly the grassland
sebesar 2,48. in Baluran National Park, East Java.
Biodiversitas, J. Biol. Divers. 3(1): 181–
UCAPAN TERIMA KASIH 188. doi: 10.13057/biodiv/d030103.
Penulis ingin mengucapkan terima Djuita, N.R. 2004. Orchids diversity of Situ
kasih kepada seluruh pihak yang terlibat Gunung, Sukabumi. Biodiversitas, J.
dalam penelitian ini, terutama kepada Biol. Divers. 5(2): 77–80. doi:
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 10.13057/biodiv/d050207.
Resort Senduro yang telah memberikan Fachrul, M.F. 2012. Metode Sampling
bantuan dalam penelitian ini. Bioekologi. Bumi Aksara.
Fitriana, Y.R. 2006. Diversity and abundance
DAFTAR PUSTAKA
of macrozoobenthos in mangrove
Arditti, J. 1980. Aspects of the Physiology of rehabilitation forest in Great Garden
Orchids. Advances in Botanical Forest Ngurah Rai Bali. Biodiversitas, J.
Research. p. 421–655 Biol. Divers. 7(1): 67–72. doi:
Brower, J.E., J.H. Zar, and C. von Ende. 10.13057/biodiv/d070117.
1998. Field and Laboratory Methods for Hasanah, U., M.R. Alibasyah, dan T. Arabia.
General Ecology. WCB McGraw-Hill. 2014. Pengaruh lereng dan pupuk
Chen, J., S.C. Saunders, T.R. Crow, R.J. organik terhadap kehilangan hara pada
Naiman, K.D. Brosofske, et al. 1999. areal tanaman kentang (Solanum
Microclimate in forest ecosystem and tuberosum L.) di kecamatan Atu Lintang
landscape ecology: variations in local kabupaten Aceh Tengah. Manaj.
climate can be used to monitor and Sumber Daya Lahan 3(2): 480–488.
compare the effects of different Indriyani, L., A. Flamin, dan E. Erna. 2017.
management regimes. Bioscience Analisis keanekaragaman jenis
49(4): 288–297. doi: 10.2307/1313612. tumbuhan bawah di hutan lindung
Darma, I.D.P., dan I.P. Astuti. 2010. Jompi. Ecogreen 3(1): 49–58.
Keanekaragaman aggrek tanah di Jersáková, J., and T. Malinová. 2007. Spatial
kawasan hutan lindung Lemor Lombok aspects of seed dispersal and seedling
Timur Nusa Tenggara Barat. J. Biol. recruitment in orchids. New Phytol.
Res. 15(2): 187–190. doi: 176(2): 237–241. doi: 10.1111/j.1469-
10.23869/bphjbr.15.2.20113. 8137.2007.02223.x.
Destri, D. 2015. Survei keanekaragaman Mardiyanti, D.E., K.P. Wicaksono, dan M.
anggrek (Orchidaceae) di Kabupaten Baskara. 2013. Dinamika
166

Arkadyah Dina Figianti *) dan Lita Soetopo, Inventarisasi Anggrek Terestrial …

keanekaragaman spesies tumbuhan Yeh, C.-L., C.-R. Yeh, and C.-S. Leou. 2006.
pasca pertanaman padi. J. Produksi An observation on the Corymborkis
Tanam. 1(1): 24–35. veratrifolia (Reinw.) Bl. (Orchidaceae)
Mulyati, Djufri, dan Supriatno. 2017. Analisis from Lanyu, Taiwan. Taiwania 51(1):
vegetasi naungan bunga bangkai 53–57. doi: 10.6165/tai.2006.51(1).53.
(Amorphophallus peoniifolius (dennst.) Yulia, D.N. 2008. Inventory and habitat study
Nicholson) di kecamatan Padang Tiji of Dendrobium capra J.J.Smith in
kabupaten Pidie. J. Ilm. Mhs. Fak. Madiun and Bojonegoro. Biodiversitas,
Kegur. dan Ilmu Pendidik. Unsyiah 2(1): J. Biol. Divers. 9(3): 190–193.
98–106. Zunaidi, A. 2005. Inventarisasi plasma
Nugroho, A.W., and W. Darwiati. 2007. Studi nutfah anggrek terrestrial di taman
daerah rawan gangguan taman national Bromo Tengger Semeru rayon
nasional Bromo Tengger Semeru dan Semeru Timur. Fakultas Pertanian
desa sekitarnya. J. Penelit. Hutan dan Universitas Brawijaya.
Konserv. Alam 4(1): 1–12.
Nur, M., N. Setiari, M. Azam, and I.I.
Selawanti. 2007. Kajian fisis radiasi
plasma terhadap organ daun pada
pertumbuhan awal tanaman anggrek
Phalaenopsis amabilis. Berk. Fis. 10(1):
53–59.
Personal Communication. 2018. Profil
Resort PTN Wilayah Senduro 2017.
Taman Nas. Bromo Tengger Semer.
Puspitaningtyas, D.M. 2003. Anggrek alam
di kawasan konservasi Pulau Jawa.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun
Raya Bogor.
Setiadi, D. 2005. Keanekaragaman spesies
tingkat pohon di taman wisata alam
Ruteng, Nusa Tenggara Timur.
Biodiversitas 6(2): 118–122. doi:
10.13057/biodiv/d060210.
Sofiah, S., D. Setiadi, dan D. Widyatmoko.
2013. Pola penyebaran, kelimpahan,
dan asosiasi bambu pada komunitas
tumbuhan di taman wisata alam gunung
Baung Jawa Timur. Ber. Biol. 12(2):
239–247.
Türkmen, G., and N. Kazanci. 2010.
Applications of various diversity indices
to benthic macroinvertebrate
assemblages in streams in a national
park in Turkey. Rev. Hydrobiol. 3(2):
111–125.

Anda mungkin juga menyukai