Proposal Penelitian Ikan Asin
Proposal Penelitian Ikan Asin
Proposal Penelitian Ikan Asin
SMA ALQONA-AH
Disusun Oleh :
Nursyifa Afria Sri Khufairoh
Rena Sapta Amelia
Sumi Susanti
A. Latar Belakang
Peranan perikanan dalam pembangunan ekonomi cukup besar, baik
sebagai penghasil bahan pangan sumber protein maupun sebagai penghasil devisa
negara. Kebutuhan atas komoditi perikanan, yang diketahui sampai saat ini yaitu
masih rendahnya konsumsi ikan penduduk Indonesia rata-rata per tahun mencapai
19 kg/kapita pada tahun 2003. Dengan harapan konsumsi ikan rata-rata nasional
akhir tahun 2004 adalah 22 kg/kapita dan meningkat menjadi 22,7 kg/kapita pada
tahun 2005. Apabila nilai ini tercapai maka dalam tahun 2004 diperkirakan
dibutuhkan 4,4 juta ton ikan (Marwan Syaukani, 2004 dan Dirjen Pengolahan &
Pemasaran Hasil Perikanan, 2006).
Hasil perikanan merupakan komoditas yang mudah mengalami proses
kemunduran mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi setelah ikan ditangkap.
Dengan demikian perlu penanganan yang cepat, tepat dan benar untuk menjaga
kualitasnya sebelum dipasarkan dan sampai ke tangan konsumen. Selain itu dari
segi ekonomi akan memberikan nilai tambah (value added) terhadap harga jual
produk. Hal ini diperlukan saat-saat musim ikan, dimana musim panen ikan
sangat murah tetapi permintaan konsumen cenderung stabil / tidak meningkat,
sehingga ikan tidak habis dipasarkan dalam keadaan segar. Sehingga masyarakat
nelayan mengupayakan dengan usaha pengolahan dan pengawetan ikan dengan
berbagai cara perlakuan yaitu pengeringan/pengasinan, pemindangan dan
pengasapan. 2 Produk-produk tersebut biasanya untuk memenuhi kebutuhan pasar
lokal di luar daerah. Akan tetapi kualitas produk-produk akhir olahan tradisional
masih relatif rendah dalam arti belum memenuhi Standar Nasional Indonesia.
Jenis usaha pengolahan dan pengawetan ikan yang banyak didominasi di
Kabupaten Aceh Jaya adalah pengeringan/pengasinan. Dimana sentra-sentra
olahan ikan asin kering ini berada di Desa Patek, Desa Lagen dan Desa Krueng
Sabee. Beberapa olahan ikan asin kering yang biasa di lakukan daerah tersebut
masih tradisional dan bahan baku yang didapat berasal dari nelayan setempat
melalui hasil lelang ikan di TPI/PPI dengan frekuensi lelang yang rutin.
Jenis produksi ikan asin kering di Kabupaten Aceh Jaya sepintas terlihat
cukup baik dengan kondisi di lokasi biasanya pengolahan melakukan produksi
menurut pesanan, dipasarkan sendiri serta sudah ada yang menampung/disetor ke
pengepul besar/dijual diopingir jalan raya dan dari hasil survey ke lokasi setiap
pengolah memproduksi sekitar 1 kwintal sampai 3 ton ikan setiap produksi.
Dalam melakukan proses pengolahan di setiap pengolah mempunyai ciri
tersendiri, tetapi pada prinsipnya sama.
Namun masalah sanitasi di seluruh unit pengolah ikan asin kering di
Kabupaten Aceh Jaya belum sepenuhnya menerapkan program sanitasi, karena
masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaannya seperti bangunan
masih memiliki ruang pengolahan berlantai tanah dan tidak berdinding sehingga
harus segera diperbaiki. Hal ini dikarenakan lokasi pengolahan memiliki sanitasi
yang buruk yaitu dijumpai bahwa tingkat kebersihan lingkungan pengolahan yang
berdekatan dengan lahan untuk pembenihan/budidaya, pemukiman penduduk,
berbatasan dengan sendang, sungai maupun pantai dan lingkungan sekitarnya
yang dapat terjadi limbah sampah.
Sehingga untuk meningkatkan mutu produk ikan asin kering yang aman
untuk di konsumsi dan terjamin perlu dilakukan upaya perbaikan sanitasi dan
hygiene yaitu dengan melakukan tindakan perbaikan dan rekaman pengendalian
sanitasi secara rutin dan periodik.
Dengan demikian, usaha produksi olahan perikanan tradisional yang
kebanyakan usahanya di kawasan pesisir dengan kondisi lingkungan yang ditinjau
secara hygiene dan sanitasi kurang memenuhi syarat perlu adanya penelitian yang
mengkaji tentang penerapan kelayakan dasar pengolah terutama pada produk ikan
asin kering, khususnya di Kabupaten Aceh Jaya untuk peningkatan mutu produk
dalam menjamin keamanan produk yaitu apakah di pengolah tradisional terutama
ikan asin kering telah melaksanakan pengolahan yang benar sesuai GMP (Good
Manufacturing Practise) dan telah melaksanakan sanitasi hygiene sesuai prosedur
operasionalnya (SSOP/ Sanitation Standard Operating Prosedures) serta
pengkajian peningkatan mutu untuk menjamin keamanan pangan khususnya
produk ikan asin kering yang dilakukan untuk memenuhi standar SNI yang dapat
dipahami sebagai produk yang berkualitas dan hygiene, tidak tercemar bahan
kimia serta aman dikonsumsi konsumen.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis dan mengidentifikasi produk ikan asin kering yang
dihasilkan oleh pengolah untuk kemudian membandingkannya dengan
persyaratan SNI.
2. Mengetahui tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP, SSOP) pengolah
ikan asin kering di Kabupaten Aceh Jaya.
3. Menganalisa hubungan sosial ekonomi antara pengolah ikan asin kering
dengan penerapan kelayakan dasar.
C. Hipotesis Penelitian
Penerapan sanitasi pada produk ikan asin kering diduga belum dapat
meningkatkan keamanan pangan dan mutu yang sesuai dengan SNI dan kelayakan
dasar (GMP dan SSOP).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai :
1) Referensi dan bahan acuan dalam upaya meningkatkan kualitas produk
olahan terutama ikan asin kering sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan terhadap konsumen.
2) Informasi tentang penerapan GMP dan SSOP ikan asin kering
khususnya di Kabupaten Aceh Jaya
3) Masukan kepada pengolah ikan asin kering agar dapat melaksanakan
GMP dan SSOP sehingga dapat meningkatkan jaminan keamanan bagi
konsumen dan
4) Sebagai informasi penting yang mengungkap salah satu masalah mutu
ikan asin tradisional sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi orang yang membutuhkan termasuk stake holder dan
pemerintah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
D. Keamanan Pangan
Anwar Faisal (2002) menerangkan bahwa pangan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit (foodborne diseases) yaitu gejala penyakit yang timbul
akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun/
organisme patogen. Berdasar sifat penularannya, foodborne diseases
dikelompokkan menjadi penyakit menular dan penyakit tidak menular yang
disebut dengan keracunan pangan. Penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat
digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu 1) infeksi, digunakan apabila setelah
mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen timbul
gejala-gejala penyakit dan 2) intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan karena
mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun yang mungkin
terdapat secara alami dalam pangan atau diproduksi oleh mikroba yang terdapat
dalam pangan.
Lebih lanjut diterangkan oleh Anwar F. (2002) bahwa suatu pangan
mentah atau olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila telah tercemari, hal
ini ditinjau dari segi gizi yaitu jika kandungan gizi berlebihan (lemak, gula, garam
natrium) yang dapat menyebabkan berbagai penyakit generatif dan segi
kontaminasi yaitu jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme atau bahan
kimia (termasuk logam berat dan racun kimia). Terjadinya kontaminasi oleh
mikroba patogen, toksin mikroba atau cemaran logam berat dan bahan kimia
mungkin terjadi selama pangan disimpan, diangkut, didistribusikan atau saat
disajikan kepada konsumen.
2. Penyebab mikrobiologi
Penyebab mikrobiologi selama pengolahan pangan antara lain
adanya mikroba patogen. Menurut Icho (2001) mengatakan bahwa
penyimpanan ikan asin setelah beberapa lama sering timbul warna
kemerahan pada permukaan ikan atau timbulnya bintik-bintik putih yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang tahan terhadap garam. Hal ini
dapat dijumpai dengan penentuan jumlah mikroba dengan uji TPC (Total
Plate Count) dan uji-uji seperti Coliform dan Escherichia coli, Salmonella,
Vibrio cholerae dan uji Staphylococcus aureus yang kesemuanya
ditentukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh SNI pada
produk-produk olahan.
Penelitian Subroto et.al (1990). menjelaskan bahwa kandungan
TPC pada ikan asin berubah selama penyimpanan dengan berubahnya pola
ketersediaan air dapat mengubah pola pertumbuhan mikrobia. Faktor yang
mempengaruhi adanya mikroba adalah factor instriksik dan faktor
ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan
oleh usaha apapun juga dari manusia, artinya factor yang berasal dari
individu ikan itu sendiri misalnya adanya komponen zat makanan yang
diperlukan oleh mikroba, pH daging ikan. Sedangkan faktor ekstrinsik
merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia di dalam
mempelajari kedua aspek tersebut, misalnya cara-cara penangkapan,
pengambilan contoh, media pertumbuhan yang digunakan, suhu inkubasi
(Nurrochyani, 1994).
Total Plate Count (TPC)
Badan Standardisasi Nasional (1994) menyatakan bahwa angka
lempeng total (ALT) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah
mikroorganisme dalam suatu produk, yang pada prinsipnya jika sel
mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel
mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dengan mata. Ditambahkan juga oleh Fardiaz
(1989) bahwa metoda yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah
mikroba dalam bahan pangan terdiri dari metoda hitungan cawan, Most
Probable Number (MPN) dan metoda hitungan mikroskopik langsung. Hal
ini dibuktikan dengan hasil penelitian.
Subroto et. al (1990) yang didapatkan hasil kandungan TPC teri
kering dengan metode pour plate selama penyimpanan (bulan 0 – bulan 3)
naik dari 14 x 105 menjadi 14 x 108 naik sampai tiga skala log dan hasil
analisa mikrobiologi (TPC) produk perikanan asin kering oleh Poernomo
et. al (1984) menunjukkan angka yang cukup beragam dengan kandungan
TPC yang cukup tinggi (> 105 per gram) yaitu untuk jenis teri 178.5 x 105
, layang 1685 x 105, ebi 84.75 x 105, cumi 36.1 x 105 , tawes 1.2 x 105 ,
sepat 0.39 x 105 dan tembang 3.7 x 105 per gram.
Jutono, et.al (1980) menjelaskan bahwa jumlah mikroba pada suatu
bahan dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara tergantung pada
bahan dan jenis mikroba yang ditentukan. Pertumbuhan jamur akan
menyebabkan naiknya kelembaban di permukaan produk sehingga
memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme seperti bakteri halophilik
untuk mengadakan pembusukan dan kemungkinan menyebabkan racun
(Subroto et.a l, 1990). Selanjutnya cara perhitungan jumlah mikroba yaitu
dengan perhitungan secara langsung dan secara tidak langsung.
Perhitungan secara langsung dipakai untuk menentukan jumlah mikroba
keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup yaitu dengan
mempergunakan counting chamber yang dasar perhitungannya dengan
menempatkan 1 tetes suspensi bahan atau biakan mikroba pada alat
tersebut; dengan cara pengecatan dan pengamatan mikrokospik dan
menggunakan filter membran. Sedangkan perhitungan secara tidak
langsung dipakai untuk menentukan jumlah mikroba keseluruhan baik
yang hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah
mikroba yang hidup saja tergantung pada cara yang dipergunakan.
Diantaranya berdasarkan jumlah koloni (plate count) yaitu dengan
membuat suatu pengenceran bahan dengan kelipatan 10.
A. Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ikan
Ikan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan tembang
(Sardinella brachysoma (Bleeker, 1852)) (Pusat Informasi Pelabuhan
Perikanan, 2006). Dalam penelitian pendahuluan ikan yang dipergunakan
diperoleh dari tangkapan nelayan sekitar Aceh jaya, Sedangkan dalam
penelitian utama produk olahan ikan asin kering yang dihasilkan oleh unit
pengolahan di desa petek, lageun, dan krueng sabee.
Adapun gambar ikan yang akan di amati adalah sebagai berikut:.
2. Air
Air yang digunakan untuk mencuci ikan berasal dari air sumur artetis yang
biasa dipergunakan untuk keperluan masak atau minum sehari-hari dan air
sumur biasa di setiap pengolah.
3. Garam
Garam yang digunakan adalah garam krosok.
4. Bahan – bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini tercantum
dalam tabel 5.
Tabel 5.
BAHAN-BAHAN KIMIA YANG DIPERGUNAKAN
B. Peralatan Penelitian
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6.
PERALATAN PENELITIAN
No Nama Alat Kegunaan
1. Timbangan Untuk menimbang ikan segar yang
baru dibeli dari nelayan.
2. Ember Untuk wadah ikan yang baru dibeli
dari nelayan. Untuk mencuci ikan segar
yang baru dibeli. Untuk tempat
penggaraman ikan. Untuk mencuci ikan
yang akan dijemur
3. Karung Untuk menutup ikan yang digarami
4. Batu/pemberat Untuk menekan ikan yang ditutup
Karung
5. Keranjang Untuk menaruh ikan yang akan dicuci
selesai digarami
6. Kassa Untuk menutup ikan yang dijemur
7. Para-para Untuk menjemur ikan
8. Bambu ukuran ± 2.5 m Untuk tempat para-para
9. Kertas + plastik + kertas Untuk membungkus ikan asin kering
Label yang selesai dijemur
10. Kerdus Untuk kemasan ikan asin kering dan
akan dikirim untuk diuji ke laborat
11. Botol steril Untuk tempat sampling air
Lanjut
12. Termos Untuk tempat botol steril yang digunakan
untuk sampling air dan akan dikirim untuk
diuji ke laborat
1. Peralatan pengujian
Peralatan pengujian yang digunakan di laboratorium adalah :
a. Peralatan uji organoleptik (SNI 01-2345-1991)
Peralatan pengujian organoleptik yang dipergunakan dapat
dilihat pada adalah pada tabel 7.
Tabel 7.
PERALATAN PENGUJIAN ORGANOLEPTIK
No Nama Alat Kegunaan
1. Meja pengujian yang Untuk tempat penilaian panelis
dilengkapi kursi pengujian
2. Wastafel dan kran air Untuk tempat pencucian
dilengkapi lap tangan dan
sabun pembersih
3. Nampan Untuk tempat ikan asin kering yang akan
diuji
4. Tissue Untuk lap tangan dalam penilaian
organoleptik
5. Mangkok berisi air Untuk mencuci tangan dalam penilaian
organoleptik
6. Piring Untuk tempat ikan asin kering yang akan
dinilai oleh panelis
7. Pisau pengujian Untuk alat pelengkap apabila diperlukan
dalam penilaian organoleptik
8. Score sheet Lembar pertanyaan yang dicantumkan
spesifikasi dari produk sebagai informasi,
instruksi dan responsi panelis dalam
menentukan hasil penilaian secara
organoleptik
Tabel 8.
PERALATAN UJI KADAR AIR
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah :
a. Metode diskriptif
Penelitian diskriptif yaitu pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat. Tujuan dari penelitian diskriptif adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran dan tulisan secara sistematis, faktual dan akuran mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki (Withney,
1960 dalam Nazir, 1983).
Sedangkan menurut Danim (2004) penelitian dengan metode
deskriptif yaitu suatu bentuk metode yang pelaksanaannya dengan
carapendekatan sistematis dan subyektif oleh peneliti ke responden dengan
cara survey, observasi dan wawancara yang di tulis dalam bentuk kalimat
yang akan disortir diidentifikasi data ke dalam makna, sehingga
temuannya dapat digeneralisir dalam populasi yang lebih besar.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan kegiatan survey,
observasi yaitu pengamatan dan penyelidikan untuk mendapatkan
keterangan atau informasi yang jelas terhadap subyek (pengolah) untuk
mengkaji tingkat penerapan kelayakan dasar dengan wawancara pada
sebagian subyek yang kemudian digunakan sebagai sampel data dalam
penelitian.
b. Metode Studi Kasus
Studi kasus adalah meneliti secara mendalam yang mencakup
segala aspek pada waktu dan tempat tertentu (Wasito, 1993 dan
Surakhmad, 1994). Hasil penelitian yang diperoleh tidak dapat
digeneralisasikan, tetapi merupakan nilai khusus dari penelitian itu sendiri.
Dalam penelitian ini sebagai kasusnya adalah unit pengolahan ikan
asin kering dengan jenis ikan tembang dilakukan secara Stratified Random
Sampling. Stratifikasi atau pembagian kelas dilakukan terhadap populasi
unit pengolah ikan terpilih sebagai sampel yang dibagi menjadi :
1. Kelompok pengolah besar dengan kapasitas lebih dari 5 kwintal
setiap produksi (terdiri 8 pengolah)
2. Kelompok pengolah kecil dengan kapasitas kurang dari 5 kwintal
setiap produksi (terdiri 34 pengolah)
Menurut Sudjana (1995) menyebutkan bahwa jika anggota
populasi kurang dari atau sama dengan 30, maka seluruh anggotapopulasi
dijadikan sampel. Selanjutnya dapat diambil sampel minimum 20% jika
anggota populasi lebih dari 30. Mengacu pada pendapat tersebut, maka
pada penelitian ini, sampel yang diambil ditetapkan sebesar 35% dari
populasi yang ada.
Marzuki (2003) berpendapat pengambilan sampel secara Stratified,
sebelum diambil sampel populasi dibagi-bagi menjadi subsub
populasi/strata/lapisan/kelompok yang lebih kecil yang diharapkan
menjadi relatif homogen. Dari hasil survey didapat 8 pengolah besar dan
34 pengolah kecil. Dengan mengambil sampel sebanyak 35% dari populasi
(15 pengolah) maka penarikan sampel dilakukan terhadap 3 pengolah
besar dan 12 pengolah kecil. Rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut : n/N x N1 dan n/N x N2 . Keterangan : n : sampel (15 pengolah)
N : populasi (42 pengolah)
N1 : populasi pengolah besar (8 pengolah)
N2 : populasi pengolah kecil (34 pengolah)
Danim S. (2004) juga memberikan penarikan sampel secara
Berstrata dengan pertimbangan rasional dengan membuat rasio mengenai
besarnya anggota yang dijadikan sampel untuk masing – masing strata
adalah 1 : 4 (1 berbanding 4) dengan anggota 15 pengolah, maka
perhitungan besarnya anggota sampel untuk pengolah besar adalah 1/5 x
15 = 3 pengolah dan sampel untuk pengolah kecil adalah 4/5 x 15 = 12
pengolah.
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berupa pengambilan sampel air
sumber dan produk ikan asin kering di tempat pengolah ikan asin kering
untuk dianalisa secara laboratorium. Uji laboratorium untuk air sumber
yang digunakan pengolah dilakukan uji TPC, Coliform dan E. coli.
Sedangkan produk ikan asin kering diuji TPC, Coliform, E. coli, kadar air
dan organoleptik. Dalam pengujian ini dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.
c. Metode eksperimental
Untuk hasil kelayakan produk olahan ikan asin kering dilakukan
penelitian pendahuluan berupa pembuatan ikan asin kering dengan
perlakuan konsentrasi garam yang berbeda ( 10%, 20%, 30%, 35%) dan
membandingkan diantara perlakuan yang diteliti dengan uji laboratorium
(TPC, Coliform, E. coli, kadar air dan organoleptik). Dalam kegiatan ini
dilakukan pengambilan sampel air sumber dari sumur artetis, garam yang
digunakan dan pengambilan sampel pada kontrol penelitian untuk diuji
secara laboratorium.
Dalam uji laboratorium dilakukan ulangan 2 kali. Untuk pengujian
Coliform dan E. coli dilakukan secara komposit yaitu menggabungkan 2
bagian sampel untuk menjadi 1 (satu) komposit. Hasil uji mutu ikan asin
kering yang sesuai dengan standar SNI akan dipergunakan sebagai control
dalam penelitian di lapangan/pengolahan ikan asin kering. Sedangkan
pengujian garam yang digunakan dilakukan uji pemurnian garam dengan
cara :
a. Persiapan alat : Erlenmeyer 2000 mL, 500 mL ; glass ukur 250
mL;
b. beaker glas 100 mL dan 200 mL; batang pengaduk, mikroskop dan
timbangan.
c. Dibuat larutan garam dengan konsentrasi 50%, kemudian diaduk
sampai terjadi endapan konstan.
d. Endapan dipisahkan kemudian dilakukan penimbangan endapan
yang ada dan dinyatakan dalam persen.
Adapun prosedur pembuatan ikan asin kering adalah sebagai
berikut :
1. Perolehan bahan baku ikan segar diperoleh dari nelayan sekitar PPI
Aceh jaya dengan jumlah pembelian ikan segar sebanyak 8 kg.
2. Ikan langsung dibawa ke tempat pembuatan, langsung dilakukan
pencucian dengan air tandon yang berasal dari sumur artetis.
Pencucian dilakukan sampai ikan bersih.
3. Setelah pencucian, ikan ditimbang dan dibagi 4 (empat) ditampung
dalam keranjang untuk dilakukan penggaraman. Metode
penggaraman yang dilakukan adalah penggaraman kering.
4. Setiap 2 kg ikan, jumlah garam yang dibutuhkan masing – masing
dengan perlakuan A / garam 10% (20 gr), perlakuan B / 20% (40
gr), perlakuan C / 30% (60 gr) dan perlakuan D / 35% (70 gr).
5. Penggaraman dilakukan dengan cara wadah dan penutup
yangdigunakan sudah terlebih dulu dibersihkan. Di bagian dasar
wadahdiberi garam, kemudian ikan dimasukkan dalam wadah dan
disusun berlapis dengan garam. Pada lapisan atas ditaburi garam.
Terakhir dilakukan penutupan wadah dengan plastik dan diatasnya
dibebani pemberat.
6. Waktu penggaraman dilakukan selama ± 22 jam. Setelah
penggaraman selesai, ikan dibongkar dan ditaruh dalam keranjang
lalu dicuci dengan air bersih. Kemudian ikan ditiriskan dalam
keranjang yang sama untuk kemudian dijemur (dikeringkan) diatas
para-para yang dilapisi kain kassa dan ditutup dengan kain kassa
pula. Dalam penjemuran dilakukan pembalikan ikan.
7. Setelah ikan dinyatakan kering, ikan diatas para-para diangkat
ditaruh ke tempat teduh, kemudian dikemas untuk dilakukan uji
secara laboratorium.
d. Analisis Data
Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka
dilakukan analisa data pada : Analisa data uji organoleptik, uji TPC, Coliform, uji
E. Coli, dan uji Kada Air, tingkat penerpan kelayakan dasar, analisa hubungan
social ekonomi dengan tingkat penerpan kelayakan dasar,
DAFTAR PUSTAKA
Indriati,S., Tazwir dan Endang Sri Heruwati, 1991, Penyebab Kerusakan Pada
Ikan Asin Pasar pengecer dan Grosir di Jakarta, Jurnal Penelitian Pasca
Panen Perikanan No. 71 Th. 1991 hal 49 - 55.
Ismanadji, 1999, Kemunduran Mutu Produk Perikanan Secara Mikrobiologi,
Disampaikan pada Pelatihan Analis Pengawas Mutu Laboratorium pada
tanggal 1 – 10 November 1999 di Jakarta.
Junianto, 2003, Teknik Penanganan Ikan, Seri Agriwawasan. Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
Pengeringan Packing
Penyimpanan