LP Epigastrikpain

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN
PADA TN.A.A DENGAN DIAGNOSA EPIGASTRIKPAIN DI RUANG MELATI
3 RSUD SOEKARDJO TASIKMALAYA

DISUSUN OLEH :
CHANDRA MAHARDIKA
1490122067

PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH
TAHUN AKADEMIK
2022/2023
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
EPIGASTRIC PAIN SYNDROME (EPS) merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Epigastric pain syndrome (EPS) adalah suatu penyakit
saluran cerna yang disertai dengan nyeri ulu hati (epigastrium), mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau rasa cepat kenyang dan sendawa. Epigastric pain syndrome
(EPS) sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, keluhan ini sangat bervariasi,
baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktukewaktu
(Kapita Selekta Kedokteran,2010).
2. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan Epigastric pain syndrome (EPS) adalah :
a. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan  bagian
atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).  
b. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah (mengunyah
dengan mulut terbuka atau berbicara).
c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung terasa
penuh atau bersendawa terus.
d. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia, seperti
minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat
mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
e. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs (NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2007).
f. Pola makan Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga  bila
tidak sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam.
g. Faktor stres erat kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Pada
waktu stres akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem hormon untuk memicu
sekresinya. Proses ini memicu terjadinya penyakit  psychosomatik dengan gejala
dispepsia seperti mual, muntah, diare, pusing, nyeri otot
3. Fisiologi
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi 3 tipe :
1. Epigastric pain syndrome (EPS) dan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia),
dengan gejala :
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi.
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid.
c. Nyeri saat lapar.
d. Nyeri episodik.
2. Epigastric pain syndrome (EPS) dengan GFI seperti dismotilitas (dysmotility-like
dyspepsia), dengan gejala :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
4. Manifestasi klinik
5. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCl yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
6. Pemeriksaan penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan
penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk
memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG,
dan lain-lain
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda
7. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:
1. Perdarahan
2. Kangker lambung
3. Muntah darah
4. Ulkus peptiku
8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non farmakologis
a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-
obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
c. Atur pola makan.
2. Penatalaksanaan farmakologis
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama
dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus
DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid
(menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran
asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah).
9. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengenaimasalah-masalah klien
sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat (Muttakin, 2006).
Adapun sumber data, penulis tidak banyak menemukan hambatan
dalammendapatkan informasi baik dari klien, keluarga, anggota tim perawat
kesehatan, catatan kesehatan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan berupa : data
dasar yaitu semua informasi tentang klien mencakup : riwayat kesehatan, riwayat
keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
psikososial dan riwayat spiritual.
10. Diagnosa yang mungkin muncul
Berdasarkan semua data pengkajian,diagnosa keperawatan utama mencakup yang
berikut
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya 5. Kurang
pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dan proses penyakit.
11. Intervensi keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
Penyebab : keperawatan selama 3 x Observasi
1. Agen pencedra fisiologis 24 jam diharapkan nyeri -Identifikasi lokasi,
(mis. Inflamasi pada pasien berkurang karakteristik, durasi,
iskemia, neoplasma) dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
2. Agenpencedera kimiawi Tingkat Nyeri intensitas nyeri
(mis. Terbakar, bahan 1. Nyeri berkurang -Identifikasi skala
kimia iritan) dengan skala 2 nyeri
3. Agen pencedera fisik 2. Pasien tidak mengeluh -Identifikasi respon
(mis. Abses, amputasi, nyeri nyeri nonverbal
prosedur operasi, taruma, 3. Pasien tampak tenang -Identifikasi factor
dll) 4. Pasien dapat tidur yang memperingan
Gejala dan tanda mayor dengan tenang dan memperberat
Subjektif : mengeluh nyeri 5. Frekuensi nadi dalam nyeri
Objektif batas normal (60- -Identifikasi
Tampak meringis 100 x/menit) pengetahuan dan
Bersikap proaktif (mis. 6. Tekanan darah dalam keyakinan
waspada, batas normal tentang nyeri
posisi menghindari nyeri) (90/60 mmHg – 120/80 -Identifikasi budaya
Gelisah mmHg) terhadap respon nyeri

Frekuensi nadi meningkat 7. RR dalam batas -Identifikasi pengaruh

Sulit tidur normal (16-20 x/menit) nyeri terhadap


Kontrol Nyeri kualitas hidup pasien
Gejala dan tanda minor
1. Melaporkan bahwa -Monitor efek
Subjektif : - Objektif
nyeri berkurang samping penggunaan
Tekanan darah meningkat
dengan menggunakan analgetik
Pola nafas berubah
manajemen nyeri -Monitor keberhasilan
Nafsu makan berubah 2. Mampu mengenali terapi
Proses berpikir terganggu nyeri (skala, komplementer yang

 Men
intensitas, frekuensi dan sudah diberikan
tanda nyeri) Terapeutik

arik diri Status Kenyamanan


1. Menyatakan rasa tidur
-Fasilitasi istirahat

 Berf nyaman
berkurang
setelah nyeri -Kontrol lingkungan
yang memperberat

okus pada nyeri ( missal: suhu


ruangan,

diri pencahayaan
kebisingan).
dan

sendiri -Beri teknik non


farmakologis untuk
 diafo meredakan nyeri

resis
(aromaterapi, terapi
pijat, hypnosis,
biofeedback, teknik
imajinasi
terbimbimbing, teknik
tarik
napas dalam dan
kompres hangat/
dingin)
Edukasi
-Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
-Jelaskan strategi
meredakan nyeri
-Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
-Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
-Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika
perlu

2. Risiko defisit nutrisi Tujuan : Manajemen


Faktor risiko : Setelah dilakukan Gangguan Makan
1.Ketidakmampuan intevensi keperawatan Observasi :
menelan makanan selama ………… maka 1. Monitor asupan
2.Ketidakmampuan Status Nutrisi Membaik dan keluarnya
mencerna makanan dengan kriteria hasil : makanan
3.Ketidakmampuan Status Nutrisi Membaik dan cairan serta
mengabsorbsi nutrien dengan kriteria hasil : kebutuhan kalori
4. Peningkatan kebutuhan  Porsi makanan Terapiutik :
metabolisme yang dihabiskan 1. Timbang berat
5. Faktor ekonomi (misal,  ekuatan otot badan secara rutin
finansial tidak mencukupi) menyunyah 2. Diskusikan
6.Faktor psikologis  Kekuatan otot perilaku makanan dan
(misal, stres, keengganan menelan jumlah
untuk makan  Verbalisasi aktivitas fisik
7.Ketidakmampuan keinginan (termasuk olahraga)
menelan makanan  Meningkatkan yang
8.Ketidakmampuan nutrisi sesuai
mencerna makanan pengetahuan 3. Laukan kontrak
9.Ketidakmampuan tentang pilihan perilaku (misal,
mengabsorbsi nutrien  Minuman yang target
10. Peningkatan kebutuhan sehat berat badan,
metabolisme pengetahuan tanggungjawab
11. Faktor ekonomi (misal, tentang standar perilaku)
finansial tidak  Asuhan nutrisi 4. Berikan
mencukupi) yang tepat. penguatan positif
terhadap
keberhasilan target
dan perubahan
perilaku
5. Berikan
konsekuensi jika tidak
mencapai target
6. Rencanakan
program pengobatan
untuk
perawatan dirumah
Edukasi :
1. Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (misal,
pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebih)
2. Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
3. Ajarkan
keterampilan koping
untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
target
berat badan,
kebutuhan kalori
dan pilihan
makanan

3 Risiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan


Ketidakseimbangan intervensi keperawatan Observasi
Cairan:Berisiko selama … x 24 jam □ Monitor status
mengalami penurunan, maka keseimbangan hidrasi (mis, frekuensi
peningkatan, atau cairan meningkat dengan nadi, kekuatan nadi,
percepatan perpindahan kriteria hasil: akral, pengisian
cairan dari intravaskuler, □ Asupan cairan kapiler, kelembaban
interstisia atau meningkat mukosa, turgor
intravaskuler □ Haluaran urin kulit, tekanan darah)
Faktor Risiko meningkat □ Monitor berat
□ Prosedur pembedahan □ Keseimbangan badan harian
mayor membran mukosa □ Monitor berat
□ Trauma/ perdarahan □ Asupan makanan badan sebelum dan
□ Luka bakar meningkat sesudah dialisis
□ Aferesis □ Tidak terjadi Edema □ Monitor hasil
□ Asites □ Tidak ada Dehidrasi pemeriksaan
□ Obstruksi intestinal □ Tekanan darah normal laboratorium
□ Peradangan pankreas □ Denyut nadi radial (mis, hematokrit, Na,
□ Penyakit ginjal dan normal K, Cl, berat jenis
kelenjar □ Tekanan arteri rata-rata urine, BUN)
□ Disfungsi intestinal □ Membran mukosa □ Monitor status
Kondisi Klinis Terkait lembab hemodinamik (mis,
□ Prosedur pembedahan □ Mata tidak cekung MAP, CVP, PAP,
mayor □ Turgor kulit < 2 detik PCWP jika tersedia)
□ Penyakit ginjal dan □ Berat badanmeningka Terapeutik
kelenjar □ Catat intake output
□ Perdarahan dan hitung balans
□ Luka bakar cairan 24 jam
□ Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
□ Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
□ Kolaborasi
pemberian diuretik,
jika
perlu
Pemantauan Cairan
Observasi
□ Monior frekuensi
dan kekuatan nadi
□ Monitor frekuensi
napas
□ Monitor tekanan
darah
□ Monitor berat
badan
□ Monitor waktu
pengisian kapiler
□ Monitor elastisitas
turgor kulit
□ Monitor jumlah,
warna dan berat jenis
urine
□ Monitor kadar
albumin dan protein
total
□ Monitor
pemeriksaan serum
(mis,
osmolaritas serum,
hematokrit, natrium,
kalium, BUN)
□ Monitor intake dan
output cairan
□ Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia
(mis, frekuensi nadi
meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan
darah menurun,
tekanan nadi
menyempit, turgor
kulit
menurun, membran
mukosa kering,
volume urine
menurun, hematokrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
□ Identifikasi tanda-
tanda hipervolemia
(mis, dispnea, edema
perifer, edema
anasarka, JVP
menigkat, CVP
menigkat,
refleks hepatojugular
positif, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
□ Identifikasi faktor
risiko
ketidakseimbangan
cairan (mis,
prosedur pembedahan
mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar, aferesis,
obstruksi intestinal,
peradangan
pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
Terapeutik
□ Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
□ Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
□ Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

4. Anxietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas


tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-
selama .....x24 jam tanda ansietas
diharapakan kecemasan 2. Ciptakan suasana
menurun atau pasien terapeutik untuk
dapat tenang dengan menumbuhkan
kriteria : kepercayaan
SLKI : 3. Pahami situasi yang
Tingkat ansietas membuat ansietas
1. Menyingkirkan tanda 4. Diskusikan
kecemasaan. perencanaan realistis
2. Tidak terdapat tentang
perilaku gelisah peristiwa yang akan
3. Frekuensi napas datang
menurun 5. Anjurkan
4. Frekuensi nadi mengungkapkan
menurun perasaan dan
5. Menurunkan persepsi
stimulasi lingkungan 6. Anjurkan keluarga
ketika cemas. untuk selalu
6. Menggunakan teknik disamping dan
relaksasi untuk mendukung pasien
menurunkan cemas. 7. Latih teknik
7. Konsentrasi membaik relaksasi
8. Pola tidur membaik
Dukungan sosial
1. Bantuan yang
ditawarkan oleh
oranglain
meningkat

12. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadaptindakan
keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Carnevari& Thomas,
1993; dikutip dari Potter, 2005).
13. Daftar pustaka
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2251/1/ASKEP
%20DISPEPSIA.pdf#
https://www.academia.edu/34041686/
Amelia, K. (2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana Sheehy. Jakarta:
ELSEVIER.
Carpenito, L.J.2017. Diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klinis. Edisi
9.Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2016. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia.A,dkk.
Jakarta: Erlangga
Ida, M. (2018). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:
Sekretaris Jenderal
Purnamasari, L. (2017). Faktor risiko, klasifikasi, dan terapi sindrom dispepsia.
870.
Pamela, K. (2017). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Potter & Perry. 2017. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.
Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC
PPNI. 2016. Standar DiagnosaKeperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Ihuldanindonesia: Definisi dan
tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Riani. (2018). Hubungan tidak sarapan pagi, jenis makanan dan minuman yang
memicu asam lambung dengan kejadian dispepsia pada remaja usia 15-19
tahun di desa tambang .

Anda mungkin juga menyukai