Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor Tahun 2018

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 113

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh:
AYU NUZULLA RAHMY
141000454

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH
SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Skripsi ini diajukan sebagai


Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:
AYU NUZULLA RAHMY
141000454

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH SD NEGERI

067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018” ini beserta seluruh

isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung

risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari

pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, juli 2018

Yang membuat pernyataan

Ayu Nuzulla Rahmy

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan
penggunaan rokok. Pemda Kota Medan mengeluarkan Kebijakan KTR yaitu
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2014 tentang KTR. 1 dari 8
wilayah KTR yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut adalah tempat
proses belajar mengajar yaitu sekolah, namun pelaksanaannya masih banyak
sekolah yang belum menerapkan KTR, dan pada sekolah yang telah menerapkan
KTR pun masih banyak didapati pelanggaran. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) 067690 Kecamatan Medan Johor Tahun 2018.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini dilakukan pada SDN 067690 Medan Johor. Metode pengumpulan
data yang digunakan pada penelitian ini adalah dokumentasi, dan wawancara
mendalam terhadap 8 orang informan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kurangnya komunikasi dalam hal
sosialisasi implementasi kebijakan KTR, kurang tersedianya infrastruktur dan
sarana prasarana implementasi KTR, kurangnya komitmen sasaran/pelaksana
KTR dan tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggar, tidak ada di bentuk
komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan KTR sehingga tidak ada
pemantauan dan evaluasi implementasi KTR yang mengakibatkan implementasi
KTR belum berjalan dengan baik.
Penelitian ini menyarankan kepada pihak sekolah SDN 067690 untuk
mewujudkan implementasi KTR yang lebih baik, dan kepada dinas kesehatan dan
dinas pendidikan agar melakukan kerja sama dalam pengawasan KTR demi
mendukung implementasi KTR.

Kata Kunci : Implementasi, Kawasan Tanpa Rokok, Sekolah Dasar

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT
Non-Smoking Area (KTR) is a room or area that is declared prohibited to
perform production activities, sales, advertising, promotion, and use of cigarettes.
Medan City Government issued KTR Policy namely Local Regulation of Medan
City Number 3 year 2014 about KTR. 1 of the 8 KTR areas set forth in the policy
is where the teaching-learning process is the school, but the implementation is
still many schools that have not implemented KTR, and in schools that have
implemented KTR was still found many violations. This study aims to determine
the implementation of non-smoking area policy in Elementary School (SDN)
067690 Johor District of Johor Year 2018.
This research is a descriptive qualitative research. This research was
conducted at SDN 067690 Medan Johor. Data collection methods used in this
study are documentation, and in-depth interviews of eight informants.
The results showed that the lack of communication in terms of
socialization KTR policy implementation, lack of infrastructure and infrastructure
facilities KTR implementation, lack of commitment target / implementers KTR and
the absence of strict sanctions against violators, not in the form of committees or
working groups so that KTR there is monitoring and evaluation of the
implementation of KTR which resulted in the implementation of KTR has not run
well.
This research suggests to to the SDN 067690 school to realize a better
implementation of KTR, and to the health department and the education office to
collaborate in the supervision of KTR to support the implementation of KTR.

Keywords: Elementary School, Implementation, Non-Smoking Area.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan kesehatan dan kesabaran serta semangat hidup untuk dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Implementasi

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan

Medan Johor Tahun 2018.” Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kesehatan Masyarakat

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian Skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan dan

hambatan, namun berkat doa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya

skripsi ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

4. Dr. Juanita, S.E., M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan saran dan arahan serta bimbingan dalam

penyelesaian skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian

skripsi ini.

6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H selaku Dosen Penguji II

yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan

dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Dra., Syarifah, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah

membimbing, mengarahkan dan memberi motivasi kepada penulis dari awal

perkuliahan hingga akhir terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh Dosen dan staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan di FKM USU.

9. Kepala Sekolah SD Negeri 067690 yakni Hj. Deli Kesuma, S.Pd, Msi, beserta

Guru, dan Tenaga Kependidikan yang telah memberikan izin untuk

memperoleh data-data dan telah banyak membantu dalam proses

penyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada kedua Orang Tua saya yang Tercinta yakni Ayahanda Yudefri

Lubis dan Ibunda Aprillisa Nasution yang telah membesarkan dengan penuh

cinta, mendukung, mendidik, membimbing, mendoakan, memberikan

dukungan moril maupun materil dan memberikan kasih sayang yang tidak

terhingga sehingga penulisan skripsi ini bisa selesai dengan baik.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Saudara kandung saya yang tersayang yakni kakak saya Della Aisha Puteri

yang berada di kota perantauan untuk karirnya, yang selalu memberikan saya

semangat, dorongan, dan motivasi untuk berjuang dan secepatnya

menyelesaikan skripsi saya ini, sukses terus untuk karirnya kak. dan Adik

saya Novi Trisadi yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh

dari kesempurnaan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan

saran-saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Medan, Juli 2018

Penulis

Ayu Nuzulla Rahmy

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xiii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 12
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 12
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 13


2.1 Rokok .............................................................................................................. 13
2.1.1 Pengertian Rokok dan Merokok....................................................... 13
2.1.2 Jenis Rokok ..................................................................................... 14
2.1.3 Kandungan Rokok ............................................................................ 15
2.1.4 Dampak Rokok atau Tembakau pada Kesehatan ............................ 17
2.2 Kawasan Tanpa Rokok ................................................................................... 21
2.2.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ....................................... 21
2.2.2 Ruang Lingkup KTR ....................................................................... 21
2.2.3 Tujuan KTR...................................................................................... 23
2.2.4 Indikator KTR .................................................................................. 24
2.2.5 Kebijakan KTR ................................................................................ 25
2.3 Implementasi Kebijakan.................................................................................. 26
2.4 Kerangka Pikir ................................................................................................ 32

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 33


3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 33
3.2.1 Lokasi Penelitian .............................................................................. 33
3.2.2 Waktu Penelitian .............................................................................. 33
3.3 Informan Penelitian ......................................................................................... 33
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 34
3.5 Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 35
3.6 Instrumen Pengambilan Data .......................................................................... 35
3.7 Definisi Operasional....................................................................................... 35
3.7 Validasi Data ................................................................................................... 36

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.8 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................38


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................38
4.1.1 Profile SD Negeri 067690 Medan Johor ...........................................38
4.1.2 Visi dan Misi SD Negeri 067690 Medan Johor ................................38
4.2 Karakteristik Informan .....................................................................................39
4.3 Distribusi Status Perokok dari Informan ..........................................................40
4.4 Faktor Komunikasi ...........................................................................................41
4.5 Faktor Sumber Daya ........................................................................................47
4.6 Faktor Disposisi ...............................................................................................52
4.7 Faktor Struktur Birokrasi .................................................................................56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................59


5.1 Kesimpulan ......................................................................................................59
5.2 Saran.................................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................62


LAMPIRAN

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Karakteristik ............................ 40

Tabel 4.2 Pernyataan Informan Tentang Status Perokok ....................................40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Indikator KTR Tatanan Tempat Proses Belajar Mengajar .............. 24
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................... 32

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari SD Negeri 067690
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari SD Negeri 067690
Lampiran 8. Dokumentasi
Lampiran 9. Lembar Checklist

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISTILAH

Kemenkes : Kementerian Kesehatan

WHO : World Health Organization

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SEATCA : Southeast Asia Tobacco Control Alliance

PP : Peraturan Pemerintah

KTR : Kawasan Tanpa Rokok

SD : Sekolah Dasar

SDN : Sekolah Dasar Negeri

BK : Bimbingan Konseling

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ayu Nuzulla Rahmy, lahir pada tanggal 28 November

1997 di Kota Medan. Beragama Islam. Merupakan anak ke dua dari pasangan

ayahanda Yudefri Lubis dan Ibunda Aprillisa Nasution. Alamat penulis di Jalan

Eka Bakti Kecamatan Medan Johor.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari TK Swasta Al-Azhar Medan

(2002-2003), SD Swasta Al-Azhar Medan (2003-2008), SMP Negeri 2 Medan

(2008-2011), SMA Swasta Harapan Mandiri (2011-2014), S1 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2014-

2018).

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rokok merupakan barang yang sudah menjadi tingkat konsumsi yang

relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok masih menjadi masalah nasional yang

diprioritaskan upaya penanggulangannya karena menyangkut berbagai aspek

dalam kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial politik, dan terutama aspek

kesehatan. Meski menyadari bahaya merokok, orang-orang di seluruh dunia masih

terus menghisap belasan milyar batang rokok setiap harinya. Jumlah perokok di

negara-negara berkembang jauh lebih banyak dibanding jumlah perokok di negara

maju (Kemenkes RI, 2011).

World Health Organization menyatakan bahwa risiko penyakit jantung

pada perokok terjadi 2-4 kali lebih besar dibandingkan bukan perokok. Pada

perokok risiko terkena katarak 50% lebih tinggi dibandingkan dengan bukan

perokok. Kematian kanker paru 20 kali lebih besar terjadi pada perokok (WHO,

2008). Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,

baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari segi kesehatan,

pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbon

monoksida) dan tak akan memacu kerja dari susunan saraf pusat dan susunan

saraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak

jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain. Selain

itu, merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif (WHO, 2010)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Rokok menghasilkan asap yang sangat berbahaya bagi kesehatan si perokok

sendiri sebagai perokok aktif, maupun orang lain yang ada di sekitarnya sebagai

perokok pasif. Perokok pasif menghisap lebih banyak zat berbahaya dibandingkan

perokok aktif yang hanya menghisap sekitar 25% dari asap rokok yang berasal

dari ujung yang terbakar. Sementara 75% lainnya diberikan kepada non perokok

ditambah separuh asap yang dihembuskan perokok (Aditama, 2006).

Saat asap rokok terlepas, secara langsung seorang perokok pasif akan

menghirup udara yang bercampur asap rokok. Ini bisa mengakibatkan sesak

napas, iritasi hingga sakit jantung dan paru-paru. Asap rokok yang terlepas

mengandung nikotin, karbon monoksida, hidrogen sianida dan amonia. Semua

zat-zat tersebut adalah racun mematikan yang lambat laun bias menggerogoti

kesehatan tubuh perokok pasif, bahkan efeknya bisa lebih parah jika dibandingkan

dengan perokok aktif (Aditama, 2006).

World Health Organization menyatakan bahwa negara Indonesia

menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China

dan India, dan Negara setelah Indonesia yaitu Rusia dan Amerika Serikat.

Amerika Serikat berhasil mengurangi jumlah perokok di negaranya sedangkan

jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat (WHO, 2008).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan rerata

proporsi perokok di Indonesia masih belum terjadi penurunan yakni sebanyak

29,3%, dengan rerata jumlah batang rokok yang dihisap perhari perorang di

Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu bungkus). Berdasarkan jenis kelamin

perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak yakni 64,5% dibanding perokok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

perempuan hanya 2,1%. Berdasarkan jenis pekerjaan (petani/nelayan/buruh)

adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar (44,5%) dibanding

kelompok pekerjaan lainnya. Jumlah proporsi perokok pada umur anak sekolah

dasar dan pelajar juga cenderung tinggi, yakni perokok penduduk umur 10 tahun

sampai dengan 14 tahun menunjukkan proporsi merokok setiap hari sebesar 0,5%

dan perokok kadang-kadang sebesar 0,9.(Riskesdas, 2013).

Anak-anak Indonesia yang berusia muda mulai merokok karena pengaruh

lingkungan sekitarnya, dan juga karena kemauan sendiri. Merokok pada anak-

anak karena kemauan sendiri disebabkan ingin menunjukkan bahwa dirinya telah

dewasa. Umumnya mereka bermula dari perokok pasif (menghisap asap rokok

orang lain yang merokok) lantas menjadi perokok aktif. Semula hanya mencoba-

coba kemudian menjadi ketagihan akibat adanya nikotin di dalam rokok (Sitepoe,

2000).

Penduduk Sumatera Utara sendiri menghisap 9-14 batang rokok setiap

harinnya dengan proporsi perokok setiap hari sebanyak 24,2%, dan kadang-

kadang sebanyak 4,2%.Dari data tersebut tampak bahwa prevalensi perokok di

Indonesia sangat tinggi dan cenderung meningkat di berbagai lapisan masyarakat,

terutama pada laki-laki mulai dari anak-anak, remaja, dan dewasa. Berarti

semakin banyak penduduk berisiko mengalami beberapa gangguan kesehatan

(Riskesdas, 2013).

Menjadi perokok pasif bagi anak-anak boleh dikatakan merupakan

permulaan merokok bagi anak itu sendiri. Pernah dilaporkan ada anak-anak

berusia 3 tahun telah mulai merokok atas pengaruh lingkungan keluarga, sekolah,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

teman sebaya, dan kemauan sendiri. Pada taraf permulaan biasanya hanya

digunakan rokok dari daun buah jagung atau daun nipah, kemudian baru

digunakan tembakau. Dari Medan dilaporkan banyak dijumpai perokok anak-anak

usia sekolah dasar, sedangkan pada salah satu sekolah dasar sekitar 40% dari

murid laki-laki adalah perokok (Sitepoe, 2000).

Tingginya presentasi penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok,

menjadikan kesehatan sebagai faktor yang tidak bisa dikesampingkan. Tercatat

tidak kurang dari 4.000 jenis zat kimia yang terkandung dalam sebatang rokok dan

60 zat diantaranya bersifat karsinogenik dan bersifat adiktif (Gondodiputro,2007).

Efek dari rokok tidak hanya dirasakan pada perokok aktif, tetapi juga dapat

dirasakan oleh perokok pasif. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih

berbahaya dibanding dengan perokok aktif karena daya tahan tubuh terhadap zat-

zat yang berbahaya dari rokok lebih rendah (Gondodiputro, 2007).

Upaya melindungi perokok pasif, muncullah Framework Convention on

Tobacco Control (FCTC), pada tahun 2002 yang di dalamnya terdapat beberapa

strategi untuk melakukan pengendalian tembakau. Pertama, adalah pengurangan

permintaan (reducing demand) melalui kenaikan harga dan pajak, pengaturan dan

pelarangan iklan, promosi, sponsorship rokok serta edukasi, pelatihan,

peningkatan kesadaran, dan bantuan untuk berhenti merokok. Strategi kedua

adalah melalui regulasi terhadap kandungan, pengemasan dan label rokok,

pengurangan perdagangan, pembatasan penjualan pada anak-anak, serta

perlindungan perokok pasif. Strategi berikutnya, proteksi lingkungan dan

kesehatan pekerja tembakau, dukungan terhadap alternatif ekonomi yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

memungkinkan, riset, survei dan pertukaran informasi, serta dukungan terhadap

aktivitas legislatif. Negara yang menandatangani dan meratifikasi FCTC

diharuskan melaksanakan strategi tersebut (Tobacco Control Support Center,

2008).

Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat

Indonesia bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance

(SEATCA) dan organisasi kesehatan dunia (WHO) Indonesia melaporkan 4

alternatif kebijakan terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu: 1) Menaikkan

pajak {65 persen dari harga eceran}; 2) Melarang semua bentuk iklan rokok; 3)

Mengimplementasikan 100% Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum,

tempat kerja dan tempat pendidikan; dan 4) Memperbesar peringatan merokok

dibungkus rokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada

bungkus rokok. Salah satu alternatif yang cukup layak diterapkan di Indonesia

dengan menimbang bahwa kebijakan tersebut dapat dimulai dari institusi atau

pemerintah lokal adalah melaksanakan KTR (Prabandari, 2009).

Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang

untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan atau

penggunaan rokok. Alasan diberlakukannya KTR adalah setiap orang berhak atas

perlindungan terhadap bahaya rokok, asap tembakau membahayakan dan tidak

memiliki batas aman, ruang khusus untuk merokok dan sistem sirkulasi udara

tidak mampu memberikan perlindungan yang efektif. Sehingga perlindungan

hanya efektif apabila 100% suatu tempat bebas dari asap rokok (Pedoman

Pengembangan KTR,2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Demi melindungi individu, masyarakat dan lingkungan terhadap paparan

asap rokok, pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk

melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang - undang

No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 115 ayat 1 dan 2 yang

mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah wajib untuk menetapkan dan

menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya (Kemenkes RI, 2009).

Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan

Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan. Pada

pasal 50 menyatakan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat

proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum

dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). Pengendalian iklan rokok juga

terdapat pada pasal 27 yakni mencantumkan penandaan/tulisan 18+ dalam iklan

tersebut, dan pada pasal 31 juga di jelaskan iklan tembakau di media luar ruang

tidak diletakkan di KTR, tidak diletakkan di jalan utama atau protocol, harus

diletakkan sejajar dengan bahu jalan, tidak boleh memotong jalan atau melintang,

serta tidak boleh melebihi ukuran 72 m².

Upaya mewujudkan Indonesia sehat, pemerintah mengeluarkan Peraturan

Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/Menkes/

PB/I/2011 No. 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok.

Tingginya antusias dari pemerintah terkait KTR, mendorong pemerintah daerah

khususnya Pemda Kota Medan untuk mengeluarkan suatu peraturan yang dapat

melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain, karena itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

dikeluarkanlah Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa

Rokok.

Pelaksanaan KTR memang membutuhkan pengawasan yang ketat dari

pihak sekolah selaku pengelola sekaligus penanggung jawab agar penerapan KTR

bisa mencapai angka 100%. Menurut Perda Kota Medan No. 3 tahun 2014 Pasal

21 bahwa setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR wajib

melakukan pengawasan internal pada tempat dan/ atau lokasi yang menjadi

tanggung jawabnya; melarang semua orang merokok di KTR yang menjadi

tanggung jawabnya; tidak menyediakan asbak atau sejenisnya pada tempat dan/

atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; dan memasang tanda-tanda dan

pengumuman dilarang merokok sesuai persyaratan di semua pintu masuk utama

dan tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/ atau didengar

baik.

Implementasi KTR di Kota Medan belum dapat dilakukan dengan baik

karena tidak adanya sanksi yang tegas baik dari pemerintah maupun dari

pemerintah daerah Kota Medan. Pada pasal 24 tertulis bahwa Pengelola, pimpinan

dan/ atau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar wajib melarang

kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta seluruh unsur

sekolah lainnya untuk merokok di tempat proses belajar mengajar. (Perda No. 3

tahun 2014). Kemudian pada ayat 2 tertulis bahwa pengelola, pimpinan dan/ atau

penanggung jawab tempat proses belajar mengajar, wajib menegur dan/ atau

memperingatkan dan/ atau mengambil tindakan kepada peserta didik, pendidik,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

dan tenaga kependidikan serta seluruh unsur sekolah lainnya, apabila terbukti

merokok di tempat proses belajar mengajar (Perda No. 3 tahun 2014).

Menurut George C. Edward III mengemukakan ada empat faktor yang

berpengaruh terhadap implementasi kebijakan yang bekerja secara simultan dan

berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi

kebijakan (Winarno, 2012). Empat faktor tersebut antara lain (1) komunikasi, (2)

sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi.

Sekolah merupakan salah satu tempat proses belajar mengajar yang

termasuk satu dari tujuh KTR. Sekolah harus 100% KTR hingga batas terluar

sekolah tanpa ada ruangan khusus merokok, Pelaksanaan KTR di sekolah sangat

tergantung dari dukungan berbagai pihak, termasuk partisipasi guru karena guru

merupakan pihak yang sangat berperan dalam menciptakan lingkungan sekolah

yang kondusif. Peranan guru dalam pendidikan merupakan orang yang dianggap

penting, berpengaruh dalam perilaku anak. Guru sebagai orang yang dianggap

penting banyak mempengaruhi pembentukan sikap murid (Kiyohara, 2012).

Kebijakan mengenai penetapan kawasan tanpa rokok (KTR) di tempat

proses belajar mengajar, membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, terutama

peranan guru. Sikap dan Perilaku guru merupakan panutan dalam membentuk

sikap dan perilaku murid. Oleh karena itu peranan guru, khususnya guru sekolah

dasar (SD) sangat penting karena usia sekolah dasar (SD) merupakan awal

pembentukan sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku anak sejak usia dini

cenderung meniru tokoh yang dilihatnya, temasuk guru yang setiap harinya

berinteraksi dengan mereka, Karena itu alangkah baiknya guru tidak memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

contoh perilaku merokok terhadap anak sekolah terutama sekolah dasar (SD)

untuk mencegah perilaku merokok pada anak sekolah agar tidak menjadi perokok

dini (Siswanto, 2010). Jumlah SD di kota Medan ada sebanyak 177 sekolah, yang

terbagi menjadi 72 SD swasta, dan 105 SD negeri. Beberapa SD swasta yang

sudah menerapkan KTR dapat menjalankannya dengan baik, namun lain halnya

dengan SD negeri yang belum dapat menjalankan KTR dengan baik dikarenakan

berbagai hal.

Sekolah SD Negeri 067690 memiliki 13 kelas yang memiliki total siswa

siswinya secara keseluruhan sebanyak 468 orang, jumlah guru dan pegawai 22

orang. Sekolah ini salah satu SD negeri terbaik dari 46 SD negeri di kecamatan

medan johor. Sekolah ini merupakan salah satu dari sekolah yang ikut

berpartisipasi dalam mendukung program pemerintah daerah yaitu sekolah

sebagai kawasan tanpa rokok yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota

Medan No. 3 tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hal ini

didukung dengan adanya sanksi yang ditetapkan oleh sekolah berupa peringatan

kepada yang merokok di wilayah di sekolah. Hingga sanksi terberat akan dimutasi

bagi guru dan pegawai yang merokok di lingkungan sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan kepala sekolah yang bukan

seorang perokok, diungkapkan bahwa sekolah SD Negeri 067690 ini sudah

menetapkan 100% KTR di sekolah sejak tahun 2014 untuk diseluruh tempat

diwilayah sekolah, namun pelaksanaan KTR tersebut belum terlaksana secara

optimal karena masih banyak terjadi pelanggaran dari unsur sekolah seperti guru,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

pegawai, bahkan murid SD tersebut, dan orang tua murid yang juga merokok di

lingkungan sekolah.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan penulis di sekolah SD

Negeri 067690, belum optimalnya pelaksanaan KTR di sekolah tersebut saya

asumsikan karena kurangnya komunikasi, berdasarkan hasil wawancara dengan

kepala sekolah kurangnya komunikasi dalam hal ini dimana hanya kepala sekolah

yang pernah mendapatkan sosialisasi mengenai KTR yang pernah dilakukan oleh

dinas kesehatan pada awal penerapan KTR, namun untuk sosialisasi terhadap

lingkungan sekolah itu sendiri belum ada,yang dapat dilihat dari kurangnya

pemahaman pelanggar terhadap KTR.

Sumber daya peralatan yang dimiliki sekolah ini untuk KTR belum

memadai, dimana penarapan KTR di sekolah ini sudah diterapkan sejak tahun

2014, tetapi pemasangan spanduk KTR baru dilakukan pada pertengahan tahun

2017. Pemasangan spanduk KTR dan himbauan dilarang merokok tidak banyak

memberikan efek positif, karena masih banyak juga yang melakukan pelanggaran

KTR di lingkungan sekolah. Sumber daya manusia atau staf pelaksana pemantau

KTR di sekolah ini saya asumsikan belum terbentuk karena berdasarkan hasil

wawancara singkat dengan salah satu pegawai sekolah yang mengatakan untuk

penerapan KTR di sekolah ini berdasarkan kesadaran masing-masing individu

saja.

Kendala lain yang diasumsikan di sekolah tersebut dalam menerapkan

KTR yakni dari faktor disposisi yaitu kurangnya dukungan positif dari pelaksana

KTR karena masih banyak yang melakukan pelanggaran KTR termasuk dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

unsur sekolah seperti guru, pegawai, dan siswa sekolah tersebut. Kendala dari

faktor lain yakni kendala dari faktor struktur birokrasi yaitu belum adanya

pembagian tugas dan tanggung jawab terrhadap pelaksana KTR dan belum

berjalannya sanksi KTR di sekolah tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nasyruddin mengenai

implementasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah (studi kualitatif pada SMP

Negeri 21 Semarang) menunjukkan implementasi kawasan tanpa rokok di SMP

Negeri 21 Semarang belum berjalan optimal secara keseluruhan, disebabkan oleh

beberapa hal yakni pengetahuan yang kurang, sumber daya yang kurang

mendukung, proses sosialisasi yang tidak optimal, belum ada SOP, komitmen

sekolah yang kurang, dan tidak adanya bimbingan dan pengawasan menyebabkan

implementasi kawasan tanpa rokok di SMP Negeri 21 tidak berjalan efektif.

Hasil Penelitian yang dilakukan Taruna mengenai implementasi kebijakan

kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta menyimpulkan faktor

penghambat implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada

Yogyakarta terjadi pada faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur

birokrasi. Pada penelitian yang dilakukan Indraswari terkait analisis penerapan

peraturan daerah Kota Semarang nomor 3 tahun 2013 tentang kawasan tanpa

rokok di SMA kota Semarang menunnjukkan ada hubungan antara komunikasi,

sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi dengan penerapan peraturan daerah

kota Semarang nomor 3 tahun 2013 tentang kawasan tanpa rokok di SMA kota

Semarang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Hal-hal tersebut di atas yang mendasari dilakukan penelitian ini, oleh

karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengetahui implementasi kebijakan

kawasan tanpa rokok di sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor

Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

bagaimana implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah SD Negeri

067690 Kecamatan Medan Johor Tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan

kawasan tanpa rokok di SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor Tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukkan bagi Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan

Johor dalam rangka menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah.

2. Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang

faktor yang berhubungan dengan rokok dan kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok

3. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rokok

2.1.1. Pengertian Rokok dan Merokok

Menurut PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang

Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, rokok adalah

salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap

dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan

spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan

atau tanpa bahan tambahan. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang

antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar

10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada

salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat

mulut pada ujung lain.

Menurut Harissons (1987) dalam Sitepoe (2000), merokok adalah

membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya baik menggunakan rokok

maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar

adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang

terselip diantara bibir perokok. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang

dihirup melalui dua komponen yaitu komponen yang lekas menguap berbentuk

gas dan komponen yang bersama gas terkondensi menjadi komponen partikulat.

Dengan demikian, asap rokok yang dihisap berupa gas sejumlah 85% dan sisanya

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

berupa partikel. Asap rokok yang dihisap melalui mulut tersebut

mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang

terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut

sidestream smoke. Sidestream smoke mengakibatkan seseorang menjadi perokok

pasif.

Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok namun menghisap atau

menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok (Kemenkes RI, 2011).

Conrad dan Miller (1996) dalam Sitepoe (2000), menyatakan bahwa seseorang

akan menjadi perokok melalui dorongan psikologi dan dorongan fisiologis.

Dorongan psikologis seperti merokok rasanya seperti rangsangan seksual, sebagai

suatu ritual, menunjukkan kejantanan, bangga diri, mengalihkan kecemasan dan

menunjukkan kedewasaan. Dorongan fisiologis seperti adanya nikotin yang

mengakibatkan ketagihan (adiksi) sehingga seseorang ingin terus merokok.

2.1.2. Jenis Rokok

Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau

isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Aditama

2006).

a. Berdasarkan bahan pembungkusnya maka rokok terdiri dari klobot yaitu rokok

yang bahan pembungkusnya berupa daun aren, sigaret yaitu rokok yang bahan

pembungkusnya berupa daun tembakau.

b. Berdasarkan bahan baku atau isi maka rokok terdiri dari rokok putih yaitu rokok

yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberikan saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok kretek yaitu rokok yang bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok klembak yaitu rokok yang

bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang

diberikan saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c. Berdasarkan proses pembuatannya rokok terdiri dari sigaret kretek tangan (SKT)

yaitu rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan

menggunakan tangan atau alat bantu sederhana, sigaret kretek mesin (SKM) yaitu

rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material

rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok dan yang dihasilkan mesin

pembuat rokok adalah berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah

mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang

rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya dihubungkan dengan mesin

pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok

batangan namun dalam bentuk pak. Adapula mesin pembungkus rokok yang

mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak.

d. Berdasarkan penggunaan filter, maka rokok terdiri dari rokok filter (RF) yaitu

rokok yang pada bagian atasnya terdapat gabus, rokok non filter (RNF) rokok

yang pada bagian batangnya tidak terdapat gabus.

2.1.3. Kandungan Rokok

Di dalam sebatang rokok terdapat gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu

batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Kadar

kandungan zat kimia yang terkadung di dalam rokok memiliki kadar yang

berbeda. Bahkan untuk merk dan jenis antara satu rokok dengan rokok lainnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

pun memiliki kandungan yang berbeda-beda. Asap rokok yang dihirup seorang

perokok mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri dari

karbon monoksida, asam hidrogen sianida (HCN), amoniak, Nitrogen Oksida,

formaldehid dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar,

nikotin, benzopiren, fenol, dan Kadmium.

Kandungan yang paling dominan di dalam rokok adalah nikotin dan tar.

Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana

Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat

adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan pada perokok. Nikotin berbentuk

cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah

warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan

udara, kadar nikotin dalam tembakau sebesar 12%. Kadar nikotin 4-6 mg yang

dihisap oleh orang dewasa setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan.

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat

asap rokok. Tar merupakan senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang

bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut

sebagai uap padat. Tar biasanya berupa cairan coklat tua atau hitam yang bersifat

lengket dan biasanya berakibat menempel pada paru-paru, sehingga membuat

paru-paru perokok menjadi coklat, begitu juga halnya pada gigi dan kuku.

Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar

dalam rokok berkisar 24-45 mg. Tar yang ada di dalam asap rokok menyebabkan

paralise silia yang ada di dalam saluran pernafasan dan menyebabkan penyakit

paru lainnya (Aditama, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

2.1.4. Dampak Rokok atau Tembakau pada Kesehatan

Telah banyak terbukti bahwa dengan mengkonsumsi tembakau berdampak

terhadap status kesehatan. Penyakit seperti kanker paru-paru, oseophagus, laring,

mulut, dan tenggorokan, radang pada tenggorokan, dan penyakit kardiovaskuler

merupakan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok/ tembakau. Namun

demikian, tidak hanya pada perokok aktif saja yang mendapatkan penyakit

tersebut, tetapi masyarakat banyak yang terpapar oleh asap rokok yang kita kenal

dengan sebutan passive smokers. Telah terbukti bahwa passive smokers beresiko

untuk terkena penyakit kardiovaskuler, kanker paru, asma dan penyakit paru

lainnya (Gondodiputro, 2007).

Menurut Gondodiputro (2007), ada beberapa penyakit yang disebabkan rokok

yaitu :

1. Efek tembakau terhadap susunan saraf pusat

Hal ini disebabkan karena nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan

gemetar pada tangan dan kenaikan berbagai hormon dan rangsangan dari sumsum

tulang belakang menyebabkan mual dan muntah. Di lain tempat nikotin juga

menyebabkan rasa nikmat sehingga perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir

serasa lebih cemerlang dan mampu menekan rasa lapar. Sedangkan efek lain

menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi. Efek dari

tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam

perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor.

2. Penyakit Kardiovaskuler

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Karena asap tembakau akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin

yang terkandung dalam asap tembakau akan merangsang hormon adrenalin yang

akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh

darah. Seseorang yang stress yang kemudian mengambil pelarian dengan jalan

merokok sebenarnya sama saja dengan menambah risiko terkena jantung koroner,

proses penyempitan arteri koroner yang mendarahi otot jantung menyebabkan

ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai menimbulkan kekurangan

darah (ischemia). Sehingga apabila melakukan aktifitas fisik atau stress,

kekurangan aliran meningkat sehingga menimbulkan sakit dada.

Penyempitan yang berat atau penyambutan dari satu atau lebih arteri

koroner berakhir dengan kematian jaringan/ komplikasi dari infark miokard

termasuk irama jantung tidak teratur dan jantung berhenti mendadak. Iskemia

yang berat dapat menyebabkan otot jantung kehilangan kemampuannya untuk

memompa sehingga terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun

penimbunan cairan di paru-paru. Orang yang merokok lebih dari dua puluh batang

tembakau perhari memiliki risiko enam kali lebih besar terkena infark miokard

dibandingkan dengan bukan perokok. Penyakit kardiovaskuler merupakan

penyebab utama dari kematian di negara-negara industri dan berkembang, yaitu

sekitar 30% dari semua panyakit jantung berkaitan dengan memakai tembakau.

3. Arteriosklerosis

Arteriosklerosis merupakan menebal dan mengerasnya pembuluh darah,

sehingga menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitas serta pembuluh

darah menyempit. Arteriosklerosis dapat berakhir dengan penyumbatan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sekitar 10%

dari pasien yang menderita gangguan sirkulasi pada tungkai (arteriosklerosis

obliteran) Sembilan puluh Sembilan diantaranya adalah perokok. Ada empat

tingkat gangguan arteriosklerosis obliteran yaitu tingkat I tanpa gejala, tingkat II

kaki sakit saat latihan misalnya berjalan lebih dari 200 meter dan kurang 200

meter, keluhan hilang bila istirahat, tingkat III keluhan yang timbul saat istirahat

umumnya saat malam hari dan bila tungkai ditinggikan sedangkan tingkat IV

adalah jaringan mati. Dalam stadium ini tindakan yang dilakukan adalah

amputasi, jika penyumbatan terjadi di percabangan aorta daerah perut akan

menimbulkan sakit di daerah pinggang termasuk pula timbulnya gangguan ereksi.

4. Tukak Lambung dan Tukak Usus Dua Belas Jari

Tembakau meningkatkan asam lambung dengan daya perlindungan.

Tembakau meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung dan

usus dua belas jari. Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi dari yang

bukan perokok.

5. Efek Terhadap Bayi

Ibu hamil merokok mengakibatkan kemungkinan melahirkan premature.

Jika kedua orang tuanya perokok mengakibatkan daya tahan bayi menurun pada

tahun pertama, sehingga akan menderita radang paru-paru maupun bronchitis dua

kali lipat dibandingkan yang tidak merokok, sedangkan terhadap infeksi lain

meningkat 30%. Terdapat bukti bahwa anak yang orangtuanya merokok

menunjukkan perkembangan mentalnya terbelakang.

6. Efek Terhadap Otak dan Daya Ingat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Akibat proses arteriosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran

darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Studi

tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru-baru ini. Dari

hasil analisis otak, peneliti dari Neuropsychiatric Institute university of California

menemukan bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel yang digunakan untuk

berpikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah daripada orang yang tidak

merokok.

7. Impotensi

Pada laki-laki berusia 30-40 tahun merokok dapat meningkatkan disfungsi

ereksi sekitar 50%. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke

penis. Oleh karena itu pembuluh darah, nikotin menyempit arteri yang menuju

penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Efek ini

meningkat bersama dengan waktu. Masalah ereksi ini merupakan peringatan awal

bahwa tembakau telah merusak area lain dari tubuh.

8. Kanker

Asap tembakau menyebabkan lebih dari 85% kanker paru-paru dan

berhubungan dengan kenker mulut, faring, laring, esofagus, lambung, pankreas,

mulut, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung kemih, dan usus. Tipe kanker yang

umumnya terjadi pada pemakai tembakau adalah kanker kandung kemih, kanker

esofagus, kanker pada ginjal, kanker pada pankreas, kanker serviks, kanker

payudara dan lain-lain. Mekanisme kanker yang disebabkan tembakau yaitu

merokok menyebabkan kanker pada berbagai organ, tetapi organ yang

terpengaruh langsung oleh karsinogen adalah saluran nafas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

9. Chronic Obstructive Pulnomary Diaseases (COPD)

Kebiasaan merokok mengubah bentuk jaringan saluran dan fungsi

pembersihan menghilang, saluran bengkak dan menyempit. Seseorang yang

menunjukkan gejala batuk berat selama paling kurang tiga bulan pada setiap tahun

berjalan selama dua tahun, dinyatakan mengindap bronchitis kronik. Hal ini sering

terjadi pada separuh perokok diatas umur 40 tahun.

10. Interaksi dengan Obat-obatan

Perokok metabolisme berbagai jenis obat lebih cepat dari pada non

perokok yang disebabkan enzim-enzim di mukosa, usus, atau hati oleh komponen

dalam asap tembakau. Dengan demikian efek obat-obat tersebut berkurang,

sehingga perokok membutuhkan obat dengan dosis lebih tinggi daripada non

perokok misalnya analgetik.

11. Penyakit pada Perokok Pasif

Perokok pasif dapat terkena penyakit kanker paru-paru dari jantung

koroner. Menghisap asap tembakau orang lain dapat memperburuk kondisi

mengidap penyakit angina, asam, alergi, gangguan pada wanita hamil.

2.2. Kawasan Tanpa Rokok

2.2.1. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan

atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan

memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk

tembakau (Kemenkes RI, 2011).

2.2.2. Ruang Lingkup KTR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok menurut Kemenkes RI

(2011), yaitu :

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.

2. Tempat Proses Belajar Mengajar

Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk

kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan.

3. Tempat Anak Bermain

Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang

digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.

4. Tempat Ibadah

Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri

tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk

masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah

keluarga.

5. Angkutan Umum

Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa

kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.

6. Tempat Kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,

bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki

tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau

sumber-sumber bahaya.

7. Tempat Umum

Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh

masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-

sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta,

dan masyarakat.

8. Tempat Lainnya yang Ditetapkan

Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat

dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.

Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah

ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah

dan angkutan umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan

tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga

batas terluar. Sedangkan tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang

ditetapkan dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

2.2.3. Tujuan KTR

Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, adalah :

1. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok;

2. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula;

4. Mewujudkan generasi muda yang sehat;

5. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;

6. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;

7. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan;

8. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;

Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:

1. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR;

2. Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

3. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat;

4. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk

merokok baik langsung maupun tidak langsung (Kemenkes RI, 2011).

2.2.4. Indikator KTR

Indikator KTR pada tatanan tempat proses belajar mengajar (Kemenkes, 2011)

adalah:
Indikator Proses
Indikator Input Indikator Output
1. Terlaksananya sosialisasi kebijakan KTR
1. Adanya Kebijakan baik secara langsung (tatap muka) 1. Lingkungan tempat
tertulis KTR. maupun tidak langsung (melalui media proses belajar mengajar
2. Adanya tenaga yang cetak, elektronik). tanpa asap rokok.
diitugaskan untuk 2. Adanya pengaturan tugas dan tanggung 2. Siswa yang tidak
memantau KTR di jawab dalam pelaksanaan KTR. merokok menegur siswa
tempat proses belajar 3. Terpasangnya pengumuman kebijakan yang merokok di
mengajar. KTR melalui poster, tanda larangan lingkungan KTR.
3. Adanya media promosi merokok, mading, surat edaran, pengeras 3. Perokok merokok di luar
tentang larangan suara. KTR.
merokok / KTR. 4. Terpasangnya tanda KTR di tempat 4. Adanya sanksi bagi yang
proses belajar mengajar. melanggar KTR.
5. Terlaksananya penyuluhan KTR dan
bahaya merokok dan etika merokok.

Gambar 2.1 Indikator KTR Tatanan Tempat Proses Belajar Mengajar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

2.2.5. Kebijakan KTR

Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan

dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi

masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu

cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan

adanya dukungan yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu

kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya. Kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan

tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok.

Landasan hukum penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup

banyak seperti dinyatakan Kemenkes RI (2009), yaitu :

1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

6. PP RI No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan

7. PP RI No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung

Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

8. Instruksi Menteri Kesehatan No. 84/MENKES/Inst/II/2002 tentang

Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan

9. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang

Kawasan Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No.

188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa

rokok

11. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan

Tanpa Rokok pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara

12. Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa

Rokok

2.3. Implementasi Kebijakan

Menurut model George C. Edward III, studi implementasi kebijakan

adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi

kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan

dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya.

Menurut Edward, oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap

implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain

untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan (Winarno, 2012).

Empat faktor tersebut antara lain,

1. Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang

menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang

lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena

menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan

sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi

apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan

mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik.

Secara umum George C.Edward III membahas tiga hal yang penting dalam proses

komunikasi kebijakan (Winarno, 2012) yaitu :

a. Transmisi : Mereka yang melaksanakan keputusan, harus mengetahui apa

yang harus dilakukan. Komunikasi harus akurat dan mudah dimengerti.

Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan kepada

kelompok sasaran (target) sehingga akan mengurangi dampak dari

implementasi tersebut.

b. Kejelasan : Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang

diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus

diterima oleh para pelaksana, akan tetapi komunikasi harus jelas juga.

Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan

implementasi kebijakan dan akan mendorong terjadinya interpretasi yang

salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

c. Konsistensi : Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka

perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun

perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan

mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan

maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan

menjalankaan tugasnya dengan baik.

2. Faktor Sumber Daya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi

kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam

menjalankan suatu kebijakan dari pelaksana (implementor) kebijakan. Jika para

personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan

kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif,

maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Sumber-sumber

yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari (Winarno, 2012) :

a. Staf : Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya

manusia tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi

untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia adalah para

pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan

ketrampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak tidak otomatis mendorong

implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki keterampilan yang

memadai. Di sisi lain kurangnya personil yang memiliki keterampilan juga

akan menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut.

b. Kewenangan : Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang

dimiliki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan suatu kebijakan

yang ditetapkan.

c. Informasi : Informasi merupakan sumber penting dalam implementasi

kebijakan. Informasi dalam sumber daya adalah informasi yang dimiliki

oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan yang telah

ditetapkan. Informasi untuk melaksanakan kebijakan di sini adalah segala

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

keterangan dalam bentuk tulisan atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata

cara pelaksanaan yang bertujuan untuk melaksanakan kebijakan.

d. Sarana dan Prasarana : Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia

demi terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan

untuk mendukung secara langsung.

3. Faktor Disposisi (sikap)

Disposisi diartikan sebagai sikap para pelaksana kebijakan untuk

mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut George

C. Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor

tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai

kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga

harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Banyak kebijakan masuk ke dalam “zona ketidakacuhan”. Ada kebijakan yang

dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari pelaksana kebijakan,

namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung

dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan

pribadi atau organisasi dari para pelaksana. Jika orang diminta untuk

melaksanakan perintah-perintah yang tidak mereka setujui, maka kesalahan-

kesalahan yang tidak dapat dielakkan terjadi, yakni antara keputusan-keputusan

kebijakan dan pencapaian kebijakan (Winarno, 2012).

4. Faktor Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan

sudah mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya,

implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat

ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks

menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah

kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik

dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.

Menurut George C.Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan

melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan fragmentasi

(Winarno, 2012).

a. Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk

melaksanakan berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung

melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya menyebabkan

aktivitas organisasi tidak fleksibel.

b. Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan- kegiatan

dan aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit.

Model Ripley dan Franklin dalam buku yang berjudul Policy

Implementation dan Bureacracy, Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin,

menulis tentang Three Conceptions Relating to Successful Implementation yang

menyatakan ada analist and actors yang berpendapat bahwa implementasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

kebijakan yang berhasil dinilai pertama dari tingkat kepatuhan, yang kedua

kelancaran rutinitas fungsi, dan yang terakhir yaitu dampak yang diinginkan.

a. Tingkat Kepatuhan pada Ketentuan yang Berlaku.

Perspektif pertama memahami keberhasilan implementasi dalam arti

sempit yaitu sebagai kepatuhan para implementor dalam melaksanakan

kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-

undang, peraturan pemerintah, atau program).

b. Lancarnya Pelaksanaan Rutinitas Fungsi

Keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan

tidak adanya masalah-masalah yang dihadapi.

c. Terwujudnya Kinerja dan Dampak yang dikehendaki

Keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah pada

implementasi/pelaksanaan dan dampaknya yang dikehandaki dari semua

program-program yang dihendaki.

Pendapat Ripley dan Frankin diatas menunjukkan bahwa keberhasilan

suatu implementasi akan ditentukan bagaimana tingkat kepatuhan, lancarnya

rutinitas fungsi lembaga, dan hasil kebijakan yang sesuai dengan rencana dari

kebijakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

2.4. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori yang telah di uraikan, maka kerangka pikir penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut:

1 Komunikasi

2. Sumber daya Implementasi Kebijakan

3. Disposisi Kawasan Tanpa Rokok

4. Struktur birokrasi

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan tujuan untuk memahami fenomena

seperti perilaku, perspektif, tindakan, motivasi, dan persoalan pada subjek

penelitian (Moleong, 2010).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan

Johor. Alasan dipilihnya lokasi ini karena masih banyak guru, staff , pegawai,

orang tua murid serta murid sekolah yang merokok di lingkungan sekolah.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2018 sampai selesai

3.3 Informan Penelitian

Pemilihan informan penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling (sampel bertujuan). Purposive sampling adalah teknik penentuan

narasumber atau informan dengan pertimbangan tertentu. Penentuan sampel atas

dasar kriteria atau pertimbangan tertentu dimaksudkan untuk mendapat berbagai

macam informan yang tepat dengan sebanyak mungkin informasi sehingga dapat

diperoleh kebenaran dari data yang disampaikan oleh informan (Sugiyono, 2010).

Berikut yang menjadi informan pada penelitian ini:

a. Kepala Sekolah SD Negeri 067690

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

b. Guru dan Tenaga Kependidikan

c. Anak SD Negeri 067690

d. Petugas Kantin

e. Orang tua murid

f. Dinas Kesehatan Kota Medan

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

wawancara, dokumentasi, dan observasi. Penjelasan metode penelitian yang

dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Wawancara

Teknik Pengumpulan data wawancara adalah teknik yang menjadikan

percakapan yang dilakukan oleh peneliti dan narasumber. Penelitian

mengajukan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Narasumber memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh

peneliti. (Moleong, 2010)

2. Dokumentasi

Teknik pengumpulan dokumentasi merupakan mencari infornasi melalui

catatan peristiwayang sudah terjadi, dapat berupa tulisan, gambar, atau

dokumen yang berbentuk karya dari seseorang (Sugiyono, 2010)

3. Observasi

Pengumpulan data dengan observasi menuntut peneliti untuk terjun

langsung ke lapangan untuk mengamati dan mengawasi keadaan seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

tempat, ruang, kegiatan, artefak lingkungan, peristiwa, perasaan, tujuan

dan tingkah laku subjek penelitian pada waktu tertentu (Djunaidi, 2016)

3.5 Jenis dan Sumber Data

1. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang di

kumpulkan melalui observasi dan wawancara baku terbuka menggunakan

pedoman wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan

kepada informan. Pedoman tersebut digunakan untuk memudahkan

wawancara, penggalian data dan informasi (Moleong, 2004)

2. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang

diperoleh dari sekolah SD Negeri 067690.

3.6 Instrumen Pengambilan Data

Peneliti menggunakan instrument wawancara mendalam (indepth

interview) berupa daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan topik yang akan

dibicarakan, dan telaah dokumentasi. Untuk memperjelas informasi yang akan

diperoleh,peneliti juga menggunakan alat bantu berupa alat tulis dan alat perekam

suara. Instrume yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan alat

perekam.

3.7. Definisi Operasional

Dalam mempermudah penelitian, berikut beberapa definisi operasional

yang harus di ketahui antara lain:

1. Komunikasi adalah terlaksananya sosialisasi kebijakan KTR serta

penyuluhan KTR dan bahaya merokok juga etika merokok dari pihak

pemimpin,pengelola tempat proses belajar mengajar sebagai penanggung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

jawab KTR kepada pelaksana KTR yakni siswa, guru, tenaga

kependidikan dan karyawan sekolah.

2. Sumber daya adalah sarana dan prasarana KTR seperti materi sosialisasi

KTR, pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok, media

penyampaian pesan tentang KTR di sekolah melalui poster, stiker larangan

merokok dan lain sebagainya, adanya tenaga yang di tugaskan untuk

memantau KTR di tempat proses belajar mengajar, serta pedoman khusus

pelaksanaan KTR bagi pelaksana KTR.

3. Disposisi adalah sikap para pelaksana kebijakan KTR, bukan hanya

mengetahui apa yang harus mereka lakukan, dan mempunyai kemampuan

untuk mengimplementasikan kebijakan, tetapi juga harus mempunyai

kemauan seperti memberikan dukungan posotif terhadap pelaksanaan

KTR.

4. Struktur Birokrasi adalah mekanisme kebijakan KTR dan pengaturan tugas

dan tanggung jawab mengenai pelaksana KTR.

5. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok adalah Lingkungan

tempat proses belajar mengajar 100% tanpa asap rokok dan bebas asap

rokok hingga batas terluar sekolah.

3.8 Validasi Data

Pada penelitian ini untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh,

peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti

dalam penelitian ini yaitu triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

dengan membandingkan informasi yang diperoleh informan yang berbeda untuk

melakukan cross check terhadap kondisi yang sebenarnya (Moleong, 2010).

3.9 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah mengumpulkan,

mengorganisasikan, mengklarifikasi, dan memilah-milih data untuk mendapatkan

data yang penting menjadi sebuah informasi.

Teknik analisis data mempunyai tahap yang harus dilakukan setelah proses

pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang baik. Sugiyono (2010)

menjelaskan tahap-tahap analisis data tersebut sebagai berikut:

1. Reduksi data

Tahap reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,

mengklarifikasikan data pada hal-hal yang penting. Reduksi data

menyederhanakan data hasil wawancara untuk memperoleh data yang

lebih focus

2. Penyajian data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif berupa teks naratif dalam bentuk

uraian, bagan, hubungan antar variabel, dan lain-lain.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dan verifikasi data adalah tahap ketiga dalam proses

analisis data. Verifikasi data dilakukan dalam penelitian secara

berkesinambungan untuk memperoleh kesimpulan dengan bukti yang kuat

dan bersifat kredibel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Profile SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor

SD Negeri 067690 Medan Johor atau yang sering disebut dengan SDN 90

Johor terletak di dekat lapangan sejati, tepatnya di Jl. Karya Jaya No.56,

Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera

Utara. Sekolah SD Negeri 067690 sudah didirikan sejak tahun 1984 dengan luas

seluruh bangunan sebesar 400m² dengan jumlah 13 ruang kelas yang memiliki

total siswa siswinya secara keseluruhan sebanyak 468 orang, jumlah guru dan

pegawai 22 orang. Sekolah ini salah satu SD negeri terbaik dari 46 SD negeri di

kecamatan medan johor karena sekolah ini merupakan sekolah negeri yang sudah

terakreditasi A.

4.1.2 Visi dan Misi SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor

Visi SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor yaitu “Dengan iman dan

taqwa, SD Negeri 067690 Medan Johor menjadi sekolah yang unggul dalam

kompetensi dan kompetitif dalam Prestasi.”

Misi SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor yaitu:

1. Menyelenggarakan pendidikan untuk menyiapkan dan menjadikan Prestasi

didik yang religius, memiliki pengetahuan, sikap dan karakter yang baik,

keterampilan, disiplin dan berdaya saing.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

2. Menciptakan budaya sekolah yang kondusif dan profesional melalui

pengokohan jejaring dan kemitraan pendidikan.

3. Mengembangkan konsep sekolah yang berwawasan lingkungan,

berbudaya, bersih, dan hijau.

4. Mewujudkan bentuk pembelajaran yang berkualitas, dan adaptif dengan

dinamika ilmu pengetahuan dan budaya, serta aktif, kreatif, efektif, dan

partisipatif.

5. Menumbuhkembangkan bakat, minat, dan kualitas prestasi dalam bidang

pendidikan serta pengembangan diri, dan ekstrakurikuler.

4.2 Karakteristik Informan

Pemilihan informan penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu penentuan narasumber atau informan dengan pertimbangan

tertentu. Penentuan sampel atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu

dimaksudkan untuk mendapat berbagai macam informan yang tepat dengan

sebanyak mungkin informasi sehingga dapat diperoleh kebenaran dari data yang

disampaikan oleh informan. Penelitian ini dapat terwujud oleh karena kesediaan

informan dalam memberi keterangan melalui wawancara.

Adapun informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang yaitu

Kepala Sekolah, Guru Bimbingan Konseling, dua orang murid, Penjaga Sekolah,

Petugas Kantin, Orang Tua murid, Dinas Kesehatan Kota Medan. Adapun

Karakteristik informan tersebut adalah sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Tabel 4.1 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik

No Nama Informan Jenis Umur Pendidikan Jabatan


Kelamin Terakhir
1. dr. Pocut Fatimah Perempuan 50 Tahun S2 Kepala
Fitri. Mars Kesehatan Bidang P2P
Masyarakat Dinas
Kesehatan
Kota
Medan
2. Hj. Deli Kesuma, Perempuan 50 Tahun S2 Sains Kepala
S.Pd, Msi Sekolah

3. Surianto, S.Pd Laki – Laki 26 Tahun S1 Guru


Pendidikan Bimbingan
Konseling
4. Ridwan Hakim, S.Pd Laki – Laki 30 Tahun S1 Guru
Pendidikan Olahraga
5. Prasetyo Nugroho Laki – laki 11 Tahun SD Murid
Achmad Kelas6
6. Randa Gustiawan Laki – Laki 11 Tahun SD Murid
Batubara Kelas 6
7. Ichwan Syahputra Laki – Laki 12 Tahun SD Murid
Kelas 6
8. Midoni Fazar Laki – Laki 41 Tahun SMA Penjaga
Sekolah
9 Rosidah Perempuan 35 Tahun SMA Petugas
Kantin
10.. Ari Wahyudi Laki – Laki 36 Tahun SMA Orang Tua
Murid
11. Agus Wardoyo Laki – Laki 38 Tahun SMA Orang Tua
Murid

4.3 Distribusi Status Perokok dari Informan

Tabel 4.2 Pernyataan informan tentang status perokok

Informan Pernyataan
Informan 1 Tidak Perokok
Informan 2 Tidak Perokok
Informan 3 Perokok
Informan 4 Perokok
Informan 5 Perokok
Informan 6 Perokok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Informan 7 Perokok
Informan 8 Perokok
Informan 9 Tidak Perokok
Informan 10 Perokok
Informan 11 Perokok

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa dari 8 informan yang

diwawancarai, terdapat 5 informan yang perokok dan 3 informan yang tidak

perokok. Tiga diantara informan yang perokok pernah melanggar Kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok di SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor.

4.4 Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan

apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya

kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting,

karena menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksanaan

kebijakan sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan

efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan

terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang

akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang

baik. Secara umum George C.Edward III membahas tiga hal yang penting dalam

proses komunikasi kebijakan (Winarno, 2012) yaitu :

a. Transmisi : Mereka yang melaksanakan keputusan, harus mengetahui apa

yang harus dilakukan. Komunikasi harus akurat dan mudah dimengerti.

Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

kelompok sasaran (target) sehingga akan mengurangi dampak dari

implementasi tersebut.

b. Kejelasan : Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang

diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus

diterima oleh para pelaksana, akan tetapi komunikasi harus jelas juga.

Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan

implementasi kebijakan dan akan mendorong terjadinya interpretasi yang

salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

c. Konsistensi : Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka

perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun

perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan

mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan

maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan

menjalankaan tugasnya dengan baik.

Hasil wawancara mendalam tentang sosialisasi mengenai Implementasi

Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor diperoleh

bahwa:

“Sosialisasi mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) sudah pernah


dilakukan pada awal implementasi KTR di kota Medan, dengan membuat suatu
pertemuan dan turut mengundang kepala sekolah dari berbagai sekolah dengan
maksud dan tujuan agar mereka dapat menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR)
di sekolah mereka dengan baik dan benar.”(Informan 1)

“Saya sudah pernah mendapatkan sosialisasi yang dilakukan pihak dinas terkait
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Saya juga mengetahui bahwa sekolah
merupakan salah satu tempat yang merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).”
(Informan 2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Dinas Kesehatan Kota Medan telah melakukan sosialisasi pada awal

penerapan kawasan tanpa rokok yaitu pada tahun 2014. Dinas Kesehatan Kota

Medan dibantu oleh pemda Kota Medan, Pusaka Indonesia dengan membuat suatu

pertemuan yang membahas tentang bahaya rokok, dan asap rokok, serta KTR.

Pertemuan tersebut pun mengundang kepala sekolah, dan beberapa siswa dari

berbagai sekolah di Kota Medan. Pada sosialisasi tersebut Dinas Kesehatan Kota

Medan menjelaskan kepada kepala sekolah dari berbagai sekolah di Kota Medan

mengenai apa pengetian Kawasan Tanpa Rokok (KTR), maksud KTR, manfaat

KTR. Tujuan KTR, serta bagaimana cara untuk melaksanakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah. Dinas Kesehatan Kota Medan juga menghimbau

kepada kepala-kepala sekolah untuk menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

di sekolah masing-masing.

Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD Negeri 067690, beliau

mengatakan sudah mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kota Medan dengan menghadiri undangan pertemuan yang diberikan dari dinas.

Beliau juga mengikuti himbauan yang diberikan oleh dinas kesehatan dengan

menerapkan kawasan tanpa rokok di sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan

Medan Johor.

Pedoman pengembangan KTR menyebutkan bahwa seharusnya pihak

pemimpin sekolah yang telah menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR)

melakukan sosialisasi mengenai KTR di sekolahnya dengan mengajak bicara

sasaran/pelaksana KTR yakni kepada siswa, guru, tenaga kependidikan, dan

karyawan di sekolah tersebut wakili perokok dan bukan perokok untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

menyampaikan mengenai pengertian KTR, maksud, tujuan, dan manfaat

implementasi kawasan tanpa rokok, bagaimana langkah-langkah implementasi

KTR disekolahnya (Kemenkes RI, 2011).

“Di sekolah ini sudah pernah dilakukan sosialisasi KTR bersamaan dengan
sosialisasi mengenai bahaya rokok.Sosisalisasi itu dilakukan oleh organisasi
mahasiswa pada tahun 2015 kalau saya tidak salah di lapangan sekolah dengan
mengumpulkan seluruh siswa-siswi dan seluruh guru SD ini. Lalu diberikan lah
informasi mengenai bahaya merokok dan KTR itu kepada semua yang kumpul di
lapangan sekolah. Kalau saya belum pernah lakuin sosialisasi KTR itu di sekolah.
Cuma yang dari mahasiswa itu sajalah dek.yakan dulu sudah pernah ada yang
dari mahasiswa itu lagian pun sudah ada tanda dilarang merokok, sudah taunya
mereka itu.sudahlah sudah cukup pahamnya mereka itu dalam melaksanakan
KTR bagaimana tanpa perlu lagi saya sosialisasikan lagi.” (Informan 2)

“Saya tidak pernah mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di


sekolah ini, hanya dapat penyuluhan tentang bahaya rokok dari kakak-kakak
mahasiswa.” (Informan 6)

“Saya tidak pernah mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di


sekolah ini, hanya dapat penyuluhan tentang bahaya rokok dari kakak-kakak
kuliahan.”(Informan 7)

Hasil wawancara dengan beberapa informan, diketahui bahwa kepala

sekolah SD Negeri 067690 tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap pelaksana

KTR di sekolah itu, dan menganggap pelaksana KTR di sekolahnya yakni siswa,

guru, tenaga kependidikan, dan karyawan sudah memiliki pemahaman yang cukup

untuk melaksanakan KTR di sekolah tersebut. sosialisasi KTR yang pernah

dilakukan di sekolah itu hanya sekali yaitu mengenai bahaya merokok dan

narkoba yang hanya sedikit menyinggung bahwa sekolah merupakan tempat yang

tidak boleh merokok dan itupun dilakukan oleh organisasi mahasiswa bukan oleh

pihak sekolah terhadap pelaksana KTR di sekolah bahkan masih ada informan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

yang belum pernah mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di

sekolah tersebut.

Kurangnya sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) kepada siswa, guru,

tenaga kependidikan, dan karyawan sebagai pelaksana kawasan tanpa rokok

(KTR) di sekolah SD Negeri 067690 tersebut yang membuat pemahaman

pelaksana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah tersebut sangat rendah

mengenai implementasi KTR seperti berikut:

“saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang kawasan tanpa rokok
(KTR). Saya tau sekolah KTR. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah tempat tidak
boleh merokok. Tujuannya supaya tidak mencemari udara. Manfaatnya agar
tidak mencemari lingkungan dari asap rokok. Tempat-tempat kawasan tanpa
rokok (KTR) itu rumah sakit, SPBU, tempat lain yang memakai AC.”(Informan 4)

“Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang kawasan tanpa rokok
(KTR). Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah dilarang merokok. Tujuannya karena
asap rokok tidak bagus untuk tubuh. Manfaatnya agar tubuh tetap sehat. Tempat-
tempat kawasan tanpa rokok (KTR) adalah rumah sakit, sun plaza, kantor, SPBU,
kalau sekolah mungkin juga KTR kak, tapi di kelas kelas aja kak.”(Informan 6)

“Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang kawasan tanpa rokok
(KTR) kak.Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah tempat tidak boleh merokok.
Tujuannya karena merokok tidak bagus kesehatan. Manfaatnya supaya tetap
sehat kak. Tempat-tempat kawasan tanpa rokok (KTR) adalah rumah sakit,
kantor, SPBU, kalau sekolah juga kak di dalam kelas-kelas itu tidak boleh
merokok.” (Informan 7)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat diketahui bahwa

pemahaman pelaksana KTR sangat rendah dalam implementasi KTR dapat juga

dilihat bahwa pengertian tentang kawasan tanpa rokok (KTR) kurang dimengerti

oleh pelaksana KTR dan informan, dan hanya beberapa dari tempat-tempat

kawasan tanpa rokok yang ditetapkan dalam kebijakan KTR yang dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

disebutkan oleh informan bahkan informan hanya memahami bahwa KTR di

sekolah hanya di dalam kelas saja, sehingga menurut pemahaman mereka

pelaksanaan KTR hanya sebatas di dalam ruangan kelas saja. Ketidakjelasan dan

kurangnya sosialisasi KTR yang disampaikan berkenaan dengan implementasi

kebijakan KTR dan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan

bertentangan karena seharusnya pelaksanaan KTR di sekolah 100% hingga batas

terluar sekolah bukan hanya di ruangan kelas saja.

Hal-hal tersebut yang membuat implementasi kawasan tanpa rokok kurang

berjalan efektif. Maka seharusnya pihak Sekolah SD Negeri 067690 dan

pemimpin sekolah melakukan sosialisasi mengenai KTR disekolah, kepada

pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yakni kepada siswa, guru,

tenaga kependidikan, dan karyawan di sekolah mengenai pengetian Kawasan

Tanpa Rokok (KTR), maksud Kawasan Tanpa Rokok (KTR), manfaat Kawasan

Tanpa Rokok (KTR), Tujuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sehingga

sasaran/pelaksana KTR di sekolah tersebut mengerti bagaimana merumuskan

penetapan hingga langkah-langkah mengimplementasikan KTR di sekolah agar

dapat melaksana KTR yang lebih baik lagi di sekolah tersebut SD Negeri 067690

tersebut.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Taruna (2016) yang

mengatakan bahwa sosialisasi KTR di SMA Gadjah Mada sudah berjalan sebagai

mana mestinya dengan melakukan sosialisasi pada saat MOS (masa orientasi

sekolah) pada setiap tahun ajaran baru. Sosialisasi dilakukan dengan cara

mengundang para orang tua siswa ke sekolah untuk dijelaskan mengenai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

peraturan dan tata tertib sekolah termasuk di dalamnya tata tertib KTR di sekolah.

Penyampaian informasi mengenai kebijakan KTR atau dilarang merokok juga

dilakukan langsung kepada siswa pada keseharian di sekolah. Komunikasi antara

Kepala Sekolah, Guru, dan karyawan adalah selalu mengingatkan untuk tidak

merokok di kawasan sekolah. Sosialisasi juga dilakukan saat rapat sekolah untuk

memberikan pemahaman yang lebih mengenai pelaksanaan KTR di SMA Gadjah

Mada Yogyakarta.

4.5 Faktor Sumber Daya

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi

kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam

menjalankan suatu kebijakan dari pelaksana (implementor) kebijakan. Jika para

personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan

kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif,

maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Sumber-sumber

yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari (Winarno, 2012) :

a. Staf : Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya

manusia tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi

untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia adalah para

pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan

ketrampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak tidak otomatis mendorong

implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki keterampilan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

memadai. Di sisi lain kurangnya personil yang memiliki keterampilan juga

akan menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut.

b. Kewenangan : Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang

dimiliki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan suatu kebijakan

yang ditetapkan.

c. Informasi : Informasi merupakan sumber penting dalam implementasi

kebijakan. Informasi dalam sumber daya adalah informasi yang dimiliki

oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan yang telah

ditetapkan. Informasi untuk melaksanakan kebijakan di sini adalah segala

keterangan dalam bentuk tulisan atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata

cara pelaksanaan yang bertujuan untuk melaksanakan kebijakan.

d. Sarana dan Prasarana : Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia

demi terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan

untuk mendukung secara langsung (Winarno, 2012).

Menurut pedoman pengembangan KTR, sekolah harus memenuhi

beberapa hal agar dapat menerapkan KTR dengan efektif. Antara lain, sarana dan

prasrana KTR seperti materi sosialisasi implementasi KTR, pembuatan dan

penempatan tanda larangan merokok, media penyampaian pesan tentang KTR di

sekolah melalui poster, stiker larangan merokok dan lain sebagainya.(Kemenkes

RI, 2011).

Hasil wawancara mendalam tentang sarana dan prasarana mengenai

Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan

Johor diperoleh bahwa:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

“Sekolah merupakan 100 % kawasan tanpa rokok (KTR) hingga batas terluar
artinya sekolah tidak boleh menyediakan tempat khusus merokok. Beberapa
sarana dan prasarana KTR yang harus ada di sekolah yakni materi sosialisasi
implementasi KTR, pembuatan dan penempatan tanda dilarang merokok. Sasaran
pelaksana KTR di sekolah diantaranya yaitu kepala sekolah, karyawan, guru,
murid, dan pelaksana tersebut harus mempunyai pedoman untuk melaksanakan
KTR.” (Informan 1)

“Sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini seperti
spanduk KTR dan tanda dilarang merokok. (Informan 2)

“Sarana dan prasarana KTR ada beberapa yaitu tanda dilarang merokok disetiap
pintu masuk kelas dan spanduk KTR.” (Informan 3)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa sarana dan

prasarana KTR di sekolah SD Negeri 067690 sudah ada terdapat tanda dilarang

merokok, Media promosi KTR,dan spanduk KTR namun masih ada informan

yang tidak mengetahui spanduk KTR tersebut,sepertinya pernyataan informan

berikut :

“sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini yaitu tanda
dilarang merokok. Kepala sekolah dan guru BK menjadi pelaksana kebijakan
KTR di sekolah ini.” (Informan 7)

“sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) ada tanda dilarang merokok.
Kepala sekolah dan guru bimbingan konseling (BK) menjadi sasaran/pelaksana
kebijakan KTR tetapi tidak ada pedoman sebagai informasi untuk pelaksana
kebijakan tersebut.” (Informan 8)
Dari hasil pengamatan lagnsung peneliti, diketahui bahwa Sarana dan

Prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) yang ada yaitu media promosi kawasan

tanpa rokok (KTR) berupa poster bahaya merokok dan bahaya narkoba, spanduk

kawasan tanpa rokok (KTR) tapi tidak semua orang yang mengetahuinya karena

letak spanduk tersebut yang tidak strategis yang tertutupi oleh spanduk

penerimaan siswa-siswi baru sekolah tersebut. juga ada tanda tulisan dilarang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

merokok di beberapa pintu kelas namun sebagian sudah ada yang lepas dan rusak,

bahkan ada di temukan tempat sampah khusus untuk putung rokok, dan hasil

wawancara dengan kepala sekolah terkait hal tersebut adalah sebagai berikut:

“Tempat sampah itu milik sekolah sebelah, kan sekolah ini berdampingan dengan
sekolah yang sebelah kanan itu, jadi dia memasang itu tanpa izin diletakkan dekat
dengan sekolah ini.kalau sekolah itu sepertinya belum menerapkan KTR. Saya tau
kok kalau sekolah saya KTR tidak boleh menyediakan yang seperti itu untuk
perokok, itupun mau saya bilang ke kepala sekolah yang sebelah untuk
memindahkan tempat sampahnya supaya tidak dekat dengan sekolah ini.”
(Informan 2)

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah tersebut, diketahui

bahwa tempat sampah khusus putung rokok tersebut ternyata milik sekolah yang

letaknya berdampingan dengan sekolah SD Negeri 067690 tersebut dan sekolah

itu menempatkan tempat sampah itu dekat dengan gedung sekolah SD Negeri

067690 yang membuat seolah tempat sampah itu milik SD Negeri 067690 karena

letak dan jaraknya yang sangat dekat dengan Sekolah SD Negeri 067690.

Selain sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR), ada pula

Sasaran/pelaksana kebijakan KTR pada sekolah juga meliputi semua warga

sekolah yaitu karyawan/guru/murid bukan hanya kepala sekolah saja, serta semua

sasaran/pelaksana kebijakan harus mempunyai pedoman yang berisikan informasi

mengenai implementasi KTR di sekolah (Kemenkes RI, 2011)..

Hasil wawancara tentang pelaksana kawasan tanpa rokok (KTR) mengenai

Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan

Johor diperoleh bahwa:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

“Sasaran kawasan tanpa rokok/pelaksana kebijakan adalah semua warga


dilingkungan sekolah.” (Informan 2)

“Semua warga sekolah menjadi sasaran pelaksana KTR di sekolah ini. Tidak ada
pedoman KTR sebagai informasi bagi pelaksana kebijakan.” (Informan 3)

Pernyataan itu tidak di dukung dengan pernyataan dari informan yang lain
yakni:

“Kepala sekolah dan guru BK menjadi pelaksana kebijakan KTR di sekolah ini.”
(Informan 7)

“Kepala sekolah dan guru bimbingan konseling (BK) menjadi sasaran/pelaksana


kebijakan KTR” (Informan 8)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti, kepala sekolah dan guru bimbingan

konseling (BK) mengatakan semua warga dan semua guru sekolah SD Negeri

067690 menjadi pelaksana kawasan tanpa rokok (KTR), namun dari hasil

wawancara dengan informan yang lain dan pengamatan langsung peneliti di SD

Negeri 067690 diketahui bahwa pelaksana kawasan tanpa rokok (KTR) di SD

Negeri 067690 hanya Kepala Sekolah dan Guru Bimbingan Konseling BK).

Hasil wawancara tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok

(KTR) mengenai Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690

Kecamatan Medan Johor diperoleh:

“Tidak ada pedoman tentang kawasan tanpa rokok (KTR) karena itu peraturan
disekolah ini.” (Informan 2)

“Tidak ada pedoman KTR sebagai informasi bagi pelaksana kebijakan.”


(Informan 3)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada

pedoman khusus melaksanakan KTR di sekolah SD Negeri 067690, karena

dilarang merokok termasuk peraturan atau tata tertib sekolah tersebut, seharusnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

pelaksana KTR mempunyai pedoman khusus untuk melaksanakan kawasan tanpa

rokok di sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Taruna (2016) yang mengatakan

bahwa SMA Gadjah Mada belum bisa memaksimalkan sumber daya yang ada

untuk melaksanakan KTR, serta sekolah juga belum mempunyai pedoman khusus

untuk melaksanakan kebijakan KTR.

4.6 Faktor Disposisi

Disposisi diartikan sebagai sikap para pelaksana kebijakan untuk

mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut George

C. Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor

tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai

kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga

harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Ada

kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari

pelaksana kebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan

secara langsung dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau

kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasi dari para pelaksana. Jka para

pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti

adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan

sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula

sebaliknya, bila tingkah laku atau perspektif- perspektif para pelaksana berbeda

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan

menjadi semakin sulit (Winarno, 2012).

Hasil wawancara mendalam tentang dukungan positif dan komitmen

mengenai Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690

Kecamatan Medan Johor diperoleh bahwa:

“Tanggapan saya terhadap implementasi KTR di sekolah ini adalah baik, karena
akan menghindarkan asap rokok yang berbahaya terhadap orang lain di
lingkungan sekolah.” (Informan 3)

“Tanggapan saya terhadap penetapan KTR adalah menerima penetapan KTR


tersebut.” (Informan 10)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat, bahwa dari semua

informan yang peneliti wawancarai, semuanya memberikan dukungan positif

terhadap penerapan KTR di sekolah namun hanya sebagian kecil yang mematuhi,

sebagian beasrnya lagi justru melakukan pelanggaran kawasan tanpa rokok (KTR)

di sekolah SD Negeri 06769, dari hal itu dapat disimpulkan bahwa kurangnya

komitmen dari pelaksana kawasan tanpa rokok (KTR) dan informan dalam

melaksanakan kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah SD Negeri 067690.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Taruna (2016) yang mengatakan

bahwa pelaksanaan KTR di SMA Gadjah Mada sudah mendapatkan dukungan

positif dari beberapa pihak dengan mematuhi KTR, tetapi masih ada juga yang

tidak mematuhi KTR dengan merokok di sekolah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Hasil wawancara mendalam tentang Pelanggaran mengenai Implementasi

Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor diperoleh

bahwa:

“sepengetahuan saya masih ada pelanggaran dalam implementasi implementasi


KTR, ada beberapa pelanggaran seperti guru yang masih merokok, saya sendiri
pernah merokok di lingkungan sekolah sepertinya yang kamu leihat sendiri tadi,
tapi langsung saya matikan rokoknya, saya merokok di sekolah karena masih
sangat sulit untuk meninggalkan kebiasaan terutama dilingkungan sekolah.”
(Informan 4)

“Pernah ada pelanggaran seperti guru di kantin dan orang tua yang merokok dan
di parkiran sekolah, saya juga pernah melakukan pelanggaran di wilayah dekat
sekolah dulu, dan ketahuan oleh guru BK.” (Informan 7)

“Banyak terjadi perlanggaran KTR di sekolah, bahkan saya pun pernah


melanggar, saya suka merokok di lingkungan sekolah sambil menunggu anak
saya pulang sekolah.” (Informan 10)

Berdasarakan jawaban dari informan serta hasil pengamatan peneliti

secara langsung ditemukan masih banyak pelanggaran KTR di sekolah tersebut,

baik itu dari unsur sekolah seperti siswa, guru dan juga orang tua siswa. Guru

yang melakukan pelanggaran diruangan guru mengatakan bahwa masih sangat

sulit untuk meninggalkan kebiasaan terutama dilingkungan sekolah, sehingga

membuatnya masih sering melanggar KTR di sekolah tersebut.

Implementasi KTR di sekolah seharusnya dapat berjalan dengan baik

karena sekolah merupakan tempat pendidikan anak sejak dini mengenai pelajaran

dan norma-norma yang baik, maka apabila ada guru, atau pegawai dan warga

yang merokok dilingkungan sekolah maka itu akan menjadi contoh terhadap

murid sekolah tersebut. Kemungkinan besar seorang anak menjadi perokok karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

mengadopsi perilaku dan mencontoh dari lingkungan sekitarnya termasuk

lingkungan sekolah dan itu merupakan hal yang sangat tidak baik.

Pelanggaran KTR memang harus ditindak lanjuti dengan penerapan sanksi

yang tepat terhadap pelanggaran-pelanggaran KTR tersebut, tidak hanya pada

murid namun juga pada guru, dan warga atau orang tua murid yang merokok di

lingkungan sekolah, sebagaimana disebutkan dalam Pedoman Pengembangan

KTR yaitu menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan yang diberlakukan apabila

terjadi pelanggaran KTR.

Hasil wawancara mendalam tentang sanksi terhadap pelanggaran

mengenai Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690

Kecamatan Medan Johor diperoleh bahwa:

“Sanksi yang diberikan terhadap pelanggar dan saya sendiri yaitu teguran, dan
dilarang untuk melakukan lagi.” (Informan 4)

“Sanksi yang diberikan kepada saya SOP kak.” (Informan 7)

“Sanksi yang di berikan kepada saya sejauh ini belum ada.” (Informan 10)

Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa sanksi yang

diberikan pihak sekolah terhadap pelamggar KTR yakni kepada guru berupa

teguran dan peringatan agar tidak melakukan lagi, kemudian kepada siswa atau

murid yang melanggar KTR diberikan sanksi berupa surat panggilan orang tua

(SPO). Tetapi belum ada sanksi yang diberikan untuk orang tua murid yang

melanggar kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

4.7 Faktor Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu

kebijakan sudah mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan

bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk

melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena

terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu

kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana

sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara

politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.

Menurut George C.Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan

melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan fragmentasi

(Winarno, 2012).

c. Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk

melaksanakan berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung

melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya menyebabkan

aktivitas organisasi tidak fleksibel.

d. Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan- kegiatan

dan aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Hasil wawancara mendalam tentang pembentukan komitedan kelompok

kerja penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) dan pengawas khusus

KTR mengenai Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri 067690

Kecamatan Medan Johor diperoleh bahwa:

“Seharusnya ada dilakukan pembentukan komite atau kelompok kerja


penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR), untuk menetapkan pengawas
kawasan tanpa rokok (KTR) dan cara efektif untuk melakukan pengawasan
tersebut, lalu di lakukan pelatihan bagi pengawas KTR tersebut” (Informan 1)

“Tidak ada dibentuk komite atau kelompok kerja penyusun kebijakan kawasan
tanpa rokok di sekolah ini.” (Informan 2)

“Pengawasan dilakukan oleh guru bimbingan konseling (BK) dan kepala sekolah.
Tidak ada pelatihan bagi pengawas implementasi kawasan tanpa rokok (KTR)
karena kepala sekolah dan guru BK yang berperan aktif dalam menjalankan tata
tertib di sekolah ini.” (Informan 4)

“Pengawas kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah kami yaitu guru bimbingan
konseling (BK) dan kepala sekolah kami kak.” (Informan 7)

Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa pada SD Negeri

067690 Kecamatan Medan Johor tidak ada dibentuk komite atau kelompok kerja

penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR). Implementasinya pada SD

Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor pengawasan kawasan tanpa rokok (KTR)

dilakukan oleh kepala sekolah dan guru bimbingan konseling (BK). Tidak ada

dilakukan pelatihan bagi pengawas kawasan tanpa rokok (KTR) karena dilarang

merokok merupakan tata tertib dari sekolah SD Negeri 067690 dan kepala sekolah

dan guru BK yang berperan aktif dalam menjalankan tata tertib di sekolah ini.

Menururt Pedoman Pengembangan KTR, sekolah seharusnya membentuk

komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan KTR di sekolah, dalam komite

atau kelompok kerja tersebut akan dibentuk pengawas KTR yang secara langsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

mengawasi implementasi KTR disekolah. Berdasarkan kegiatan pengawasan KTR

tersebut maka dapat dilakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi implementasi

KTR (Kemenkes RI, 2011).

Hasil wawancara mendalam tentang Proses pengawasan kawasan tanpa

rokok (KTR) mengenai Implementasi Kebijakan KTR di Sekolah SD Negeri

067690 Kecamatan Medan Johor diperoleh bahwa:

“Pengawasan dilakukan dengan tindakan razia dan mengawasi murid.”


(Informan 2)

“Pengawasan dilakukan apabila terjadi pelanggaran.” (Informan3)

“Pengawasan dilakukan dengan cara razia kak tapi itu dilakukan kalau ada yang
melakukan pelanggaran dulu kak, baru dilakukan razianya kak.” (Informan 7)

Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa Proses pengawasan

kawasan tanpa rokok di SD Negeri 067690 dilakukan secara razia dan razia

tersebut dilakukan apabila terjadi pelanggaran, seharusnya proses pengawasan

tersebut dilakukan secara rutin agar implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok

di sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor lebih optimal.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Taruna (2016) yang

mengatakan bahwa di SMA Gadjah Mada sudah membentuk komite/kelompok

kerja pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) untuk pengawasan KTR

yang dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling, Walikelas, dan guru mata

pelajaran yang terus di koordinasi oleh Kepala Sekolah sebagai pemimpin dalam

struktur birokrasi yang bertugas mengawasi berjalannya kebijakan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang implementasi kebijakan kawasan tanpa

rokok di sekolah SD Negeri 067690 kecamatan Medan Johor dapat disimpulkan

bahwa:

1. Kurangnya komunikasi di sekolah SD Negeri 067690 Kecamatan Medan

Johor dalam hal sosialisasi implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok

serta penyuluhan KTR dan bahaya merokok juga etika merokok dari pihak

pemimpin,pengelola tempat proses belajar mengajar sebagai penanggung

jawab KTR kepada pelaksana KTR yakni siswa, guru, tenaga

kependidikan dan karyawan sekolah, sehingga pelaksana kebijakan kurang

memahami bagaimana implementasi kawasan tanpa rokok di sekolah.

2. Kurang strategisnya penempatan spanduk KTR di sekolah tersebut karena

tertutup oleh spanduk penerimaan siswa-siswa baru. dan beberapa tanda

dilarang merokok pada sekolah SD Negeri 067690 sudah rusak, kurangnya

pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok serta tidak adanya pedoman

khusus sebagai informasi bagi pelaksana kebijakan KTR di sekolah.

3. Kurangnya komitmen sasaran/pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di

SD Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor terhadap implementasi

kebijakan kawasan tanpa rokok dan tidak adanya sanksi yang tegas

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

terhadap pelanggaran kawsasan tanpa rokok sehingga masih banyaknya

pelanggaran yang dilakukan.

4. Tidak ada di bentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan

kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah SD Negeri 067690, pengawasan

kawasan tanpa rokok di SD Negeri 067690 dilakukan secara razia dan

razia tersebut dilakukan apabila terjadi pelanggaran sehingga tidak ada

pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi kawasan tanpa rokok

(KTR) yang sudah berjalan.

5. Implementasi Kebijakan KTR di sekolah SD Negeri 067690 belum

optimal.

5.2 Saran

Adapun saran dalam penelitian ini antara lain:

1. Pihak pemimpin sekolah agar:

 Melakukan sosialisasi implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok serta

penyuluhan KTR dan bahaya merokok juga etika merokok dari pihak

pemimpin,pengelola tempat proses belajar mengajar sebagai penanggung

jawab KTR kepada pelaksana KTR yakni siswa, guru, tenaga

kependidikan dan karyawan sekolah sebagai pemberitahuan secara jelas

dan konsisten kepada pelaksana kebijakan untuk mewujudkan

implementasi kawasan tanpa rokok yang lebih baik.

 Memindahkan letak pemasangan spanduk KTR di tempat yang lebih

strategis agar lebih mudah terlihat, dan mengganti tanda dilarang merokok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

yang telah rusak pada beberapa kelas dan menyesuaikan sasaran/pelaksana

kebijakan kawasan tanpa rokok serta memberikan pedoman bagi pelaksana

kebijakan kawasan tanpa rokok juga untuk mewujudkan implementasi

kawasan tanpa rokok yang lebih efektif.

 Menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan

bukan hanya kepada murid, guru, warga tetapi juga pada orang tua murid

yang melakukan pelanggaran di sekolah.

 Membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan serta

melakukan pengawasan rutin KTR untuk mendukung implementasi

kawasan tanpa rokok di sekolah.

2. Sektor-sektor terkait seperti dinas kesehatan, dinas pendidikan agar

kerjasama memberikan peran serta dalam menjalankan pengawasan KTR

demi mendukung implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2006. Rokok dan kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.UI-
Press.

Gondodiputro, S. 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-bentuk Sediaan Tembakau.


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Available from: https://www.scribd.com/doc/142366268/EFEK-ROKOK (
Diakses tanggal 20 Desember 2017 ).

Kemenkes. 2009. Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009.

_________. 2011. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta.

_________. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

Kemenkes dan Kemendagri. 2011. Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.


Jakarta.

Kiyohara, K,dkk. 2012. Changes in Teachers’ Smoking Behavior Following


Enforcement of A Total Smoke-Free School Policy. Public Health Journal,
Page 678-681.

Lumban Gaol, I, P, Cahyo, K, Indraswari, R. 2016. Analisis Penerapan Peraturan


Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa
Rokok di SMA Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 4,
Nomor 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Sleman: Ar-Ruzz Media.

Moleong, Lexi J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

_________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Nasyruddin, M. F. 2013. Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Sekolah


(Studi Kualitatif pada SMP Negeri 21 Semarang). Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Volume 2, Nomor 1.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang


Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau bagi Kesehatan.

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/
Menkes/Pb/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan KTR
(Kawasan Tanpa Rokok).

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok .

Prabandari,YS,dkk. 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif Pengendalian


Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok
Terhadap Perilaku dan Status Merokok Mahasiswa di Fakultas Kedokteran
UGM. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 12, Halaman 218-225.

Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Penerbit Gramedia: Jakarta.

Siswanto, H. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini.Yogyakarta: Pustaka


Rihama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taruna, Z. 2016. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah


Mada Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.

Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.Fakta


Tembakau Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012. Jakarta: TCSC
IAKMI. 2012.

Wikipedia. 2012. Rokok, Wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok (diakses pada


tanggal 28 Desember 2017).

WHO. 2008. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. (diakses pada tanggal 20
Desember 2017).

_______. 2010. Tobacco Free Initiative, Perlindungan Terhadap Paparan Asap


Rokok Orang Lain (AROL). Jakarta (Diakses pada tanggal 20 Desember 2017).

Winarno, B., 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses, Dan Studi Kasus. (Edisi dan
Revisi Terbaru). Cetakan Pertama. C A P S : Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara

Pedoman Wawancara Kepala Sekolah

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Lokasi :

Waktu :

Nama :

Umur :

Jabatan :

Pendidikan Terakhir :

A. Faktor Komunikasi

1. Apakah anda permah mendapatkan sosialisasi KTR yang pernah dilakukan

oleh dinas kesehatan kota medan?

2. Apakah pernah diadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Perda Kota

Medan No. 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kepada

pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini yakni kepada

siswa, guru, tenaga kependidikan, dan karyawan?

3. Siapa yang melakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di

sekolah ini?

4. Kapan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut dilakuakan di

sekolah ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada pelaksana kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yakni kepada siswa, guru, tenaga

kependidikan, dan karyawan di sekolah ini?

6. Apakah ibu sebagai kepala sekolah pernah memberikan sosialisasi kepada

pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yakni kepada siswa,

guru, tenaga kependidikan, dan karyawan di sekolah ini?

7. Kenapa tidak pernah memberikan sosialisasi kepada pelaksana kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yakni kepada siswa, guru, tenaga

kependidikan, dan karyawan di sekolah ini?

8. Apakah menurut ibu, pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

yakni kepada siswa, guru, tenaga kependidikan, dan karyawan di sekolah

ini sudah memiliki pemahaman yang cukup terhadap pelaksanaan KTR?

B. Fakor Sumber Daya

1. Siapa saja yang menjadi sasaran/pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah ini?

2. Apakah pelaksana kebijakan mempunyai pedoman sebagai informasi

untuk melaksanakan tugasnya?

3. Apa sajakah saran dan prasarana Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang

terdapat di sekolah ini?

4. Saya melihat ada tempat sampah khusus untuk putung rokok di sekolah

ini, dari mana tempat sampah tersebut di peroleh?

5. Apakah anda tau bahwa sekolah yang telah menerapkan KTR tidak boleh

menyediakan tempat sampah khusus untuk putung rokok?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C. Faktor Disposisi

1. Apakah anda seorang perokok

2. Apakah anda pernah merokok di lingkungan sekolah?

3. Bagaimana tanggapan anda terhadap penerapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

4. Apakah pernah ada pelanggaran yang terjadi selama penerapan Kawasan

Tanpa Rokok (KTR) pada sekolah ini? Siapa yang melanggar?

5. Bagaimana tindakan anda terhadap pelanggaran tersebut?

6. Saya melihat banyak sekali putung rokok di wilayah sekolah, siapa yang

melakukan pelanggaran tersebut dan membuang putung rokok di sekitar

wilayah sekolah?

7. Apa tanggapan anda terhadap pelanggaran tersebut dan banyaknya putung

rokok di sekolah ini?

8. Sanksi apa yang diberikan terhadap pelanggaran tersebut?

D. Faktor Birokrasi

1. Apakah dilakukan pembentukan komite atau kelompok kerja penyusunan

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

2. Apa saja yang menjadi tugas dari komite atau kelompok kerja tersebut?

3. Apakah komite atau kelompok kerja tersebut melakukan pengawas

penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

4. Siapa sajakah yang menjadi pengawas penerapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR)?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Apakah dilakukan pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

di sekolah ini?

6. Kapan pengawasan tersebut dilakukan?

7. Bagaimana pengawasan tersebut dilakukan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pedoman Wawancara Guru

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Lokasi :

Waktu :

Nama :

Umur :

Jabatan :

Pendidikan Terakhir :

A. Faktor Komunikasi

1. Apakah anda mengetahui peraturan daerah yang membahas tentang

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Medan?

2. Apakah anda pernah mendapatkan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

3. Siapa yang melakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di

sekolah ini?

4. Apa itu Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

5. Apakah tujuan dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

6. Apakah manfaat dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

7. Dimana sajakah tempat-tempat yang di tetapkan menjadi KTR di Kota

Medan?

B. Faktor Sumber Daya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Bagaimana penggunaan tempat tersebut?

2. Apa sajakah sarana dan prasarana Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang

terdapat di sekolah ini?

3. Siapa saja yang menjadi sasaran/pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah ini?

4. Apakah pelaksana kebijakan mempunyai pedoman sebagai informasi

untuk melakukan tugasnya?

(pertanyaan tambahan bagi guru yang merokok di sekolah yaitu di ruangan

guru)

C. Faktor Disposisi

1. Apakah anda seorang perokok?

2. Apakah anda pernah merokok di lingkungan sekolah?

3. Bagaimana tanggapan anda terhadap penetapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

4. Apakah anda pernah melihat warga sekolah melakukan pelanggaran dalam

penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)? Seperti merokok di lingkungan

sekolah.

5. Apakah sekolah ini telah diterapkan sanksi terhadap pelanggarann

penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

6. Saya melihat banyak sekali putung rokok di wilayah sekolah, siapa yang

melakukan pelanggaran tersebut dan membuang putung rokok di sekitar

wilayah sekolah?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Apa tanggapan anda terhadap pelanggaran tersebut dan banyaknya putung

rokok di sekolah ini?

8. Sanksi apa yang diberikan terhadap pelanggaran tersebut?

9. Kenapa bapak merokok di wilayah sekolah, bahkan diruangan guru dengan

beberapa guru lainnya, lalu membuang sampah putung rokok sembarang di

wilayah sekolah? Dan bapak tau sekolah ini KTR.

10. Apa sanksi yang pernah bapak terima dari pelanggaran yang bapak

lakukan di sekolah?

D. Faktor Birokrasi

1. Apakah telah dibentuk pengawas penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

di sekolah ini?

2. Siapa sajakah yang menjadi pengawas Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

tersebut?

3. Apakah telah dilakukan pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

4. Kapan pengawasan tersebut dilakukan?

5. Bagaimana pengawasan tersebut dilakukan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pedoman Wawancara Tenaga Kependidikan, dan Petugas Kantin

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Lokasi :

Waktu :

Nama :

Umur :

Jabatan :

Pendidikan Terakhir :

E. Faktor Komunikasi

8. Apakah anda mengetahui peraturan daerah yang membahas tentang

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Medan?

9. Apakah anda pernah mendapatkan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

10. Siapa yang melakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di

sekolah ini?

11. Apa itu Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

12. Apakah tujuan dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

13. Apakah manfaat dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

14. Dimana sajakah tempat-tempat yang di tetapkan menjadi KTR di Kota

Medan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


F. Faktor Sumber Daya

5. Apa sajakah sarana dan prasarana Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang

terdapat di sekolah ini?

6. Siapa saja yang menjadi sasaran/pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah ini?

7. Apakah pelaksana kebijakan mempunyai pedoman sebagai informasi

untuk melakukan tugasnya?

G. Faktor Disposisi

11. Apakah anda seorang perokok?

12. Apakah anda pernah merokok di lingkungan sekolah?

13. Bagaimana tanggapan anda terhadap penetapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

14. Apakah anda pernah melihat warga sekolah melakukan pelanggaran dalam

penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)? Seperti merokok di lingkungan

sekolah.

15. Apakah sekolah ini telah diterapkan sanksi terhadap pelanggarann

penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

H. Faktor Birokrasi

6. Apakah telah dibentuk pengawas penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

di sekolah ini?

7. Siapa sajakah yang menjadi pengawas Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

tersebut?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Apakah telah dilakukan pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

9. Kapan pengawasan tersebut dilakukan?

10. Bagaimana pengawasan tersebut dilakukan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pedoman Wawancara Murid SD

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Lokasi :

Waktu :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Kelas :

1. Apakah adik pernah mendapatkan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

2. Siapa yang melakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di

sekolah ini?

3. Apa itu Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

4. Apakah tujuan dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

5. Apakah manfaat dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

6. Dimana sajakah tempat-tempat yang di tetapkan menjadi KTR?

7. Siapa saja yang merokok di tempat tersebut?

8. Apa sajakah sarana dan prasarana Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang

terdapat di sekolah ini?

9. Siapa saja yang menjadi sasaran/pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Apakah adik seorang perokok?

11. Apakah adik pernah merokok di lingkungan sekolah?

12. Bagaimana tanggapan adik terhadap penetapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

13. Apakah adik pernah melihat guru, pegawai, atau warga yang merokok di

sekolah?

14. Apakah ada diberikan sanksi bagi siswa yang merokok di sekolah?

15. Apakah ada yang menegur dan mengawasi sekolah kalau ada yang

merokok di lingkungan sekolah?

16. Siapa yang menegur dan mengawasi tersebut?

17. Bagaimana Proses pengawasan penerapan KTR di sekolah ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pedoman Wawancara Orang Tua Siswa

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Lokasi :

Waktu :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

1. Apakah anda pernah mendapatkan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

2. Siapa yang melakukan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di

sekolah ini?

3. Apa itu Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

4. Apakah tujuan dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

5. Apakah manfaat dari pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

6. Dimana sajakah tempat-tempat yang di tetapkan menjadi KTR?

7. Apakah di sekolah ini tersedia tempat khusus untuk merokok?

8. Siapa saja yang merokok di tempat tersebut?

9. Apa sajakah sarana dan prasarana Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang

terdapat di sekolah ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Siapa saja yang menjadi sasaran/pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah ini?

11. Apakah anda seorang perokok?

12. Apakah anda pernah merokok di lingkungan sekolah?

13. Bagaimana tanggapan anda terhadap penetapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah ini?

14. Apakah ada diberikan sanksi bagi yang merokok di sekolah?

15. Apakah anak anda pernah diberikan sanksi surat panggilan orang tua

(SPO) karena perilaku merokok anak anda?

16. Bagaimana penerapan sanksi SPO yang diberikan oleh pihak sekolah

terhadap anak anda yang merokok di wilayah sekolah?

17. Apakah ada yang menegur dan mengawasi sekolah kalau ada yang

merokok di lingkungan sekolah?

18. Siapa yang menegur dan mengawasi tersebut?

19. Bagaimana Proses pengawasan penerapan KTR di sekolah ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pedoman Wawancara Dinas Kesehatan Kota Medan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH

SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Lokasi :

Waktu :

Nama :

Umur :

Jabatan :

Pendidikan Terakhir :

1. Apakah pernah diadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Perda Kota

Medan No. 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kepada

pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ?

2. Bagaimana dan kapan sosialisasi yang dilakukan mengenai kebijakan

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sekolah ?

3. Bagaimana seharusnya penerapan KTR yang dilakukan di sekolah?

4. Apa sajakah yang menjadi sarana dan prasarana Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) yang terdapat di sekolah ?

5. Siapa saja yang menjadi sasaran/pelaksana kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) di sekolah ?

6. Bagaimana tanggapan anda terhadap penetapan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) di sekolah?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Bagaimana pembentukan komite atau kelompok kerja penyusunan

kebijakan KTR di sekolah?

8. Bagaimana seharusnya pengawasan KTR yang dilakukan di sekolah?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2. Matriks Hasil Wawancara

HASIL WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH


INTERVIEW)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SEKOLAH
SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2018

Matriks 1. Pernyataan Informan Tentang Faktor Komunikasi Terhadap

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah SD Negeri

067690 Kecamatan Medan Johor

Informan Pernyataan
Informan 1 Sosialisasi mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR)
sudah pernah dilakukan pada awal implementasi KTR di kota
Medan, dengan membuat suatu pertemuan dan turut mengundang
kepala sekolah dari berbagai sekolah dengan maksud dan tujuan
agar mereka dapat menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR) di
sekolah mereka dengan baik dan benar.
Informan 2 Saya sudah pernah mendapatkan sosialisasi yang dilakukan pihak
dinas terkait Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Saya juga
mengetahui bahwa sekolah merupakan salah satu tempat yang
merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Di sekolah ini sudah
pernah dilakukan sosialisasi KTR bersamaan dengan sosialisasi
mengenai bahaya rokok.Sosisalisasi itu dilakukan oleh organisasi
mahasiswa pada tahun 2015 kalau saya tidak salah di lapangan
sekolah dengan mengumpulkan seluruh siswa-siswi dan seluruh
guru SD ini. Lalu diberikan lah informasi mengenai bahaya
merokok dan KTR itu kepada semua yang kumpul di lapangan
sekolah. Kalau saya belum pernah lakuin sosialisasi KTR itu di
sekolah. Cuma yang dari mahasiswa itu sajalah dek.yakan dulu
sudah pernah ada yang dari mahasiswa itu lagian pun sudah ada
tanda dilarang merokok, sudah taunya mereka itu.sudahlah sudah
cukup pahamnya mereka itu dalam melaksanakan KTR
bagaimana tanpa perlu lagi saya sosialisasikan lagi
Informan 3 Saya mengetahui kebijakan yang membahas tentang kawasan
tanpa rokok (KTR). Saya sudah pernah mendapatkan sosialisasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini. Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) adalah daerah yang tidak boleh merokok.
Tujuannya untuk kesehatan. Manfaatnya agar tidak mencemari
lingkungan dan udara dari asap rokok, karena asap rokok
merupakan polusi. Tempat-tempat kawasan tanpa rokok (KTR)
itu rumah sakit, SPBU, plaza, tempat umum lainnya yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memakai AC.
Informan 4 saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR). Saya juga tidak pernah
mendapatkan sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah
ini. Saya tau sekolah KTR. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah
tempat tidak boleh merokok. Tujuannya supaya tidak mencemari
udara. Manfaatnya agar tidak mencemari lingkungan dari asap
rokok. Tempat-tempat kawasan tanpa rokok (KTR) itu rumah
sakit, SPBU, tempat lain yang memakai AC.
Informan 5 Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR). Saya tidak tau pernah atau tidak
dilakukan sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini,
saya tidak tau apa itu kawasan tanpa rokok (KTR), tujuan,
manfaat, dan tempat-tempat kawasan tanpa rokok.
Informan 6 Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR). Saya tidak pernah mendapatkan
sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini, hanya
dapat penyuluhan tentang bahaya rokok dari kakak-kakak
mahasiswa. Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah dilarang
merokok. Tujuannya karena asap rokok tidak bagus untuk tubuh.
Manfaatnya agar tubuh tetap sehat. Tempat-tempat kawasan
tanpa rokok (KTR) adalah rumah sakit, sun plaza, kantor, SPBU,
kalau sekolah mungkin juga KTR kak, tapi di kelas kelas aja kak.
Informan 7 Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR) kak. Saya tidak pernah mendapatkan
sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini, hanya
dapat penyuluhan tentang bahaya rokok dari kakak-kakak
kuliahan. Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah tempat tidak boleh
merokok. Tujuannya karena merokok tidak bagus kesehatan.
Manfaatnya supaya tetap sehat kak. Tempat-tempat kawasan
tanpa rokok (KTR) adalah rumah sakit, kantor, SPBU, kalau
sekolah juga kak di dalam kelas-kelas itu tidak boleh merokok.
Informan 8 Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR) . Saya sudah pernah mendapatkan
sosialisasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini. Kawasan
tanpa rokok (KTR) adalah kawasan tidak boleh merokok.
Tujuannya saya kuarang tau. Manfaatnya agar tidak tercemar
asap rokok. Tempat-tempat kawasan tanpa rokok (KTR) itu
rumah sakit dan SPBU.
Informan 9 Saya belum mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR). Sepengetahuan saya tidak pernah
ada sosialisasi KTR di sekolah ini. Kawasan tanpa rokok (KTR)
adalah kawasan tidak ada asap rokok. Tujuannya supaya asap
tidak kena ke murid. Manfaatnya untuk menjaga kesehatan.
Tempat-tempat kawasan tanpa rokok (KTR) adalah SPBU.
Informan 10 Saya belum mengetahui kebijakan tentang kawasan tanpa rokok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(KTR). Saya belum tau pernah atau tidak dilakukan sosialisasi
KTR di sekolah ini. Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah kawasan
bebas asap rokok. Tujuannya agar udara sekitar bersih dari asap
rokok. Manfaatnya untuk kesehatan. Tempat-tempat kawasan
tanpa rokok (KTR) adalah mall, kantor, rumah sakit, SPBU.
Informan 11 Saya tidak mengetahui kebijakan yang membahas tentang
kawasan tanpa rokok (KTR) . Saya sudah pernah mendapatkan
penjelasan dari guru BK sekolah ini tentang kawasan tanpa
rokok (KTR) di sekolah ini sewaktu anak saya melanggar KTR,
merokok anak saya di sekolah. Kawasan tanpa rokok (KTR)
adalah tempat tidak boleh merokok. Tujuannya supaya tidak ada
polusi udara. Manfaatnya supaya tidak sakit. Tempat-tempat
kawasan tanpa rokok (KTR) adalah sekolah, SPBU, rumah sakit.

Matriks 2. Pernyataan Informan Tentang Faktor Sumber Daya Terhadap

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah SD Negeri

067690 Kecamatan Medan Johor

Informan Pernyataan
Informan 1 Sekolah merupakan 100 % kawasan tanpa rokok (KTR) hingga
batas terluar artinya sekolah tidak boleh menyediakan tempat
khusus merokok. Beberapa sarana dan prasarana KTR yang harus
ada di sekolah yakni materi sosialisasi implementasi KTR,
pembuatan dan penempatan tanda dilarang merokok. Sasaran
pelaksana KTR di sekolah diantaranya yaitu kepala sekolah,
karyawan, guru, murid, dan pelaksana tersebut harus mempunyai
pedoman untuk melaksanakan KTR..
Informan 2 Sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini
seperti spanduk KTR dan tanda dilarang merokok. Tempat
sampah itu milik sekolah sebelah, kan sekolah ini berdampingan
dengan sekolah yang sebelah kanan itu, jadi dia memasang itu
tanpa izin diletakkan dekat dengan sekolah ini.kalau sekolah itu
sepertinya belum menerapkan KTR. Saya tau kok kalau sekolah
saya KTR tidak boleh menyediakan yang seperti itu untuk
perokok, itupun mau saya bilang ke kepala sekolah yang sebelah
untuk memindahkan tempat sampahnya supaya tidak dekat
dengan sekolah ini. Sasaran kawasan tanpa rokok/pelaksana
kebijakan adalah semua warga dilingkungan sekolah. Tidak ada
pedoman tentang kawasan tanpa rokok (KTR) karena itu
peraturan disekolah ini.
Informan 3 sarana dan prasarana KTR ada beberapa yaitu tanda dilarang
merokok disetiap pintu masuk kelas dan spanduk KTR. Semua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


warga sekolah menjadi sasaran pelaksana KTR di sekolah ini.
Tidak ada pedoman KTR sebagai informasi bagi pelaksana
kebijakan.
Informan 4 sarana dan prasarana KTR ada beberapa yaitu tanda dilarang
merokok disetiap pintu masuk kelas. Semua warga sekolah
menjadi sasaran pelaksana KTR di sekolah ini. Tidak ada
pedoman KTR sebagai informasi bagi pelaksana kebijakan.
Informan 5 sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini
ada tanda dilarang merokok. Kepala sekolah menjadi pelaksana
kebijakan KTR di sekolah ini.
Informan 6 sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini
yaitu tanda dilarang merokok. Kepala sekolah menjadi pelaksana
kebijakan KTR di sekolah ini.
Informan 7 sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini
yaitu tanda dilarang merokok. Kepala sekolah dan guru BK
menjadi pelaksana kebijakan KTR di sekolah ini.
Informan 8 sarana dan prasarana kawasan tanpa rokok (KTR) ada tanda
dilarang merokok dan spanduk KTR. Kepala sekolah dan guru
bimbingan konseling (BK) menjadi sasaran/pelaksana kebijakan
KTR tetapi tidak ada pedoman sebagai informasi untuk pelaksana
kebijakan tersebut.
Informan 9 Saya tidak mengetahui apakah di sekolah ini ada atau tidak
sarana dan prasarana KTR hanya ada tanda tulisan dilarang
merokok. Kepala sekolah menjadi pelaksana kebijakan KTR di
sekolah ini. Tidak ada pedoman sebagai informasi untuk bagi
pelaksana kebijakan.
Informan 10 Hanya ada sarana dan prasarana tulisan dilarang merokok, Kepala
sekolah menjadi pelaksana kebijakan KTR di sekolah ini.
Informan 11 sarana dan prasarana tulisan dilarang merokok, Kepala sekolah
dan guru BK menjadi pelaksana kebijakan KTR di sekolah ini.

Matriks 3. Pernyataan Informan Tentang Faktor Disposisi Terhadap

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah SD Negeri

067690 Kecamatan Medan Johor

Informan Pernyataan
Informan 1 Menurut saya implementasi KTR di sekolah sudah mulai berjalan
baik di beberapa sekolah swasta khususnya, dan seharusnya
begitu pula dengan sekolah lainnya agar dapat menerapkan KTR
lebih baik dan lebih baik lagi. Segala pelanggaran KTR harus
diberikan sanksi untuk mengurangi terjadinya pelanggaran di
kemudian hari.
Informan 2 Menurut saya, implementasi kawasan tanpa rokok di sekolah ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sudah baik, tidak ada yang merokok selama ini. Saya tidak pernah
melihat warga sekolah merokok di lingkungan sekolah. Sanksi
teringan yang di terapkan di sekolah yakni peringatan bagi yang
merokok di lingkungan sekolah, hingga sanksi terberatnya akan
di mutasi dari sekolah. putung rokok yaa ada beberapa. Bisa saja
itu yang melakukan orang tua siswa. Tanggapan saya ya kesal,
seharusnya putung rokok itu tidak boleh ada di sekolah ini, untuk
kdepannya saya akan lebih mengawasi lagi untuk masalah putung
rokok tersebut.
Informan 3 Tanggapan saya terhadap implementasi KTR di sekolah ini
adalah baik, karena akan menghindarkan asap rokok yang
berbahaya terhadap orang lain di lingkungan sekolah ,
sepengetahuan saya jarang ada pelanggaran dalam implementasi
implementasi KTR, meski ada beberapa pelanggaran seperti guru
yang masih merokok, saya sendiri merokok tapi tidak di
lingkungan sekolah. Sanksi yang diberikan terhadap pelanggar
KTR yaitu teguran, dan dilarang untuk dilakukan lagi.
Informan 4 Tanggapan saya terhadap implementasi KTR di sekolah ini baik,
sepengetahuan saya masih ada pelanggaran dalam implementasi
implementasi KTR, ada beberapa pelanggaran seperti guru yang
masih merokok, saya sendiri pernah merokok di lingkungan
sekolah sepertinya yang kamu leihat sendiri tadi, tapi langsung
saya matikan rokoknya, saya merokok di sekolah karena masih
sangat sulit untuk meninggalkan kebiasaan terutama
dilingkungan sekolah. Sanksi yang diberikan terhadap pelanggar
dan saya sendiri yaitu teguran, dan dilarang untuk melakukan
lagi.
Informan 5 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR di sekolah ini adalah
bagus. Pernah ada pelanggaran seperti guru dan orang tua yang
merokok di kantin dan di parkiran sekolah, saya dan teman saya
juga pernah melakukan pelanggaran di wilayah dekat sekolah,
tapi kami melepas seragam agar tidak ketahuan guru dan kepala
sekolah. Belum ada sanksi yang diberikan.
Informan 6 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR di sekolah ini adalah
bagus. Masih ada pelanggaran seperti guru dan orang tua yang
merokok dan membuang puntung rokok sembarangan di
lingkungan sekolah, saya juga pernah melakukan pelanggaran
tetapi tidak di ketahui oleh pihak sekolah karena sudah jam
pulang sekolah dan di lapangan dekat sekolah ramai orang.
Belum ada sanksi yang diberikan.
Informan 7 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR di sekolah ini adalah
menerima kak. Pernah ada pelanggaran seperti guru di kantin dan
orang tua yang merokok dan di parkiran sekolah, saya juga
pernah melakukan pelanggaran di wilayah dekat sekolah dulu,
dan ketahuan oleh guru BK. Sanksi yang diberikan kepada saya
SPO kak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Informan 8 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR di sekolah ini adalah
menerima dengan baik. Pernah ada pelanggaran dalam
implementasi KTR di sekolah ini yaitu guru, orang tua murid dan
bahkan murid juga terkadang juga melakukan pelanggaran hal
tersebut di karenakan belum ada sanksi tegas yang diberikan
terhadap pelanggar.
Informan 9 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR adalah mematuhinya,
banyak terjadi pelanggaran yaitu guru, orang tua murid, dan
murid-murid juga pernah melakukan pelanggaran. Sanksi yang
diberikan terhadap guru dan orang tua murid belum ada, namun
untuk murid sanksi yang diberikan berupa teguran dan peringatan
agar tidak mengulanginya lagi.
Informan 10 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR adalah menerima
penetapan KTR tersebut. Banyak terjadi perlanggaran KTR di
sekolah, bahkan saya pun pernah melanggar, saya suka merokok
di lingkungan sekolah sambil menunggu anak saya pulang
sekolah. Sanksi yang di berikan kepada saya sejauh ini belum
ada.
Informan 11 Tanggapan saya terhadap penetapan KTR adalah menerima KTR
dengan sangat baik. Banyak terjadi perlanggaran KTR di sekolah,
bahkan anak saya pun pernah melanggar sampai saya ikut ke
panggil ke kantor sekolahnya. Itulah sanksinya dek untuk anak
saya SPO.

Matriks 4. Pernyataan Informan Tentang Faktor Struktur Birokrasi

Terhadap Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah SD

Negeri 067690 Kecamatan Medan Johor

Informan Pernyataan
Informan 1 Seharusnya ada dilakukan pembentukan komite atau kelompok
kerja penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR), untuk
menetapkan pengawas kawasan tanpa rokok (KTR) dan cara
efektif untuk melakukan pengawasan tersebut, lalu di lakukan
pelatihan bagi pengawas KTR tersebut
Informan 2 Tidak ada dibentuk komite atau kelompok kerja penyusun
kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini. Tidak ada pegawai
khusus untuk pengawasan KTR di sekolah ini, namun
pengawasan dilakukan seharusnya oleh semua guru. Tidak ada
pelatihan bagi pengawas implementasi KTR di sekolah ini.
Pengawasan dilakukan dengan tindakan razia dan mengawasi
murid.
Informan 3 Pengawas implementasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah
ini yaitu semua guru. Tidak ada pelatihan bagi pengawas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


implementasi kawasan tanpa rokok. Pengawasan dilakukan
apabila terjadi pelanggaran.
Informan 4 Pengawasan dilakukan oleh guru bimbingan konseling (BK) dan
kepala sekolah. Tidak ada pelatihan bagi pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) karena kepala sekolah dan guru BK
yang berperan aktif dalam menjalankan tata tertib di sekolah ini.
Pengawasan dilakukan dengan cara razia dan apabila terjadi
pelanggaran kawasan tanpa rokok(KTR)
Informan 5 Saya tidak mengetahui ada/tidak pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini. aya juga tidak
mengetahui bagaimana dilakukan pengawasan implementasi
kawasan tanpa rokok di sekolah ini.
Informan 6 Saya tidak mengetahui ada/tidak pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini. Saya juga tidak
mengetahui bagaimana dilakukan pengawasan implementasi
kawasan tanpa rokok di sekolah ini.
Informan 7 Pengawas kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah kami yaitu
guru bimbingan konseling (BK) dan kepala sekolah kami kak.
Pengawasan dilakukan dengan cara razia kak tapi itu dilakukan
kalau ada yang melakukan pelanggaran dulu kak, baru dilakukan
razianya kak.
Informan 8 Saya tidak mengetahui pasti siapa aja yang menjadi pengawas
implementasi kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini,
mungkin kepala sekolah dan guru bimbingan konseling (BK).
Saya tidak mengetahui ada/ tidak pelatihan bagi pengawas
implementasi kawasan tanpa rokok (KTR). Saya juga tidak
mengetahui bagaimana dilakukan pengawasan implementasi
kawasan tanpa rokok di sekolah ini.
Informan 9 Sepengetahuan saya yang menjadi pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini, mungkin guru
bimbingan konseling (BK). Saya tidak mengetahui ada/ tidak
pelatihan bagi pengawas implementasi kawasan tanpa rokok
(KTR). Saya juga tidak mengetahui bagaimana dilakukan
pengawasan implementasi kawasan tanpa rokok di sekolah ini.
Informan 10 Saya tidak mengetahui ada/tidak pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini. Saya tidak
mengetahui ada/tidak pelatihan bagi pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR). Saya juga tidak mengetahui
bagaimana dilakukan pengawasan implementasi kawasan tanpa
rokok di sekolah ini.
Informan 11 Saya tidak mengetahui ada/tidak pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah ini. Saya tidak
mengetahui ada/tidak pelatihan bagi pengawas implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR). Saya juga tidak mengetahui
bagaimana dilakukan pengawasan implementasi kawasan tanpa
rokok di sekolah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 4. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota
Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 5. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota
Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 6. Surat Izin Penelitian dari SD Negeri 067690

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari SD
Negeri 067690

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 8. Dokumentasi

Mading tata tertib dan peraturan sekolah SD Negeri 067690

Mading tata tertib dan peraturan larangan merokok di dalam dan diluar sekolah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Spanduk KTR dan poster promosi bahaya narkoba yang tertutup mading sekolah

Sampah putung rokok dalam tong sampah yang terletak di depan pintu kelas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sampah putung rokok yang berserakan di halaman sekolah

Tempat sampah khusus putung rokok milik sekolah yang berdampingan dengan
sekolah SD Negeri 067690 yang letaknya berada di dekat gedung sekolah SD
Negeri 067690 yang membuat seolah tempat sampah tersebut milik sekolah
SD Negeri 067690

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sampah putung rokok tepat di depan pintu kelas

Pelanggaran KTR yakni orang tua siswa yang merokok di halaman sekolah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sampah putung rokok banyak berserakan di taman halaman sekolah

Tempat yang sering dijadikan lokasi merokok bagi pelanggar KTR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 9. Lembar Checklist

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI

SEKOLAH SD NEGERI 067690 KECAMATAN MEDAN JOHOR

NO KEGIATAN KETERANGAN

1 Sosialisasi KTR √

2 Pemasangan Spanduk KTR √

3 Pemasangan Tanda Dilarang Merokok √

4 Media Promosi KTR √

5 Tempat khusus merokok √

6 Pelaksana KTR √

7 Pedoman Pelaksanaan KTR -

8 Pelanggaran KTR √

9 Sanksi Pelanggaran KTR √

10 Pembentukan Kelompok Kerja KTR -

11 Pengawas Khusus KTR √

12 Pengawasan dan Pemantauan Rutin KTR -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai