Full Text Tesis Febi Damisti Ramadhani
Full Text Tesis Febi Damisti Ramadhani
Full Text Tesis Febi Damisti Ramadhani
Tesis
Tesis
“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mendapat hikmah itu Sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang
banyak.
Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang- orang yang berakal”.
(Q.S. Al-Baqarah: 269)
“...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat...”
(Q.S Al-Mujadillah 11)
“Tidak ada yang lebih baik dari pada akal yang diperindah dengan ilmu Dan ilmu yang
diperindah dengan kebenaran Dan kebenaran yang diperindah dengan kebaikan
Dan kebaikan yang diperindah dengan taqwa”
(H.R. Abdul Aziz)
Ungkapan hati sebagai rasa Terima Kasihku
Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin…. Alhamdulllahirabbil alamin….
Akhirnya aku sampai ke titik ini,
Sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan padaku ya Rabb
Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada Mu ya Rabb
Serta shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang mulia
Semoga sebuah karya ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan
bagi keluargaku tercinta
Ku persembahkan karya ini…
Hasil karyaku ini kupersembahkan sebagai bentuk cinta dan baktiku kepada orang tuaku.
Papaku tersayang Damanhuri, S.Pd dan Mamaku tercinta Ismiati, S.Pd
yang menjadi pelipur lara dalam kehidupan ini,
yang selalu menyebut namaku dalam setiap do’a.
Karya ini tentunya belum dapat membalas semua yang telah diberikan,
setidaknya bisa untuk membahagiakan orang tuaku sayang.
Serta saudara-saudaraku tersayang yang selalu memberikan semangat
terhadap setiap kebaikan yang saya lakukan.
Kepada teman-teman seperjuangan (S2Kesmas 2017) khususnya rekan-rekan MKes yang tak
bisa tersebutkan namanya satu persatu terima kasih yang tiada tara ku ucapakan
Akhir kata, semoga tesis ini membawa kebermanfaatan. Jika hidup bisa kuceritakan di atas
kertas, entah berapa banyak yang dibutuhkan hanya untuk kuucapkan terima kasih... :)
(Dibawah bimbingan: Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, MS, SpGK dan dr. Husna Yetti, PhD)
ABSTRAK
Latar Belakang: Tingginya prevalensi stunting menjadi masalah yang bisa mengancam
kesehatan anak. Anak stunting dapat menderita gangguan pertumbuhan linear dan juga
otak selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang bersifat irreversible. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat faktor risiko dominan stunting dan evaluasi pelaksanaan program
yang berkaitan dengan faktor dominan pada 1000 HPK untuk mencegah peningkatan
stunting.
Hasil: Terdapat hubungan yang signifikan antara MP-ASI (p-value = 0,027; 8,17) dan
monitoring pertumbuhan (p-value = 0,048; 7,33) terhadap kejadian stunting. Tidak terdapat
hubungan Ante Natal Care (ANC), tablet Fe ibu hamil, ASI eksklusif, imunisasi lengkap
dan suplementasi vitamin A terhadap kejadian stunting. Faktor paling dominan adalah MP-
ASI. Belum optimalnya kegiatan MP-ASI berbasis Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) dari unsur input yaitu belum adanya petunjuk teknis, kader terlatih, SOP
pelaksanaan kegiatan, penganggaran dan sarana yang memadai kegiatan MP-ASI berbasis
PMBA. Proses pelaksanaan konseling belum optimal hingga tidak terlihat output sesuai
dengan yang diharapkan.
(Supervised by : Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, MS, SpGK dan dr. Husna Yetti, PhD)
Background : High prevalence of stunting is a problem that can threaten the health of
children. Children with stunting have linear growth impact and also has a negative and
irreversible impact on the development of a child's brain in the first 1000 days. This study
determine the dominant risk factor of stunting incidence and evaluation of implementation
program related to the dominant factor in the first 1000 days to prevent stunting.
Method : Mix method study with sequential explanatory design was conducted in Seberang
Padang Public Health Center. Cross-sectional study was conducted among 71 mothers
who have children aged 12-24 months. Measurement of height/age of children and
administered questionnaire for quantitative data, and depth interview for qualitative data.
Logistic regression is used to determine dominant factor.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
yaitu “Analisis Faktor Risiko Stunting Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan di
Puskesmas Seberang Padang di Kota Padang tahun 2019”. Peneliti banyak
mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak dalam penulisan tesis ini. Peneliti
mengucapkan terimakasih banyak kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. dr. Rika Susanti, SpF selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
2. Ibu Dr.dr Yuniar Lestari M.Kes, FISPH, FISCM selaku Ketua Program
Studi Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang.
3. Ibu Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, MS, SpGK selaku Pembimbing 1 yang
telah memberikan arahan dan motivasi dalam penulisan hasil tesis ini.
4. Ibu dr. Husna Yetti, PhD selaku Pembimbing 2 yang telah memberikan
arahan dan motivasi dalam penulisan hasil tesis ini.
5. Ibu Dr. dr. Desmawati, M.Gizi selaku Penguji 1 yang telah memberikan
arahan dan motivasi dalam penulisan hasil tesis ini.
6. Ibu dr. Firdawati, M.Kes, PhD selaku Penguji 2 yang telah memberikan
arahan dan motivasi dalam penulisan hasil tesis ini.
7. Bapak Dr. dr. H. Edison, MPH selaku Penguji 3 yang telah memberikan
arahan dan motivasi dalam penulisan hasil tesis ini.
8. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas Padang.
9. Keluarga, sahabat, serta teman-teman Program Pascasarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Andalas 2017 atas kerjasama serta dukungannya
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Penulis berharap semoga penelitian tesis ini diterima dan
dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan ke depannya.
Padang, Juni 2020
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABCTRACT
A. Stunting ..................................................................................................... 12
B. Periode 1000 HPK .................................................................................... 14
C. Faktor Risiko Stunting .............................................................................. 16
D. Model Evaluasi.......................................................................................... 29
E. Telaah Sistematis ...................................................................................... 32
F. Alur Penelitian .......................................................................................... 37
ii
BAB III KERANGKA TEORITIS ....................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kunjungan Pemeriksaan Antenatal .................................................... 19
Tabel 2 Jadwal Imunisasi Dasar ...................................................................... 25
Tabel 3 Jadwal Imunisasi Lanjutan Baduta ..................................................... 26
Tabel 4 Dosis Pemberian Kapsul Vit A Pada Baduta ..................................... 27
Tabel 5 Telaah Sistematis Penelitian............................................................... 32
Tabel 6 Definisi Operasional ........................................................................... 44
Tabel 7 Tabel 2x2 Crossectional Study ........................................................... 58
Tabel 8 Distribusi Karakteristik Orangtua ...................................................... 64
Tabel 9 Distribusi Karakteristik dan Faktor Risiko ........................................ 65
Tabel 10 Distribusi Jumlah Faktor Risiko......................................................... 66
Tabel 11 Distribusi Anak Stunting berdasarkan Jumlah Faktor Risiko ............ 67
Tabel 12 Persentase Faktor Risiko pada Anak Stunting.................................... 67
Tabel 13 Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian Stunting
di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang 2019 ........................ 68
Tabel 14 Hasil Seleksi Bivariat ......................................................................... 70
Tabel 15 Model Awal Multivariat ..................................................................... 70
Tabel 16 Model Analisis Multivariat tanpa Suplementasi Vitamin A .............. 71
Tabel 17 Model Akhir Analisis Multivariat ...................................................... 71
Tabel 18 Karakteristik Informan Penelitian ...................................................... 73
Tabel 19 Kondisi Kebijakan Kegiatan MP-ASI ................................................ 74
Tabel 20 Matriks Triangulasi Metode Kebijakan Program
MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 .................................. 75
Tabel 21 Jumlah Petugas Pelaksana Gizi (MP-ASI) di Puskesmas
Seberang Padang 2019 ....................................................................... 77
Tabel 22 Data Petugas Pelaksana Gizi di Puskesmas Seberang
Padang tahun 2019 ............................................................................. 77
Tabel 23 Matriks Triangulasi Metode Ketenagaan untuk Pelaksanaan
Program MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 ................... 78
Tabel 24 Metode Pelaksanaan MP-ASI ............................................................ 80
iv
Tabel 25 Matriks Triangulasi Metode untuk Pelaksanaan Program
MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 .................................. 81
Tabel 26 Anggaran Pelaksanaan MP-ASI ......................................................... 83
Tabel 27 Matriks Triangulasi Metode Anggaran untuk Pelaksanaan
Program MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 ................... 84
Tabel 28 Sarana Pelaksanaan MP-ASI.............................................................. 85
Tabel 29 Matriks Triangulasi Metode Sarana untuk Pelaksanaan
Program MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 ................... 86
Tabel 30 Matriks Triangulasi Perencanaan untuk Pelaksanaan
Program MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 ................... 88
Tabel 31 Matriks Triangulasi Pengorganisasian untuk Pelaksanaan
Program MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 ................... 90
Tabel 32 Matriks Triangulasi Pelaksanaan Program MP-ASI
di Puskesmas Seberang Padang 2019................................................. 94
Tabel 33 Matriks Triangulasi Pengawasan dan Evaluasi Program
MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang 2019 .................................. 96
Tabel 34 Matriks Triangulasi Output Program MP-ASI di Puskesmas
Seberang Padang 2019 ....................................................................... 98
Tabel 35 Tabel Plan Of Action ........................................................................ 136
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Perkembangan Otak Manusia (B.J. Casey .2005) .............................. 15
Gambar 2 Kecepatan Pertumbuhan Linear Pada Masa Prenatal Dan
Postnatal (Sumber : J.M. Tenner, 1966) ............................................ 15
Gambar 3 Kecepatan Pertumbuhan Tinggi Badan
(Sumber: J.M. Tenner, 1966) ............................................................. 16
Gambar 4 Kerangka Konsep Pelayanan ANC Komprehensif ............................ 21
Gambar 5 Model Evaluasi Sistem ....................................................................... 30
Gambar 6 Alur Penelitian.................................................................................... 37
Gambar 7 Kerangka Teori Penelitian (Modifikasi Kerangka
teori Lancet (SUN) dan Unicef,1990) ................................................ 38
Gambar 8 Kerangka Konsep Penelitian .............................................................. 39
vi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
vii
30. SUN : Scaling Up Nutrition
31. TB/U : Tinggi Badan Menurut Umur
32. TPG : Tenaga Pelaksana Gizi
33. UNICEF : United Nations Children’s Fund
34. WHO : World Health Organization
35. WUS : Wanita Usia Subur
36. WHAN : World Health Assembly Nutrition
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diabetes dan lain-lain pada usia dewasa (Kemenkes, 2013a). Stunting merupakan
masalah kekurangan gizi yang dapat menurunkan pendapatan tingkat individu,
keluarga, komunitas maupun nasional. Hal ini secara signifikan mempengaruhi
produktivitas global, perdagangan international, layanan kesehatan sehingga
menghambat pertumbuhan ekonomi dunia sebanyak 5% yang setara dengan
beberapa triliun dolar dalam kegiatan ekonomi disia-siakan setiap tahun (Thurow,
2016). Penurunan pendapatan nasional (GNP) sebesar 2-4% tiap tahunnya karena
masalah stunting di Bangladesh dan Pakistan (Kemenkes, 2013a).
Stunting erat kaitannya dengan periode 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Periode 1000 HPK merupakan periode penting atau periode emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan. 1000 HPK dimulai dari kehamilan hingga anak
berumur 2 tahun. 1000 HPK disebut dengan Window of Opportunity karena
periode ini sistem organ mengalami peningkatan pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat cepat. Periode ini menjadi periode yang tepat untuk peningkatan
nutrisi dan memperhatikan tumbuh kembang anak sehingga akan memiliki
dampak yang besar pada populasi dengan gizi buruk. Apabila anak menderita
malnutrisi selama 1000 HPK, maka anak dapat menderita gangguan pertumbuhan
seperti stunting yang bersifat irreversible. Artinya adalah apabila anak sudah
mengalami stunting maka tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengejar
ketertinggalan pertumbuhan dan perkembangan di masa depan (Thurow, 2016).
Periode 1000 HPK ini sudah ada sejak dahulu namun tidak pernah menjadi
pusat perhatian kebijakan kesehatan masyarakat. Namun sekarang pada tataran
global terdapat gerakan perbaikan gizi dengan fokus pada kelompok 1000 HPK
yang disebut dengan Scaling Up Nutrition (SUN) dan di Indonesia disebut dengan
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka 1000 HPK
(Kemenkes, 2013a).
Menurut UNICEF (1990) faktor yang menyebabkan stunting terdiri
immediate causes atau penyebab langsung yaitu kurangnya asupan gizi, dan
penyakit infeksi. Underlaying causes atau penyebab tidak langsung tingkat
keluarga yaitu kebersihan lingkungan dan akses terhadap layanan kesehatan, pola
asuh, ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga. Basic causes atau penyebab
dasar tingkat masyarakat yaitu pendidikan, politik dan pemerintahan,
3
kepemimpinan sumber daya dan keuangan serta sosial ekonomi politik dan
lingkungan (Martorell, 2017).
UNICEF pada tahun 2014 mengeluarkan hasil bahwa lebih dari 162 juta
anak di bawah 5 tahun di dunia mengalami stunting. Berdasarkan data WHO di
Wilayah Afrika prevalensi stunting tahun 2010 sebesar (37,2%), tahun 2015
(34,6%) dan tahun 2017 (33,6%). Prevalensi stunting di Afrika tidak jauh berbeda
dengan prevalensi stunting di Asia Tenggara. Prevalensi stunting di Asia
Tenggara yaitu tahun 2010 sebesar (39,5%), tahun 2015 (34,8%) dan tahun 2017
(33,0%). Namun, jika dibandingkan dengan negara maju di wilayah bagian
Amerika terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Pada tahun 2010 prevalensi
stunting di Amerika sebesar 7,9% dan tahun 2017 sebesar 6,3%. Besaran masalah
di Asia Tenggara hampir sama dengan besaran masalah stunting di wilayah bagian
Afrika namun jauh berbeda dengan negara maju seperti di wilayah bagian
Amerika (WHO, 2018).
Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi
stunting di Indonesia berfluktuasi yaitu tahun 2007 sebesar 36,8%, sebesar 35,6%
(2010), 37,2% (2013), dan 30,8% (2018). Berdasarkan Riskesdas, prevalensi
stunting di Sumatera Barat berfluktuasi yaitu tahun 2007 sebesar 36,5%, 32,7%
(2010), 39,2% (2013), dan 29,9% (2018). Meskipun prevalensi stunting
mengalami kecenderungan menurun di Indonesia dan Sumatera Barat pada tahun
2018 namun masih menjadi masalah karena angka prevalensi lebih dari 20%.
Menurut WHO, wilayah dikatakan baik apabila di suatu wilayah memiliki
prevalensi balita stunting kurang dari 20%. Sedangkan apabila suatu wilayah
memiliki angka 20% atau lebih maka dapat dikatakan sebuah wilayah memiliki
masalah gizi akut dan kronik (Kemenkes, 2007; Kemenkes, 2010; Kemenkes,
2013b; Kemenkes, 2018).
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) prevalensi stunting di
Sumatera Barat pada balita meningkat sangat signifikan yaitu dari sebesar 25,5%
tahun 2016 menjadi sebesar 30,6% tahun 2017. Prevalensi stunting pada balita di
Kota Padang meningkat dari tahun 2016 sebesar 21,1% menjadi sebesar 22,6 %
pada tahun 2017 (Direktorat Gizi Masyarakat, 2017).
4
Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang dari tahun 2011 hingga
tahun 2013 terjadi peningkatan prevalensi stunting. Peningkatan prevalensi
stunting menjadi sebesar 28,3% pada tahun 2013 dari tahun 2012 (27,93%), tahun
2011 (17,83%) (Dinkes Padang, 2013).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun
2018 Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang merupakan Puskesmas yang
memiliki prevalensi balita pendek tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya
yaitu sebesar 23,04%. Puskesmas prevalensi tertinggi setelah Puskesmas Seberang
Padang adalah Puskesmas Pemancungan (18,19%), Puskesmas Ikur Koto
(17,93%), dan Puskesmas Pauh (17,91%) (Dinkes Padang, 2018).
Faktor penyebab stunting yang juga menjadi bagian dalam program
spesifik untuk mencegah stunting pada 1000 HPK terdiri dari Inisiasi Menyusui
Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, MP-ASI, akses layanan kesehatan seperti
Ante Natal Care (ANC), pemberian tablet Fe ibu hamil, pemberian suplementasi
vitamin A pada bayi, Imunisasi Dasar, pemberian makanan tambahan, dan
monitoring pertumbuhan (Maternal dan Group, 2013). Faktor yang akan diteliti
adalah faktor risiko yang menyebabkan stunting selama 1000 HPK serta
merupakan bagian dari program intervensi spesifik yaitu ANC, pemberian tablet
Fe ibu hamil, ASI eksklusif, MP-ASI, imunisasi lengkap, suplementasi vitamin A
pada bayi, dan monitoring pertumbuhan. Faktor tersebut merupakan faktor yang
berkaitan dengan program yang telah dijalankan oleh Puskesmas sebagai
intervensi atau usaha untuk mengatasi penyebab langsung stunting pada 1000
HPK.
Selama periode 1000 HPK terdapat 270 hari selama kehamilan ibu yang
merupakan periode mempengaruhi pertumbuhan, dan perkembangan baik fisik,
mental, dan kecerdasan bayi. Selama kehamilan faktor ANC ibu hamil
berpengaruh terhadap kejadian stunting. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Di
Cesare dan Sabates (2013) bahwa ANC memiliki potensi untuk mencegah
dampak negatif kekurangan gizi selama masa kehamilan di Peru dan Vietnam.
Menurut penelitian Najahah (2013) di Nusa Tenggara Barat bahwa ibu yang
melakukan kunjungan ANC tidak sesuai dengan standar akan berisiko memiliki
balita stunting 2,4 kali dibandingkan dengan ibu yang melakukan ANC sesuai
5
standar. Kunjungan ANC sesuai standar dapat dilihat dari capaian K4 yang
didapatkan oleh ibu hamil. Capaian K4 di Puskesmas Seberang Padang menurun
dari tahun 2016 sebesar 93,42% menjadi sebesar 92,31% tahun 2017 dan 70,99%
tahun 2018. Jika dibandingkan dengan target capaian tahun 2018 masih di bawah
target yaitu sebesar 96% (Dinkes Padang, 2018).
Layanan ANC, mulai dari kontak pertama hingga lengkap ibu hamil wajib
mendapatkan tablet penambah darah atau tablet Fe. Gizi ibu pada waktu hamil
berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin dari konsepsi hingga lahir. Apabila
gizi ibu pada saat kehamilan tidak dijaga dengan baik maka akan berakibat
melahirkan bayi dengan BBLR dan berisiko mengalami stunting. Salah satu
penyebab bayi dengan BBLR adalah kadar Hb ibu saat hamil (Adriani dan
Wirajatmadi, 2014). Berdasarkan penelitian Sumiaty (2017) didapatkan bahwa
asupan Fe pada ibu hamil memiliki hubungan dengan kejadian stunting. Capaian
pemberian tablet Fe pada ibu hamil di Puskesmas Seberang Padang menurun dari
tahun 2016 sebesar 93,42% menjadi sebesar 92,31% pada 2017 dan 70,99% tahun
2018. Jika dibandingkan dengan target pemberian tablet Fe tahun 2018 masih di
bawah target yaitu sebesar 100% (Dinkes Padang, 2018).
Periode setelah kehamilan adalah terdapatnya periode kehidupan pertama
dilahirkan atau 730 hari pada kehidupan pertama bayi dilahirkan yang juga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Berdasarkan penelitian
Paramashanti,dkk. (2016) ditemukan hubungan antara ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada anak bawah dua tahun. Sejalan dengan penelitian
Lestari,dkk. (2014) bahwa ditemukan anak baduta yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif berisiko 6,54 kali dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI
eksklusif. Hal ini disebabkan karena bayi mengalami kekurangan nutrisi atau
asupan gizi. Capaian pemberian ASI eksklusif pada ibu hamil di Puskesmas
Seberang Padang berfluktuasi tahun 2016 sebesar 93,10%, tahun 2017 (86,51%)
dan tahun 2018 (94,02%). Jika dibandingkan dengan target maka capaian pada
tahun 2018 sudah mencapai target yaitu 80%. Oleh karena ASI eksklusif sudah
tidak menjadi masalah di tingkat puskesmas namun stunting masih menjadi
masalah di tingkat masyarakat, maka ASI eksklusif perlu diteliti lebih lanjut
(Dinkes Padang, 2018).
6
Zimbabwe yaitu sebesar 97% bayi yang tidak terisi lengkap pengukuran TB/U.
Sementara itu, stunting dapat diestimasi dari indikator TB/U. Pemantauan
pertumbuhan balita di posyandu merupakan salah satu upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan. Pencegahan secara dini ini tentu akan
berpengaruh terhadap mengurangi prevalensi stunting. Screening rutin dan follow
up tinggi badan balita yang persisten sangat penting dalam usaha pencegahan
stunting setelah masa kehamilan (Kemenkes, 2013a). Salah satu indikator capaian
mengenai monitoring pertumbuhan adalah capaian D/S. Capaian D/S di
Puskesmas Seberang Padang menurun dari 60,51% tahun 2017 menjadi 49,44%
pada tahun 2018. Jika dibandingkan dengan target maka capaian pada tahun 2018
belum mencapai target yaitu 85%. Capaian pengukuran TB/U pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang pada tahun 2018 masih rendah yaitu
sebesar 64,80% (Dinkes Padang, 2018).
Faktor risiko stunting yang berkaitan dengan 1000 HPK terdiri dari
beberapa faktor risiko. Oleh karena itu perlu dilihat faktor risiko yang paling
dominan di antara beberapa faktor risiko tersebut. Diharapkan dengan
diketahuinya faktor risiko paling dominan atau yang paling signifikan di antara
beberapa faktor risiko di tingkat masyarakat maka dapat dieksplorasi lebih lanjut
secara mendalam terhadap dua sudut pandang yaitu sudut pandang puskesmas
sebagai pelaksana program tentang bagaimana pelaksanaan program pencegahan
stunting pada 1000 HPK dan sudut pandang ibu sebagai penerima layanan. Oleh
karena Kota Padang mengalami peningkatan prevalensi stunting dari tahun
sebelumnya, serta Puskesmas Seberang Padang yang memiliki angka kejadian
stunting tertinggi se-Kota Padang maka peneliti tertarik untuk meneliti analisis
pelaksanaan program pencegahan stunting pada 1000 HPK di Puskesmas
Seberang Padang Kota Padang 2019.
berkaitan dengan 1000 HPK bermasalah maka rumusan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik responden kejadian stunting pada 1000 HPK
di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang Kota Padang tahun
2019?
2. Bagaimana distribusi frekuensi faktor risiko kejadian stunting pada
1000 HPK di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang Kota
Padang tahun 2019 ?
3. Apakah ada hubungan faktor risiko terhadap kejadian stunting pada
1000 HPK di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang Kota
Padang tahun 2019?
4. Apa faktor determinan atau faktor yang paling dominan yang
mempengaruhi kejadian stunting pada 1000 HPK di Wilayah Kerja
Puskesmas Seberang Padang Kota Padang tahun 2019?
5. Bagaimana informasi mendalam mengenai faktor risiko paling
dominan yang menyebabkan kejadian stunting pada ibu responden?
6. Bagaimana komponen (input, process dan output) program
pencegahan stunting paling dominan pada 1000 HPK di Puskesmas
Seberang Padang Kota Padang tahun 2019?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor
determinan yang mempengaruhi terjadi stunting dan mengetahui pelaksanaan
program pencegahan stunting 1000 HPK di Puskesmas Seberang Padang
Kota Padang tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahui karakteristik responden kejadian stunting pada 1000
HPK di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang Kota
Padang tahun 2019.
9
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk pengkayaan literatur sebagai sumbangan ilmiah tentang
kejadian stunting bagi Fakultas Kedokteran dan juga bagi
peneliti selanjutnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Untuk menambah pengetahuan peneliti dalam menemukan
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting dan evaluasi
program yang berkaitan dengan faktor determinan kejadian
stunting pada 1000 HPK di Wilayah Kerja Seberang Padang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi
pemegang program Gizi khususnya kejadian stunting dalam mengetahui
10
b. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sebagai informasi
tambahan mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
stunting. Adanya informasi ini, masyarakat dapat lebih memperhatikan
dan merawat kondisi fisik dari masa kehamilan sampai dengan anak lahir
dan tumbuh agar pertumbuhan dan perkembangan anak berjalan optimal
sehingga anak tidak mengalami stunting.
A. Stunting
1. Pengertian
2. Dampak Stunting
Pertumbuhan linear ini akan berlanjut pada masa setelah bayi dilahirkan
yaitu pada usia 1-2 tahun dan kembali meningkat pada umur 11 tahun pada anak
perempuan dan 13 tahun pada anak laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
stunting yang juga menjadi bagian dalam program spesifik untuk mencegah
stunting pada 1000 HPK adalah pemberian ASI eksklusif, Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), MP-ASI, akses layanan kesehatan seperti Ante Natal Care (ANC),
pemberian tablet Fe ibu hamil, pemberian suplementasi vitamin A pada bayi,
imunisasi dasar, pemberian makanan tambahan, dan monitoring pertumbuhan
(Kemenkes, 2013a)
Berikut faktor risiko langsung dan tidak langsung stunting serta faktor
risiko stunting yang juga menjadi bagian dalam program spesifik untuk mencegah
stunting pada 1000 HPK:
3. Status Ekonomi
Status ekonomi merupakan faktor risiko terjadinya stunting.
Berdasarkan penelitian di Aceh ditemukan hubungan antara pendapatan
keluarga dengan kejadian stunting. Keluarga yang memiliki pendapatan
rendah akan berisiko sebesar 8,5 kali untuk memiliki anak stunting
dibandingkan dengan pendapatan yang tinggi. Hal ini tentu berkaitan
dengan daya beli untuk peningkatan konsumsi energi keluarga serta
peningkatan status gizi juga rendah (Lestari, dkk., 2014).
19
b. ANC Komprehensif
ANC komprehensif adalah ibu mendapatkan pemeriksaan
kehamilan dengan kontak lengkap atau yang disebut dengan K4
lengkap. K4 lengkap adalah ibu hamil dengan kontak 4 kali atau lebih
dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk
mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar (1-1-
2). Kontak 4 kali dilakukan minimal satu kali pada trimester I (0-12
minggu), minimal satu kali pada trimester ke-2 (>12-24 minggu), dan
minimal 2 kali pada trimester ke-3 (>24 minggu sampai dengan
kelahiran). Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan
dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan (Kemenkes,
2014f). Berikut kerangka konsep pelayanan ANC komprehensif dapat
dilihat dari gambar di bawah ini (Kemenkes, 2014f) :
21
baik dengan fasilitas kesehatan. Hal ini berkaitan dengan ibu yang
mendapatkan layanan ANC yang layak baik itu ke dokter, bidan
maupun fasilitas kesehatan seperti puskesmas.
a. Pengertian
Pemberian tablet Fe ibu hamil merupakan salah satu pencegahan
anemia yang akan terjadi pada ibu hamil selain upaya dari sumber
makanan. Tablet Fe diberikan pada ibu hamil minimal sebanyak 90
tablet selama kehamilan yang berguna untuk mencegah kekurangan
darah saat kehamilan. Apabila terjadi anemia pada ibu akan
mengakibatkan pendarahan, penyakit darah dan kelainan tubuh. Tablet
Fe diberikan kepada ibu dan dikonsumsi 1 tablet per hari selama 90
hari. Diharapkan dengan adanya pemberian tablet Fe kepada ibu hamil
dapat terhindar dari anemia (Kemenkes, 2014b).
a. Pengertian
Inisiasi Menyusui Dini adalah proses penting bagi bayi setelah
lahir untuk disusui segera dengan cara meletakkan bayi di dada ibu agar
berusaha mencari puting susu ibunya. Upaya menyusui dalam 1 jam
pertama kelahiran ini sangat penting selain untuk mendapatkan asupan
paling bernutrisi bagi bayi tetapi juga untuk keberhasilan proses
menyusui selanjutnya. Hal ini disebabkan bahwa proses IMD akan
merangsang produksi ASI dan memperkuat reflek menghisap bayi
hingga ASI Eksklusif (Kemenkes, 2014b).
Menurut Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang
Pemberian ASI Eksklusif menyebutkan bahwa ASI Eksklusif
merupakan ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan hingga
usia 6 bulan tanpa memberikan atau mengganti atau menambahkan
dengan makanan atau minuman lain. ASI Eksklusif dianjurkan untuk
terus diberikan kepada bayi dengan tujuan tumbuh kembang bayi
terjamin (Peraturan Pemerintah, 2012)
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat
gizi yang diberikan kepada anak mulai dari usia 6 bulan hingga anak
berusia 2 tahun. MP-ASI berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi
selain ASI. MP-ASI diberikan secara bertahap kepada anak sesuai
dengan usianya. MP-ASI sangat berguna untuk baduta karena di usia
anak 6-12 bulan, ASI hanya memenuhi 1/2 dari kebutuhan bayi,
sedangkan di usia 12-24 bulan ASI hanya memenuhi 1/3 dari kebutuhan
baduta (Kemenkes, 2014e).
8. Imunisasi
a. Pengertian
Imunisasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan tubuh manusia sehingga apabila
terpajan oleh penyakit tersebut tidak akan menderita sakit atau hanya
mengalami sakit ringan. Imunisasi rutin terdiri dari imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia
1 tahun. Imunisasi dasar terdiri dari (Kemenkes, 2017) :
1) Hepatitis B;
2) Poliomyelitis;
25
3) Tuberkulosis;
4) Difteri;
5) Pertusis;
6) Tetanus;
7) Pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus
Influenza tipe b (Hib); dan
8) Campak.
Sedangkan imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan imunisasi
dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk
memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan
imunisasi dasar. Imunisasi lanjutan diberikan kepada baduta, anak usia
sekolah dasar dan wanita usia subuh. Imunisasi lanjutan yang diberikan
pada baduta terdiri dari imunisasi terhadap penyakit:
1) Difteri, pertusis, tetanus,
2) Hepatitis b, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
hemophilus influenza tipe b (hib),
3) Serta campak
b. Jadwal Imunisasi
Adapun jadwal imunisasi dasar dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 2 Jadwal Imunisasi Dasar
Catatan :
Catatan:
9. Suplementasi Vit A
D. Model Evaluasi
1. Pengertian
Adapun telaah sistematis penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
1. Nasrul 2018 Pengendalian Faktor Cross Sectional a. Berat Badan Lahir Berat Badan Lahir,
Risiko Stunting Anak Study b. Kelompok Usia Kelompok Usia, Umur
Baduta di Sulawesi c. Jenis Kelamin Ibu, Jarak Kelahiran, Usia
Tengah d. Tinggi Badan Ibu Kehamilan, Lama
e. Umur Ibu Pendidikan Ibu, Mencuci
f. Jarak Kelahiran Tangan, Riwayat Penyakit
g. Paritas Diare, Kelengkapan
h. Usia Kehamilan Imunisasi Dasar Anak,
i. Lama Pendidikan Ibu Keterpaparan Asap Rokok,
j. Jumlah ART Kepemilikan Jamban Dan
k. Pemberian MP-ASI Sumber Air Bersih
l. Asupan Snack Berhubungan dengan
m. Inisiasi Menyusui Dini Kejadian Stunting
n. Pemberian Kolostrum
o. Pemberian Makanan Pre-lakteal
p. Mencuci Tangan
q. Riwayat Penyakit Diare
r. Kelengkapan Imunisasi Dasar
Anak
s. Keterpaparan Asap Rokok
t. Partisipasi Ke posyandu
u. Kepemilikan Jamban
v. Sumber Air
32
No Penulis Tahun Judul Desain Variabel Kesimpulan
2 Sumiaty 2017 Pengaruh Faktor Ibu Dan Retrospectiv a. Status Gizi Ibu IMD, Makanan Pralakteal
Pola Menyusui Terhadap Cohort Study b. Pendidikan Ibu Status Menyusui Kini,
Stunting Baduta 6-23 c. ASI Eksklusif Durasi Menyusui, Lama
Bulan Di Kota Palu d. Tinggi Badan Ibu Menyusui, ANC, PNC,
Propinsi Sulawesi Tengah e. Usia Melahirkan Asupan Fe berhubungan
f. Usia Kehamilan dengan Kejadian Stunting
g. Jarak Kelahiran
h. Hipertensi Kehamilan
i. Diabetes Kehamilan
j. Paritas
k. IMD
l. Kolostrum
m. Makanan Pralakteal
n. Status Menyusui kini
o. Durasi Menyusui
p. Lama Menyusui
q. ANC
r. PNC
s. Kelas Ibu Hamil
t. Asupan Fe
u. Asupan Tablet Kalsium
3. M Rizal Permadi, 2016 Risiko Inisiasi Menyusui Cross Sectional a. IMD IMD dan ASI Eksklusif
Diffah Hanim, Dini dan Praktek ASI Study b. ASI Eksklusif berhubungan dengan
Kusnandar, dan Eksklusif terhadap c. Penyakit Infeksi kejadian stunting
Dono Indarto Kejadian Stunting pada d. Praktik Pemberian MP-ASI
Anak 6-24 bulan e. Pendapatan Keluarga
4. Nasrul, Fahmi 2015 Faktor Risiko Stunting Cross Sectional a. Usia Baduta Usia Baduta, BBLR, TB
Hafid, A. Razak Usia 6-23 Bulan di Study b. Jenis Kelamin ibu, Asupan mie Instan,
Thaha, Suriah Kecamatan Bontoramba c. Berat Badan Lahir (gr) Asupan Snack, Perilaku
33
No Penulis Tahun Judul Desain Variabel Kesimpulan
34
No Penulis Tahun Judul Desain Variabel Kesimpulan
35
36
Kriteria yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah :
1. Penelitian ini berfokus pada 1000 HPK yang memiliki peran terhadap
kejadian stunting.
2. Penelitian ini merupakan penelitian Mix Method Study bersifat
Sequentional Explanatory yang didahului dengan pendekatan kuantitatif
dan dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif.
3. Variabel penelitian ini terdiri dari kejadian stunting sebagai variabel
dependen. ANC, tablet Fe Ibu Hamil, ASI Eksklusif, MP-ASI, imunisasi
lengkap, suplementasi Vit A bayi dan status monitoring pertumbuhan
sebagai variabel independen.
4. Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kuantitatif terdiri dari
analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil akhir penelitian dengan
pendekatan kuantitatif didapatkan faktor risiko stunting yang dominan
dan paling signifikan pada periode 1000 HPK.
5. Sedangkan analisa data dengan pendekatan kualitatif dilanjutkan setelah
pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk diketahui lebih dalam
mengenai pelaksanaan program pencegahan stunting (yang dominan dan
paling signifikan pada periode 1000 HPK) di tingkat Puskesmas sebagai
pelaksana program dan di tingkat masyarakat yaitu ibu sebagai penerima
program.
6. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang
Padang di Kota Padang pada tahun 2019
37
F. Alur Penelitian
Stunting
Program
Spesifik Asupan Gizi Penyakit Infeksi
Ibu Hamil :
(K4) Ketersediaan dan Kebersihan lingkungan
Suplementasi pola konsumsi Pola Asuh dan Akses terhadap
Fe rumah tangga Layanan Kesehatan
Ibu menyusui
IMD
ASI Eksklusif
KIE Gizi
Catt :
Tulisan bercetak tebal dan bergaris bawahi adalah faktor risiko yang diteliti.
T ANC K
A U
H Tablet Fe Ibu Hamil A
A N
P ASI Eksklusif T
Stunting I
I MP-ASI T
Imunisasi Lengkap A
T
Suplementasi Vit A Bayi I
F
Monitoring Pertumbuhan
T K
A Mengeksplorasi Mengeksplorasi U
H penyebab yang berkaitan program yang berkaitan A
A dengan faktor paling dengan faktor paling L
P dominan secara kualitatif dominan di Puskesmas I
kepada Ibu yang secara kualitatif dengan T
II memiliki anak stunting pendekatan sistem A
T
Input-Proses-Output I
F
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Mix Method Study (penelitian
metode campuran) yang bersifat observasional. Pendekatan Mix Method Study
merupakan penelitian dengan melakukan kombinasi dua jenis penelitian yaitu
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Jenis rancangan Mix Method Study yang
digunakan adalah Sequential Explanatory. Tujuan dilakukan pendekatan
kuantitatif mendahului kualitatif adalah untuk mengeksplorasi sampel yang besar
dengan maksud pertama kali menguji variabel yang paling menjadi masalah
terhadap kejadian stunting dan kemudian mengeksplorasi secara mendalam
dengan pendekatan kualitatif (Teddlie, 2003).
Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini menggunakan desain penelitian
Crossectional Study yang mengukur variabel penelitian pada satu saat atau
simultan. Biasa disebut dengan desain penelitian potong lintang atau studi
prevalens. Tahap selanjutnya adalah menggali informasi secara mendalam
mengenai pelaksanaan pencegahan stunting di Wilayah Kerja Puskesmas pada dua
sisi (ibu penderita stunting dan puskesmas) menggunakan pendekatan kualitatif
khususnya terkait dengan faktor risiko yang paling dominan (Sastroasmoro dan
Ismael, 2011).
1. Penelitian Kuantitatif
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki
anak usia 12-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang
pada tahun 2019 berjumlah 170 anak.
b. Sampel
Pada penelitian ini, peneliti melakukan perhitungan jumlah
sampel dengan menggunakan rumus Lemeshow (1990) untuk estimasi
proporsi untuk pendugaan proporsi populasi tunggal dengan
mempertimbangkan nilai N atau populasi:
n = Z²1-α/₂ P(1-P ) N
d²(N-1)+ Z²1-α/₂ P(1-P)
Keterangan :
N : Ukuran sampel/jumlah responden
Z²1-α/2 : Tingkat kepercayaan yaitu 95 % (1,96)
n = 3,84 x 0,177x173
0,082 (169) + 3,84 x 0,177
42
n = 115,54/1,75 = 67
2. Penelitian Kualitatif
a. Informan Penelitian
Pemilihan informan penelitian ditentukan berdasarkan dengan
purposive sampling dan dilakukan berdasarkan yaitu
1) Pertimbangan atas tujuan tertentu
2) Kesesuaian dengan topik penelitian
43
Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Kejadian Retardasi pertumbuhan linier dengan Pengukuran Microtoise 1= Anak yang Stunting (< -2 SD) Nominal
Stunting defisit pada tinggi badan sebesar < -2 Z 2= Anak yang tidak Stunting (> -2
score. SD).
(Trihono, dkk., 2015)
Pendidikan Tingkat pendidikan formal terakhir yang Wawancara Kuesioner 1= Rendah (jika tidak tamat SD dan Nominal
Ayah ditamatkan ayah tamat SMP)
2=Tinggi (jika tamat SMA,
Akademi/PT)
(Arikunto, 2010)
Pendidikan Tingkat pendidikan formal terakhir yang Wawancara Kuesioner 1= Rendah (jika tidak tamat SD dan Nominal
Ibu ditamatkan ibu tamat SMP)
2=Tinggi (jika tamat SMA,
Akademi/PT)
(Arikunto, 2010)
Berat badan Bayi yang lahir dengan berat badan Wawancara, Kuesioner 1= BBLR (<2500 gr) Nominal
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang telaah buku KIA 2= Normal (≥2500 gr)
status kehamilan dan Akte (WHO, 2004)
Kelahiran Anak
44
Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Penyakit Anak yang menderita penyakit infeksi Wawancara Kuesioner 1= Pernah terinfeksi (jika terdapat Nominal
Infeksi seperti ISPA, campak, diare, TB dan satu atau lebih penyakit
penyakit infeksi lainnya pada 1 bulan infeksi pada anak selama 1
terakhir sampai wawancara dilakukan. bulan terakhir)
2 = Tidak pernah terinfeksi (jika
tidak terdapat penyakit infeksi
pada anak selama 1 bulan
terakhir)
(Kemenkes RI, 2015)
Keterpaparan Paparan asap rokok yang menyertai anak Wawancara Kuesioner 1= Terpapar asap rokok (jika
Asap rokok baduta (yang terpaksa menghirup atau terdapat anggota keluarga
menghisap asap rokok) dari perokok aktif yang tinggal bersama yang
di dalam rumah. memiliki kebiasaan merokok
di dalam rumah)
2= Tidak terpapar asap rokok (jika
tidak terdapat anggota
keluarga yang tinggal bersama
yang memiliki kebiasaan
merokok di dalam rumah)
(DHHS, 2007)
Pendapatan Besar penghasilan (upah/gaji) yang Wawancara Kuesioner 1= Miskin (Pendapatan perkapita Nominal
perkapita diperoleh rumah tangga dibagi dengan <garis kemiskinan Kota
jumlah anggota rumah tangga untuk Padang 2019)
memenuhi kebutuhan pangan maupun 2= Tidak Miskin (Pendapatan
non-pangan selama sebulan. perkapita ≥ garis kemiskinan
Kota Padang 2019)
(BPS, 2011)
45
Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Alat Ukur Hasil Ukur Skala
ANC Riwayat pemeriksaan kehamilan K4 Wawancara, dan Kuesioner 1 = Tidak Lengkap (<4 (1-1-2)) Nominal
dengan jumlah 1 kali pada trisemester I, 1 telaah buku KIA 2 = Lengkap ( ≥ 4 kali (1-1-2))
kali pada trisemester II dan 2 kali pada (Kemenkes, 2014f)
trisemester III
Tablet Fe Ibu Ibu Hamil mendapatkan dan Wawancara, dan Kuesioner 1= Tidak lengkap (<90 tablet Nominal
Hamil mengkonsumsi 90 tablet Fe selama masa telaah buku KIA selama kehamilan)
kehamilan 2= Lengkap (90 tablet atau >
selama kehamilan)
(Kemenkes, 2014b)
Pemberian ASI kepada bayi sejak lahir Wawancara, dan Kuesioner 1 = Tidak ASI eksklusif
ASI Eksklusif Nominal
hingga usia 6 bulan tanpa menambahkan, telaah buku KIA 2 = ASI eksklusif selama 6 bulan
memberikan dan mengganti ASI dengan (Peraturan Pemerintah, 2012)
makanan dan minuman lain.
Imunisasi Imunisasi lengkap adalah anak Wawancara, dan Kuesioner 1 = Imunisasi Tidak Lengkap Nominal
Lengkap mendapatkan imunisasi dasar rutin telaah buku KIA 2 = Imunisasi Lengkap
(Kemenkes, 2017)
46
Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Suplementasi Pemberian dan mengkonsumsi kapsul Wawancara, dan Kuesioner 1=Tidak mendapatkan suplementasi Nominal
Vit A Bayi vitamin A pada bayi sebanyak 3 kali telaah buku KIA Vit A sesuai dengan tingkat
hingga berusia 24 bulan (sesuai dengan umur.
tingkat umur anak baduta) 2=Mendapatkan suplementasi Vit A
sesuai dengan tingkat umur.
(Kemenkes, 2016)
47
48
1. Masukan (Input)
2. Proses (Process)
Semua kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan program
pencegahan stunting oleh Puskesmas Seberang Padang di Kota Padang.
51
a) Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses analisa dan memahami
sistem, sehingga dapat melakukan penyusunan konsep dan kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Informan : Kepala Puskesmas Seberang Padang, Pengelola
program ibu untuk ANC, Pengelola program anak
untuk ASI eksklusif, Pengelola program Gizi untuk
tablet Fe Ibu hamil, MP-ASI, monitoring
pertumbuhan, dan suplementasi Vit A, Pemegang
Program Imunisasi untuk Imunisasi, dan bidan
koordinator.
Cara Ukur : Wawancara Mendalam, Telaah Dokumen.
Alat ukur : Checklist, Pedoman Wawancara.
Hasil Ukur : Informasi mengenai proses perencanaan kegiatan
pencegahan stunting yang berkaitan dengan faktor
dominan kejadian stunting di Puskesmas Seberang
Padang.
b) Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah mengatur petugas atau staf yang ada dalam
puskesmas agar semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana
dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkan
Informan : Kepala Puskesmas Seberang Padang, Pengelola
program ibu untuk ANC, Pengelola program anak
untuk ASI eksklusif, Pengelola program Gizi untuk
tablet Fe Ibu hamil, MP-ASI, monitoring
pertumbuhan, dan suplementasi Vit A, Pemegang
Program Imunisasi untuk Imunisasi, dan bidan
koordinator.
Cara Ukur : Observasi, Wawancara Mendalam, Telaah Dokumen.
Alat ukur : Checklist, Pedoman Wawancara.
Hasil Ukur : Informasi mengenai pengorganisasian/pembagian
52
c) Pelaksanaan (Actuating)
Suatu proses untuk melaksanakan kegiatan termasuk melakukan
pengarahan, pengkoordinasian bimbingan, penggerakan dan
pengawasan.
Informan : Pengelola program ibu untuk ANC, Pengelola
program anak untuk ASI eksklusif, Pengelola
program Gizi untuk tablet Fe Ibu hamil, MP-ASI,
monitoring pertumbuhan, dan suplementasi Vit A,
Pemegang Program Imunisasi untuk Imunisasi, bidan
koordinator, bidan di posyandu, kader dan Ibu
Baduta.
Cara Ukur : Observasi, Wawancara Mendalam, Telaah Dokumen.
Alat ukur : Checklist, Pedoman Wawancara.
Hasil Ukur : Informasi mengenai proses pelaksanaan kegiatan
pencegahan stunting yang berkaitan dengan faktor
dominan kejadian stunting di Puskesmas Seberang
Padang.
d) Pengawasan (Controling)
Suatu proses untuk menilai kinerja suatu program yang kemudian
dilanjutkan dengan memberikan arahan sedemikian rupa sehingga
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Informan : Kepala Puskesmas Seberang Padang, Pengelola
program ibu untuk ANC, Pengelola program anak
untuk ASI eksklusif, Pengelola program Gizi untuk
tablet Fe Ibu hamil, MP-ASI, monitoring
pertumbuhan, dan suplementasi Vit A, Pemegang
Program Imunisasi untuk Imunisasi, dan bidan
53
koordinator.
Cara Ukur : Wawancara Mendalam, Telaah Dokumen.
Alat ukur : Checklist, Pedoman Wawancara.
Hasil Ukur : Informasi mengenai proses pengawasan pelaksanaan
kegiatan pencegahan stunting yang berkaitan dengan
faktor dominan kejadian stunting di Puskesmas
Seberang Padang.
3. Keluaran (Output)
Hasil dari pelaksanaan program pencegahan stunting adalah
cakupan program pencegahan stunting seperti cakupan program ANC,
Tablet Fe Ibu Hamil, ASI Eksklusif, MP-ASI, Imunisasi, Suplementasi Vit
A, dan cakupan atau persentase baduta yang diukur TB secara rutin.
Informan : Kepala Puskesmas Seberang Padang, Pengelola
program ibu untuk ANC, Pengelola program anak
untuk ASI Eksklusif, Pengelola program Gizi untuk
tablet Fe Ibu hamil, MP-ASI, monitoring
pertumbuhan, dan suplementasi Vit A, Pemegang
Program Imunisasi untuk Imunisasi, dan bidan
koordinator.
Cara Ukur : Wawancara Mendalam, Telaah Dokumen.
Alat ukur : Pedoman Wawancara, Checklist.
Hasil Ukur : Informasi mengenai hasil dari pelaksanaan untuk
kegiatan pencegahan stunting yang berkaitan dengan
faktor dominan kejadian stunting di Puskesmas
Seberang Padang.
54
F. Pengumpulan Data
1. Penelitian Kuantitatif
a. Teknik Pengumpulan Data
1) Data Primer
Data Primer diperoleh secara langsung melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner dan
pengukuran langsung kepada responden penelitian.
Pengukuran langsung kepada responden penelitian
yaitu pengukuran status gizi TB/U baduta dengan
melakukan pengukuran antropometri menggunakan
microtoise. Data primer lainnya meliputi data variabel
ANC, tablet Fe ibu hamil, ASI eksklusif, MP-ASI,
imunisasi lengkap, suplementasi vitamin A bayi dan
status monitoring pertumbuhan baduta.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari data yang telah tersedia yaitu data diperoleh dari
Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2017 mengenai
laporan kejadian stunting di Kota Padang tahun 2017.
2. Penelitian Kualitatif
2. Analisa Data
Analisa data penelitian kuantitatif terdiri dari :
a) Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis terhadap satu variabel yang
dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari
variabel yang diteliti. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap
variabel. Sehingga analisis univariat dalam penelitian ini dapat
menegetahui pola distribusi frekuensi masing-masing variabel.
b) Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan. Analisis ini hanya akan menghasilkan hubungan
antara dua variabel yang berhubungan atau bersangkutan (variabel
independen dan dependen). Analisis bivariat yang digunakan
bertujuan untuk melihat ANC, tablet Fe ibu hamil, ASI eksklusif,
MP-ASI, imunisasi lengkap, suplementasi vitamin A bayi dan
status monitoring pertumbuhan terhadap kejadian stunting.
Penelitian ini menggunakan desain crossectional. Analisis dalam
penelitian ini menggunakan software SPSS dengan uji statistik
Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Apabila p-
value yang diperoleh kecil dari 0,05 maka terdapat hubungan
yang bermakna. Pengelompokan dilakukan seperti tabel di bawah
ini (Sastroasmoro dan Ismael, 2011):
58
2. Penelitian Kualitatif
a. Pengolahan dan Analisa Data
Adapun tahap pengolahan dan analisa data kualitatif sebagai
berikut (Sugiyono, 2017) :
1) Transkrip data
Menyalin informasi yang direkam menjadi bentuk catatan.
Setiap sumber diberikan kode sumber agar data dapat
ditelusuri kembali jika terdapat kekurangan.
2) Reduksi data
Analisa data kualitatif diawali dengan tahap reduksi data.
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
penulisan ringkasan, pengkodean, penulisan memo,
penyusunan klaster dan pembentukan partisi. Mereduksi data
ini merupakan kegiatan mempertajam, memilah,
memusatkan, membuang, dan mengorganisasikan data
sedemikian rupa sehingga dapat menarik kesimpulan akhir.
Proses analisa melalui reduksi data ini perlu mempertahankan
konteks tempat munculnya data.
3) Peragaan Data
Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan setelah tahap
reduksi data yang meliputi reduksi informasi. Peragaan data
ini meliputi penyusunan matriks, bagan, grafik, jaringan,
daftar dan diagram venn.
4) Kesimpulan dan verifikasi
Membuat kesimpulan dan menafsirkan data hasil wawancara
menemukan pola dan hubungan serta membuat temuan-
temuan umum.
b. Keabsahan Data
Validitas data penelitian dilakukan dengan empat kriteria
yang merupakan tingkat kepercayaan hasil penelitian kualitatif yang
meliputi (Sugiyono, 2017) :
60
1) Uji kredibilitas
Yaitu uji kepercayaan terhadap hasil penelitian yang
meliputi:
a) Perpanjangan pengamatan
Peneliti memfokuskan pada pengujian terhadap data
yang telah diperoleh. Melihat kebenaran data setelah
dilakukan ulang. Bila data telah benar maka waktu
perpanjangan pengamatan diakhiri.
b) Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan
pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan sehingga kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan
sistematis.
c) Triangulasi
Melakukan pengecekan data dari berbagai sumber
(trangulasi sumber) kemudian mengecek data
dengan tehnik yang berbeda (trangulasi metode).
Jika tiga metode pengujian kredibilitas data tersebut
menghasilkan data yang berbeda-beda, maka
peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada
sumber data yang bersangkutan atau yang lain,
untuk memastikan data mana yang dianggap benar,
atau mungkin semuanya benar, karena sudut
pandangnya berbeda-beda. Waktu juga
mempengaruhi kredibilitas data. Untuk itu penulis
nantinya akan melakukan pengecekan dalam waktu
dan situasi yang berbeda (triangulasi waktu).
d) Analisa kasus negatif
Peneliti mencari data yang berbeda atau
bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
61
4. Sarana Prasarana
Puskesmas dalam menjangkau sasaran untuk pelaksanaan berbagai
program yang ada memiliki satu puskesmas pembantu, dan tiga poskeskel.
Selain itu, juga terdapat sarana lainnya yang dibantu oleh peran institusi
yang ada berbagai tatanan yang ada seperti 23 posyandu balita, enam
posyandu lansia, dan dua posbindu. Puskesmas dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam wilayah kerja, Puskesmas
Seberang Padang mempunyai sarana dan prasarana yang cukup. Sarana dan
prasarana lainnya terdiri dari gedung, sarana transportasi, sarana pelayanan
dan penunjang layanan, sarana penunjang administrasi dan sistem informasi.
B. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yang menghasilkan
frekuensi dan persentase. Jumlah sampel terpilih secara acak sebanyak 74 sampel
termasuk 10% dari sampel minimal untuk mengatasi adanya DO. Jumlah sampel
yang dianalisa adalah sebanyak 71 sampel. Hal ini terjadi karena terdapat sampel
yang drop out saat penelitian dilakukan. Namun, sampel yang dianalisa sudah
memenuhi sampel minimal yaitu 67 sampel.
64
C. Analisis Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
(variabel independen dan dependen). Variabel independen adalah ANC, tablet Fe
Ibu hamil, ASI eksklusif, MP-ASI, imunisasi lengkap, suplementasi vitamin A
dan monitoring pertumbuhan. Sedangkan variabel dependen adalah kejadian
stunting. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Chi-Square Test.
Hasil analisis bivariat yaitu hubungan antara variabel independen (ANC, tablet Fe
ibu hamil, ASI eksklusif, MP-ASI, imunisasi lengkap, suplementasi vitamin A
dan monitoring pertumbuhan) dan dependen (kejadian stunting) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 13 Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Seberang Padang 2019
Kejadian Stunting
Total POR
Stunting Normal P-value
Variabel (95% CI)
f % f % f %
ANC
Tidak Lengkap 14 35,0 26 65,0 40 100 1,31
0,782
Lengkap 9 29,0 22 71,0 31 100 (0,47-3,62)
Tablet Fe Ibu
Hamil
Tidak Lengkap 18 39,1 28 60,9 46 100 2,571
0,168
Lengkap 5 20,0 20 80,0 25 100 (0,81-8,08)
ASI Eksklusif
Tidak 14 34,1 27 65,9 41 100 1,21
0,911
Ya 9 30,0 21 70,0 30 100 (0,43-3,33)
MP-ASI
Kurang Baik 22 38,6 35 61,4 57 100 8,17
0,027
Baik 1 7,1 13 92,9 14 100 (0,99-66,9)
Imunisasi Lengkap
Tidak Lengkap 12 35,3 22 64,7 34 100 1,28
0,805
Lengkap 11 29,7 26 70,3 37 100 (0,47-3,49)
Suplementasi
Vitamin A
Tidak Lengkap 13 46,4 15 53,6 28 100 2,86
0,075
Lengkap 10 23,3 33 76,7 43 100 (1,02-7,97)
Monitoring
Pertumbuhan
Tidak Rutin 22 37,9 36 62,1 58 100 7,33
0,048
Rutin 1 7,7 12 92,3 13 100 (0,89-60,3)
69
D. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan beberapa variabel
independen dengan variabel dependen sehingga dapat diperkirakan hubungan
variabel setelah dikontrol dengan beberapa variabel lainnya. Analisa ini akan
mendapatkan variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian stunting.
Analisis multivariat diawali dengan melakukan penjaringan variabel. Berikut
langkah-langkah dalam analisis multivariat menggunakan Uji Regresi Logistik.
Hasilnya didapatkan seperti di bawah ini :
70
1. Seleksi Bivariat
Penelitian ini terdapat satu variabel dependen yaitu kejadian stunting
dan tujuh variabel independen yaitu ANC, tablet Fe Ibu Hamil, ASI
eksklusif, MP-ASI, imunisasi lengkap, suplementasi vitamin A, dan
monitoring pertumbuhan. Untuk menjadikan variabel multivariat terlebih
dahulu dilakukan seleksi bivariat. Variabel yang dimasukkan ke dalam
analisis berpedoman pada hasil bivariat. Variabel yang akan dimasukkan ke
dalam analisis multivariat adalah variabel dari hasil bivariat yang memiliki
p-value <0,25. Berikut hasil seleksi bivariat:
2. Pemodelan Multivariat
Langkah selanjutnya adalah pemodelan multivariat dengan
memasukkan secara bersamaan semua variabel kandidat hasil dari seleksi
bivariat. Adapun model awal multivariat pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 15 Model Awal Multivariat
95% CI
Stunting POR P-Value
Lower Upper
MP-ASI 22,8 2,37 219,6 0,007
Tablet Fe Ibu hamil 4,96 1,33 18,50 0,017
Suplementasi Vit A 2,85 0,83 9,769 0,096
Monitoring Pertumbuhan 9,70 1,04 90,58 0,046
71
Hasil uji statistik pada tabel di atas merupakan model awal untuk
analisis multivariat selanjutnya. Untuk mengetahui faktor risiko paling
dominan maka perlu dilakukan analisis tahap selanjutnya yaitu
mengeluarkan variabel yang memiliki p-value paling besar. Variabel yang
dikeluarkan adalah variabel suplementasi vitamin A. Model analisis
multivariat tanpa suplementasi vitamin A dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
1. Input
a. Sosialisasi Kebijakan dan Petunjuk Teknis Belum Ada
Berdasarkan PMK No 41 tahun 2014 tentang pedoman gizi
seimbang disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan gizi seimbang
termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan pemberian MP-ASI yang baik
dan benar. PMK ini menyebutkan bahwa terdapat beberapa kegiatan yang
perlu dilakukan seperti sosialisasi, pelatihan, penyuluhan, konseling dan
demo percontohan dan praktik. PMK ini juga mengatur mengenai gizi
seimbang untuk anak usia 6-24 bulan seperti pemberian MP-ASI yang baik.
PMK ini diikuti oleh dikeluarkan nya panduan penyelenggaraan PMBA baik
untuk petugas kesehatan khusus nya petugas gizi, bidan kelurahan maupun
kader (Kemenkes, 2014a). Berdasarkan wawancara yang dilakukan
74
PMBA kepada kader dari petugas gizi. Selain itu, petugas tidak mengetahui
tentang kebijakan berupa PMK yang mendasari pelaksanaan kegiatan MP-
ASI namun ditemukan adanya PMK No. 40 tahun 2014 tentang Pedoman
Gizi Seimbang di Puskesmas melalui telaah dokumen. Berikut disajikan
matriks yang merupakan reduksi dari hasil wawancara mendalam mengenai
komponen input yaitu kebijakan.
“Kalo menurut saya tenaga sudah mencukupi ya, kader pun sudah
cukup..” (inf 4)
77
Hal ini senada dengan apa yang sampaikan oleh ibu baduta yang
berada di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang bahwa memang
pemberian informasi mengenai PMBA di Posyandu hanya berupa tanya
jawab saja. Pemberian informasi mengenai pemberian MP-ASI untuk anak
yang baik kepada ibu yang berkunjung ke posyandu belum berjalan optimal.
Sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan informan di bawah ini :
“Ya kami saat posyandu, sesekali di tanya oleh kader atau petugas
kesehatannya, saat ini anak sedang makan apa, ? kalo umur segini
makan ini ya .. gitu.. Cuma tanya jawab ini juga sesekali dan di kasih
informasi seperti itu juga jarang karena pada sibuk juga kan ngurus
ibu ini lah, anak ini lah …yaudah kalo udah selesai posyandu
langsung pulang aja lagi..Pemberian informasi itu jika ibu yang
berkunjung ke posyandu lagi sepi, nah dapat informasi itu…”-(Inf-5)
Kalo untuk sosialisasi PMBA di tahun 2017 lalu itu juga ga ada
pendanaan khusus itu pake dana lain, dana untuk pelatihan ke kader
juga ngga ada sehingga ga terlaksana di puskesmas.”-Inf 3
2. Process
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan proses bagaimana melaksanakan kegiatan
sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui pengaturan
pemanfaatan sumber daya yang ada secara jelas. Kegiatan melaksanakan
perencanaan terdiri dari analisa situasi, identifikasi masalah, prioritas
masalah, akar penyebab masalah, penyelesaian masalah dan penyusunan
rencana 5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas.
Berdasarkan wawancara mendalam dengan informan mengenai
perencanaan disebutkan bahwa perencanaan program di Puskesmas
dilakukan berdasarkan data yang ada di tahun lalu, serta melanjutkan
program yang menjadi program tetap dari Dinas Kesehatan Kota Padang.
Informan juga menjelaskan bahwa perencanaan program gizi yang
87
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan bagian dari manajemen yang sangat
penting untuk pelaksanaan program agar dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan. Pengorganisasian program ini termasuk di dalamnya adalah
pembagian tugas yang akan dilakukan oleh setiap staff atau petugas.
Berdasarkan wawancara mendalam didapatkan bahwa pengorganisasian
untuk program MP-ASI khususnya PMBA sudah ditentukan. Pembagian
tugas atau tanggung jawab di Program gizi dibagi berdasarkan wilayah kerja
puskesmas. Pembagian tugas selain untuk petugas gizi yaitu petugas sebagai
penanggung jawab posyandu belum ada pembagian tugas mengenai
pemberian informasi MP-ASI berbasis PMBA. Sesuai dengan hasil
wawancara mendalam dengan informan di bawah ini :
“Untuk pengorganisasian petugas gizi dalam melaksanakan program
MP-ASI, kami berbagi tugas seperti ada salah satu petugas yang
bertugas di bagian konseling MP-ASI, jika ada rujukan dari bagian
KIA ke gizi ya kami beri konseling, petugas gizi lainnya melaksanakan
kegiatan seperti posyandu, atau kelas ibu hamil dan balita. Untuk
petugas selain gizi yang bertugas ke posyandu ya kami belum ada
pembagian tugas pemberian informasi MP-ASI berbasis PMBA,
namun biasanya juga ada di kasih tau ke ibu, buk, makannya di
perbanyak ya begitu…”(Inf-2)
Pembagian tugas
MP-ASI berbasis
PMBA untuk staf
yang bertugas
sebagai
penanggung jawab
posyandu belum
diberikan atau di
sosialisasikan
c. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam hal ini kegiatan atau program MP-
ASI khusus PMBA pada ibu baduta agar dapat memberikan MP-ASI sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Pelaksanaan
kegiatan MP-ASI berbasis PMBA belum optimal dilaksanakan. Pelaksanaan
MP-ASI atau konseling PMBA di Puskesmas belum optimal karena terdapat
anak yang wajib mendapatkan PMBA tetapi tidak dirujuk untuk menerima
informasi. Pelaksanaan kegiatan MP-ASI berbasis PMBA juga diberikan di
luar puskesmas melalui penyuluhan kepada ibu. Materi PMBA juga di
sampaikan di kelas ibu bayi dan balita, kelas ibu hamil. Namun
penyampaian materi tersebut masih belum dilakukan secara terus menerus,
terstruktur serta terencana. Hal ini disebabkan karena banyak materi yang
akan tersampaikan sehingga penyampaian mengenai MP-ASI hanya
dilakukan 10 bulan sekali. Selain itu penyampaian materi tidak efektif
dilakukan karena sasaran yang heterogen. Sesuai dengan hasil wawancara
mendalam dengan informan di bawah ini :
“Untuk pelaksanaan MP-ASI kami lakukan melalui pemberian
konseling MP-ASI di Puskesmas,bagi pasien yang di rujuk dari KIA,
selain juga kami berikan informasi MP-ASI melalui posyandu atau
saat kelas ibu hamil balita.” (inf 2)
“Selama ini kita kurang dalam pengawasan dan evaluasi yang khusus
mengenai PMBA ya karena tidak ada dalam RUK, namun untuk
penilaian kegiatan gizi lainnya ya sekedar penilaian dan pengawasan
berdasarkan kasus saja, seperti program di Pos Gizi kita tahu bahwa
setelah melakukan program itu salah satu penyebabnya adalah pola
asuh atau MP-ASI, namun itu tadi tidak ada tindak lanjut nya menuju
sana,…”-Inf 3
“Pengawasan dan evaluasi dari atas ada, sudah berjalan baik, setiap
ada kegiatan selalu di tanyakan bagaimana hasil pelaksanaan, ada
atau tidak kasus di Wilayah yang bersangkutan... dan setiap setelah
melaksanakan tugas ya memberikan laporan, misalnya jika ada gizi
buruk rujuk ke puskesmas untuk tindak lanjut ya ga ada....”(Inf 4)
3. Output
Berdasarkan hasil penelitian program MP-ASI di Puskesmas
Seberang Padang khususnya pemberian informasi mengenai PMBA belum
optimal. Pemberian informasi mengenai MP-ASI sesuai dengan pedoman
PMBA menekankan kepada pelaksanaan konseling MP-ASI berbasis
PMBA kepada ibu. Namun di Puskesmas Seberang Padang lebih berfokus
kepada penyuluhan. Penyuluhan mengenai MP-ASI yang dilakukan terbagi
menjadi 2 yaitu penyuluhan di luar gedung dan dalam gedung. Penyuluhan
dalam gedung adalah konseling yang diberikan kepada pasien yang dirujuk
dari poli KIA dan ibu. Untuk penyuluhan luar gedung diberikan saat adanya
pertemuan seperti kelas ibu hamil, dan kelas ibu bayi dan balita. Sesuai
dengan hasil wawancara mendalam dengan informan di bawah ini :
97
A. Keterbatasan Penelitian
Adapun beberapa kesulitan dan kendala yang ditemui dalam penelitian ini
diantaranya yang menjadi keterbatasan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis banyak faktor risiko stunting lainnya yang memiliki
hubungan atau keterkaitan pada 1000 HPK. Namun, dikarenakan
keterbatasan peneliti maka peneliti hanya meneliti variabel seperti
ANC, tablet Fe ibu hamil, ASI eksklusif, MP-ASI, imunisasi lengkap,
suplementasi vitamin A, dan monitoring pertumbuhan.
2. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan 2 faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian stunting. Namun, dikarenakan
keterbatasan peneliti maka peneliti hanya menggali secara kualitatif
hanya pada faktor risiko paling dominan yaitu MP-ASI.
B. Penelitian Kuantitatif
1. Gambaran Karakteristik Orang Tua
Berdasarkan hasil penelitian lebih banyak sampel memiliki ayah
dengan tingkat pendidikan tinggi (70,4%) dibandingkan dengan pendidikan
rendah (29,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lestari, dkk. (2014) di Aceh bahwa ditemukan lebih besar
sampel memiliki ayah dengan tingkat pendidikan tinggi (64,5%). Penelitian
sejalan dengan penelitian Rukmana, dkk. (2016) didapatkan bahwa anak
lebih banyak pada ayah dengan pendidikan tinggi (62,5%) dibandingkan
pendidikan rendah (37,5%). Berbeda dengan penelitian Ernawati, dkk.
(2013) bahwa pada umumnya anak memiliki ayah dengan tingkat
pendidikan rendah (97,3%). Namun, pada penelitian ini ditemukan bahwa
ayah sampel paling banyak menamatkan SMA yaitu 60,6%.
Sejalan dengan data BPS di Sumatera Barat bahwa persentase
pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada tahun 2017 di Wilayah
Perkotaan berturut-turut adalah tidak atau belum menamatkan sekolah dasar
yaitu sebesar (11,39%), tamat SD (15,23%) dan tamat SMP (16,21%) dan
100
ekonomi rendah (51%) dari pada ekonomi tinggi (49%). Berbeda dengan
penelitian Permadi, dkk. (2016) yang mendapakan bahwa sampel lebih
banyak pada keluarga tidak miskin (68%) dibandingkan pada keluarga
miskin (32%). Jenis pekerjaan menentukan stabilitas perekonomian
keluarga. Berdasarkan hasil penelitian responden menyebutkan bahwa
pendapatan yang didapatkan terkadang tidak menentu. Responden
menyebutkan terkadang dalam satu bulan mendapatkan penghasilan yang
sedikit terkadang juga menguntungkan.
Berdasarkan hasil penelitian lebih banyak pendapatan perkapita
miskin. Artinya adalah lebih banyak sampel berada di bawah garis
kemiskinan. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa banyak ayah
dengan pekerjaan tidak tetap. Sebagian besar kepala keluarga memiliki
pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap sebanyak 76%. Hal inilah yang
menyebabkan lebih dari separuh sampel memiliki pendapatan perkapita
miskin. Responden dengan kepala keluarga sebagai jasa (ojek/supir
/bangunan/buruh) menyebutkan bahwa terkadang dalam satu bulan kepala
keluarga tidak mendapatkan panggilan dari perusahaan sebagai buruh atau
tukang bangunan. Hal ini tentu mempengaruhi terhadap kejadian stunting di
Puskesmas Seberang Padang. Pekerjaan ayah merupakan sebuah jembatan
untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan juga
akses terhadap layanan kesehatan secara stabil. Apabila pendapatan tidak
mencukupi maka kebutuhan pangan tidak terpenuhi secara optimal.
penelitian ini ditemukan bahwa anak perempuan lebih banyak dari pada
laki-laki. Namun perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan
hanya 7%. Jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan sama-sama
berisiko untuk terkena stunting. Jenis kelamin juga tidak membedakan
kebutuhan gizi atau energi di usia 12-24 bulan. Jenis kelamin digunakan
untuk menentukan status gizi berdasarkan standar WHO (Rukmana, dkk.,
2016).
Karakteristik sampel lainnya adalah berat badan lahir. Berdasarkan
hasil penelitian pada umumnya baduta memiliki berat badan lahir normal
yaitu sebesar (94,4%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
sebelumnya yaitu penelitian Rukmana, dkk. (2016) di Bogor pada umumnya
memiliki berat badan lahir normal (91,7%). Sejalan dengan Nasrul (2018)
bahwa ditemukan sebagian besar sampel dengan berat badan lahir normal
(84,4%). Berat badan lahir pada bayi dipengaruhi oleh keadaan kesehatan
ibu selama kehamilan. Pertumbuhan dan perkembangan janin yang tidak
baik akan mempengaruhi berat badan lahir rendah. Pada penelitian ini hanya
terdapat 5,6 % anak yang memiliki permasalahan berat badan lahir. Artinya
berat badan lahir anak tidak menjadi masalah yang sangat signifikan di
Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang.
Penyakit infeksi juga merupakan kondisi baduta yang pernah
terinfeksi penyakit menular dalam 1 bulan terakhir saat dilakukan penelitian.
Sampel penelitian lebih banyak pernah terinfeksi penyakit menular (71,8%)
dibandingkan dengan tidak pernah terinfeksi (28,2%). Berbeda dengan
penelitian Paramashanti, dkk (2016) yang menemukan bahwa sampel
penelitian lebih banyak tidak terinfeksi penyakit menular dibandingkan
dengan sampel yang terinfeksi seperti penyakit diare, ISPA, pneumonia dan
TB paru. Begitu juga penelitian Wellina, dkk. (2016) yang menemukan anak
jarang terinfeksi penyakit menular seperti diare dan ISPA. Namun, sejalan
dengan penelitian Permadi, dkk. (2016) bahwa sebagian besar sampel
pernah terinfeksi penyakit menular. Penyakit menular merupakan faktor
penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi pada anak. Hal ini
disebabkan bahwa anak yang menderita penyakit infeksi akan
103
bahwa sebagian besar ibu anak yang berumur 6-23 mengkonsumsi asupan
Fe (87,69%) ketika ibu hamil.
Adapun faktor risiko pada anak ditemukan lebih banyak anak yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif (57,7%) dibandingan dengan anak yang
mendapatkan ASI eksklusif (42,3%). Sejalan dengan penelitian Lestari, dkk
(2014) yang menemukan bahwa lebih banyak anak yang tidak ASI eksklusif
dibandingkan dengan ASI eksklusif. Sejalan juga dengan Permadi, dkk
(2016) yang menemukan 58% anak tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Berbeda dengan Sumiaty (2017) yang menemukan sebagian besar anak
yang mendapat ASI eksklusif yaitu sebesar 80%. Berdasarkan data di
lapangan didapatkan bahwa terdapat ibu yang memberikan anak makanan
sebelum waktunya seperti buah pisang meskipun anak masih berumur di
bawah 6 bulan. Hal ini berkaitan dengan pemberian MP-ASI. Anak yang
diberi makanan sebelum usianya juga mempengaruhi pemberian MP-ASI
yang baik.
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar anak
mendapatkan MP-ASI kurang baik (80,3%). Sejalan dengan Permadi, dkk
(2016) yang mendapatkan anak lebih banyak mendapatkan MP-ASI kurang
baik (57%) dibandingkan MP-ASI baik (43%). Begitu juga dengan
penelitian Nasrul, dkk. (2018) yang menemukan bahwa lebih banyak
pemberian MP-ASI tidak sesuai standar (55,2%) dibandingkan sesuai
standar (44,8%). Sejalan dengan penelitian Najahah, dkk. (2013) yang
mendapatkan bahwa lebih banyak anak dengan praktek pemberian MP-ASI
yang tidak sesuai standar (51,3%) dibandingkan dengan pemberian MP-ASI
yang sesuai standar (49,9%). Sejalan dengan penelitian sebelumnya, hasil
penelitian ini menemukan ibu yang memberikan MP-ASI terlalu dini. Selain
itu juga ditemukan baduta yang diberikan MP-ASI dengan tekstur yang
lunak (seperti nasi tim) dimana seharusnya mendapatkan makanan dengan
tekstur lumat seperti bubur susu dll. Berdasarkan hasil yang didapatkan juga
ditemukan ibu yang sudah memberikan makanan padat pada usia yang
seharusnya mendapatkan makanan dengan tekstur lunak.
105
Apabila ibu hamil tidak mendapatkan ANC lengkap dan juga Fe tidak
lengkap maka semakin tinggi distribusi anak stunting.
Hasil penelitian ini juga dapat melihat dua faktor risiko seperti ASI
dan MP-ASI pada anak stunting. Tidak terdapat anak stunting (0%) yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif pada masa lalu namun mendapatkan MP-
ASI baik pada saat ini. Namun, terdapat sebanyak 40% anak stunting yang
mendapatkan ASI eksklusif pada masa lalu namun tidak mendapatkan MP-
ASI yang baik pada saat sekarang. Artinya adalah meskipun anak tidak
mendapatkan ASI eksklusif di masa lalu tetapi apabila saat sekarang anak
mendapatkan MP-ASI yang baik sesuai dengan tingkat umur anak maka
sedikit bahkan 0% distribusi anak stunting.
Hasil penelitian ini juga dapat melihat dua faktor risiko seperti
suplementasi vitamin A dan imunisasi lengkap. Terdapat sebanyak 26,3%
anak stunting yang mendapatkan suplementasi vitamin A namun tidak
mendapatkan imunisasi lengkap. Terdapat sebanyak 46,2% anak stunting
yang mendapatkan imunisasi lengkap namun tidak mendapatkan
suplementasi vitamin A. Artinya adalah meskipun anak tidak mendapatkan
imunisasi lengkap tetapi apabila mendapatkan suplementasi vitamin A
lengkap maka sedikit distribusi anak stunting yang ditemukan.
Perkembangan janin saat masa kehamilan juga dapat dilihat dari berat lahir
anak. Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan bahwa diantara semua
responden pada umumnya memiliki anak dengan berat lahir normal (94,4%)
meskipun lebih banyak ibu dengan ANC tidak lengkap (56,3%). Artinya
adalah ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama masa kehamilan yang tidak diteliti oleh peneliti.
Namun ibu yang memiliki ANC tidak lengkap dan melahirkan anak BBLR
memiliki angka stunting yang lebih tinggi (66,7%) dibandingkan dengan ibu
yang memiliki ANC lengkap dan melahirkan anak normal (30%). Artinya
adalah meskipun di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang tidak
terlihat hubungan yang signifikan antara ANC dan stunting namun pada ibu
yang tidak mendapatkan ANC lengkap dan melahirkan anak BBLR
memiliki distribusi stunting yang tinggi.
Mengenai faktor lain yang dapat mempengaruhi gizi ibu hamil
selama kehamilan adalah kemampuan ibu dalam memenuhi kebutuhan
pangan. Salah satunya adalah kemampuan ekonomi keluarga. Berdasarkan
data di lapangan bahwa pada ibu yang memiliki ANC lengkap tetapi tidak
memiliki kemampuan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti
makan angka stunting nya lebih tinggi (37,5%) dari pada ibu yang mampu
secara ekonomi (20%). Jika ANC ibu tidak lengkap tetapi mampu secara
ekonomi angka stunting nya lebih kecil (16,7%) dibandingkan dengan ANC
tidak lengkap dan tidak mampu secara ekonomi (50%). Artinya adalah
meskipun ibu mendapatkan ANC lengkap tetapi tidak diimbangi dengan
kemampuan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan pangan maka akan tinggi
distribusi anak stunting yang ditemukan.
terdapat permasalahan ASI sulit keluar serta ibu sakit saat setelah
melahirkan sehingga anak usia 12-24 bulan diberikan susu formula sebagai
pengganti ASI. ASI eksklusif merupakan faktor yang memiliki peran
penting terhadap kejadian stunting. Hal ini disebutkan bahwa ASI
merupakan sumber nutrisi yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak
terlebih di usia periode emas. Anak yang diberikan ASI selama 6 bulan
secara eksklusif akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal.
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa meskipun ASI eksklusif
tidak berhubungan dengan stunting tetapi anak stunting lebih banyak
terdapat pada anak yang tidak diberikan ASI eksklusif yaitu sebesar 34,1%.
Kaitan ASI eksklusif dan stunting menurut WHO dalam Ni’mah dan
Nadhiroh (2016) menyebutkan anak yang tidak diberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan penuh akan mempengaruhi imunitas anak terhadap penyakit
infeksi. Anak yang tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi dan
terinfeksi penyakit kronis seperti diare dan ispa yang berulang akan
mengakibatkan anak stunting. Hal ini diperkuat dengan informasi yang
didapatkan dari lapangan bahwa anak yang mendapatkan ASI eksklusif dan
tidak terinfeksi distribusi stunting lebih kecil bahkan 0% dibandingkan
dengan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan terinfeksi yaitu
sebesar 44,4% anak stunting.
Adapun hal yang mengakibatkan ASI eksklusif tidak berhubungan
dengan kejadian stunting adalah terdapat faktor lain yang mempengaruhi
anak untuk terkena penyakit infeksi seperti sanitasi, hygiene dll yang tidak
diteliti oleh peneliti. Hal ini diketahui dari data yang didapatkan dilapangan
bahwa anak yang diberikan ASI eksklusif maupun tidak ASI eksklusif sama
sama memiliki angka infeksi lebih tinggi dari pada anak yang tidak
terinfeksi. Artinya adalah ASI eksklusif yang diharapkan dapat mencegah
anak untuk terkena penyakit infeksi tidak berjalan optimal.
113
bahwa anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap berisiko 3,5 kali
untuk terkena stunting dibandingkan dengan anak yang mendapatkan
imunisasi lengkap.
Pemberian imunisasi lengkap kepada anak penting untuk mencegah
terjadinya stunting. Seperti yang disebutkan oleh Al-Rahmad, dkk. (2013)
bahwa memang anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap akan
terdapat gangguan kekebalan tubuh terhadap penyakit menular. Anak yang
tidak mendapatkan imunisasi yang lengkap akan mengalami produksi
antibodi yang tidak optimal sehingga mudahnya bibit penyakit masuk ke
dalam tubuh. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan
antara imunisasi lengkap dengan stunting. Namun, hubungan imunisasi
lengkap dapat dijelaskan melalui analisa masing-masing imunisasi. Diantara
beberapa imunisasi lengkap terdapat satu imunisasi yang berhubungan
signifikan terhadap kejadian stunting. Imunisasi tersebut adalah imunisasi
BCG. Pemberian imunisasi BCG berhubungan terhadap kejadian stunting
dengan p-value 0,012 dan POR sebesar 8,1. Artinya adalah anak yang tidak
mendapatkan imunisasi BCG berisiko 8,1 kali terkena stunting
dibandingkan dengan anak yang mendapatkan imunisasi BCG.
Tidak semua penyakit infeksi yang umum terjadi pada anak dapat
dicegah oleh imunisasi lengkap. Penyakit infeksi yang paling banyak
menyerang anak pada penelitian ini adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan
atas) yaitu sebesar 52,1%. Penyakit ISPA menjadi urutan pertama
dibandingkan dengan penyakit lainnya. Sejalan dengan data yang
disebutkan di dalam laporan tahunan puskesmas bahwa ISPA menjadi
penyakit dengan urutan teratas dari 10 penyakit terbanyak tahun 2018.
Penyakit infeksi lainnya yang diderita anak usia 12-24 bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Seberang Padang secara berturut-turut diare (14,1%),
campak (4,2%), dan TB anak (1,4%).
116
bayi 0-24 bulan agar mau dan mampu melaksanakan PMBA yang sesuai
kepada anak.
2. Process
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan bagian dari proses pelaksanaan program
dengan membuat strategi untuk mencapai tujuan serta mengembangkan
rencana kerja sehingga mudah dan dapat dijalankan secara sistematis dan
terstruktur. Perencanaan merupakan proses penting dalam fungsi
manajemen karena tanpa perencanaan maka fungsi manajemen lainnya tidak
dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian bahwa ditemukan
Puskesmas Seberang Padang merumuskan perencanaan program belum
sepenuhnya sesuai dengan PMK No 44 tahun 2016 tentang Manajemen
Puskesmas. Masih terdapat langkah dalam perencanaan yang belum
dilakukan oleh Puskesmas. Khusus untuk kegiatan MP-ASI berbasis PMBA
belum ada dalam perencanaan Puskesmas di tahun 2019.
Proses perencanaan program gizi di Puskesmas belum optimal sesuai
dengan aturan disebabkan bahwa pada langkah analisis situasi dilihat hanya
berdasarkan data bulanan, data laporan tahunan sebelumnya. Pada langkah
126
ini petugas belum optimal melakukan analisa situasi komparatif dari segi
perbandingan dengan lintas kegiatan dan program lain serta perbandingan
demografi atau karakteristik wilayah. Selain itu analisa situasi juga melihat
peluang atau dukungan yang dapat diberikan dari lintas sektor atau dinas
kesehatan. Pada langkah identifikasi masalah berdasarkan survei mawas diri
untuk menggali permasalahan yang ada di masyarakat belum dilakukan
dengan optimal oleh Puskesmas. Pada proses ini menghasilkan masalah
yang belum sepenuhnya mewakili keresahan atau permasalahan di
masyarakat. Untuk proses perencanaan program gizi khusus kegiatan MP-
ASI berbasis PMBA tidak menjadi kegiatan yang diusulkan untuk tahun
2019. Meskipun terdapat sosialisasi PMBA pada kader tahun 2017 namun,
kegiatan MP-ASI berbasis PMBA juga tidak terdapat di dalam RUK 2017.
Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa dukungan dana lainnya. Oleh
karena itu berdasarkan telaah dokumen tidak ditemukan POA kegiatan MP-
ASI di Puskesmas Seberang Padang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurbaiti, (2017) bahwa ditemukan perencanaan yang dilakukan di tingkat
Puskesmas terdiri dari 4 tahap yaitu persiapan, analisis situasi, penyusunan
RUK, dan tahap pelaksanaan kegiatan. Perencanaan program PMBA yang
dilakukan seperti hal tersebut di Puskesmas Lombok disimpulkan belum
berjalan optimal sesuai dengan perencanaan tingkat puskesmas.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen untuk
mengontrol terlaksananya program yang akan dilaksanakan.
Pengorganisasian ini adalah pembagian tugas dan fungsi serta dilengkapi
dengan adanya susunan organisasi. Puskesmas Seberang Padang memiliki
penanggung jawab program gizi yang dibantu oleh 3 orang staff gizi.
Masing-masing staff begitu juga penanggung jawab gizi memiliki tugas dan
tanggung jawab masing-masing. Pembagian tanggung jawab dan kerja staff
dan penanggung jawab gizi dibagi berdasarkan wilayah kerja puskesmas.
Satu staff gizi memiliki 1 wilayah tanggung jawab untuk melaksanakan
127
c. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan merupakan unsur manajemen terpenting yang
menentukan kesuksesan pelaksanaan program. Salah satu unsur esensial
yang menjadi fokus pelaksana sebagai proses implementasi program untuk
tercapainya tujuan yang diinginkan. Pelaksanaan juga merupakan pusat
yang menjadi perhatian khusus bagi semua elemen pelaksana agar secara
penuh kesadaran dan produktifitas tinggi menjalankan program tersebut.
Pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan apabila terdapat
penjelasan secara jelas mengenai definisi kegiatan di dalam perencanaan.
Program gizi khususnya kegiatan MP-ASI yang digali pada
penelitian ini adalah kegiatan yang berhubungan dengan faktor risiko
dominan stunting yaitu kegiatan pemberian informasi mengenai MP-ASI
yang baik yang bisa disebut dengan kegiatan MP-ASI berbasis PMBA.
Kegiatan MP-ASI berbasis PMBA di Puskesmas Seberang Padang tidak
menjadi kegiatan yang disusun secara detail dan jelas dalam RUK tahun
2018. Program MP-ASI di Puskesmas yang menjadi program yang tersusun
128
diperkuat dengan informasi yang didapatkan dari seorang ibu yang rutin
datang ke salah satu posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Seberang
Padang. Informan tersebut menyebutkan bahwa terkadang ditanya dan
diberikan saran tentang MP-ASI namun terkadang tidak diberikan informasi
ataupun ditanya karena sudah sibuk dengan ibu lainnya.
Informan penelitian ini juga menyebutkan meskipun tidak ada dalam
perencanaan, pemberian informasi MP-ASI juga diberikan saat pertemuan
kelas ibu bayi dan balita serta kelas ibu hamil. Namun diakui bahwa
pelaksanaan program tersebut masih belum optimal. Materi yang diberikan
beragam, sehingga tidak rutin dan berkala diberikan. Selain itu juga
disebutkan pada saat pelaksanaan di kelas ibu bayi dan balita tidak optimal
karena sasaran atau target terlalu heterogen (tidak tepat sasaran).
Penyuluhan yang dilakukan dianggap tidak tepat sasaran disebabkan oleh
penyuluhan diberikan dengan menggabungkan kelas ibu bayi dan balita
secara keseluruhan. Berdasarkan pedoman kelas ibu balita tahun 2019
disebutkan mengenai sasaran yang tepat. Kelas ibu bayi balita harus
dipisahkan antara anak kelompok umur 0-1 tahun, 1-2 tahun, dan 2-5 tahun.
Penyuluhan tepat sasaran yang dimaksud adalah penyuluhan gizi seimbang
termasuk didalamnya pemberian MP-ASI yang diajurkan oleh kementerian
kesehatan sesuai kelompok umur. Kelompok umur penyuluhan gizi kepada
anak umur 12-24 bulan dipisah dengan anak yang masih harus ASI eksklusif
atau bayi. Pada periode 0-1 tahun terdapat masa anak masih ASI eksklusif
hingga 6 bulan dan lebih dari 6 bulan anak mendapatkan MP-ASI. Artinya
adalah diharapkan penyuluhan diberikan sesuai kelompok umur agar
informasi tersampaikan dengan baik dan optimal.
Hal ini juga diperkuat dengan adanya penelitian sebelumnya oleh
Kostania dan Rahayu (2018) yang menemukan bahwa penyuluhan MP-ASI
dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian makan anak.
Penyelenggaraan penyuluhan MP-ASI pada penelitian ini diberikan kepada
kelompok umur 6-12 bulan. Usia 6-12 bulan adalah masa awal pemberian
makanan pendamping ASI bagi anak. Penyelenggaraan dinilai sebagai
sarana yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan perilaku ibu
130
ibu baru lagi yang memiliki bayi yang akan melewati masa 1000 hari
pertama kehidupan yang belum terpapar dengan cara pemberian MP-ASI
yang benar. Oleh karena itu diharapkan memberikan pelatihan kepada kader
serta melakukan sosialisasi setiap 6 bulan sekali minimal kepada kader dan
petugas penyelenggara posyandu dan masyarakat sesuai dengan yang
disebutkan oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai tindak lanjut
(Kemenkes, 2014a).
3. Output
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan dalam hal ini adalah
program MP-ASI di Puskesmas Seberang Padang. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahwa output untuk program MP-ASI dinilai dari MP-
ASI penyuluhan yang dilakukan baik dalam gedung maupun luar gedung.
Penyuluhan dalam gedung adalah penyuluhan saat konsultasi pasien yang
dirujuk dari KIA dan ibu.
Berdasarkan penelitian, untuk penyuluhan luar gedung diberikan saat
adanya pertemuan seperti kelas ibu hamil, dan kelas ibu bayi dan balita.
Puskesmas Seberang Padang melakukan penyuluhan MP-ASI di luar
gedung dengan frekuensi 60 kali sebanyak 126 orang. Sementara itu, untuk
output penyuluhan dalam gedung yaitu saat konsultasi di Puskesmas
dilakukan pencatatan dalam pelaporan namun tidak ditemukan dokumen
akumulasi konsultasi MP-ASI kepada baduta. Untuk akumulasi output
pelaksanaan konsultasi MP-ASI di Puskesmas pada baduta tidak ada item
khusus MP-ASI maupun PMBA tetapi dikelompokkan ke dalam Kurang
Energi Protein (KEP). Rekapan konseling di pojok gizi dihitung berkala
bulanan dan tahunan. Namun tidak terdapat item khusus MP-ASI atau
PMBA namun dimasukkan ke dalam kategori KEP.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian di Wilayah Kerja
Puskesmas Seberang Padang tahun 2019 adalah sebagai berikut :
1. Pada umumnya baduta memiliki berat lahir normal. Baduta lebih
banyak pernah terinfeksi penyakit, pendidikan ayah dan ibu yang tinggi,
tidak terpapar asap rokok dan ekonomi miskin. Paling banyak pekerjaan
KK dengan jasa (ojek/supir/bangunan/buruh).
2. MP-ASI dan monitoring pertumbuhan berhubungan dengan kejadian
stunting. ANC, tablet Fe Ibu hamil, ASI eksklusif, suplementasi vitamin
A, dan imunisasi lengkap tidak berhubungan dengan kejadian stunting.
3. Distribusi stunting lebih sedikit jika ibu memberikan MP-ASI yang baik
meskipun di masa lalu tidak memberikan ASI Eksklusif, mengkonsumsi
tablet Fe lengkap meskipun tidak mendapatkan ANC lengkap, serta
memberikan suplementasi vitamin A meskipun tidak memiliki status
imunisasi yang lengkap.
4. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting
pada 1000 HPK adalah pemberian MP-ASI yang tidak baik terhadap
baduta. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan MP-ASI baik
penyuluhan dan konseling MP-ASI belum optimal. Petunjuk teknis
pelaksanaan, kader terlatih, lembar bolak balik PMBA serta
penganggaran belum ada.
5. Perencanaan kegiatan tidak disertai dengan survei mawas diri dalam
identifikasi masalah serta belum optimal melibatkan unsur terkait
seperti kader, lintas sektor, bidan pustu dalam penentuan penyebab
masalah. Pengorganisasian kegiatan MP-ASI dengan melibatkan kader
dan penanggung jawab posyandu belum optimal serta pengawasan dan
evaluasi yang belum disertai dengan adanya rencana tindak lanjut.
6. Pengukuran output dari kegiatan MP-ASI belum optimal karena hanya
berfokus kepada program MP-ASI penyuluhan, namun belum berfokus
kepada MP-ASI berbasis PMBA.
134
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Seberang Padang
2. Sosialisasi kepada Terdeteksinya Dokter dan Dilakukan pada Di Puskesmas Dana dari BOK, Kepala Puskesmas dan
petugas puskesmas yang anak yang petugas KIA perencanaan Seberang BLUD untuk Penanggung Jawab
bertanggung jawab di berobat ke Poli Kader kegiatan Padang pengadaan program Gizi
Poli KIA dan kader di KIA dan anak Staf Gizi puskesmas mikrotoa dan
Posyandu bahwa harus yang berkunjung berikutnya. infantometer
melakukan deteksi dini ke posyandu untuk posyandu
dengan membandingkan apakah stunting dan poli KIA
TB/U dengan standar atau tidak serta standar
WHO sehingga dapat Z-score TB/U
di rujuk ke Poli WHO
Gizi agar
136
No Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Biaya Penanggung Jawab
mendapatkan
konseling MP-
ASI yang baik.
3. Pelatihan kader oleh Kader Kader Dilakukan pada Di Puskesmas Dana dari BOK Kepala Puskesmas dan
petugas puskesmas yang menguasai cara posyandu perencanaan Seberang dan BLUD untuk Penanggung Jawab
sudah mendapatkan pemberian minimal 1 kegiatan Padang penyediaan modul program Gizi
pelatihan mengenai konseling MP- kader tiap puskesmas MP-ASI untuk
pemberian MP-ASI ASI berbasis posyandu berikutnya. kader.
berbasis PMBA PMBA, Petugas gizi
terlatih
PMBA
4. Penyegaran kembali atau Bidan Desa dan Bidan desa Dilakukan pada Di Puskesmas Dana dari BOK Kepala Puskesmas dan
sosialisasi MP-ASI kader yang Kader perencanaan Seberang untuk Penanggung Jawab
berbasis PMBA kepada sudah Staf Gizi kegiatan Padang penyelenggaraan program Gizi
bidan desa dan kader mendapatkan puskesmas sosialisasi
yang sudah mendapatkan pelatihan dapat berikutnya.
pelatihan MP-ASI mengingat dan
berbasis PMBA lebih memahami
sebelumnya secara kembali
berkala minimal 6 bulan mengenai
sekali. pelaksanaan
konseling MP-
ASI berbasis
PMBA.
137
No Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Biaya Penanggung Jawab
5. Pengadaan sarana Tersedianya PJ Gizi Dilakukan pada Di Puskesmas Dana ADD Kepala Puskesmas,
pendukung pelaksanaan lembar bolak- Staf Gizi perencanaan Seberang (anggaran dana Ketua PKK, dan
kegiatan MP-ASI balik PMBA/ kegiatan Padang desa ) dan BLUD Penanggung Jawab
berbasis PMBA berupa kartu konseling puskesmas program Gizi
lembar bolak-balik MP-ASI berikutnya.
PMBA di setiap
posyandu dan pustu
melalui penganggaran
dari dana BLUD pada
rencana usulan kegiatan
tahun selanjutnya
6. Melaksanakan sosialisasi Puskesmas Kepala Dilakukan pada Di Puskesmas Dana dari BOK Dinas Kesehatan Kota
kebijakan beserta dengan mengetahui Puskesmas perencanaan Seberang untuk Padang khususnya
SOP yang jelas mengenai mengenai dan kegiatan tahun Padang penyelenggaraan Bagian Kesehatan
pelaksanaan pemberian kebijakan yang Penanggung berikutnya. sosialisasi Keluarga dan Gizi
makan bayi dan anak mengatur Jawab
kepada puskesmas. pemberian MP- Program Gizi
ASI, serta serta Staff
prosedur Gizi
operasional
pelaksanaan nya.
138
No Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Biaya Penanggung Jawab
7 Membuat SOP yang jelas Penguatan Kepala Dilakukan pada Di Puskesmas Dana dari BOK Dinas Kesehatan Kota
dan tegas untuk pelaksanaan Puskesmas, perencanaan Seberang Padang khususnya
dilaksanakan oleh pemantauan Penanggung kegiatan tahun Padang Bagian Kesehatan
puskesmas mengenai pertumbuhan jawab berikutnya Keluarga dan Gizi
monitoring pertumbuhan anak sehingga program gizi
anak sebagai deteksi dini dapat dideteksi serta kader
berfokus kepada secara dini
pengukuran TB/U anak 3
bulan sekali serta
membandingkan dengan
standar WHO.
8. Melaksanakan Untuk Pelaksana Dilakukan pada Di Puskesmas Dana dari BOK Dinas Kesehatan Kota
monitoring dan supervisi meningkatkan kegiatan MP- perencanaan Seberang untuk Padang khususnya
mengenai pelaksanaan pengawasan baik ASI di kegiatan tahun Padang pelaksanaan Bagian Kesehatan
kegiatan MP-ASI di secara terang- Puskesmas berikutnya monitoring dan Keluarga dan Gizi
Puskesmas Seberang terangan maupun Seberang supervisi.
Padang dengan tidak (supervisi) Padang
menyesuaikan sehingga
pelaksanaan dan SOP diketahui kinerja
Dinas Kesehatan Kota yang terjadi di
Padang. lapangan.
139
DAFTAR KEPUSTAKAAN