Modul 3.1 SEJARAH INDONESIA KELAS XII
Modul 3.1 SEJARAH INDONESIA KELAS XII
Modul 3.1 SEJARAH INDONESIA KELAS XII
Membahas mengenai bagaimana integrasi bangsa Indonesia terjadi, maka dapat diuraikan
dari proses pembentukannya. Awal mula terbentuknya Bangsa Indonesia tidak lepas dari peranan
kaum terpelajar yang membentuk organisasi Perhimpunan Indonesia. Kemudian, pada 28
Oktober 1928 terjadi peristiwa penting yang menjadi tonggak kelahiran Bangsa
Indonesia.Peristiwa ini dikenal dan diperingati setiap tahunnya sebagai peristiwa Sumpah
Pemuda. Titik puncak integrasi nasional di Negara Indonesia adanya peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Tetapi dalam perjalanannya, integrasi bangsa Indonesia mengalami beberapa ujian berat
yang berujung pada perpecahan (disintegrasi). Makna disintegrasi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau
persatuan; perpecahan. Disintegrasi bangsa Indonesia diuji dengan munculnya beberapa
pergolakan juga pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi selama berdirinya
Negara Indonesia seringkali berujung pada pertempuran. Meskipun upaya damai dengan jalur
diplomasi pun dilakukan oleh pemerintah pada saat itu.
Mempertahankan kemerdekaan
lebih sulit dibandingkan meraih
kemerdekaan. Senada dengan
ungkapan presiden pertama Indonesia,
Ir. Soekarno :
“Perjuanganku lebih mudah
karena mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit
karena melawan bangsamu sendiri”.
(https://kabarislamia.com/2014/03/14/bung-karno-lebih-mudah-lawan-penjajah-daripada-
bangsa-sendiri/)
Masa awal Negara Indonesia merdeka, bangsa Indonesia harus menghadapi Belanda dan
Sekutu yang ingin kembali berkuasa. Selain itu, pergolakan dari dalam negeri pun ikut terjadi
yang mengancam terjadinya disintegrasi bangsa Indonesia. Tidak sedikit bangsa Indonesia yang
menjadi korban pada saat itu. Namun berkat nasionalisme bangsa Indonesia yang tinggi untuk
mempertahankan keutuhan integrasi bangsa, maka ujian berat tersebut dapat dihadapi. Kehadiran
tokoh-tokoh juga memperbesar peluang bangsa Indonesia untuk mempertahankan integrasi
bangsa.
Pemberontakan yang membahayakan integrasi bangsa pada awal kemerdekaan Indonesia
terjadi di beberapa periode kekuasaan, yaknipada masa revolusi fisik (1945-1950), masa
demokrasi liberal (1950-1959), dan masa demokrasi terpimpin (1959-1965).
Pemberontakan yang mengancam disintegrasi bangsa Indonesia terjadi pada kurun waktu
tahun 1948-1965. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa
hal yakni ideologi, kepentingan, dan sistem pemerintahan. Peristiwa pemberontakan yang
termasuk kategori ideologi adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII, dan
peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang ingin ditanamkan oleh PKI adalah komunisme, sedangkan
pemberontakan DI/TII terjadi karena ingin menanamkan ideologi agama dan mendirikan negara
berbasis agama.
Berikutnya adalah pemberontakan yang disebabkan oleh adanya kepentingan (vested
interest). Pemberontakan ini terjadi karena adanya kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam
suatu kelompok. Kelompok ini berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan
demi keuntungan sendiri. Pemberontakan yang termasuk dalam kategori ini adalah
pemberontakan APRA, RMS, dan Andi Aziz. Semua pemberontakan berhubungan dengan
keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda yang tidak mau mengakui dan
menerima kehadiran tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai.
Kemudian pemberontakan yang termasuk kategori selanjutnya adalah pemberontakan
yang disebabkan karena adanya persoalan sistem pemerintahan. Terutama karena ketidakpuasan
beberapa daerah terhadap pemerintah pusat. Pemberontakan dalam kategori ini adalah PRRI dan
Permesta.
Berikut uraian berbagai pemberontakan yang merupakan ancaman disintegrasi bangsa
Indonesia.
1. Pemberontakan yang berkaitan dengan Ideologi
1. Belanda hanya mengakui Jawa
Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang
memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah
kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Barat dan Jawa Timur.
Perjanjian Renville sangat menguntungkan Belanda baik dari segi politis maupun
ekonomis. Akibatnya, Perdana Menteri Amir Syarifuddin mendapat kecaman hingga
akhirnya dijatuhi mosi tidak percaya dalam parlemen pada 23 Januari 1948. Hal ini
menyebabkan Amir Syarifuddin turun dari jabatannya sebagai perdana menteri dan
digantikan oleh Moh. Hatta. Amir Syarifuddin memilih menjadi oposisi terhadap Kabinet
Hatta dengan mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR).
2) Adanya program Re-Ra pada masa Kabinet Hatta, kemudian
dikeluarkannya Penetapan Presiden No.14 Tahun 1948 tentang pelaksanaan
teknis rasionalisasi di bidang ketentaraan
Tujuan dasar kebijakan tersebut adalah untuk menciutkan jumlah personil
angkatan bersenjata, meningkatkan efesiensinya, dan menempatkannya kembali di bawah
pimpinan pemerintah. Tujuan yang disebut paling akhir itu sangat penting, karena
kesatuan-kesatuan tempur saat itu mulai menguasai daerah-daerah kantong atau daerah-
daerah front mereka secara mandiri dengan menempuh kebijaksanaan mereka masing-
masing (dalam https://serbasejarah.wordpress.com/2012/02/17/zaman-re-ra/).
Kebijakan rasionalisasi ini merupakan pukulan yang berat bagi FDR di bawah pimpinan
Amir Syarifuddin. Bagi tentara masyarakat yang dibebastugaskan FDR dianggap sebagai
pembela nasibnya.
3) Kembalinya Musso ke Indonesia
Kembalinya Musso ke Indonesia pada 10 Agustus 1948 membawa misi untuk
membentuk negara Indonesia yang berideologi komunis. Misi tersebut diwujudkannya
dengan konsep “Jalan Baru Musso”.
Tiga gagasan utama Musso
1. Membentuk front nasional untuk menghimpun kekuatan komunis dan komunis di bawah
pimpinan PKI.
2. Mengubah PKI menjadi partai tunggal Marxis-Leninis.
3. Menyesuaikan perjuangan PKI dengan garis perjuangan Komunis Internasional (Komitern).
Jalannya Pemberontakan
Pada 13-16 September terjadi pertempuran antara TNI (pro pemerintah RI)
dengan sekelompok orang bersenjata (pro PKI) di Solo. Peristiwa ini menyebabkan
penculikan dan pembunuhan terhadap dr. Muwardi.Selanjutnya menurut Soemarsono
(dalam https://tirto.id/musso-gagal-menciptakan-ketertiban-akibatnya-madiun-affair-
1948-cYFA) bahwa pada “18 September 1948, kira-kira jam dua malam, anak-
anak Brigade 29 itu bertindak melucuti pasukan-pasukan yang dianggapnya
gelap.” Komandan pasukan Brigade 29 adalah Letnan Kolonel Dahlan
Ketegangan memuncak di Solo. Di kota ini terdapat dua kekuatan saling
berlawanan, terutama antara pasukan Senopati dan Siliwangi. Pasca tewasnya Soetarto,
culik-menculik terjadi. Senopati menuding Siliwangi menculik dan membunuh dua tokoh
PKI Solo dan enam perwiranya. Jalan damai tak dapat ditempuh, dan konfrontasi pun tak
terelakkan lagi. Sementara itu, permusuhan FDR dengan Gerakan Revolusi Rakyat
(GRR)-Tan Malaka juga memuncak ketika pemimpin sayap militer GRR, Barisan
Banteng, dr Muwardi dibunuh dan jenazahnya tak ditemukan. GRR menuding FDR
sebagai pelakunya.(dalam https://historia.id/politik/articles/jalan-baru-musso-dalam-
peristiwa-madiun-PeGqD)
Kemudian pada 18 September 1948, FDR/PKI di bawah pimpinan Musso dan
Amir Syarifuddin mengumumkan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia. Hal
tersebut diperkuat pernyataan : “Keesokan harinya, pada tanggal 19 September
1948 diumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga
membentuk pemerintahan di Pati,” tulis buku 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945
- 1949 Jilid 1 (1980: 148) yang dirilis pada masa Orde Baru.
(https://tirto.id/musso-gagal-menciptakan-ketertiban-akibatnya-madiun-affair-1948-
cYFA)
Ketegangan di Solo menjalar ke Madiun. Soemarsono, komandan pasukan Brigade 29
yang pro-PKI, menerima laporan bahwa Siliwangi akan melucuti pasukan FDR di
Madiun dan menangkap para pemimpinnya. Pada 18 September 1948, dengan kekuatan
1.500 orang pasukan, Soemarsono mendahului melucuti dan menawan sekitar 350
prajurit Siliwangi dan Brigade Mobil CPM (Corps Polisi Militer). Aksi ini diikuti dengan
penjarahan, kepanikan penduduk, penangkapan sewenang-wenang, dan tembak-
menembak. Madiun sepenuhnya dikuasai FDR dan dijadikan sebagai Pemerintahan Front
Nasional. (https://historia.id/politik/articles/jalan-baru-musso-dalam-peristiwa-madiun-
PeGqD)
Setelah itu Presiden Soekarno bereaksi dengan panjang lebar menguraikan
pidatonya di RRI Yogyakarta :
“…Saudara-saudara! camkan benar apa artinja itu: Negara Republik Indonesia jang
kita cintai hendak direbut oleh PKI Muso. Kemarin pagi PKI Muso, mengadakan coup,
mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun dan mendirikan di sana suatu
pemerintahan Sovyet, di bawah pimpinan Muso. Perampasan ini mereka pandang
sebagai permulaan untuk merebut seluruh Pemerintahan Republik Indonesia.
…Saudara-saudara, camkanlah benar-benar apa artinja jang telah terdjadi itu. Negara
Republik Indonesia hendak direbut oleh PKI Muso!
Rakyatku jang kucinta! Atas nama perjuangan untuk Indonesia Merdeka, aku berseru
kepadamu:“Pada saat jang begini genting, dimana engkau dan kita sekalian mengalami
percobaan jang sebesar-besarnja dalam menentukan nasib kita sendiri, bagimu adanya
dua pilihan: ikut Muso dengan PKI-nja jang akan membawa bangkrutnja cita-cita
Indonesia Merdeka, atau ikut Soekarno-Hatta jang insya Allah dengan bantuan Tuhan
akan memimpin Negara Republik Indonesia jang Merdeka, tidak didjadjah oleh negeri
apapun djuga.
…Buruh jang djudjur, tani jang djudjur, pemuda jang djudjur, rakyat jang djudjur,
djanganlah memberikan bantuan kepada kaum pengatjau itu. Djangan tertarik siulan
mereka!...Dengarlah betapa djahatnja rentjana mereka itu! (Daud Sinyal, 1996, dalam
Sejarah Indonesia, Mendikbud)
Upaya Penumpasan
Pada 15 September 1948, pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto menjadi
Gubenur Militer Daerah Surakarta yang juga membawahi wilayah Semarang, Pati dan
Madiun (menjadi Gubernur Militer Daerah Jawa Tengah). Kemudian menginstruksikan
untuk penghentian tembak menembak dan memerintahkan para komandan pasukan yang
sedang bertikai agar segera menyatakan kesetiaan kepada Republik Indonesia.
TNI mengerahkan divisi cadangan dari tentara Divisi Siliwangi dan kesatuannya
yang ada di JawaTimur lainnya untuk melumpuhkan pemberontakan. Gubernur Militer
Daerah Jawa Timur, Kolonel Sungkono, ditugasi mengerahkan sejumlah batalion untuk
menyerbu Madiun dari arah timur. Sedangkan serbuan dari arah barat dilakukan oleh
sejumlah batalion yang dipimpin Gubernur Militer Daerah Jawa Tengah, Kolonel Gatot
Subroto. Gabungan kedua pasukan tersebut berhasil memukul mundur kelompok
FDR/PKI hanya dalam waktu sehari.
Pada 30 September 1948 PKI berhasil dilumpuhkan, hanya dalam hitungan pekan.
Puncaknya akhir upaya penumpasan yakni saat Musso tertembakketika pengepungan
yang dilakukan TNI pada 31 Oktober 1948 di Samandang, Ponorogo, Jawa Timur.
Sedangkan Amir Syarifuddin serta beberapa orang lainnya tertangkap di daerah
Purwodadi pada tanggal 29 November 1948. Kemudian Amir Syarifuddin dijatuhi
hukuman mati. Tokoh-tokoh muda yang berhasil melahirkan diri seperti Aidit dan
Lukman, merekalah kelak diduga menjadi dalang dari peristiwa G30S di tahun 1965.
Sebuah sumber menjelaskan bahwa upaya kelompok komunis di Madiun dapat
dikatakan gagal total. Penyebab utamanya antara lain karena tak adanya dukungan rakyat.
Rakyat pada masa itu lebih memilih Soekarno disbanding Musso. Selanjutnya dijelaskan
oleh Poezemengenai akhir dari pemberontakan Madiun ini dalam
(https://republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/09/18/owgah4385-19-
september-1948-ikut-sukarno-hatta-atau-pki-muso)
“penguasa-penguasa komunis melakukan balas dendam pada musuhnya, terutama
di luar Madiun, dengan cara-cara berdarah. Tamatnya pemerintahan mereka yang
singkat itu dibarengi dengan pembantaian. Para pejabat pemerintahan, polisi, dan
tokoh masyarakat Islam jadi korban. Sebagai tindakan balasan, banyak anggota
komunis yang tertangkap dalam pertempuran kemudian dieksekusi. Setimpal.”
Baca juga :
https://tirto.id/zaman-kacau-balau-kala-kaum-kiri-menunggangi-gerakan-ditii-djQk
Di Jawa Tengah, pemberontakan DI/ TII dipimpin oleh Amir Fatah, komandan
laskar Hizbullah di Tulangan dan Mojokerto. Latar belakang pemberontakannya juga
sama dengan pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat, yakni akibat perjanjian Renville yang
memaksa TNI dan laskar perjuangan (daerah Pekalongan-Brebes-Tegal)
meninggalkanwilayahnya dan hijrah ke Yogyakarta. Terjadi kevakuman di wilayah ini,
kemudian Amir Fatah beserta pasukan Hizbullah yang tidak mau di TNI-kan segera
mengambil alih. Pada Agustus 1948, ia membawa tiga kompi pasukan Hizbullah ke
Pekalongan. Lalu, Amir Fatah bergabung dengan Kartosuwirjo dan ditunjuk sebagai
pemimpin Darul Islam di Jawa Tengah. Pada 23 Agustus 1949, Amir Fatah
memproklamasikan NII di Jawa Tengah. Namun pemberontakan Amir Fatah tidak terlalu
lama. Tahun 1950, TNI membentuk Gerakan Banteng Negara (GBN) di bawah komando
Letnan Kolonel Sarbini (kemudian digantikan Letnan Kolonel Bachrun) yang bertujuan
memisahkan DI Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam operasinya GBN berhasil
menghentikan pemberontakan DI Jawa Tengah. Kurangnya dukungan dari masyarakat
membuat pemberontakannya cepat berakhir. Pada 22 Desember 1950, Amir Fatah
berhasil ditangkap dan menyerah.
Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII juga terjadi di
Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Kahar Muzakkar. Latar belakang
pemberontakan ini dikarenakan adanya ketidakpuasan para bekas pejuang gerilya
kemerdekaan yang tergabung dalam Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) terhadap
kebijakan pemerintah dalam membentuk Tentara Republik demobilisasi yang dilakukan
di Sulawesi Selatan. Pada 16 Agustus 1951, Kahar Muzakkar mengajak pengikutnya
masuk hutan dengan membawa senjata. Kemudian, Kahar Muzakkar menyatakan
Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Darul Islam Kartosuwirjo pada 7 Agustus 1953.
Pemberontakannya memerlukan waktu lama untuk ditumpas. Pemberontakan dapat
diselesaikan setelah tewasnya Kahar Muzakkar melalui operasi militer TNI pada 3
Februari 1965.
Pemberontakan yang juga berkaitan dengan DI/TII terjadi di Kalimantan Selatan
yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Pemberontakannya relatif kecil jika dibandingkan dengan
pemberontakan DI/TII di daerah lainnya. Akan tetapi pemberontakan berlangsung lama
dan berlarut-larut hingga tertangkapnya Ibnu Hajar.
Baca juga :
https://tirto.id/kekecewaan-ibnu-hadjar-sang-pemberontak-cpMj
Baca juga :
https://historia.id/politik/articles/air-mata-bung-karno-meleleh-di-aceh-vqrx1
b. Pemberontakan G30S/PKI
G30S/PKI merupakan gerakan yang
terjadi pada malam tanggal 30
September atau tanggal 1 Oktober dini
hari pada tahun 1965. Gerakan ini
bertujuan mengambil alih kekuasaan
atau kudeta yang dilakukan oleh PKI.
Gerakan 30 September 1965 merupakan
upaya disintegrasi terakhir pada masa
kepemimpinan presiden Soekarno.
Peristiwa Gerakan 30 September,
memiliki enam teori mengenai keterlibatan atau dalang dibalik peristiwanya. (Hasil
olahan berbagai sumber)
2) CIA
Teori ini berasal dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson.
Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan komunis. PKI
pada masa itu tengah kuat-kuatnya menanamkan pengaruh di Indonesia. Karena
itu CIA kemudian bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk
memprovokasi PKI agar melakukan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang
dihancurkan. Tujuan akhir skenario CIA adalah menjatuhkan kekuasaan
Soekarno.
Menurut David T. Johnson dalam Indonesia 1965: The Role of the US
Embassy, opsinya adalah membiarkan saja, membujuk Sukarno beralih kebijakan,
menyingkirkan Sukarno, mendorong Angkatan Darat merebut pemerintahan,
merusak kekuatan PKI dan merekayasa kehancuran PKI sekaligus menjatuhkan
Sukarno. Opsi terakhir yang dipilih.
Keterlibatan Amerika Serikat melalui operasi CIA (Dinas Intelijen
Amerika Serikat) dalam peristiwa G30S telah terang benderang diungkap
berbagai sumber. Peter Dale Scott, profesor dari University of California, menulis
US and the Overthrow of Sukarno 1965-1967 yang diterbitkan dengan judul CIA
dan Penggulingan Sukarno (2004). Menurut Dale, CIA membangun relasi dengan
para perwira Angkatan Darat dalam Seskoad (Sekolah Staf Komando Angkatan
Darat). Salah satu perwiranya adalah Soeharto.
3) Kepentingan Inggris-AS
Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang
ingin sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui
penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar Indonesia terbebas
dari komunisme. Dimasa itu, Soekarno memang tengah gencar melancarkan
provokasi menyerang Malaysia. Teori ini dikemukakan oleh Greg Poulgarin.
4) Soekarno
Teori ini dikemukakan oleh Anthony Dake dan John Hughes yang berasal
dari asumsi bahwa Soekarno ingin melenyapkan kekuatan oposisi terhadap
dirinya, yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD. Karena PKI dekat dengan
Soekarno maka partai inipun ikut terseret. Kemudian teori ini diperkuat dengan
adanya pernyataan dari seorang pilot asal India Shri Biju Patnaik, yang
menyatakan bahwa Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum
subuh pada tengah malam tanggal 30 September. Namun teori ini dilemahkan
dengan tindakan Soekarno yang ternyata menolak mendukung G30S.
Setidaknya ada tiga buku yang menuding Presiden Sukarno terlibat dalam
peristiwa G30S: Victor M. Fic, Anatomy of the Jakarta Coup, October 1, 1965
(2004); Antonie C.A. Dake, The Sukarno File, 1965-67: Chronology of a Defeat
(2006) yang sebelumnya terbit berjudul The Devious Dalang: Sukarno and So
Called Untung Putsch: Eyewitness Report by Bambang S. Widjanarko (1974);
dan Lambert Giebels, Pembantaian yang Ditutup-tutupi, Peristiwa Fatal di Sekitar
Kejatuhan Bung Karno.
Menurut Asvi ketiga buku tersebut “mengarah kepada de-Sukarnoisasi
yaitu menjadikan presiden RI pertama itu sebagai dalang peristiwa Gerakan 30
September dan bertanggung jawab atas segala dampak kudeta berdarah itu.”
5) Teori Chaos
Teori ini dikemukakan oleh John D. Legge yang menyatakan bahwa tidak ada
dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S. kejadian merupakan
hasil dari perpaduan antara, seperti yang disebut Soekarno : “unsur-unsur
Nekolim (negara-negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger, serta oknum ABRI
yang tidak benar”. Semuanya pecah dalam improvisasi di lapangan.
6) Soeharto
Komandan Brigade Infanteri I Jaya Sakti Komando Daerah Militer V,
Kolonel Abdul Latief dalam Pledoi Kolonel A. Latief: Soeharto Terlibat G30S
(1999) mengungkapkan bahwa dia melaporkan akan adanya G30S kepada
Soeharto di kediamannya di Jalan Haji Agus Salim Jakarta pada 28 September
1965, dua hari sebelum operasi dijalankan. Bahkan, empat jam sebelum G30S
dilaksanakan, pada malam hari 30 September 1965, Latief kembali melaporkan
kepada Soeharto bahwa operasi menggagalkan rencana kudeta Dewan Jenderal
akan dilakukan pada dini hari 1 Oktober 1965. Menurut Latief, Soeharto tidak
melarang atau mencegah operasi tersebut.
Menurut Asvi, fakta bahwa Soeharto bertemu dengan Latief dan
mengetahui rencana G30S namun tidak melaporkannya kepada Ahmad Yani atau
AH Nasution, menjadi titik masuk bagi analisis “kudeta merangkak” yang
dilakukan oleh Soeharto. Ada beberapa varian kudeta merangkak, antara lain
disampaikan oleh Saskia Wierenga, Peter Dale Scott, dan paling akhir
Soebandrio, mantan kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) dan menteri luar negeri.
7) PKI
Menurut teori ini, tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa
kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah
serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara tahun 1959-1965
dan beberapa perlawanan bersenjata yang dilakukan kelompok yang menamakan
diri PKI sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten. Teori ini
dikemukakan oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh.
Ini merupakan versi rezim Orde Baru. Literatur pertama dibuat sejarawan
Nugroho Notosusanto dan Ismael Saleh bertajuk Tragedi Nasional Percobaan Kup
G30S/PKI di Indonesia (1968). Intinya menyebut skenario PKI yang sudah lama
ingin mengkomuniskan Indonesia. Buku ini juga jadi acuan pembuatan film
Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C. Noer.
Penyebutan G30S/PKI sebagai bagian propaganda untuk menegaskan
bahwa satu-satunya dalang di balik peristiwa penculikan dan pembunuhan para
jenderal Angkatan Darat adalah PKI. Penamaan peristiwa ini selama bertahun-
tahun digunakan dalam pelajaran sejarah sebagai satu-satunya versi yang ada.
Penamaan tersebut menutup kemungkinan munculnya versi lain yang memiliki
sudut pandang berbeda atas peristiwa yang terjadi. Kesimpulan tersebut diambil
tanpa terlebih dahulu melewati sebuah penyelidikan.
Sejarawan John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto mengemukakan bahwa PKI sama sekali tidak
terlibat secara kelembagaan. Sebagaimana semestinya sebuah keputusan resmi
partai yang harusnya diketahui oleh semua pengurus, rencana gerakan Untung
hanya diketahui oleh segelintir orang saja. Struktur kepengurusan partai mulai
dari Comite Central (CC) sampai dengan Comite Daerah Besar (CDB) tak
mengetahui sama sekali adanya rencana itu.
Baca juga :
https://jabar.tribunnews.com/2019/09/29/beginilah-kronologi-g-30-s-
pki-dan-detik-detik-7-jendral-tewas-korban-keganasan-g-30-s-pki
https://journals.openedition.org/archipel/604#tocto1n14
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-41451322
https://tirto.id/drama-g30s-1965-di-mana-mereka-di-malam-jahanam-
itu-bPEE
https://historia.id/politik/articles/lima-versi-pelaku-peristiwa-g30s-
DWV0N
2. Pemberontakan yang berkaitan dengan Kepentingan
a. Pemberontakan APRA
Latar Belakang
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dipimpin dan dibentuk oleh
Raymond Westerling pada tahun 1949. Sebagian besar anggota APRA adalah prajurit
Koninklijk Nederlands-Indish Leger (KNIL) yang dipersenjatai. Pemberontakan APRA
didalangi oleh golongan kolonialis Belanda yang mengamankan kepentingan
ekonominya. Mereka berupaya untuk mempertahankan berdirinya Negara Pasundan
dengan APRA sebagai pasukan militer resminya. Pemberontakan atau gerakan APRA
diberi nama Ratu Adil karena ingin mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat.
Latar belakang pemberontakan APRA ini terjadi dikarenakan adanya ancaman
dari rakyat negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang menginginkan untuk
kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS) sebagai tentara resmi Negara Pasundan mendapat
penolakan dari APRA.
Jalannya Pemberontakan
Januari 1950, Westerling mengultimatum pemerintah RIS. Ultimatum ini segera
dijawab Perdana Menteri Moh. Hatta dengan memerintahkan penangkapan terhadap
Westerling. Namun, Westerling malah menggerakan pasukan APRA yang berjumlah 500
orang untuk menyerbu kota Bandung secara mendadak dan melakukan tindakan teror.
Serangan dilakukan ke Markas Divisi Siliwangi yang menewaskan hampir seluruh
prajurit jaga serta Letnan Kolonel Lembong. Puluhan anggota APRIS gugur dan
penduduk sipil banyak yang menjadi korban. Kemudian APRA hendak menyerang
Jakarta dan membunuh Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dan Kepala
APRIS Kolonel T.B. Simatupang. Akan tetapi dapat digagalkan oleh pemerintah.
Upaya Penumpasan
Penyelesaian dilakukan dengan upaya perdamaian melalui perundingan dan
operasi militer yang dilakukan oleh APRIS. Westerling melarikan diri ke Belanda pada
22 Februari 1950.
Baca juga :
https://wawasansejarah.com/angkatan-perang-ratu-adil-apra/
https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01305809/cerita-di-balik-
peristiwa-berdarah-pemberontakan-apra?page=4
https://id.wikipedia.org/wiki/Angkatan_Perang_Ratu_Adil
https://historia.id/militer/articles/mereka-yang-diincar-apra-v5b7p
https://tirto.id/pasukan-westerling-garang-di-bandung-loyo-di-jakarta-cDsv
https://republika.co.id/berita/mznqco/reka-ulang-sejarah-gugurnya-letkol-
adolf-lembong
https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20160623/Prajurit-KNIL-di-Pucuk-
TNI/
https://tirto.id/asal-usul-jalan-lembong-bscN
Peristiwa Andi Aziz berlangsung di Makassar yang dipimpin oleh Andi Aziz
seorang mantan tantara KNIL. Gerakan ini berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan
pasukannya yang berasal dari KNIL terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka
yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur (NIT). Ketika akhirnya
tentara Indonesia benar-benar didatangkan ke Sulawesi Selatan dengan tujuan
memelihara keamanan, hal ini menyulut ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz.
Ada kekhawatiran dari tentara KNIL akan diperlakukan diskriminatif oleh pimpinan
APRIS/TNI.
Pada 5 April 1950, pasukan KNIL dibawah pimpinan Andi Aziz ini kemudian
bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting, bahkan menawan Panglima
Teritorium Indonesia Timur. Pemerintah pun bertindak tegas dengan mengirimkan
pasukan dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Kemudian pada 8 April 1950,
pemerintah memerintahkan Andi Aziz agar melapor ke Jakarta akibat peristiwa tersebut,
dan menarik pasukannya dari tempat-tempat yang telah diduduki, menyerahkan senjata
serta membebaskan tawanan yang telah mereka tangkap. Tenggat waktu melapor adalah
2x24 jam. Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah
berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta. Sementara itu, dalam menumpas
sisa-sisa kelompok Andi Aziz, dikirimlah pasukan TNI pimpinan Mayor H.V. Worang
yang disusul dengan pasukan TNI pimpinan Kolonel Alex Kawilarang.
Baca juga :
https://historia.id/politik/articles/agar-sulawesi-tetap-indonesia-P1BoW
https://tirto.id/buta-politik-dan-diperalat-andi-azis-pun-memberontak-cmbF
https://djawanews.com/kudapan-pagi/peristiwa-andi-aziz-memberontak-karena-
buta-politik/
https://tirto.id/pasukan-andi-azis-menolak-tentara-dari-jawa-cmbD
c. Pemberontakan RMS
Baca juga :
https://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Maluku_Selatan
https://tirto.id/christian-soumokil-dan-rms-sejarah-pelik-separatisme-maluku-dlTU
https://tirto.id/rms-yang-mencoba-bertahan-di-negeri-belanda-cnkm
https://www.kompas.com/tag/Republik-Maluku-Selatan
Baca juga :
https://tirto.id/permesta-serangan-umum-1-maret-dan-ventje-sumual-cGQC
https://tirto.id/revolusi-ri-saat-jagoan-dan-preman-menjadi-tentara-cuFw
https://tirto.id/sejarah-prri-para-kolonel-pembangkang-menentang-jakarta-cBT8
Tahun 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan
Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Ahmad
Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara
sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya
mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut
PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel
Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan
Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Ahmad Husain mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden. Tuntutan tersebut
langsung mendapat penolakan dari pemerintah pusat. Kemudian pada tanggal 15 Februari
1958 Ahmad Husain memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat. Syafruddin Prawiranegara yang
merupakan salah satu tokoh sipil pendukung gerakan ini, ditunjuk sebagai Perdana
Menteri PRRI.
Proklamasi PRRI ini, menjadi titik awal perlawanan secara terbuka terhadap
kepemimpinan Presiden Sukarno dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, dalam waktu yang sama, di bagian Timur tanah air, juga timbul satu
pemberontakan yang senada, perlawanan terhadap NKRI di bawah pimpinan Letkol
Ventje Sumual, dengan membentuk pemerintah tandingan yang bernama PERMESTA
(Pemerintah Rakyat Semesta).
Menghadapi tantangan dari daerah-daerah, pemerintah Pusat memprakarsai
Musyawarah Nasional di Jakarta yang berlangsung tanggal 9 hingga 11 Desember 1957.
Sebagai lanjutan musyawarah tersebut, bulan Desember 1957 di Jakarta diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan. Musyawarah-musyawarah ini tidak berhasil
mendapatkan cara penyelesaian masalah daerah-daerah yang membangkang terhadap
pemerintah Pusat. Kegagalan ini antara lain disebabkan tokoh-tokoh nasional seperti
Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono, tidak diikutsertakan dalam
pimpinan pemerintahan. Selain itu daerah-daerah yang bergolak melontarkan tuduhan-
tuduhan bahwa politik pemerintah Pusat mengarah kepada komunisme.
Penyelesaian melalui jalan damai tidak menemukan hasil. Akhirnya pemerintah
pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas dengan melakukan operasi militer. Para
tokoh dan pentolan PRRI maupun PERMESTA mendapat bantuan dan sokongan kuat
dari Imperialis Amerika Serikat yang memang tidak suka atas kepemimpinan presiden
Soekarno yang ternyata mempunyai kepentingan. AS khawatir akan pengaruh komunis
akan sampai pada pemerintah pusat. AS memberi support dan bantuan apa saja untuk
PRRI/PERMESTA. Persenjataan-persenjataan modern dari Amerika, seperti LMG 12,7
MM, penangkis serangan udara, Bazooka, Granat-semi automatis, persenjataan Infantri,
dan lain-lain diturunkan dari kapal terbang pengangkut AS di hutan-hutan Sumatra untuk
melengkapi persenjataan militer PRRI guna melawan Pemerintahan NKRI.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan
yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Pemberontakan Dewan
Banteng yang dipimpin oleh Ahmad Husein akhirnya dapat dipatahkan oleh Angkatan
Perang Republik Indonesia yang melakukan “Operasi 17 Agustus” di bawah pimpinan
Kolonel Ahmad Yani dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu kurang lebih satu
minggu. Pada tanggal 17 Agustus 1961, untuk memelihara persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara, dan dengan pertimbangan prikemanusiaan pemerintah menempuh
kebijaksanaan member pengampunan berupa amnesti dan abolisi kepada para
pemberontah yang menyerah di daerah-daerah dalam abtas waktu yang ditentukan.
Pemberontakan-pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi dianggap berakhir.
Baca juga :
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Revolusioner_Republik_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Permesta
https://www.hariansejarah.id/2019/08/prripermesta.html
https://tirto.id/peran-cia-di-balik-pemberontakan-sumatera-dan-sulawesi-ck6Z
https://historia.id/militer/articles/pesawat-cia-dalam-prri-permesta-P3Ndn
https://historia.id/politik/articles/permesta-dan-awal-gagasan-otonomi-daerah-voRdW
https://tirto.id/legiun-asing-di-tubuh-permesta-ck64
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Sejarah Indonesia. Jakarta : Pusat Kurikulum
dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Hapsari, R. & Adil, M. 2016. Sejarah Indonesia Untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Shifa, F.M., dkk. 2015. Sejarah Indonesia Mata Pelajaran Wajib. Klaten : Intan Pariwara.
1. Penilaian
a. Sikap
Penilaian Observasi
Penilaian observasi berdasarkan pengamatan sikap dan perilaku peserta didik sehari-hari,
baik terkait dalam proses pembelajaran maupun secara umum. Pengamatan langsung
dilakukan oleh guru. Berikut contoh instrumen penilaian sikap: