Juknis Dan Materi Kompetisi 2022 Spbs NNGHT
Juknis Dan Materi Kompetisi 2022 Spbs NNGHT
Juknis Dan Materi Kompetisi 2022 Spbs NNGHT
A. KETENTUAN UMUM
1. Kegiatan Kompetisi Bahasa dan Sastra ini merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan
dalam rangka mencari peserta terbaik pada jenjang dan jenis kemampuan bahasa dan
sastra yang dikuasai peserta. Pada kegiatan ini melibatkan beberapa pihak, yaitu:
panitia/ penyelenggara/ penanggung jawab, juri, peserta, pendamping, dan penonton.
2. Tema Kompetisi Bahasa dan Sastra tahun 2022 : Subasita ing Jagad Anyar
3. Persiapan kompetisi
- Mengadakan rapat persiapan dengan pihak terkait. Untuk memastikan kesiapan
protokol kesehatan.
- Panitia, juri, peserta, dan pendamping sudah melakukan Vaksinasi Covid-19
- Mensosialisasikan protokol kesehatan kepada peserta/ pendamping dan seluruh
pihak yang terkait.
- Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol
kesehatan di area Kompetisi Bahasa dan Sastra.
- Melakukan pembersihan dan desinfeksi di area kegiatan Kompetisi Bahasa dan
Sastra. Pembersihan dilakukan terhadap seluruh peralatan dan perlengkapan yang
akan digunakan (ruang, meja, kursi, pintu, microphone, dll).
- Menyediakan fasilitas cuci tangan/ sabun /hand sanitizer di pintu masuk dan pintu
keluar.
- Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pihak yang akan
memasuki ruangan. Memastikan alat pengecekan suhu tubuh berfungsi dengan
baik.
- Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi,
minimal jarak 1,5 meter.
- Menyiapkan masker, faceshield dan hand sanitizer pribadi.
- Membatasi jumlah peserta yang hadir.
- Membatasi waktu Kompetisi Bahasa dan Sastra.
- Melakukan pengaturan jumlah peserta, pendamping, penonton Kompetisi Bahasa
dan Sastra yang datang dan berkumpul dalam waktu bersamaan untuk
memudahkan pembatasan jaga.
- Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan serta dilarang saling
meminjam alat dan perlengkapannya;
- Segera membubarkan diri setelah Kompetisi Bahasa dan Sastra berakhir.
1
4. Jenis-jenis Kompetisi Bahasa dan Sastra tahun 2022
a. Stand Up Comedy Basa Jawa
b. Maca Geguritan
c. Macapat
d. Maca Cerkak
e. Alih Aksara Jawa
f. Sesorah
g. Pranatacara
B. KETENTUAN KHUSUS
1. Stand Up Comedy Basa Jawa
a. Peserta adalah kalangan umum di Kabupaten Bantul (ber KTP Bantul)
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung datang ke Dinas Kebudayaan.
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta.
d. Akan diambil 5 juara (Juara I, II, III, Juara Harapan I, dan Juara Harapan II)
e. Juara I- 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tk. DIY
f. Masing-masing Dinas Kebudayaan kabupaten Bantul mengirimkan 3 (tiga) utusan
g. Peserta diwajibkan menggunakan Bahasa Jawa
h. Masing-masing peserta diberikan waktu penampilan 5 – 10 menit
i. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
j. Tema : Subasita ing Jagad Anyar
k. Tidak diperkenankan menampilkan SARA atau saru
l. Kriteria penilaian :
- Penampilan : sikap, gestur, artikulasi, interaktif, tingkat kelucuan (40%)
- Kesesuaian materi dengan tema (30%)
- Alur cerita (30%)
2. Maca Geguritan
a. Peserta adalah siswa SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA di Kabupaten Bantul.
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung datang ke Dinas Kebudayaan
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta
d. Akan diambil 5 terbaik dan selanjutnya untuk penentuan Juara I,II,III Juara
Harapan I, dan Juara Harapan II.
e. Juara I – 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tingkat DIY
masing- masing :
- SD/MI : 3 utusan
- SMP/ MTs : 3 utusan
- SMA/ SMK/ MA : 3 utusan
f. Peserta membaca geguritan wajib dan pilihan
g. Naskah geguritan disiapkan oleh panitia
h. Tidak diperbolehkan membawa properti dan musik pengiring
2
i. Peserta tidak diperbolehkan menyebutkan identitas diri dan atau menggunakan
perlengkapan yang dapat menunjukkan identitas diri/ sekolah
j. Peserta lomba tidak boleh memberi pengantar/penutup sebelum atau sesudah
membaca geguritan, kecuali menyebutkan judul dan pengarang
k. Menyebutkan judul dan pengarang sebelum membaca Geguritan
l. Peserta tidak diperbolehkan menambah, mengurangi, atau mengulang kata dalam
geguritan
m. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
n. Kriteria penilaian:
1. Wirasa (35%) : penghayatan, mimik
2. Wicara (30%) : artikulasi
3. Wirama (20%) : intonasi
4. Wiraga (15%) : gestur, bloking, busana
o. Membaca geguritan berbeda dengan berdeklamasi, sesorah, dan pranata adicara
p. Peserta diharapkan mampu memahami kekayaan estetik dalam teks geguritan
contohnya dalam teks tersebut terdapat tembang atau lelagon maka peserta boleh
mendendangkan tembang tersebut
3. Macapat
a. Peserta adalah siswa SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA di Kabupaten Bantul.
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung ke Dinas Kebudayaan Bantul.
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta
d. Akan diambil 5 terbaik dan selanjutnya untuk penentuan Juara I,II,III, Juara
Harapan I, Juara Harapan II.
e. Juara 1 – 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tingkat DIY.
Masing- masing :
- SD/MI : 3 (tiga) utusan
- SMP/MTs : 3 (tiga) utusan
- SMA/SMK/MA : 3 (tiga) utusan
f. Peserta menembangkan 1 tembang macapat wajib dan 1 pilihan
g. Tembang macapat disiapkan oleh panitia
h. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
i. Diperkenankan menggunakan gregel
j. Perjalanan menuju ke panggung atau tempat menembangkan tembang Macapat,
ketika mendekati tempat menembangkan dilakukan dengan lampah dhodhok
k. Dalam menembangkan tembang macapat dilakukan dalam posisi
bersimpuh/bersila (laki- laki bersila, perempuan timpuh.
l. Peserta tidak diperbolehkan menggunakan alat bantu apapun, baik berupa iringan
musik maupun alat bantu lainnya. (contohnya gender atau alat musik lainnya
sebagai thinthingan/pengambilan nada)
m. Peserta tidak diperbolehkan menyebutkan identitas diri dan atau menggunakan
perlengkapan yang dapat menunjukkan identitas diri/daerah
3
n. Peserta lomba tidak boleh memberi pengantar/penutup sebelum atau sesudah
mendendangkan tembang, kecuali menyebutkan nama tembang
o. Kriteria penilaian :
1. Titi laras (35%) : ketepatan nada sesuai dengan titi
laras/notasi
2. Teknik (30%) : pedhotan, pakecapan, gregel, tempo (sareh)
3. Dhasar suwanten (25%) : kung dan tidaknya suara
4. Unggah-ungguh (10%) : cara jalan, duduk, dan berpakaian
4. Maca Cerkak
a. Peserta adalah siswa SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA di Kabupaten Bantul.
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung ke Dinas Kebudayaan Bantul.
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta
d. Akan diambil 5 terbaik dan selanjutnya untuk penentuan Juara I,II,III, Juara
Harapan I, Juara Harapan II.
e. Juara 1 – 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tingkat DIY.
Masing- masing :
- SD/MI : 3 (tiga) utusan
- SMP/MTs : 3 (tiga) utusan
- SMA/SMK/MA : 3 (tiga) utusan
f. Masing-masing peserta diberikan waktu paling lama 15 menit saat membacakan
cerkak
g. Naskah cerkak disiapkan oleh panitia
h. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
i. Peserta tidak menggunakan iringan, tidak teaterikal, tidak membawa alat peraga,
tidak membawa musik pengiring
j. Peserta tidak diperbolehkan menyebutkan identitas diri dan atau menggunakan
perlengkapan yang dapat menunjukkan identitas diri/daerah
k. Peserta lomba tidak boleh memberi pengantar/penutup sebelum atau sesudah
membaca cerkak, kecuali menyebutkan judul dan pengarang
l. Peserta tidak diperbolehkan menambah, mengurangi, atau mengulang kata dalam
cerkak
m. Kriteria penilaian
1. Wirasa (35%) : penghayatan, mimik
2. Wicara (30%) : artikulasi
3. Wirama (20%) : intonasi
4. Wiraga (15%) : gestur, bloking, busana
n. Membaca cerkak berbeda dengan pidato/sesorah, pranata adicara, drama, atau
mendongeng
4
5. Alih Aksara Jawa
a. Peserta adalah siswa SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA di Kabupaten Bantul.
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung ke Dinas Kebudayaan Bantul.
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta
d. Akan diambil 5 terbaik dan selanjutnya untuk penentuan Juara I,II,III, Juara
Harapan I, Juara Harapan II.
e. Juara 1 – 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tingkat DIY.
Masing- masing :
- SD/MI : 3 (tiga) utusan
- SMP/MTs : 3 (tiga) utusan
- SMA/SMK/MA : 3 (tiga) utusan
f. Materi yang dikerjakan peserta adalah mengalih-aksarakan soal berhuruf Latin ke
Aksara Jawa
g. Peserta membawa alat tulis sendiri (meja lipat, pena, spidol, pensil, penggaris,
penghapus, notebook/laptop, dll)
h. Penulisan alih aksara menggunakan pena tinta hitam
i. Lembar soal dan lembar jawab disediakan panitia
j. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
k. Waktu pengerjaan 120 menit
l. Kriteria penilaian :
- Trep/ benar dalam penulisan (60%)
- Estetika (cakrik/langgam tulis tangan, jelas, indah, bersih) (40%)
Kategori SD/MI/sederajat
1. Bentuk soal adalah berupa ungkapan-ungkapan dan peribahasa Bahasa
Jawa.
2. Soal alih aksara Latin-Jawa, berjumlah 30 (tiga puluh) butir soal.
3. Paugeran yang digunakan pada penulisan Aksara Jawa menggunakan
paugeran KBJ (Paugeran 3 Gubernur).
4. Ketepatan dalam alih Latin – Jawa, adalah ketepatan dalam mengalih
aksarakan Jawa sesuai dengan kaidah tata tulis KBJ (Paugeran 3 Gubernur).
Kategori SMP/Mts
1. Bentuk soal adalah kutipan dari paragraf berhuruf Latin berbahasa Jawa.
2. Paugeran yang digunakan pada penulisan aksara Jawa menggunakan
paugeran KBJ (Paugeran 3 Gubernur).
3. Soal terdiri atas 2 paragraf.
4. Pengerjaan secara manual dan digital: 1 paragraf ditulis tangan dan 1 paragraf
diketik pada media digital (leptop/notebook) dengan fon nyk Ngayogyan Jejeg.
5
Kategori SMA/SMK/MA
1. Bentuk soal adalah kutipan dari tembang berhuruf Latin berbahasa Jawa.
2. Paugeran yang digunakan pada penulisan aksara Jawa menggunakan
Paugeran Sriwedari
3. Soal terdiri atas 4 pada tembang dhandhanggula/sinom (aksara Jawa 4 pada)
4. Pengerjaan secara manual dan digital: 2 pada ditulis tangan dan 2 pada diketik
pada media digital (leptop/notebook) dengan fon nyk Ngayogyan Jejeg.
6. Sesorah
a. Peserta adalah siswa SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA di Daerah Kabupaten Bantul.
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung ke Dinas Kebudayaan Bantul.
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta
d. Akan diambil 5 terbaik dan selanjutnya untuk penentuan Juara I,II,III, Juara
Harapan I, Juara Harapan II.
e. Juara 1 – 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tingkat DIY.
Masing- masing :
- SMP/MTs : 3 (tiga) utusan
- SMA/SMK/MA : 3 (tiga) utusan
f. Tema Sesorah : Mekaring Jagad Anyar
g. Peserta menyampaikan sesorah sesuai dengan tema yang telah ditentukan
h. Masing-masing peserta diberikan waktu paling lama 10 menit
i. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
j. Kriteria penilaian :
1. wicara 35% : isi, bahasa, pakecapan, artikulasi
2. wiraga 30% : busana, gestur, bloking
3. wirasa 20% : penghayatan, mimik wajah, pesan
4. wirama 15% : intonasi, panjang pendek, keras lemah suara
7. Panatacara
a. Peserta adalah siswa SMA/SMK/MA dan Umum di Daerah Kabupaten Bantul.
b. Pendaftaran peserta lewat google form lewat email Bidang Sejarah, Bahasa
Sastra dan Permuseuman atau langsung ke Dinas Kebudayaan Bantul.
c. Jumlah Pendaftar dibatasi 50 peserta
d. Akan diambil 5 terbaik dan selanjutnya untuk penentuan Juara I,II,III, Juara
Harapan I, Juara Harapan II.
e. Juara 1 – 3 dari lomba akan mewakili Kabupaten Bantul lomba di Tingkat DIY.
Masing- masing :
- SMA/SMK/MA : Pengetan 10 Tahun Keistimewaan DIY
- Umum : Upacara Tingkeban ( saking pantes- pantes ngantos
brojolan)
6
f. Tema Panatacara :
- SMA/SMK/MA : Pengetan 10 Tahun Keistimewaan DIY
- Umum : Upacara Tingkeban (saking pantes-pantes ngantos
brojolan)
g. Peserta menjadi Panatacara sesuai dengan tema yang telah ditentukan
h. Masing-masing peserta diberikan waktu paling lama 10 menit
i. Musik iringan disiapkan sendiri oleh peserta
j. Menggunakan busana Jawa lengkap (gagrag Ngayogyakarta)
k. Kriteria penilaian :
1. wicara 35% : isi, bahasa, runtut, pakecapan, artikulasi
2. wiraga 30% : busana, gestur, bloking
3. wirasa 20% : penghayatan, mimik wajah lemah suara
4. wirama 15% : intonasi, panjang pendek, keras
8. Dongeng
9. Juara I tingkat DIY tahun 2021 tidak diperkenankan mengikuti pada jenis kompetisi dan
jenjang yang sama
10. Hadiah Kejuaraan
a. Juara I-V untuk peserta: Uang Pembinaan, Piagam, dan Piala
b. Juara Umum untuk kabupaten/kota: Piala dan Piagam
7
Materi Crita Cekak SD/MI/sederajat
Dalan Padhang
Hatiful Latifah
8
“Nang, mbok ya ngajeni nek karo bapak ibu guru. Kowe ki anak siji-sijine, aja gawe
wong tuwamu isin lan gela.” Danang sing biyasane mangsuli saiki wis ora bisa ngomong
apa-apa, dheweke getun ananging bingung kudu kepriye. Ing ngisor wit Danang nangis.
“Aku gelem nuturi kowe supaya bisa duwe subasita marang sapa wae, Nang”
dumadakan keprungu suarane Andri. Danang banjur ngadeg lan ngelap eluhe.
“Matur nuwun, Ndri” Danang mangsuli. Saya suwe Danang wis beda ulate.
Padhang, sumeh, basane alus, lan kabeh kanca-kanca sing ngadohi dheweke wis gelem
kekancan maneh marang dheweke. Ibune Danang uga seneng anake bisa dadi bocah
kang sopan, bapak ibu guru lan tanggane uga melu seneng karo Danang. Saiki Danang
ngerti yen subasita iku penting lan ora kena dilalekake, amarga subasita bisa gawe urip
ayem tentrem lan bakal nduduhake dalan padhang.
“Bri, Febri. Gek ayo!” keprungu swarane Kenes saka njaba kamarku.
Aku gage-gage mbenerake klambi, banjur mbukak lawang kamarku. Wis katon
wong wadon ayu kang mecucu sinambi nggendhong tas rada gedhe ing gegere. Gregah,
aku langsung ngrangkul Kenes, kancaku raket sing wis kaya mbakyuku dhewe.
“Wah, sajake awakmu wis ora sabar, ya?” pitakonku marang Kenes.
Dheweke mung manthuk lan njiwit tanganku. Dina kuwi aku arep menyang
Surabaya ngeterake Kenes lomba. Kabeh wis direncanakake kawit seminggu kepungkur.
Tiket sepur, papan kanggo nginep, lan sembarang liyane uga wis kaitung. Sawise ngunci
kamar kos, aku ngetokake motor lan manasi sedhela. Sawise iku, nganggo helm lan
mangkat tumuju stasiun, dene Kenes mbonceng ana ing sadel mburiku.
“Nes, mampir tuku sarapan sedhela, ya? Wetengku wis kemrucuk iki,” panjalukku
sinambi nyetir motor tumuju stasiun Lempuyangan.
“Ya. Aku ya ngelih iki, sisan tuku nyamikan lan wedang nek ngono,” wangsulane
Kenes sinambi nyawang jam tangane.
Aku banjur menggok lan mandheg ing warung pinggir dalan. Bakmi dadi pilihan
sarapanku, dene Kenes milih tuku sega goreng, ora lali nyamikan lan wedang kanggo
sangu ing ndalan. Kabeh panganan mau trima dibungkus lan arep dipangan ing njero
sepur sinambi mlaku ngetan tumuju Surabaya. Amarga wis dadi pakulinane aku lan Kenes
yen mangan bareng ora bisa nek mung lima apa sepuluh menit. Mesthi luwih seka telung
puluh menit, malah-malah bisa sejam utawa rong jam. Sawise mbungkus panganan mau,
motor langsung dakgas tumuju stasiun.
Kahanan stasiun isih sepi, mung ana petugas lan wong-wong kang nggendhong tas
utawa nyeret koper. Durung akeh bapak-bapak ojek, supir taksi, utawa kuli panggul sing
biyasane pating sliwer ing sacerake parkiran. Motor wis dakparkirake. Aku lan Kenes
banjur mlaku tumuju mesin kanggo nyethak tiket ing sacerake lawang mlebu. Sanalika iku,
ana wong wadon rada sepuh kang uga nyeraki mesin cethak tiket sinambi nyawang wong
lanang enom kang lagi migunakake mesin kasebut. Sajake ibu-ibu kuwi mau kepengin
ngerti cara migunakake mesin kang wis canggih kuwi.
“Mas, nyuwun pirsa kuwi mau le nyethak tiket kepiye ya?” pitakone ibu kasebut.
“Wah, Ibu iki mesthi wong jaman mbiyen, mosok ngene wae ora reti carane. Kae
lho, mendhing Ibu ki takon marang wong liya apa pak satpam wae. Nek tak terangke
mesthi yo ora dhong,” wangsulane wong lanang mau samba nyawang hapene lan
mlengos lunga.
Daksawang Ibu mau sajak sedhih atine. Aku banjur ngomong marang Kenes
supaya nglipur ibuk kasebut.
“Nyuwun sewu, Bu. Wonten menapa, njih? Kok sajak Ibu bingung?” pitakonku.
“Iki lho, Nak. Aku ki kepengin nyethak tiket, nanging ora bisa le nganggo mesin iki.
Kawit mau uga durung ana petugase” wangsulane Ibu mau.
“Menawi ajeng nyethak tiket ngangge mesin menika, kedah kagungan kodhe
booking rumiyin, Bu. Menapa Ibu sampun kagungan kodhe booking?” pitakonku maneh.
9
“Kodhe booking ki rak sing kaya mengkene ta, Nak? Anakku lanang ki wingi ngirimi
aku nomer sing aku ora dhong karepe kepiye. Jarene yen nomer iki dakduduhake
petugas, mengko tiket-e bisa kacetak, ora prelu ngantri ing loket,” wangsulane Ibu mau
sinambi ngetokake smartphone lan nduduhake chat saka salah siji nomer aran ‘Yoga
Anakku’ kang isine gambar kodhe booking tiket sepur.
“Nah, njih, Bu. Leres menika kodhe booking ingkang kula maksud wau. Nah,
menawi sampun, cobi kodhe kasebut dipunketik ing mesin menika, Bu. Mangga kula
biyantu.” Aku banjur ngewangi Ibu kasebut anggone nyethak tiket. Sawise mencet-mencet
kodhe booking, madhakake idhentitas lan liyane, tiket bisa kacithak. Ibu kasebut katon
bungah atine. Sawise iku gentian aku lan Kenes sing nyethak tiket.
“Matur nuwun ya, Nak. Aku iki wong tuwa sing ora ngerti bab-bab kaya mengkono.
Kabeh wis beda jaman. Apa meneh iki aku mung dhewekan, kabeh anakku wis pada
omah dhewe-dhewe, dadi mung nunak-nunuk dhewe aku ki.”
“Mboten menapa, Bu. Mangga sareng kemawon anggenipun mlebet kreta. Kula lan
kanca kula ugi ajeng budhal dhateng Surabaya,” wangsulane Kenes sinambi ngewangi
nggawa gawane Ibu.
“O,ya, Nak. Seneng aku yen isih ana wong enom sing sopan, ora isinan lan gelem
mbiyantu wong tuwa kaya aku ngene. Ora kaya mase mau, mung gagah awake, nanging
blas ora duwe unggah-ungguh karo wong tuwa. Nyawang wae ora gelem, mung nyawang
hapene wae.”
“Njih mboten, Bu. Taksih kathah kok tiyang nem ingkang ngetrapaken unggah-
ungguh, nanging dereng ketingal kemawon.”
Aku, Kenes, lan Ibu banjur mlaku tumuju sepur kang wis siap mangkat. Ora lali aku
ngenalake awakku lan kancaku sinambi mlaku.
“Tepangaken, Bu. Kula Febri, dene punika kanca kula, Kenes. Nyuwun donganipun
nggih, Bu. Benjang enjang Kenes badhe lomba ing dhaerah Tunjungan, Surabaya.”
“Owalah, awakmu menyang Surabaya merga arep lomba ta, Nak. Omahe anakku
sacedhake stasiun Gubeng. Mbok menawa awakmu wis rampung anggone lomba,
mampira, Nak. Mengko takajak mubeng-mubeng Surabaya. Iki, cathet nomerku ya, Nak.”
Ibu kasebut banjur ngetokake hapene lan ngakon Kenes nyathet nomere.
Sawise kenalan lan ijolan nomer telepon, aku lan Kenes nduduhake tiket lan KTP
supaya dipriksa dening Pak petugas, aku lan Kenes banjur niliki nomer kursine Ibu, lan
mlaku nggoleki kursine.
“Bu, menika lenggahipun Ibu. Kerdus kula sukakaken mriki, nggih,” kandhane
Kenes sinambi nyelehake kerdus gawanane Ibu mau.
“Oh, ya, Nak. Matur nuwun sanget ya, Nak. Muga-muga apa sing padha kok
tindakake iki bisa kawales dening Gusti, lan apa kang dadi tujuwanmu ing Surabaya bisa
kagayuh, pikantuk asil kang maremake, sukses ya, Nak.”
“Amin…” Aku lan Kenes kompak ngamini dongane Ibu.
Sawise pamitan, aku lan Kenes banjur pindhah gerbong, goleki kursi kanthi nomer
kang jumbuh karo nomer kang kapacak ing tiket. Sawise ketemu, aku lan Kenes banjur
lungguh, nyenderake boyok. Ora let suwe sepur mlaku ngetan. Gedhung lan hotel sing
maune katon saka stasiun mulai ilang. Katon rel lan pemandhangan sakiwa tengene sepur
sing bisa dak sawang.
“Muga-muga apa sing dingendikakake Ibuke mau bisa dadi kasunyatan, ya.”
Omongku marang Kenes supaya dheweke tambah semangat ngadhepi lomba sesuk esuk.
Kenes ngamini lan mesem. Sawise iku dheweke mulai mbukak bungkusan, lan
ngajak sarapan. Aku gage-gage melu mbukak bungkusanku.
***
10
Materi Crita Cekak SMA/MA/sederajat
SINOMAN
A. Sartono
11
“Huh, cah Padhukuhan Menur ki jebul mung kaya ngono ta? Nggawa
baki isi wedang wae ora jegos. Lha yen ngene iki carane, Kalurahan Bulusari
iki ora bakal bisa maju dadi kalurahan rintisan budaya. Pemudhane dilatih
bab kabudayan wae ora bisa. Nggawa baki wae nggregeli, nyuntaki tamune
pisan! Wis, wis, tobat. Dilatih subasita, tatakrama malah ngrugekake sing
nglatih. Kuwi wae nembe ajar nggawa wedang karo laku dhodhok. Durung
maneh yen dilatih dadi pranatacara lan pamedhar sabda, tak pesthekake
mesthi ukara utawa tembung-tembunge ya nggregeli. Gawe isin. Gawe
wirang. Prakara sepele wae ora mrantasi, apa maneh prakara sing luwih
anget, luwih memet. Huh!”
Apa sing dicritakake Nugraha marang aku kuwi ora wurung njalari aku
kaget lan gumun. Ora ngira babar pisan. Ora ngira yen anakku lanang bakal
diuman-uman wong marga alangan gelase sing digawa ana baki ngguling.
“Aku pancen luput merga tanpa jinarag nyuntaki wedang marang
sesepuh sing asmane Pak Basiran kuwi, Pak. Semonoa apa ya pantes
nguman-uman bocah enom sing nembe anyaran ajar nyinom ana ngarepe
wong akeh? Isin aku! Kuwi jenenge miring-mirangake wong liya neng ngarep
publik. Ya ora, Pak?”
“Wah, karepe Pak Basiran kuwi apik, nanging carane kurang pener,
Nug.”
“Dheweke uga pamer yen biyen nate dadi ketua karang taruna, ketua
sinoman, lan aktif ing masyarakat. Ora kaya aku nembe gladhen sinoman
sepisan wae wis gawe wirang.”
“Kebangeten anggone dadi wong tuwa yen kaya ngono kuwi. Terus
sidane kepriye? Kowe arep terus melu peragaan sinoman apa ora, Nug?”
“Ah, paedah apa melu ngono-ngonokan. Upama Kalurahan Bulusari
dadi rintisan desa budaya njur nom-noman kaya aku iki entuk apa? Sing
entuk jeneng rak ya para sesepuh kaya Pak Basiran barang kae. Aku rak
mung dhapur kongkonan, objek, lan piranti.”
“Hus, ya aja ngono ta, Nug. Mbokmenawa Pak Basiran kuwi anggone
nesu lan nguman-uman marang kowe ya mung marga spontan wae, merga
kegrujuk wedang kuwi njur mak ceplos. Ngono, Nug.”
“Eh, wong tuwa tur ya melu nggladhi kabudayan kok ora meneb. Lha
yen nglatih tentara ngono ya wangun. Lha mung gladhen sinoman kesokan
wedang tanpa jinarag kok njur nguman-uman ora karuwan. Jarene nggladhi
tatakrama, sopan santun, subasita, lha kok malah kaya ngono. Bisa mulang
kok ora bisa menehi tuladha. Yen mung jarkoni wae aku ya wasis. Yen ngono
kuwi minangka jejere wong tuwa, dunung subasitane Pak Basiran kuwi ana
ngendi? Mirang-mirangke wong neng ngarepe wong akeh kuwi gawe tatu
neng ati lho, Pak. Kuwi jenenge wong tuwa sing mulang wuruk subasita
nanging satemene ora ngerti subasita.”
“Lha ya dingapura. Padha-padha ngapura-ingapuran kuwi rak ya becik.”
“Tatu neng ati kuwi angel je marine.”
“Wis, lalekna. Sing baku anggonmu nyengkuyung Kalurahan Bulusari
enggal rampungna. Yen kowe didhapuk dadi sinoman ya ajar dadi sinoman
sing tenanan. Aja mung kepeksa utawa mung waton ngrampungake jejibahan
thok.”
“Ha kagol atiku, Pak.”
“Lha aja gampang kagolan kaya ngono. Saiki coba pikiren, yen kowe
dadi Pak Basiran njur kowe nggladhi nom-noman ing babagan sinoman lan
12
sinomane ana sing nyuntaki wedang ngono, kowe njur kepriye? Nesu apa ora
kira-kira?”
Sapandurat Nugraha ora wangsulan kejaba mung nyawang aku.
“Kepriye? Nesu ora kira-kira?”
“Ketoke aku ya bakal nesu, Pak.”
“Lha gene ya nesu. Ngono kok ora trima dinesoni Pak Basiran.”
“Aku bakal nesu, nanging aku ora bakal nguman-uman. Apa maneh
nguman-uman ana ing ngarepe wong akeh. Kuwi wewaler ta, Pak?”
“Gayamu kaya wong wicaksana wae. Rung karuwan yen kowe bisa
meneb lan ngendhaleni rasa nesumu.”
Seje wektu Nugraha ngandhakake menawa Kalurahan Bulusari lulus
verifikasi minangka rintisan desa utawa kalurahan budaya. Jarene sing
ngabari Pak Basiran. Bareng karo anggone ngabari, Pak Basiran uga njaluk
ngapura marang Nugraha. Kaya sing dakkarepake, ing kono padha apura-
ingapuran. Padha legane, padha lilane.
(***)
13
Wiji Semi
Heppy Suryanti
Wiji-wiji tumandur
Wonten ing babad-babad misuwur
Kagem nerat tetembangan pitutur
14
Aksara Jawa
Krisnawati RND
Maturnuwun, Gusti
Kula sampun lahir ing Bumi Pertiwi
Bumi ingkang endahing warni
Ingkang sugih wulu wetuning bumi
Ugi budaya maneka warni
Maturnuwun, Gusti
Kula sampun pareng mangertosi
Seni, sastra, lan ngelmu Jawi
Aksara Jawi saha tradhisi Jawi
Ingkang maneka warni lan migunani
15
Nggegulang Aksara Jawi
Ngatilah
Atur kula
Mugya katur bapa ibu guru
Ingkang sampun nggegulang dhateng kula
Duk nalika tangan kula kaku
Saha nalika pikiran kula kopong saking ngelmi
Panjenengan tuntun tangan kaku puniki
Nyepeng potelot, nyerat aksara Jawi
Ha, Na, Ca, Ra, Ka
Manah kula pitaken
“Niki gambar napa aksara?”
Namung boten wantun matur
Amung mendel marikelu
16
Aksara Jawi Angrenggani Budaya Jawi
Yustina SW
Aksara Rinonce
Kingkin Winanti Nurdiana
17
Aksara Jawa jinejer ing dluwang
kaserat endah minangka babad sujarah
cariyos lelakoning manungsa
pait legining prastawa
ngandhut pitutur luhur
owahing mangsa
aksara manca njaban rangkah
lumebet ing tanah Jawa
karaos langkung nengsemaken
aksara Jawa lajeng kaanggep kuna, jadhul
kepara damel wirang
gingsiring jaman
aksara Jawa ingkang kaserat ing rontal
tansaya dangu saged ical
sirna muspra
18
Tangis Ingkang Nyalawadi
Mustofa W Hasyim
Swanten tangis
Lirih kados lare alit luwe
Njedhul malih tangis sora
Kados tiyang nelangsa
Lajeng wonten tangis sesarengan nggegirisi
Kula ajrih kamitenggenen
"Sampeyan sinten?"
"Aku huruf ha
Aku na
Aku ca
Aku ra
Aku ka"
19
Aku ba
Aku tha
Aku? Cetha huruf nga."
20
Materi Geguritan Pilihan SMA/SMK/MA/sederajat
Jarik Bathik
Titis Bayu Noto
21
Tembang Macapat Wajib SD/MI/sederajat
! ! ! @ Xxz6xc! 5 xz3xc5
Ra- sak- na jro- ning kal- bu
5 3 2 1 ! ! @ z6c! 5 z3c5
a- pa si- ra wus wig- nya a- ni- ru
1 1 1 1 2 2 z2c3 z2x.x3x2c1
kla- wan sa- pa wa- e sra- wung
7 @ @ z@c# 7 @ @ @ z#x@c7 6
Mang- ga sam- ya tan- sah di- pun- e- ling
5 5 5 5 z6c7 z6x5x6c5
Pi- tu- tur sa- yek- tos
2 2 2 z3x2cu u 5 5 5 z5x6c5 z3c2
Duk ing ngu- ni da- dya se- san- ti- ne
u 2 3 z2c3 u u u u ztcy u
sa- we- ga dhi- ri sa- wi- ji kar- si
2 3 5 5 z5x6c5 z3c2
Gre- get nung- gal kap- ti
5 5 6 z7c@ z@x#c@ z7c6
Seng- guh no- ra ming- kuh
1.
2 3 3 3 3 3 z3c5 z3x2c1
Ra- ha- yu- ning bra- yan ki- ta
1 2 3 3 2 1 1 1 1 z1c2 z1cy
Sa- yek- ti- ne gu- man- tung ki- ta sa- mi
23
3 6 ! ! ! ! z!x@c# @
Pa- ma- ren- tah kang a- nun- tun
2 3 3 3 2 2 z2c1 z1cy
Mrih gan- cang- ing ka- sem- ba- dan
1 2 3 5 6 ! z@c# [email protected]!x@c!
Tu- hu tres- na kang den- sa- mi
24
@ ! z6c@ @ ! ! z6x.x5c6 6
Ti- na- ta ta- ta mi- ra- ga
y 1 1 1 2 4 zx2x.x1c2 2
Re- sep si- na- wang pan- du- lu
t y 1 1 2 3 z1x.x2c1 zyx.ct
ywa pi- san a- ga- we cu- wa
7 @ @ @ @ @ z#x.x@c7 z6x.c5
E- man te- men nya- ta ba- ut
3 5 5 5 6 7 z5x.x6c5 z3x.c2
Ka- ton- a- ken sa- ben ngar- si
2 3 5 2 3 5 z3x.x2c3 3
Kang yek- ti da- dya wi- rang- i
t y u 2 2 2 z2x.c3 z2x.x3x2cu
Pa- ran- de- ne me- ma- lat- i
! @ @ @ @ # # # # #
Wer- di- ning- kang war- si- ta ji- nar- wi
@ # # # @ @ z#xx.c@ z!x.c6
a- doh ma- rang ka- nis- tha- ne
! @ @ @ [email protected]# z#x.x@c! @
pa- mi- ca- ra pu- ni- ku
! 6 # z#x.c@ @ @ @ ! @
weh re- sep- ing sa- gung mi- yar- si
6 ! ! ! ! z!x.c@ 6
25
ta- ta kra- ma pu- ni- ka
3 2 1 3 zx2x.xxx3x.c2 z1xx.cy
a- doh ing pa- nyen- dhu
y 1 2 2 2 2 2 2
ka- gu- nan i- ku ki- nar- ya
1 2 2 2 2 z3x.c2 z1x.xyx.x1c2
weh ra- ha- yu- ning ra- ga
6 7 7 7 6 5 z3x.x5c6 6
Myang ji- wang- ga kang a- sam- pun
5 5 6 ! @ # zx#x.x%c# [email protected]!
Si- sip pra- na- tan lan pan- dom
26
5 6 7 [email protected]# 5 5 5 5 6 7 5 zx3xx.c2
Ha- ywa lup- ta ja- ti- ning ge- sang sa- nya- ta
1 2 3 2 5 z5xx.x6c7 z6x.c5
Tan- sah- a was lan e- ling
5 3 2 2 2 2 zx3xxx.x2cu zyx.ct
Ma- deg sa- ju- ga gung dhi- ri
4 4 4 z6x.x5c3 z2x.c1
Sa- ben a- ri- nya
27