Makalah Ilmu Kalam Kelompok 5
Makalah Ilmu Kalam Kelompok 5
Makalah Ilmu Kalam Kelompok 5
Disusun Oleh :
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pokok-Pokok Pemikiran Kalam Salaf ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Afaf Mujahidah,
M.A. pada mata kuliah Ilmu Kalam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan mengenai Pokok-Pokok Pemikiran Kalam Salaf bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Afaf Mujahidah, M.A. selaku
Dosen mata kuliah Ilmu Kalam yang telah memberikan tugas ini sehingga kami
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
PENUTUP ............................................................................................................. 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah salaf dikenal pertama kali untuk memberi nama gerakan hanabilah
yang muncul pada abad keempat hijriah dengan mempertalikan dirinya kepada
pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang dipandang telah menghidupkan
dan mempertahankan pendirian Ulama salaf. Karena pemikiran keagamaan
ulama-ulama salaf menjadi motivasi gerakannya, maka orang-orang hanabilah itu
menamakan gerakannya sebagai paham atau aliran salaf dan karena pemikirannya
2
tersebut mereka menentang secara mental dan fisik terhadap alairan Al-
Asy‟ariyah.
b. Sejarah Singkat
Paham Salafi memiliki dasar kuat yang mereka sebut dengan “Manhaj”.
Manhaj ini memiliki enam pilar utama sebagai landasan dalam penyebaran
dakwah Salafi, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekh al-Albânî sebagai
berikut:
3
4. Menuntut ilmu yang bermanfaat
5. at-Tashfiyah dan at-Tarbiyah;
6. Menolak berpartai dan kejumudan dalam bermazhab serta
menghidupkan pemikiran Islam yang benar berdasarkan al-Qur'ân,
sunnah dan perbuatan as-salaf ash-shâlih.
Aliran salaf mempunyai beberapa karakteristik seperti yang
dinyatakan oleh Ibrahim Madzkur sebagai berikut:
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) daripada dirayah
(aqli)
2. Dalam persoalan pokok-pokok agama dan persoalan cabang-
cabang agama hanya bertolak dari penjelasan al-Kitab dan as-
Sunnah
3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (Dzat
Allah) dan tidak mempunyai faham anthropomorphisme
(menyerupakan Allah dengan makhluk)
4. Mengartikan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan makna lahirnya
dan tidak berupaya untuk mentakwilnya.
4
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abdil
Halim bin Taimiyah, lahir di Haman, wilayah Irak, 10 Rabiul Awal
661 Hijriah/ 22 Januari 1263 Masehi dan meninggal pada 20 Dzul
Qa‟dah 728 Hijriah/26 September 1328 Masehi. Dia dibesarkan oleh
keluarga yang taat beragama dan berguru kepada Syaikh Ali Abd Al-
Qawi, ulama terkenal pada zamannya. Ibnu Taimiyah hidup di era
kemunduran Islam, ketika Baghdad dihancurkan oleh tentara Hulako
(1258 M).
c. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang Ulama yang
beraliran Hanabilah dan ia dilahirkan di Uyainah, sebuah desa di
Nejed, Saudi Arabia. Ia berguru kepada Sulaiman al-Kurdi dan
Muhammad Al-Hayyat As-Sindi dari Madinah. Pokok-pokok ajaran
yang dibawa oleh oleh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat
dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah.
d. Abdullah bin Abbas (68 H),
e. Abdullah bin Umar (74 H),
f. Umar bin Abdul Al-Aziz (101 H),
g. Az-Zuhri 4 (124 H),
h. Ja‟far As-Shadiq (148 H),
i. dan para imam mazhab yang empat (Imam Hanafi, Maliki, Syafi‟i,
dan Ahmad bin Hanbal).
5
1.3 Pokok-Pokok Ajaran Salaf
c. Berpegang teguh pada nash Al-Qur‟an dan Hadits Nabi , apa yang
sudah ditetapkan oleh Al-Qur‟an dan yang telah dijelaskan oleh
Hadits Nabi haruslah diterima dan tidak boleh ditolak. Akal manusia
tidak mempunyai wewenang untuk menakwilkan nash agama. Tugas
akal hanya untuk mencari argumentasidalam upaya memberikan
informasi yang dibawa oleh nash agama. Akal harus tunduk di bawah
nash, karena nash itu adalah firman Allah, akal tidak boleh
menghakimi apa yang disebutkan oleh nash, apalagi menolaknya.
2. Pokok ajaran kaum salaf dalam masalah aqidah memiliki beberapa
pemikiran, diantaranya:
a. Ke-Esaan zat dan sifat Allah. Menurut aliran salafiyah dalam hal
“pengEsaan” dan “penyucian” zat Allah, pendapat aliran salaf sama
dengan aliran Mu‟tazilah yakni meniadakan sifat-sifat Allah.
Sedangkan dalam hal “penyerupaan” dan “penjisiman” adalah
menetapkan sebagian sifat-sifat itu. Seperti, nama-nama, perbuatan-
perbuatan dan keadaan yang tercantum dalam Al-Qur‟an dan Hadits
(sepert: Al-Hayyu, Al-Hakim, Dzul „Arsyil Majid, berada di atas dan
di bawah, mempunyai tangan dan lain-lain) aliran salaf memegangi
6
arti lahir, meskipun dengan pengertian bahwa sifat-sifat tersebut tidak
sama dengan sifat-sifat makhluk.
b. Ke-Esaan penciptaan. Menurut aliran salafiyah Allah menciptakan
langit dan bumi, isi keduanya dan yang terletak di antara keduanya
tanpa sekutu dalam menciptakannya dan tidak pula
mempersengketakan kekuasaannya, segala sesuatu pekerjaan, dating
dan kembali kepada-Nya.
c. Ke-Esaan beribadah. Menurut aliran salafiyah, seorang manusia
mengarahkan ibadahnya hanya kepada Allah SWT, hal ini apabila dua
hal berikut ini terpenuhi:
1) Menyembah hanya kepada Allah SWT, apabila mengikut sertakan
makhluk untuk disembah bersama Tuhan atau mempersamakan
Tuhan dengan makhluknya berarti syirik.
2) Menyembah Tuhan dengan aturan-aturan yang telah ditentukan
Tuhan dan Rasul Nya serta semua ibadah harus diniatkan dan
pernyataan syukur kepada Tuhan.
Selanjutnya dari kedua hal tersebut memunculkan pendapat-
pendapat:
- Haram untuk memberikan nazar kepada kuburan atau penjaga
kubura, hal ini tidak ada bedanya nazar kepada berhala.
- Larangan untuk mengangkat manusia yang hidup atau yang
mati sebagai perantara kepada Tuhan.
- Haram berziarah ke kubur-kubur orang saleh dan nabi-nabi
untuk meminta berkah atau mendekatkan diri kepada Allah,
tetapi diperbolehkan atau dianjurkan apabila berziarah ke kubur
untuk mencari suri tauladan.
3. Pemikiran Teologi Imam Ahmad Ibn Hanbal
a. Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat Al-Quran Ibnu Hanbal lebih suka
menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta‟wil.
Dengan demikian ayat AlQuran yang mutasyabihat diartikan
7
sebagaimana adanya, hanya saja penjelasan tentang 6 tata cara (kaifiat)
dari ayat tersebut diserahkan kepada Allah SWT. Ketika beliau ditanya
tentang penafsiran surat Thaha ayat 5 yang Artinya: yaitu yang Maha
Pengasih Yang Bersemayam di atas Arsy (Q.S. Thaha:5) (Depag RI,
2007: 312). Dalam hal ini, Ibnu Hanbal menjawab: Artinya: Istiwa di
atas Arasy terserah kepada Allah dan bagaimana saja Dia
kehendakidengan tiada batas dan tiada seorang pun yang sanggup
menyifatinya. Dan dalam menanggapi Hadits nuzul (Tuhan turun ke
langit dunia), ru‟yah (orang-orang beriman melihat Tuhan di akhirat),
dan hadits tentang telapak kaki Tuhan, Ibnu Hanbal berkata: “Kita
mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan
maknanya( Rozak, 2006:113). Dari pernyataan di atas tampak bahwa
Ibnu Hanbal bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan
hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tetap
mensucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk. Ia sama sekali
tidak menakwilkan pengertian lahirnya.
b. Tentang Status Al-Quran
Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang
kemudian membuatnya dipenjara beberapa kali, adalah tentang status
al-Qur‟an, apakah diciptakan (mahluk) yang karenanya hadits (baru)
ataukah tidak diciptakan yang karenanya qodim? Faham yang diakui
oleh pemerintah, yakni Dinasti Abbasiyah di bawah kepemimpina
khalifah Al-Makmun, al-Mu‟tasim, dan al-Watsiq, adalah faham
Mu‟tazilah, yakni al-Qur‟an tidak bersifat qodim, tetapi baru dan
diciptakan. Faham adanya qodim disamping Tuhan, berarti menduakan
Tuhan, sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar
yang tidak diampuni Tuhan. Ibnu Hanbal tidak sependapat dengan
faham tersebut di atas. Oleh karena itu, ia kemudian diuji dalam kasus
mihnah oleh aparat pemerintah. Pandangannya tentang status Al-
Qur‟an dapat dilihat dari dialognya dengan Ishaq bin Ibrahim, Ibn
Hanbal, berdasarkan dialog di atas, tidak mau membahas lebih lanjut
8
tentang status Al-Qur‟an. Ia hanya mengatakan bahwa Al-Qur‟an tidak
diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan
ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan
Rasul-Nya (Abdul Rozak, 2006:114). Bagi Ahmad bin Hanbal, iman
adalah perkataan dan perbuatan yang dapat berkurang dan bertambah,
dengan kata lain iman itu meliputi perkataan dan perbuatan, iman
bertambah dengan melakukan perbuatan yang baik dan akan berkurang
bila mengerjakan kemakiatan ( Fauzi, tt:99).
4. Pemikiran Teologi Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur,
adalah;
1) Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits)
2) Tidak memberikan ruang gerak kepada akal
3) Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama
4) Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (Sahabat,
Tabi‟in dan Tabi‟tabi‟in)
5) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat
Allah: (Yusuf, 1993:58-60).
1) Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh
Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi,
qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sifat Ma‟ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama‟, bashar dan
kalam.
c. Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits
walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti
keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di
Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang
beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
9
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan)
kepada makhluk seperti rabbul „alamin, khaliqul kaun dan lain-
lain.
10
menyatu dengan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil
.(Rozak:,2006:117).
5. Pokok pemikiran menurut Muhammad bin Abdul Wahhab
Ada 2 ajaran pokok yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab, yakni: pertama, adalah kembali kepada ajaran Islam yang asli
dan murni, ajaran Islam yang tidak terkontaminasi oleh pemikiran filsafat
Yunani. Dalam pandangannya nash Al-Qur‟an tidak boleh diberi takwil,
sebab takwil dalam pandangannya apa yang sudah dijelaskan dalam Al-
Qur‟an pada hakikatnya sudah final, tidak perlu dipersoalkan lagi. Dengan
demikian jika ada ayat-ayat Al-Qur‟an yang menggambarkan Tuhan
mempunyai jisim, maka haruslah diterima tanpa menanyakan bagaimana
hakikat sifat tersebut. Kedua adalah prinsip ajaran Tauhid atau ke-Esaan
Allah. Menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, kalimat la ilaha illa
Allah belum memadai jika hanya pada ucapan semata. Makna kalimat itu
harus dimanifestasikan dengan penegasan dalam perbuatan, yakni la
ma’buda illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali Allah).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut paham Salafi, yang dimaksud dengan salaf adalah sahabat
nabi, tabi‟in dan pengikut mereka dari generasi tiga yang terbaik. Adapun
yang dimaksud dengan salafi adalah orang yang menisbahkan dirinya
kepada mazhab atau manhaj salaf. Berdasarkan defenisi tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa salafi atau paham salafi bukanlah suatu
organisasi gerakan seperti Ikhwanul Muslimin atau lainnya, akan tetapi
merupakan manhaj (metode) yang telah dicontohkan dari generasi awal
dari kalangan sahabat dan tabi‟in.
Adapun tokoh-tokoh dari Aliran Salaf yaitu Imam Ahmad Ibn
Hanbal, Ibnu Taimiyah, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, Abdullah
bin Abbas, Abdullah bin Umar, Umar bin Abdul Al-Aziz, Az-Zuhri,
Ja‟far As-Shadiq, dan para imam mazhab yang empat (Imam Hanafi,
Maliki, Syafi‟i, dan Ahmad bin Hanbal).
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur,
adalah; Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits),
Tidak memberikan ruang gerak kepada akal, Berpendapat bahwa Al-Quran
mengandung semua ilmu agama, Di dalam Islam yang diteladani hanya
tiga generasi saja (Sahabat, Tabi‟in dan Tabi‟tabi‟in), Allah memiliki sifat
yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.
pemikiran menurut Muhammad bin Abdul Wahhab Ada 2 ajaran pokok
yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab,
yakni: pertama, adalah kembali kepada ajaran Islam yang asli dan murni,
ajaran Islam yang tidak terkontaminasi oleh pemikiran filsafat Yunani.
Kedua adalah prinsip ajaran Tauhid atau ke-Esaan Allah. Menurut
Muhammad bin Abdul Wahhab, kalimat la ilaha illa Allah belum
memadai jika hanya pada ucapan semata. Makna kalimat itu harus
12
dimanifestasikan dengan penegasan dalam perbuatan, yakni la ma’buda
illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali Allah).
13
DAFTAR PUSTAKA
14