Laporan Pendahuluan Eksaserbasi Asma (Maryna Octavia Sanggo 201FK04036)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

Eksaserbasi Asma

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Dosen Pembimbing : Sri Wulan, S.Kep., Ners., M.Kep

MARYNA OCTAVIA SANGGO


201FK04036

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2021
A. Definisi

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami


penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan. (Amin & Hardi, 2016)

B. Etiologi

1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti
debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan
ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik ada hal buatan (artifisial),
karena dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua
kelompok tersebut. Asma ekstrinsik dihubungkan dengan lebih mudahnya
mengenali rangsangan pelepasan mediator daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan
menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita
menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan
dewasa yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau
sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma tidak lebih sering
daripada anak dengan penyakit cacat kronis yang lain.(Nelson, 2013).

C. Manisfetasi Klinis

Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda
dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,
c. sifatnya hilang timbul
d. Wheezing belum ada
e. Belum ada kelainana bentuk thorak
f. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
g. Blood Gas Analysis (BGA) belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :


a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan
kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk
produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi
memanjang.

D. Klasifikasi

Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :


1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan
lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial
juga bisa muncul lantaranadanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma
kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur

Yang perlu dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat


statis, namun bisa berubah dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari
tahun ke tahun, (GINA, 2015). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Asma Ringan adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap
1atau tahap 2, yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat
pengontrol dengan intensitas rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah
atau antogonis leukotrien, atau kromon.
2. Asma Sedang adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu
terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long
acting beta agonist (LABA).
3. Asma Berat adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu
terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long
acting beta agonist (LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang
tidak terkontrol meskipun telah mendapat terapi.

Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma
yang tidak terkontrol biasanya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang
tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada
komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan
pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada kondisi asma yang
walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai
kontrol yang baik.

E. Patofisiologi

Secara klasik, asma dibagi dalam dua kategori berdasarkan faktor


pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau
idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena
menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki
keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever).
Asma instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh karena
faktor-faktor di luar mekanisme imunitas, dan umumnya dijumpai pada orang
dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana pasien tidak memiliki
riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara
lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga.
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi
saluran napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons
inflamasi, baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik
inflamasi pada asma umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan
limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan
peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga
pada penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena
serangan asma, secara histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri
dari mukus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap
debris yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain
itu terlihat adanya penebalan lapisan subepitelial saluran nafas. Respons
inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran napas, dan trakea samapi
ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet
yang menyebabkan hiperserkesi mukus yang kemudian turut menyumbat
saluran napas.
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel
inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel
inflamasi utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada
serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan
mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah histamin,
leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu : interleukin.
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya
responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang
disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai
senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi, yaitu
histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien
merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktor kemotaktik
eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat
terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016).
Pathway
Faktor Antigen yang Mengeluarkan Edema mukosa,
pencetus : Permeabilitas
terikat IGE pada mediator histamin, skresi produktif,
Alergen,stres, kapiler
permukaan sel platelet, bradikinin, dll kontriksi otot
meningkat
cuaca mast atau basofil polos meningkat

Spasme otot polos


sekresi kelenjar Konsentrasi O2
bronkus meningkat dalam darah
Hiperapnea Gejala Ansietas menurun

Penyempitan Suplai O2 ke
proksimal dan Koma
otak menurun
brokus pada Hipokalemia
tahap ekspirasi
dan inspirasi

Gangguan Asidosis Suplai darah dan


Mukus pertukaran gas metabolik O2 ke jaringan
berlebihan : Tekanan partial berkurang
batuk, oksigen di alveoli
wheezing, menurun
sesak nafas
Suplai O2 ke Perfusi jaringan Penurunan cardiac
Ketidakefetifan jaringan menurun perifer output
bersihan jalan
nafas

Penyempitan
jalan nafas Penurunan Tekanan darah
curah jantung menurun

Kelemahan
Peningkatan dan keletihan
kerja otot Hiperventilasi Kebutuhan O2
pernafasan meningkat

Retensi O2 Intolerasi
aktivitas

Napsu makan Ketidakseimbangan


menurun nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan kebutuhan
pola nafas
F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi


para penderita asma, antara lain :
1) Uji faal paru : Untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,
caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya
menarik napas dalam melalui mulut kemudian menghembuskan dengan
kuat) dan dicatat hasil.
2) Foto toraks : Dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung
pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada
penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas
adanya kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis.
3) Pemeriksaan darah : Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi
dan sekret hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain
itu juga, dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan
alergen

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol


sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut/saat serangan.
1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma
(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat
pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus.
2. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum
c. serangan
d. Mencegah terjadinya kekambuhan
e. Mencegah kematian karena serangan asma

Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7


komponen, yaitu :
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain
yang membutuhkan energi pemegang keputusan,pembuat perencanaan
bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang.
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
1) Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu
sedangakan alternatif lainnya tidak ada.
2) Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau
ekivalennya), untuk alternati diberikan Teofilin lepas lambat,
kromolin dan leukotriene modifiers.
3) Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan glukokortikosteroid
ihalasi (400-800 ug Bd atau ekivalennya) ditambah Teofilin dan
di tambah agonis beta 2 kerja lama oral, atau Teofilin lepas
lambat.
4) Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan
ihalasi glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan
agonis beta 2 kerja lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas
lambat, Leukotriene, Modifiers, Glukokortikosteroid oral.
5) Untuk alternatif lainnya Prednisolo/ metilprednisolon oral selang
sehari 10 mg ditambah agonis bate 2 kerja lama oral, ditambah
Teofilin lepas lambat.
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat
untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma.
Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi
penderita, realistik/ memungkinkan bagi penderita dengan maksud
mengontrol asma.
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut.
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2
tiap 4 jam, alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV,
Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid
sistemik.
6. Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila
diperlukan
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun
terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah
execrise, akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk
olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot
pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan
asma.

H. Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks
menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat
diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri
dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada
burung dara dan tampak sulkus Harrison. Bila sekret banyak dan kental, salah
satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada
lobussegmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila
atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada
infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus
dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan
obat-obat yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan
semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan
kegagalan jantung

I. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Cancer Colorectal

1. Pengkajian

Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :


1. Biodata : Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama : Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma
adalah dispnea (sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk,
dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu : Terdapat data yang menyatakan adanya
faktor prediposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat
alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis,
utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien dengan asma sering kali
didapatkan adanya riwayat penyakit turunan, tetapi pada beberapa
klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik dada
a. Inspeksi
1)Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis,
skoliosis, dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I)
dan fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases
(COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru atau pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama
inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1)Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit,
dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilka
ketika berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
1)Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal.
2)Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas
bagian jantung, mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
d.Auskultasi
1)Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal).
2)Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub,
dan crackles
6. Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
7. Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
8. Pemeriksaan penunjang
a. Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes
spirometri.
3) Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya
hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak
dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti :
Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan
jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi
dengan aqua destilata.
c. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang
spesifik dalam tubuh.
d. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
e. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
f. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
g. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
h. Pemeriksaan sputum.

2. Diagnosa

Menurut diagnosis keperawatan Nanda (2015), diagnosa keperawatan


yang dapat diambil pada pasien dengan asma adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus
dalam jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat
dalam alveoli dan bronkospasme
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan dan deformitas dinding dada
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon
dioksida
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan
volume sekuncup jantung
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot penguyah
g. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Ketidakefektifan Tujuan : Proses 1. Beri 1. Tambahan O2 akan
tambahan
bersihan jalan pernafasan membuat kondisi
O2 pada
napas pasien asma pasien pasien nyaman
berhubungan dalam keadaan 2. Posisi ini akan
2. Posisikan
dengan mucus normal pasien mengurangi sesak
dengan
dalam jumlah Kriteria/hasil: nafas dan
posisi semi
berlebihan, 1.Sesak fowler memperlancar
peningkatan berkurang atau pernafasan
produksi mucus, hilang 3. Pertahanka 3. Lingkungan yang
n polusi
eksudat dalam 2.RR jauh dari pencetus
lingkungan
alveoli dan 18-24x/menit minimum alergi dapat
bronkospasme 3.Tidak ada mengurangi
retraksi timbulnya asma
pernafasan
Ketidakefektifan Tujuan: Pola 1.Kaji frekuensi 1)Kecepatan biasanya
pola napas nafas kembali kedalaman mencapai kedalaman
berhubungan efektif pernafasan pernafasan bervariasi
dengan Kriteria hasil : dan ekspansi tergantung derajat
keletihan otot Pola nafas dada. Catat gagal nafas. Expansi
pernafasan dan efektif, bunyi upaya dada terbatas yang
deformitas nafas normal pernafasan berhubungan dengan
dinding dada atau bersih, TTV termasuk atelektasis dan atau
dalam batas penggunaan nyeri dada
normal, batuk otot bantu 2)Ronki dan wheezing
berkurang, pernafasan / menyertai obstruksi
ekspansi paru pelebaran jalan nafas /
mengembang. nasal. kegagalan pernafasan.
2.Auskultasi 3)Duduk tinggi
bunyi nafas memungkinkan
dan catat ekspansi paru dan
adanya bunyi memudahkan
nafas seperti pernafasan.
krekels, 4)Kongesti alveolar
wheezing. mengakibatkan batuk
3.Tinggikan sering/iritasi.
kepala dan 5)Dapat
bantu meningkatkan/banyak
mengubah nya sputum dimana
posisi. gangguan ventilasi
4.Observasi dan ditambah ketidak
pola batuk nyaman upaya
dan karakter bernafas.
sekret. 6)Memaksimalkan
5.Dorong/bantu bernafas dan
pasien dalam menurunkan kerja
nafas dan nafas, memberikan
latihan batuk. kelembaban pada
6.Kolaborasi membran mukosa dan
 Berikan membantu
oksigen pengenceran sekret.
tambahan
 Berikan
humidifikasi
tambahan
misalnya :
nebulizer
Gangguan Setelah 1. Terapi 1) Mempertahankan
pertukaran gas dilakukan oksigen : kepatenan jalan
berhubungan tindakan Berikan napas
dengan retensi keperawatan oksigen 2) Mengetahui oksigen
karbon dioksida pasien akan seperti yang yang telah
mempertahankan diperintahk diberikan,
pertukaran an menhindari dari
kepatenan 2. Monitor keracunan oksigen
pertukaran gas. aliran 3) Memantau
Pertukarankarbo oksigen kebutuhan oksigen
ndioksida dan 3. Pantau
oksigen di SpO2
alveoli untuk
mempertahankan
konsentrasi darah
arteri berat
menjadi ringan
dengan
indikator :
Saturasi oksigen,
Sianosis,
Gangguan
kesadaran.
Keseimbangan
ventilasi dan
perfusi
Penurunan curah Setelah 1.Catat tanda 1) Mengetahui curah
jantung dilakukan dan gejala jantung
berhubungan tindakan penurunan 2) Mengetahui adanya
dengan keperawatan curah jantung kelainan curah
kontakbilitas pasien akan 2.Monitor EKG jantung dan
dan volume mempertahankan 3.Evaluasi kelistrikan jantung
sekuncup curah jantung perubahan 3) Membentu
jantung yang stabil tekanan darah mengindikasi
dengan kriteria 4.Monitor adanya penurunan
hasil : sesak, curah jantung
Jantung paru, kelelahan, 4) Mengetahui tanda
Denyut nadi takipnea gejala penuruna
apikal, Tekanan curah jantung
darah sistol dan
distol, Ukuran
jantung.
Intoleransi Tujuan : 1. Tingkatkan 1. Banyak istirahat
aktivitas aktifitas istirahat, mengurangi kerja
batasi jantung sehingga
berhubungan sehari-hari klien
aktifitas dan pernapasan tidak
dengan antara terpenuhi dan berikan semakin berat
suplai dan meningkatnya aktifitas
senggang 2. Posisi relaks dapat
kebutuhan kemampuan
yang tidak mempengaruhi
oksigen beraktivitas. berat pernapasan
(hipoksia) Kriteria hasi :
2. Anjurkan
kelemahan klien
klien untuk
menunjukkan 3. Diam saat asma
menghindari
mengurangi kerja
kemampuan peningkatan
sistem pernapasan
beraktifitas tanpa tekanan
pernapasan
gejala-gejala 4. Pemantauan ini
dapat digunakan
yang berat,
untuk intervensi
3. Pertahankan
terutama selanjutnya
rentang
mobilisasi di gerak pasif
tempat tidur selama sakit
kritis

4. Catat 5. Pemantauan ini


frekuensi dan dapat digunakan
irama untuk iontervensi
jantung serta selanjutnya
perubahab
tekanan
darah selama
dan sesudah
aktifitas
5. Evaluasi
tanda vital
saat
kemajuan
aktifitas
terjadi
Ketidakseimban Setelah 1. Anjurkan 1. Posisi ini akan
gan nutrisi perawatan pasien memudahkan nutrisi
makan yang dimakan
kurang dari kebutuhan nutrisi
dalam posisi masuk ke dalam
kebutuhan tubuh klien terpenuhi. duduk atau sistem pencernaan
berhubungan Kriteria hasil : semiflower dan tidak
mengganggu proses
dengan laju 1. Berat badan
2. Diet sedikit pernafasan
metabolic, pasien tapi sering 2. Cara ini untuk
dispnea saat normal dengan menghindari pasien
porsi 3x mengalami sesak
makan, 2. Albumin,
sehari nafas
kelemahan otot GDA, dan 3. Hal ini untuk
penguyah Hb Normal 3. Beri diet memberikan
3. Nafsu makan sesuai selera tambahan nafsu
pasien tapi makan pasien
naik, tubuh tidak 4. Lingkungan yang
sehat kontraindika nyaman dapat
4. Diet habis si memberikan
4. Ciptakan kenyamanan pada
sebanyak 3
lingkungan pasien
porsi/hari yang 5. Motivasi dapat
nyaman dan memberikan
kondusif semangat dalam
sugesti pasien yang
5. Beri dapat
motivasi mempengaruhi kerja
pada pasien tubuh
6. Oral yang tidak
6. Sering bersih akan menjadi
melakukan sarang penyakit
perawatan sehingga bakteri
oral, buang mudah menyerang
sekret, 7. Kolaborasi dapat
berikan memberikan
wadah perawatan yang
khusus lengkap untuk
untuk sekali menjaga kondisi
pakai klien.
7. Kolaborasi
 Berikan
oksigen
tambaha
n selama
makan
sesuai
indikasi
 Ahli gizi
tentang
asupan
makanan
yang
cukup
 Dokter
tentang
pemberi
an
vitamin,
supleme
n, dan
anti
mual.
Ansietas Setelah 1.Ciptakan 1) Meningkatkan
berhubungan dilakukan atmosfer rasa kepercayaan
dengan penyakit tindakan aman untuk 2) Membuat klien
yang diderita keperawatan meningkatkan lebih tenang
pasien akan kepercayaan, 3) Mengetahui tingkat
menurunkan 2.Instruksikan kecemasan klien
tingkat klien untuk 4) Membuat klien
kecemasannya menggunakan nyaman
dengan kriteria teknik
hasil: relaksasi
Kesejahteraan 3.Kaji untuk
psikologis, tanda verbal
Perasaan gelisah, dan non
Kesulitan verbal
berkonsentrasi, kecemasan
Meremas-remas 4.Dorong
tangan, Wajah keluarga
tegang untuk
mendampingi
klien

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Ketidakefektifan bersihan 1. Memberikan S : Pasien mengaku sesak


tambahan O2 pada nafasnya berkurang
jalan napas berhubungan
pasien
dengan mucus dalam O : RR 16x/menit, Td :
2. Memposisikan 110/90mmhg
jumlah berlebihan,
pasien dengan
peningkatan produksi posisi semi fowler A : masalah teratasi
sebagian
mucus, eksudat dalam
alveoli dan 3. Mempertahankan P : Intervensi
polusi lingkungan dilanjutkan
bronkospasme
minimum

Ketidakefektifan pola 1.Mengkaji frekuensi S : Pasien mengaku sesak


nafasnya berkurang
napas berhubungan kedalaman pernafasan
dengan keletihan otot dan ekspansi dada. O : RR 16x/menit, Td :
110/90mmhg
pernafasan dan Catat upaya pernafasan
deformitas dinding dada termasuk penggunaan A : masalah teratasi
sebagian
otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal. P : Intervensi
dilanjutkan
2.Mendengarkan bunyi
nafas dan catat adanya
bunyi nafas seperti
krekels, wheezing.
3.Meninggikan kepala
dan bantu mengubah
posisi.
4.Mengobservasi pola
batuk dan karakter
sekret.
5.Membantu pasien
dalam nafas dan latihan
batuk.
6.Memberikan oksigen
tambahandan nebulizer
Gangguan pertukaran gas 1)Memberikan oksigen S : Pasien mengaku sesak
nafasnya berkurang
berhubungan dengan 2)Memonitor aliran
retensi karbon dioksida oksigen O : RR 16x/menit, Td :
110/90mmhg, SpO2 klien
3)Memantau SpO2
90-100%

A : masalah teratasi
sebagian

P : Intervensi
dilanjutkan
Penurunan curah jantung 1. Mencatat tanda dan S : Pasien mengaku sesak
nafasnya berkurang
berhubungan dengan gejala penurunan
kontakbilitas dan volume curah jantung O : Td : 110/90mmhg,
hasil EKG baik, RR
sekuncup jantung 2. Memonitor EKG
16x/mnt
3. Mengevaluasi
A : masalah teratasi
perubahan tekanan
sebagian
darah P : Intervensi
dilanjutkan
4. Memonitor sesak,
kelelahan, takipnea
Intoleransi aktivitas 1. Meningkatkan S : Pasien mengaku
berhubungan dengan istirahat, batasi sudah bisa bernapas
aktifitas dan berikan normal saat beraktivitas
antara suplai dan
aktifitas senggang
kebutuhan oksigen yang tidak berat O : RR 16x/menit
(hipoksia) kelemahan
2. Menganjurkan klien A : masalah teratasi total
untuk menghindari
peningkatan tekanan P : intervensi dihentikan
pernapasan

3. Mempertahankan
rentang gerak pasif
selama sakit kritis

4. Mencatat frekuensi
dan irama jantung
serta perubahab
tekanan darah selama
dan sesudah aktifitas

5.
Mengevaluasi tanda
vital saat kemajuan
aktifitas terjadi
Ketidakseimbangan 1) Menganjurkan pasien S: Kebutuhan nutrisi
nutrisi kurang dari makan dalam posisi pasien tercukupi dan
duduk atau sudah tidak lemas
kebutuhan tubuh
semiflower
berhubungan dengan laju O : BB naik
metabolic, dispnea saat
A : Nasalah teratasi total
makan, kelemahan otot
2) Memberitahukan
penguyah klien makan porsi P : Intevensi di hentikan
sedikit tapi sering
dengan porsi 3x
sehari

3) Memberikan diet
sesuai selera pasien
tapi tidak
kontraindikasi
4) Menciptakan
lingkungan yang
nyaman dan kondusif

5) Memberi motivasi
pada pasien

6) Melakukan
perawatan oral,
buang sekret, berikan
wadah khusus untuk
sekali pakai
7) Memberikan oksigen
tambahan selama
makan sesuai
indikasi
8) Menyajikan asupan
makanan yang cukup
9) Memberikan
vitamin, suplemen,
dan anti mual.
Ansietas berhubungan 1.Menciptakan atmosfer S : Pasien mengaku
sudah sedikit rileks
dengan penyakit yang rasa aman
dengan mengetahui
diderita 2.Menginstruksikan klien penyakitnya
untuk menggunakan
O : RR 16x/menit, Td :
teknik relaksasi 110/90mmhg, klien
terlihat rileksm taka da
3.Mengkaji untuk tanda
tanda kecemasan, tingkat
verbal dan non verbal kecemasan menurun
kecemasan
A : masalah teratasi
4.Meminta keluarga sebagian
untuk mendampingi P : Intervensi
dilanjutkan
klien

J. Daftar Pustaka

Clark Varnell Margaret. 2013. Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis.


Jakarta : EGC .
Huda Amin, Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis :
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yogyakarta :
Mediaction Jogja.
Ikawati Zullies. 2016. Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta : Bursa Ilmu
Nelson. 2013. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 2013. Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai