Zubaedah Fu
Zubaedah Fu
Oleh:
ZUBAEDAH
NIM: 1112034000181
ZUBAEDAH
Penerapan Metode Yūsuf Al-Qarḍāwi Terhadap Pemahaman
Hadis ṢALLŪ KAMĀ RAITUMŪNĪ ŪṢALLĪ
Fenomena perbedaan dalam gerakan salat sudah terjadi dari masa para
imam panutan dahulu, seperti Imam Ḥanbāli, Imam Abū Ḥanifah, Imam Mālik,
Imam Syafi’I, dan lainnya. Mereka tidak memandang perbedaan ini sebagai hal
yang buruk. Masing-masing dari mereka bahkan tidak ada yang memaksakan
pendapatnya kepada yang lain atau melecehkan orang yang tidak sependapat
dengannya. Sebagian mereka cenderung “memperketat” dan yang lainnya
cenderung “melunakkan”. Namun, dewasa ini banyak umat akhir zaman yang
sering menggunakan dalil ص ِلي َ ُ صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ
َ , sebagai hujah dari setiap gerakan
salatnya dan menyalahkan setiap gerakan salat yang berbeda. Seolah-olah gerakan
salat merekalah yang paling benar. Jadi, bagaimanakah makna dari sabda Nabi,
َ ُ صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ
ص ِلي َ itu sendiri?
Penelitian ini memberikan pemahaman, bahwa hadis “ص ِلي َ ُ صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ
َ ”
merupakan sebuah kalimat yang mencakup segala gerakan dan ucapan yang
dilakukan Rasūlullāh Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam, dalam melaksanakan salat.
Adapun Sabda Nabi, ص ِلي َ ُ َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ, mengandung makna bahwa Nabi Ṣallallāhu
‘Alaihi wa Sallam memberi keluasan kepada para sahabat untuk mengikuti salat
sebagaimana mereka melihat salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam.Tidak sedikit
sahabat yang berbeda dalam menjelaskan tata cara salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa
Sallam. Karena yang melihat salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya
satu sahabat, melainkan setiap sahabat yang berjama’ah dengan beliau. Dengan
َ ُ صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ
demikian, “ص ِلي َ ” adalah salat dengan mengikuti segala gerakan
dan ucapan ketika Nabi salat, yaitu dengan melihat riwayat-riwayat hadis shahih
yang menjelaskan tata cara salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam.
Penelitian dilakukan dengan menerapkan metode Yūsuf al-Qarḍāwi, yaitu
memahami hadis dengan menjalin hadis yang setema dan memahami hadis
berdasarkan latar belakang, situasi dan kondisinya ketika diucapkan, serta
tujuannya.
i
KATA PENAGANTAR
Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. Yang telah memberi
rahmat dan inayah. Sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa, kepada para sahabat, keluarga dan ulama penerus, yang berjasa
Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari karunia Allah
serta bantuan, dorongan dan sumbangsih yang tidak ternilai harganya dari berbagai
pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih
kepada:
1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Dede
Ushuluddin), Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Ketua Jurusan Tafsir Hadits), Dra.
2. Bapak Dr. Isa HA. Salam, MA., selaku dosen pembimbing yang telah banyak
ii
Pemahaman Hadis, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan
4. Bapak Jauhar Azizy, MA., selaku dosen pembimbing akademik, yang telah
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah melayani dan
skripsi ini.
7. Sembah bakti do’a dan rasa terima kasih kepada kedua orang tua, almarhum
ayahanda Amin Mundir ayah terbaik, yang tidak sempat melihat putrinya lulus
wa’fu’anhū) dan ibunda Fatimah tercinta yang telah bersabar dalam mengasuh,
dalam lelahnya tak pernah lupa berdoa untuk putrinya. Semoga Allah
(Ᾱmīn)
Fathin, MA. dan Ibu Naziroh Hasan, S.Ag. yang telah sangat berjasa selama
iii
payung kehidupan bagi penulis, karena tanpa istananya penulis tidak bisa
berlindung dari teriknya matahari dan tanpa petuahnya penulis tidak akan
9. Untuk Muhammad Aship, S.Pd.I selaku kakak dan teman seperjuangan yang
10. Keluarga besar Yayasan Permata Islam Ar-Ridha beserta jajarannya, serta
teman-teman santriwan dan santriwati Ar-ridha yang sedang dan telah sama-
sama berjuang menuntut ilmu di Ibu Kota. Terima kasih atas kebersamaannya,
kalian adalah teman dalam suka dan duka yang telah memberikan banyak
Rois, Ka Hikmah, Mba Lis, Yeni, Risma, bang Hirman, Agung, bang Mursyid,
Ziya, kang Huda, Adit, Agus, bang Tohir dan kepada seluruh teman-teman
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Semoga tali silaturrahmi kita tidak
12. Keluarga besar KKN MUFAKAT 2015 (Sihah, Rubi, Zaza, Erna, Alif, Ira,
Badrus, Firman, Radit, Deni, Aris, Nabil, Qomar, Ridwan) terima kasih atas
iv
13. Teman-teman semua yang secara langsung, maupun tidak langsung ikut andil
setimpal dari Allah SWT, sebagai amal saleh dan senantiasa berada dalam
ampunan-Nya.
dalam ikut serta membantu kearah kemajuan pendidikan, khususnya dalam bidang
studi hadis. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi orang banyak dan
petunjuk ke jalan yang benar dan mencurahkan taufik serta hidayah-Nya kepada
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI vi
PEDOMAN TRANSLITERASI viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 10
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penilitian dan Sumber Data 11
2. Metode Analisis 12
E. Kajian Pustaka 14
F. Sistematika Penulisan 17
vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 89
B. Saran 89
DAFTAR PUSTAKA 91
LAMPIRAN 96
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
diterbitkan pada tahun 1991 dari America Library Association (ALA) dan Library
Congress (LC).
ا A A ط Ṭ Ṭ
ب B B ظ Ẓ Ẓ
ت T T ع ‘ ‘
ث Ts Th غ Gh Gh
ج J J ف F F
ح Ḥ Ḥ ق Q Q
خ Kh Kh ك K K
د D D ل L L
ذ Dz Dh م M M
ر R R ن N N
ز Z Z و W W
س S S ه H H
ش Sy Sh ء ’ ’
ص Ṣ Ṣ ي Y Y
ض Ḍ Ḍ ة H H
viii
Vocal Panjang
َا Ᾱ Ᾱ أ ُ َو Ū Ū
َإِي Ῑ Ῑ
مؤسسة Mu‘assasah
متعددة Muta’addidah
C. Tā̕ Marbūṭah.
D. Singkatan.
M : Masehi
H : Hijriyah
QS : Qur’ān Surat
HR : Hadis Riwayat
ix
BAB I
PENDAHULUAN
ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an, juga berfungsi sebagai sumber
itu tidak tercatat secara resmi bahkan Rasụlullāh Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam
secara umum melarang untuk menulisnya. Hadis hanya di ingat di luar kepala
secara sadar atau tidak para sahabat menjadikan hadis sebagai patokan dalam
berbuat dan menentukan segala hal terutama setelah Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa
Sallam wafat. Hingga kemudian, ada beberapa sahabat mengartikan atau bahkan
‘Alaihi wa Sallam.3
1
Bustamin, M. Isa Salam, Metode Kritik Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2004,
hal. 1
2
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009, hal. 21-22
3
Muhammad ‘Ajjāj al-Khatib, Ushul al-Hadits Pokok-pokok Ilmu Hadits, Cet. 1, Jakarta:
Penerbit Gaya Media Pratama, 1998, Hal. 72
1
2
umat Islam melalui jalur dan jalan periwayatan yang panjang. Sehingga wajar
Dalam hal ini, Yūsuf al-Qarḍāwī di dalam bukunya mengatakan bahwa siapa
saja yang ingin mengetahui tentang manhaj (metodologi) praktis Islam dengan
segala karakteristik dan pokok-pokok ajarannya, maka hal itu dapat dipelajari
Menurut al-Qarḍāwī, Asbab an-nuzul perlu diketahui oleh siapa saja yang
dalamnya juga terdapat berbagai hal yang bersifat khusus dan terinci, yang
4
Siti Fatimah, Skripsi: Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan
Asbabu al-Wurud (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qardlawi dan M. Syuhudi Isma’il), Fakultas
Ushuluddin, Universiatas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, hal. 4
3
hadis, sehingga akan lebih mudah mencapai pemahaman yang tepat dan lurus.
Hal ini dilakukan, agar nilai yang terkandung dalam hadis tetap relevan hingga
akhir zaman.5
Pada penelitian ini penulis akan meneliti sebuah hadis yang cukup populer
di masyarakat, yakni hadis yang dijadikan hujah sebagai dalil pembenaran salat
ketika melihat perbedaan bacaan maupun gerakan dalam salat yang terkadang
Sallam bersabda:
yang di dalamnya memuat tentang tata cara salat berdasarkan hadis-hadis ṣaḥīḥ.
Raaitumūnī Uṣallī” ialah melihat salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam yakni
dengan melihat hadis-hadis Nabi yang ṣaḥīḥ yang bercerita tentang tata cara
salat.7 Dalam bukunya selain menyuguhkan dalil-dalil tentang salat, Albāni juga
5
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 146
6
Al-Imām al-Ḥafiẓ Abī ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma’il ibn Ibrahim al-Mughirah al-Ju’fī
al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006 M/ 1427 H), Kitab Adzan, no.
18, bab Adzan dan Iqamah Bagi Musafir Bila Shalat Berjama'ah Begitu Juga di 'Arafah dan
Mudzdalifah, hal. 90
7
Muhammad Nāṣiruddīn al-Albāni, Sifat Salat Nabi Saw. (Panduan Lengkap Salat
Rasulullah Saw), (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 118
4
seperti para Imam madzhab. Salah satu pendapatnya ialah tentang gerakan
jari telunjuk pada waktu mengucapkan “Lā ilāha illallāh” adalah tidak ada asal
ketika lafaz “Lā ilāha” dan menurunkan kembali pada lafaz “Illallāh”.
Mengangkat jari telunjuk sebagai tanda menafikan (tuhan selain Allah) dan
menurunkan jari telunjuk sebagai tanda menetapkan (Allah sebagai Rabb yang
di sembah).9
Fenomena lain juga dapat kita temui di masyarakat akhir-akhir ini. Seiring
tidak sedikit pembahasannya mengenai tata cara salat seperti Nabi Ṣallallāhu
ada yang berbeda bahkan cenderung menjustifikasi yang lain karena perbedaan
8
Muhammad Nāṣiruddīn al-Albāni, Sifat Salat Nabi Saw.Seakan-akan Anda
Menyaksikannya, Jakarta: Darul Haq, 2013, hal. 289
9
H. Abdul Somad, Lc., MA. 77 Tanya-Jawab Seputar Shalat, dikutip dari E-book:
www.tafaqquhstreaming.com. Hal. 52
5
ketika salat berjamaah. Menurutnya ketika salat berjamaah antara tumit dengan
tumit harus bertemu sehingga betis dengan betis, pundak dengan pundak pun
bertemu (menempel) dan tidak ada cela. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
salat orang yang menempelkan ujung jari kaki dengan ujung jari kaki yang lain
dan orang yang tidak mau menempelkan kakinya sama sekali. Menurutnya
di dunia, ternyata sangat banyak orang yang mengamalkan ajaran Islam, dengan
lain, yakni pemuka agama, guru, kyai, tokoh masyarakat, ataupun orang
10
Khalid Basalamah, Praktik Shalat Sesuai Sunnah Rasulullah SAW. di kutip dari channel
youtube: IndoMuslim, di akses pada 5 oktober 2017 jam: 8.35 WIB. Dari:
https://www.youtube.comwatchv=dJe8VozINz8
11
As-sunnah (hadis Nabi SAW) merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktik atau
penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi SAW.
merupakan perwujudan dari al-Qur‟an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang
dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. (lih. Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi
SAW. hal. 25)
6
cara salat seperti yang diajarkan para ulama semasa hidupnya. Lalu apakah salat
yang mereka lakukan selama ini tidak sah? Jika semua orang salat harus
Berbagai pendapat itu pada dasarnya mengacu kepada sabda Nabi Ṣallallāhu
secara hakiki? Pesan apakah yang hendak Nabi sampaikan dalam hadis
tersebut?
Secara harfiah hadis tersebut menganjurkan kita untuk mengikuti salat yang
hadis tersebut? Dalam Ṣaḥīḥ Ibn al-Ḥibbān, Abū Ḥatīm RA berkata, “Ucapan
melihat aku salat” merupakan sebuah kalimat yang mencakup segala gerakan
Sebaliknya, jika Ijma’ dan Khabar tidak menjadikan bahwa hal itu sunnah, maka
ia merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam secara keseluruhan, dan tidak
Adapun menurut Syaikh Muḥammad bin Ṣālih Al-Utsaimin yang dikutip dalam
bukunya Sifat Shalat Nabi SAW. Bahwasannya sabda Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa
Amir Ala al-dīn Ali bin Balban Al-Fārisi, Ṣaḥīḥ Ibn al-Ḥibbān, Jil. 4, Jakarta: Pustaka
12
di dalam hadis tersebut banyak hal yang tidak wajib dari apa yang dahulu
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam kerjakan menurut ijma’. Maka, hal ini
menunjukkan perintah yang wajib dalam hal yang diwajibkan dan menunjukkan
ٌّ ع ٍّام ُم َرادُهَا خ
،َاص َ ظ ِة ْال ُم ْج َملَ ِة الَّتِي ذَ َك ْرتُ أَنَّ َها لَ ْف
َ ُ ظة َ اب ِذ ْك ِر ْال َخبَ ِر ْال ُمفَس ِِر ِللَّ ْف
ُ َب
14
سلَّ َم إِنَّ َما أ َ َم َر أ َ ْن ي َُؤذِنَ أ َ َحد ُ ُه َما ََل ِك َل ْي ِه َما َ ُصلَّى الله
َ علَ ْي ِه َو َّ ِعلَى أ َ َّن النَّب
َ ي َ َوالدَّ ِلي ِل
Yakni redaksi yang kusebutkan adalah umum tetapi yang dimaksud adalah
khusus, serta dalil bahwa Nabi SAW. hanya memerintahkan salah seorang
saja untuk mengumandangkan Adzan.15 Hal ini masih perlu pengkajian ulang
Syaikh Muḥammad bin Ṣālih Al-Utsaimin, Sifat Shalat Nabi SAW., Jakarta: Darus
13
Al-Imam al-Aimmah Abī Bakr Muḥammad Ibn Isḥāq ibn Khuzaimah as-Salimi an-
14
Naisābūrī, Ṣaḥīḥ ibn Khuzaimah, Beirut: Al-Maktaba al-Islīmiy, 1980, Juz 1, hal. 206
Ibn Khuzaimah, Ṣaḥīḥ Ibn Khuzaimah, penerj. M. Faisol dkk., Jakarta: Pustaka Azzam,
15
sebab secara khusus atau berupa suasana atau keadaan yang bersifat umum?
Diperlukan pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud oleh Rasūlullāh
janganlah ucapan beliau diperluas artinya lebih dari apa yang dimaksud, atau
munculnya suatu hadis, serta setting sosial budaya pada masa itu. Memahami
belakang, situasi dan kondisi, serta tujuannya, membedakan antara sarana yang
berubah-ubah dan tujuan yang tetap, membedakan antara fakta dan metafora
dalam memahami hadis, membedakan antara yang gaib dan yang nyata, dan
17
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 111
9
sangat menarik sekali jika diterapkan dalam memahami hadis “Ṣallū Kamā
serta tujuannya hadis tersebut diucapkan atau yang berkaitan dengan sebab atau
hadis benar-benar menjadi jelas dan terhindar dari berbagai perkiraan yang
menyimpang.
tertarik untuk mengkaji lebih dalam kandungan makna yang terdapat dalam
ḥadīs tersebut. Yang akan tertuang dalam skripsi yang berjudul “Penerapan
Uṣallī.”
1. Identifikasi Masalah
pembenaran salat.
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tersusun dengan baik dan ada kolerasi antara
latar belakang masalah dengan judul atau tema yang di buat, maka
menggunakan dua metode yang paling tepat terhadap penelitian ini, yaitu
serta tujuannya. 18
al-Qarḍāwī”
3. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk memahami makna ḥadīs
18
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 123 & 125
11
2. Manfaat Penelitian
sebenarnya.
Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi kepada
sebagaimana mestinya.
D. Metode Penelitian
hadis Nabi sebagai kunci persoalan, maka sumber primer penelitian ini
2. Metode Analisis
yang diteliti, maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk
19
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 123 & 125
20
Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Ushul Press, 2009), hal. 184 & 186
13
al-Ta’dīl karya Ibn Abi Hatim Al-Razi, Tahẓib al-Kamal karya Abu Al-
Syarḥ dari al-Kutūb al-Tis’ah yaitu kitab Ṣahīh Bukhārī yaitu Fatḥ
karya Imām Nawāwi, Syarh kitab al-Turmūdzi yaitu Tuhfah al- Ahwādzi
Abū Dawūd yaitu Awn al-Ma’būd karya Muḥammad bin ‘ Abd al-
Musnad Imam Aḥmad karya Muḥammad ibn Aḥmad ibn Sālim Al-Saffārīnī
21
M. Syuhudi Isma‟il, Metode Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 2007, hal.
87
22
Arif Wahyudi, Mengurai Peta Kitab-Kitab Hadis (Jurnal al-Ihkam, 08, 01, 2013)
14
akurat.
E. Kajian Pustaka
Buku yang ditulis oleh Albani yang berjudul “Sifat Salat Nabi Saw.
digunakan oleh orang yang berbeda salatnya atau orang yang buruk salatnya
Hal ini dikomentari oleh Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa yang di
kutip dari Kajian al- Kahfi dalam tausiyahnya, bahwa hadis ini sering di
bahas oleh para ulama kita dan juga mereka banyak yang bertentangan
Menurutnya, hal itu betul namun tentunya kita mempunyai guru dan
23
Muhammad Nāṣiruddīn Albāni, Sifat Salat Nabi Saw. (Panduan Lengkap Salat
Rasulullah Saw), (Jakarta: Gema Insani, 2008)
15
madzhab. Imam madzab dan guru lebih berhak dipanut daripada melihat
hanya dari buku. Orang yang hanya belajar dari buku saja tidak akan
salah.24 Tentunya kita pun sudah meyakini bahwa para ulama yang kita
dalam arti bahwa ilmu yang diajarkan para ulama adalah ilmu diajarkan oleh
Nabi juga kepada para sahabat yang sanadnya terus bersambung hingga
sekarang.
Hadis ini tidak hanya digunakan sebagai dalil pembenaran shalat, seperti
24
Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa yang di kutip dari Kajian al-Kahfi, diakses pada
hari Selasa, 22 Nopember 2016, dari: http://kajianal-kahf.blogspot.co.id/2012/06/shalatlah-kalian-
sebagaimana-kalian.html
25
Karimullah, Hadits Sebagai Landasan Pembentukan Tradisi Islami, Jurnal Al-Ihkam,
Vol. VI, No. 1, Juni 2011
16
berkaitan dengan urusan agama untuk dijadikan panutan bagi seluruh umat
Islam.
merupakan salah satu rukun dari rukun Islam yang lima, bahkan Rasulullah
barang siapa yang mendirikan ṣalat sama dengan mendirikan agama dan
itulah urgensi ṣalat dalam syariat Islam. Dalam tata cara salat tersebut
26
Nurul Hidayat, Metode Keteladanan dalam Pendidikan Islam, Jurnal Ta’allum, Vol. 03,
No. 02, November 2015
17
asbāb al-wūrud, itu dapat berupa peristiwa secara khusus dan dapat berupa
suasana atau kejadian yang bersifat umum. Sehingga, dengan cara ini maka
kita akan mengetahui bahwa hadis atau sunnah adakalanya harus dipahami
secara lokal, partikular atau temporal sesuai dengan keadaan yang sedang
terjadi.
F. Sistematika Penulisan
27
Siti Fatimah, Skripsi : Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan
Asbabu al-Wurud (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qardlawi dan M. Syuhudi Isma’il), Fakultas
Ushuluddin, Universiatas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.
18
kali diterbitkan pada tahun 1991 dari America Library Association (ALA)
berikut:
dapat mengetahui garis besar penelitian. Bab pertama ini adalah sebagai
pengantar. Bab kedua, berisi pengenalan seorang tokoh yaitu biografi Yūsuf
wa Sallam. Agar lebih terarah penelitian ini juga disertai dengan pengertian
kegiatan takhrij serta penelitian sanad hadis. Bab keempat, merupakan inti
dari penelitian ini yakni kajian tentang hadis Ṣallū Kamā Raitumūnī Uṣallī
Yūsuf Qarḍāwī dikenal sebagai ulama dan pemikir Islam yang unik dan
istimewa. Keunikan dan keistimewaannya itu tidak lain karena dia memiliki
seorang pemikir yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun dan
Mesir yang terdapat di provinsi Gharbiyah, dengan ibu kotanya Ṭanṭa. Beliau
dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, sejak kecil Qarḍāwī sarat
karena saat usianya baru mencapai 2 tahun ayahnya dipanggil oleh sang
Khaliq. Setelah ayahnya meninggal dunia, beliau diasuh dan dibesarkan oleh
1
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi,
Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika), 2003, Cet. 1, hal. 360
2
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Cet. 1, hal. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010, hal. xxvii
20
21
al-Qur’an dengan bacaan yang sangat fasih, pada usia 9 tahun 10 bulan.3
saat usianya baru 23 tahun. Pada April 1956 beliau ditangkap lagi saat terjadi
Bahkan, akibat kejamnya rezim yang berkuasa pada saat itu, pada 1961
Qarḍāwī memiliki tujuh orang anak, empat putri dan tiga putra. Sebagai
menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan
3
Siti Fatimah, Skripsi: Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan
Asbabu al-Wurud (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qardlawi dan M. Syuhudi Isma’il),
Fakultas Ushuluddin, Universiatas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, hal. 20-21
4
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Cet. 1, hal.. xxvii
22
kimia juga di Inggris. Sedangkan yang ketiga masih menempuh program S-3.
hanya satu yang belajar di Universitas Dar Al-Ulum, Mesir dan mengambil
seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu
bisa islami dan tidak islami, bergantung pada orang yang memandang dan
2. Pendidikan
5
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Cet. 1, hal. xxviii
23
nuansa modern.
dan mendirikan pusat kajian sejarah dan Sunnah Nabi. Qarḍāwī mendapat
bidang aqidah, falsafah, tafsir, dan hadis. Beliau bukanlah lulusan Fakultas
Syari’ah yang lebih mengkhususkan pengkajian pada bidang fiqih dan ushul
Sejak usia dini Qarḍāwī terbebas dari ikatan mazhab, taqlid, dan
pelajaran fiqih beliau yang resmi adalah mazhab Abu Hanifah r.a.. Keadaan
dan sikap beliau yang demikian itu disebabkan oleh berbagai factor, antara
6
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fatwa-fatwa Kontemporer, Penerj. As’ad Yasin, Cet. 1, Jakarta:
Gema Insani Press, 1995, hal. 19
7
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Cet. 1, hal. xxvii
24
pendapat para salaf dan orang-orang terdahulu yang sesuai dengan al-Qur’an
3. Karya-karyanya
kebangkitan Islam modern. Ada seratus lebih judul buku dalam berbagai
disiplin keislaman yang telah beliau tulis. Banyak karya Qarḍāwī yang telah
Qarḍāwī. Ketiga belas tema tersebut adalah: fiqh dan ushul fiqh, ekonomi
islam, ilmu-ilmu al-Qur’an dan sunnah, akidah Islam, akhlak, dakwah dan
8
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fatwa-fatwa Kontemporer, Cet. 1, hal. 16-17
25
Ḍawābiṭ;
6) Al-Sunnah wa al-Bid’ah;
9
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fiqih Jihad Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Cet. 1, hal. xxviii
10
Acep komaruddin, Skripsi: Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab
Salam Terhadap Non Muslim Studi Metode Yusuf Al-Qarḍāwī, Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syahid Jakarta, Tahun 2015, hal. 23
26
1) Fiqh Al-Zakāh
d. Bidang Akidah
1) Al-Iman wa al-Ḥayat
3) Al-Iman bil-Qadar
4) Wujudullāh
5) Ḥaqiqat at-Tauḥīd
1) Tsaqafat al-Da’iyyah
4) Ar-Rasul wa al-‘Ilmu
al-Madzmum
5) Ayna al-Ḥalāl?
Muaṣarah
Mutagharribin
1) Syumul al-Islam
1) Al-‘Ibadah fi al-Islam
3) Nisā’ Mu’mināt
j. Bidang Sastra
4) ‘Alim wa Ṭaghiyah
2) Al-Islam wa al-Fann
Wujubihi
30
as-Sunnah
Nurul Islam yang diterbitkan oleh para ulama Al-Wa’zh wal Irsyad di Al-
Azhar. Qarḍāwī juga memiliki acara tersendiri di sebuah stasiun radio dan
Televisi. Acara dalam siaran radio tersebut diberi nama “Nur wa Hidayah”
11
Yūsuf al-Qarḍāwī, Fatwa-fatwa Kontemporer, Cet. 1, hal. 19
12
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 35
31
Atas dasar inilah maka Qarḍāwī menetapkan tiga hal juga yang harus
macam bid’ah yang jelas bertentangan dengan akidah dan syari’ah. Dan
terhadap hadis Nabi Saw., yaitu: (1) memahami hadis sesuai petunjuk al-
Qur’an, (2) menggabungkan hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama,
bertentangan, (4) memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi dan
dan tujuan yang tetap, (6) membedakan antara fakta dan metafora dalam
memahami hadis, (7) membedakan antara yang gaib dan yang nyata, dan (8)
13
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 236-41
14
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 111
32
1) Meneliti kesahihan hadis sesuai dengan acuan umum yang ditetapkan oleh
wurud teks hadis untuk menentukan makna suatu hadis yang sebenarnya.
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau
jalan,16 dalam bahasa Inggris kata ini ditulis method, dan bangsa Arab
suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; dan cara kerja
15
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 43-45
16
Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah” dalam
Koentjaraningrat, ed, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 2014, hal. 16
17
Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ed. Ke-4, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 910
18
Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, hal. 998
33
pandangan.
melalui usaha yang keras atau muncul tiba-tiba tanpa diupayakan. Baik
pemahaman hadis ialah suatu cara yang teratur yang digunakan untuk
masing jenis hadis tentu saja berbeda. Hadis-hadis yang disampaikan dalam
bentuk oral misalnya, memiliki banyak alat bantu untuk lebih memahamkan
19
Alan M Steven, A Comprehensive Indonesian-English Dictionary, Jakarta: PT Mizan
Pustaka, 2008, hal. 691
34
tidak disertai tanda baca, susunan spasi yang kurang tepat, maupun proses
metodologi pemaknaan hadis. misalnya apa yang telah dilakukan oleh Imam
baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Ḥadīts dapat ditarik kesimpulan tentang tolak
ukur yang dipakai Muhammad al-Ghazali dalam kritik matan (otentitas matan
dan pemahaman matan). Secara garis besar metode yang digunakan oleh
atau tidak langsung dengan al-Qur’an, baik itu dari segi periwayatan hadis
yang shahih tetap ditolaknya dan dinyatakan sebagai suatu hadis yang tidak
shahih.20
bahwa matan hadis yang dijadikan dasar argumen tidak bertentangan dengan
hadis mutawattir dan hadis lainnya yang lebih shahih. Menurut Muḥammad
20
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis Studi Kritik atas Kajian Hadis Kontemporer,
Bandung: PT. Rosda Karya, 2004, hal. 275
35
al-Ghazali suatu hukum yang berdasarkan agama tidak boleh diambil hanya
dari sebuah hadis yang terpisah dari yang lainnya. Tetapi, setiap hadis harus
Ketiga, Pengujian dengan fakta historis. Sesuatu hal yang tak bisa
antara hadis dan sejarah memiliki hubungan sinergis yang saling menguatkan
satu sama lain. Adanya kecocokan antara hadis dengan fakta sejarah akan
bila terjadi penyimpangan antara hadis dengan sejarah maka salah satu di
dengan teori ilmu pengetahuan atau penemuan ilmiah dan juga memenuhi
rasa keadilan atau tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Oleh sebab
itu, tidak masuk akal bila ada hadis Nabi mengabaikan rasa keadilan, dan
prinsip hak asasi manusia maka hadis tersebut tidak layak pakai.23
21
Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw. Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual, hal. 67
22
Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw. Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual, hal. 67
23
Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw. Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual, hal. 86
36
Kedua, tidak bertentangan dengan hadis yang lainya. Ketiga, sejalan dengan
dan pemikiran umat Islam pada zaman sekarang, maka umat Islam harus
kembali kepada sumber-sumber Islam yang permanen yaitu al-Qur’an dan al-
menghilangkan maksud dan tujuan dari al-Qur’an dan al-Sunnah, yang tetap
memahami hadis, yaitu: (1) memahami hadis sesuai petunjuk al-Qur’an, (2)
bertentangan, (4) memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi dan
dan tujuan yang tetap, (6) membedakan antara fakta dan metafora dalam
24
Yūsuf al-Qarḍāwī, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar, (Jakarta: Media
Da’wah, 1994), hal. 20
37
memahami hadis, (7) membedakan antara yang gaib dan yang nyata, dan (8)
menyangkut peran dan fungsi Nabi serta latar situasional yang turun
perilaku (behavioral term), oleh karena di dalam prakteknya tidak ada dua
25
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., Penerj. Muḥammad al-
Bāqir, (Bandung: Penerbit Karisma, 1993), hal. 92 (lih. Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-
Sunnah Al-Nabawiyyah, hal. 111)
26
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, Cet. Ke-2, Jakarta:
Bulan Bintang, 2009, hal.9
27
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, hal. 33
38
series of rulers).28
kepentingan agama harus berpegang teguh kepada tiga prinsip dasar, yaitu:
hasil kerja para ahli hadis kemudian menerimanya sebagai hujjah. Yakni
yang meliputi sanad dan matannya, baik yang berupa ucapan Nabi Saw.,
28
Umma Farida, Studi Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Sunnah dan Hadis, diakses
dari Jurnal Addin, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013,Hal. 237-238
39
Pada prinsip kedua ini, memahami hadis-hadis Nabi Saw. harus dilakukan
Saw. Kebanyakan cara tersebut diadopsi dari teori-teori uṣūl al-fiqh, ‘ulum al-
ḥadīṣ, serta ‘ilm al-kalām. Dari teri-teori tersebut, pada titik tertentu ia
29
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., hal. 27
30
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., hal. 27
40
lain yang bisa dikatakan masih baru.31 Secara lebih detail, langkah-langkah
bahwa tidak mungkin sebuah hadis yang ṣaḥīḥ bertentangan dengan ayat-
yang menyangka akan hal tersebut, maka hadis itu pasti tidak ṣaḥīḥ atau
hakiki.33
31
Muh. Tasrif, Metodologi Fiqh Al-Ḥadīṣ, Jurnal Dialogia: Vol. 10 No. 2, Desember
2012, hal. 206
32
Bustamin, Isa salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), hal.
90
33
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 113
41
menurut penulis, merupakan ungkapan lain dari teori tentang fungsi hadis
tersingkap.35
dan perlu adanya sebuah landasan kuat. Hal ini untuk menghindarkan
34
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits- Pokok-pokok Ilmu Hadis, Penerj. H.M.
Nur Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), Hal. 34
35
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., hal. 99
36
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., hal. 101
42
muṭlaq (umum tak terikat) dan muqayyad (khusus tertentu sifatnya), mana
yang cakupan maknanya umum (‘amm) dan mana yang khusus (Khaṣ).
Dengan demikian, maka jelaslah maksud dari hadis yang dimaksud. Bila
mana hadis merupakan penjelas dan penafsir ayat al-Qur’an, maka suatu
37
Afwan faizin, Metode Fuqaha dalam Memahami Hadis (Studi Pendekatan Yusuf al-
Qardhawi) V 8, No. (2 September 2006): hal. 138-139
38
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., hal. 113
43
pertentangan, maka hal itu hanya dalam tampak luarnya saja, bukan dalam
terhadap hadis-hadis yang ṣaḥīḥ saja, tidak termasuk ḍā’if dan diragukan
validitasnya.
39
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 133
40
Afwan faizin, Metode Fuqaha dalam Memahami Hadis (Studi Pendekatan Yusuf al-
Qardhawi) V 8, No. (2 September 2006): hal. 143
44
ditemukan dalam riwayat atau dari pengkajian suatu hadis. Selain itu,
mana dan untuk tujuan apa ia diucapkan. Dengan demikian, maksud hadis
menyimpang.41
menjadi tidak berlaku lagi bila alasannya sudah tidak ada dan tetap berlaku
pada masa tersebut secara umum. Sebenarnya pendekatan serupa ini telah
dilakukan oleh para ulama, yang mereka sebut asbāb wurud al-ḥadīṣ.
Namun, ilmu asbāb wurud al-ḥadīṣ hanya terikat dengan data yang
disebutkan dalam hadis, baik yang terdapat pada sanad maupun pada
matan hadis.42
41
Yūsuf al-Qarḍāwī, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw., hal. 131
42
Bustamin, Isa salam, Metodologi Kritik Hadis, hal. 97
45
Padahal yang paling penting adalah apa yang menjadi tujuan sebenarnya.
lunak dari pohon tertentu) untuk membersihkan gigi hanya sebuah alat
الرحْ َم ِن َّ ُ َحدَّث َ ِني َع ْبد: قَا َل،ٍ َع ْن َي ِزيدَ َوه َُو ا ْبنُ ُز َريْع،أ َ ْخ َب َرنَا ُح َم ْيد ُ ْبنُ َم ْس َعدَة َ َو ُم َح َّمد ُ ْبنُ َع ْب ِد ْاأل َ ْعلَى
ْ ْ " الس َِواكُ َم: َع ِن النَّبِي ِ ص م قَا َل،َشة
ط َه َرة ٌ ِللفَ ِم َ ِس ِم ْعتُ َعائَ : قَا َل، َحدَّثَنِي أَبِي: قَا َل،ق ٍ ْبنُ أَبِي َعتِي
"ب ِ لر َّ ضاة ٌ ِل
َ َم ْر
“Siwak menyebabkan kesucian mulut serta keridhaan Tuhan.”
Adakah penggunaan siwāk itu merupakan suatu tujuan tersendiri?
Ataukah ia hanya suatu alat yang cocok dan mudah di peroleh di jazirah
dapat digunakan oleh jutaan orang. Seperti, sikat gigi yang kita kenal
sekarang. Begitu pulalah yang dinyatakan oleh para Fuqaha’. (lih. Yūsuf
43
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 159
46
penafsiran atau takwilan untuk memahami makna dan tujuan Nabi. Selain
itu, ada juga redaksi Nabi yang menggunakan majazi, sehingga tidak
mudah dipahami dan tidak semua orang dapat mengetahui secara pasti
semacam itu sering dipergunakan Nabi karena bangsa Arab pada masa itu
ُ َو ِإ ْن أَت َانِي َي ْمشِي أَت َ ْيتُه،ي ذ َِراعًا تَقَ َّربْتُ ِإلَ ْي ِه َباعًا
َّ َب ِإل
َ َو ِإ ْن تَقَ َّر،ي ِب ِشب ٍْر تَقَ َّربْتُ ِإلَ ْي ِه ذ َِراعًا
َّ َب ِإل
َ ِإ ْن تَقَ َّر
ًه َْر َولَة
“...Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat
kepadanya sehasta dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan
mendekat kepadanya sedepa dan jika ia datang kepada-Ku sambil
berjalan, Aku akan datang kepadanya sambil berlari.”46
Menurut kaum Mu’tazilah, hadis di atas telah menyerupakan Allah
berlari. Dan tentunya semua ini tidak layak bagi kesempurnaan Ilahiah.
Nyata)
bahwa kesalahan pokok dalam memahami hadis yang terkait dengan hal-
yang keliru (al-qiyas maa al-fariq bathil) karena hal-hal nyata memiliki
surga, neraka, siraṭ, mīzan, siksa kubur dan sebagainya tidak pelru
hal-hal gaib.47
ia akan membawa sesuatu yang akan dimustahilkan oleh akal. Atas dasar
itu pula, segala sesuatu yang dinukilkan (dari sumber agama) yang saḥīḥ,
47
Acep komaruddin, Skripsi: Pemahaman Hadis Larangan Mengucapkan dan Menjawab
Salam Terhadap Non Muslim Studi Metode Yusuf Al-Qarḍāwī, Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syahid Jakarta, Tahun 2015, hal. 45
48
tidak sekali-kali akan bertentangan dengan apa yang dapat dicerna oleh
hadis dengan benar adalah memahami makna kata perkata dari teks hadis,
dan khalaf tentang pergeseran penggunaan kata dalam ilmu agama yang
Padahal orang Arab tentu tidak akan berpikir ketika menggunakan kata al-
Namun, pada penelitian ini penulis akan lebih mengerucut lagi untuk
48
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal Ma’a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, Mesir: Dār al-Syurūq,
1427 H/ 2005 M, hal. 198
49
Afwan faizin, Metode Fuqaha dalam Memahami Hadis (Studi Pendekatan Yusuf al-
Qardhawi) V 8, No. (2 September 2006): hal. 144
49
sama, serta memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi dan
A. Takhrij Hadis
sumber asli dari kitab hadis yang bersangkutan, yang di dalamnya disebutkan
secara lengkap sanad dan matan hadisnya.1 Bagi seorang peneliti hadis,
kegiatan takhrīj al-ḥadīts sangatlah penting. Ada tiga hal yang menyebabkan
Hadis yang akan diteliti adalah hadis yang berisi tentang “Perintah untuk
mengikuti salat seperti Nabi Muhammad Saw.” Adapun teks dan terjemahan
1
Bustamin, M. Isa Salam, Metode Kritik Hadis, Jakrta: PT Raja Grafindo Persada 2004,
hal. 29
2
Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009, hal.182
Syahid atau muttabi’ adalah adanya kesesuaian makna dalam periwayatan para perawi
3
hadis fard/gharib, baik sumber sahabatnya sama atau tidak. Menurut al-Ḥafiẓ Ibnu Ḥājar, syahid
atau muttabi’ keduanya bertujuan untuk menguatkan suatu hadis dengan menelusuri atau
memeriksanya melalui riwayat lain. (lih. Intisari Ilmu Hadis karangan Dr. Maḥmūd Ṭahhān, hal.
155)
50
51
semata-mata aspek sanad hadis, sekalipun aspek yang terakhir ini menjadi
bagian tak terpisahkan dari hadis itu sendiri. Karena objek penelitiannya adalah
4
Al-Imām al-Ḥafiẓ Abī ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma’il ibn Ibrahim al-Mughirah al-
Ju’fī al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006 M/ 1427 H), Kitab Adzan,
no. 18, bab Adzan dan Iqamah Bagi Musafir Bila Shalat Berjama'ah Begitu Juga di 'Arafah dan
Mudzdalifah, hal. 90
52
Ada empat metode dalam melakukan takhrīj al-ḥadīts, yaitu: takhrīj al-
ḥadīts melalui kata/ lafal pada matan hadis, takhrīj al-ḥadīts melalui tema,
takhrīj al-ḥadīts melalui awal matan hadis, dan takhrīj al-ḥadīts melalui
Pada matan hadis di atas ada beberapa lafal yang dapat ditelusuri untuk
Adapun kitab kamus hadis yang penulis gunakan adalah kitab Mu’jam al-
peneliti hanya menemukan pada lafal صلى, maka hadis yang ditemukan
a. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab adzan, nomor hadis 18; kitab adab nomor hadis
5
Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009, hal. 184-190
6
A.J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī (Breil: Leidan, 1936)
Juz 3, hal 284
53
hanya menemukan pada kitab hadis: Ṣaḥīḥ al-Bukhārī terdapat pada juz 1,
Dalam metode ini kamus hadis yang digunakan adalah kitab Kanz Al-
Abd al-Mālik ibn Qāḍi Khān, terkenal dengan sebutan al-Muttaqi al-
dari dua puluh macam kitab. Data yang didapatkan dari kitab hadis tersebut
juz 7 halaman 281 hadis nomor 18879 dan dinisbatkan kepada Imam
Aḥmad bīn Ḥanbāl dalam musnad-nya, juga oleh Imam al-Bukhārī dan
7
Abū Hājr Muḥammad al-Sa’īd ibn Basyūnī Zaghlūl, Mausū’at Atraf al-Ḥadīs al-
Nabawī al-Syarīf , (Beiruut: Daar al-Fikr, 1989) Juz 1, hal 472
8
‘Ali ibn Hisyam al-Din Abd al-Malik ibn Qadhi Khaan, Kanz Al-‘Ummal Fii Sunan Al-
Aqwal wa al-Af’al, (Beiruut: Mu’assasah al-Risaalah, 1981) cet ke 5, juz 7, hal. 281
54
terkumpul, diantaranya:
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
ع ْن أ َ ِبيَ ُّوبُ ب قَا َل َحدَّثَنَا أَي ِ ع ْبدُ ْال َو َّهاَ َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ ب ُْن ْال ُمثَنَّى قَا َل َحدَّثَنَا-٨
َاربُون ِ َش َببَة ُمتَقَ سلَّ َم َون َْح ُن َ علَ ْي ِه َوَ ُصلَّى اللَّه َ ِ قِ ََلبَةَ قَا َل َحدَّثَنَا َما ِلك أَت َ ْينَا إِلَى النَّبِي
سلَّ َم َر ِحي ًماَ علَ ْي ِه َو َ ُصلَّى اللَّه َ سو ُل اللَّ ِه ُ فَأَقَ ْمنَا ِع ْندَهُ ِع ْش ِرينَ َي ْو ًما َولَ ْيلَةً َو َكانَ َر
ُع َّم ْن ت َ َر ْكنَا َب ْعدَنَا فَأ َ ْخبَ ْرنَاهَ سأَلَنَا َ ظ َّن أَنَّا قَ ْد ا ْشتَ َه ْينَا أ َ ْهلَنَا أ َ ْو قَ ْد ا ْشت َ ْقنَا
َ َرفِيقًا فَلَ َّما
ظ َها أ َ ْوُ َع ِل ُمو ُه ْم َو ُم ُرو ُه ْم َوذَ َك َر أ َ ْش َيا َء أ َ ْحف َ ار ِجعُوا ِإلَى أ َ ْه ِلي ُك ْم فَأ َ ِقي ُموا ِفي ِه ْم َو ْ قَا َل
ص ََلة ُ فَ ْلي َُؤ ِذ ْن لَ ُك ْم أ َ َحد ُ ُك ْم
َّ ت ال ْ ض َر َ ص ِلي فَإِذَا َح َ ُ صلُّوا َك َما َرأَ ْيت ُ ُمونِي أ َ ظ َها َو ُ ََل أ َ ْح َف
9 ُ
َو ْليَؤُ َّم ُك ْم أ َ ْكبَ ُرك ْم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata,
telah menceritakan kepada kami 'Abdul Wahhab berkata, telah
menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Qilabah berkata, telah
menceritakan kepada kami Malik, "Kami datang menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, saat itu kami adalah para pemuda yang usianya sebaya.
Maka kami tinggal bersama beliau selama dua puluh hari dua puluh
malam. Beliau adalah seorang yang sangat penuh kasih dan lembut. Ketika
beliau menganggap bahwa kami telah ingin, atau merindukan keluarga
kami, beliau bertanya kepada kami tentang orang yang kami tinggalkan.
Maka kami pun mengabarkannya kepada beliau. Kemudian beliau
bersabda: "Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama
mereka, ajarilah mereka dan perintahkan (untuk shalat)." Beliau lantas
menyebutkan sesuatu yang aku pernah ingat lalu lupa. Beliau mengatakan:
"Salatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat. Maka jika waktu salat
sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan,
dan hendaklah yang menjadi Imam adalah yang paling tua di antara
kalian."
َسلَ ْي َمانُ ع ْن أ َ ِبي َ َع ْن أ َ ِبي قِ ََلبَة ُ سدَّد َحدَّثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل َحدَّثَنَا أَي
َ ُّوب َ َحدَّثَنَا ُم-١
ش َب َبةَ سلَّ َم َون َْح ُن
َ علَ ْي ِه َو َ ُصلَّى اللَّه َ ي ِ َما ِل ِك ب ِْن ْال ُح َوي ِْر
َّ ث قَا َل أَتَ ْينَا النَّ ِب
َ سأَلَنَا
ع َّم ْن ت َ َر ْكنَا َ ظ َّن أَنَّا ا ْشت َ ْقنَا أ َ ْهلَنَا َو
َ اربُونَ فَأَقَ ْمنَا ِع ْندَهُ ِع ْش ِرينَ لَ ْيلَةً َف ِ َُمتَق
9
Al-Imām al-Ḥafiẓ Abī ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma’il ibn Ibrahim al-Mughirah al-
Ju’fī al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006 M/ 1427 H), Kitab Adzan,
no. 18, bab Adzan dan Iqamah Bagi Musafir Bila Shalat Berjama'ah Begitu Juga di 'Arafah dan
Mudzdalifah, hal. 90
55
10
Al-Imām al-Ḥafiẓ Abī ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma’il ibn Ibrahim al-Mughirah al-
Ju’fī al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006 M/ 1427 H), Kitab Adab
no. 27; Bab Menyayangi Manusia Juga Hewan, hal 839-840
11
Al-Imām al-Ḥafiẓ Abī ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma’il ibn Ibrahim al-Mughirah al-
Ju’fī al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006 M/ 1427 H), Kitab Ahad
No. 1, Bab Dibolehkan Berita Satu Orang Dijadikan Hujjah (argumentasi), hal. 996
56
Sunan al-Dārimī
ع ْن َ َع ْن أ َ ِبي ِق ََل َبة ُ ْب ب ُْن خَا ِل ٍد َحدَّثَنَا أَي
َ ُّوب ُ أ َ ْخ َب َرنَا َي ْح َيى ب ُْن َحسَّانَ َحدَّثَنَا ُو َهي
سلَّ َم فِي نَ َف ٍر ِم ْن َ ُصلَّى اللَّه
َ علَ ْي ِه َو َ سو َل اللَّ ِه ُ ث قَا َل أَتَيْتُ َر ِ َما ِل ِك ب ِْن ْال ُح َوي ِْر
علَ ْي ِهَ ُصلَّى اللَّه َ سو ُل اللَّ ِه ُ ش َببَة فَأَقَ ْمنَا ِع ْندَهُ ِع ْش ِرينَ لَ ْيلَةً َو َكانَ َر َ قَ ْو ِمي َون َْح ُن
ار ِجعُوا ِإلَى أ َ ْه ِلي ُك ْم فَ ُكونُوا فِي ِه ْمْ سلَّ َم َرفِيقًا فَلَ َّما َرأَى ش َْو َقنَا ِإلَى أ َ ْه ِلينَا قَا َل َ َو
ُ ص ََلة
َّ ت الْ ض َر َ ص ِلي َوإِذَا َح َ ُ صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ َ ع ِل ُمو ُه ْم َو َ فَ ُم ُرو ُه ْم َو
12 ُ
فَ ْلي َُؤذ ِْن لَ ُك ْم أَ َحد ُ ُك ْم ث ُ َّم ِل َيؤُ َّم ُك ْم أ َ ْك َب ُرك ْم
Telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Hassan telah menceritakan
kepada kami Wuhaib bin Khalid telah menceritakan kepada kami Ayyub
dari Abu Qilabah dari Malik bin Al Huwairits ia berkata, "Saya datang
menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di antara beberapa orang
dari kaumku, dan kami adalah para pemuda. Kami tinggal bersama beliau
selama dua puluh malam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah
orang yang sangat lembut. Tatkala beliau melihat rasa rindu kami kepada
keluarga, maka beliau bersabda: "Kembalilah kepada keluarga kalian, dan
tinggallah bersama mereka, perintahkan dan ajarilah mereka, serta
lakukanlah salat sebagaimana kalian melihatku melakukan salat. Apabila
telah datang waktu shalat, maka hendaknya salah seorang di antara kalian
mengumandangkan adzan, kemudian orang tertua di antara kalian menjadi
imam bagi kalian."
Musnad Aḥmad bin Ḥanbāl
12
Al-Imām al-Ḥafiẓ Abū Muḥammad ‘Abdullāh ibn ‘Abd al-Rahman, Sunan al-Darimi,
(Riyadh: Dār al-Mughnī, 1431 H) Kitab Sholat, No. 42, Bab Yang Paling Berhak jadi Imam, hal.
796
13
Al-Imam Al-Ḥafīẓ Abī ‘Abdillāh Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal,
(Riyadh: Bait Al-Afkar al-Dauliah, 1889) Juz V, Hal. 1504
57
Skema sanad:
سو َل اللَّه ص م
ُ َر
قال
َما ِل ِك ب ِْن ْال ُح َوي ِْرث
عن
أ َ ِبي قِ ََلبَة
ُش ْع َبة
عن ُ ُ ُو َهيثنا
ْب ب ُْن خَا ِلد ِإ ْس َماثنا ِعي ُل ع ْبدُ ْال َو
ِ ثنا َّها
ب َ
B. I’tibar Sanad
untuk hadis yang diteliti, maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk
yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanad-nya
sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat
yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang
seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya
syahid.14
syahid tidak ada, karena ternyata Malik ibn al-Ḥuwairits merupakan satu-
salat seperti Nabi. Kemudian dari Malik ibn al-Ḥuwairits disampaikan kepada
Abū Qilābah, melalui Abū Qilābah inilah bercabang kepada Ayyūb dan Khālid.
Khālid merupakan muttabi’ dari Ayyūb. Sedangkan Wuhaib ibn Khālid, Abd
al-Wahāb, dan Syu’bah merupakan muttabi’ dari Ismā’il. Dan muttabi’ dari
kutipan riwayat hadis di atas adalah ḥaddatsanā, akhbarana, ‘an, dan qāla. Itu
periwayat dalam sanad hadis di atas. Dari gambaran tersebut, terlihat hadis ini
diriwayatkan oleh Malik Ibn Ḥuwairits dari Nabi Muhammad Saw. Secara
14
Syuhud Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 2007, hal. 49-
50
15
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat kepada Nabi, tentang sabdanya, bukan
perbuatannya atau ikrarnya, yang dikatakan dengan tegas bahwa Nabi bersabda. Lih. Ikhtishar
Musthalahul Hadits, karangan fatchurrahman, hal. 160
59
sanad yang berasal dari tiga jalur mukharrij yaitu Imam al-Bukhārī, al-Dārimī,
1) Imam al-Bukhāri
Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Ismā’il ibn Ibrāhim ibn al-Mughīrah ibn
belum berusia sepuluh tahun. Sebelum mencapai usia enam belas tahun,
karangan Ibnu al-Mubarak dan Wakī’. Beliau hafal 100.000 hadis ṣaḥīḥ
dan 200.000 hadis yang tidak ṣaḥīḥ.20 Beliau tidak hanya menghafalkan
matan hadis dan buku ulama terdahulu, tetapi beliau juga mengenal betul
16
Kuniyah adalah suatu julukan yang diberikan kepada seseorang.
17
Muhammad ‘Ajjāj al-Khatīb, Uṣūl al-Ḥadīts ‘Ulūmuhu wa Muṣṭalāḥuhū, (Bairut: Dar al-
Fikr, 1989), h. 310.
18
Muhammad ‘Ajjāj al-Khatīb, Uṣūl al-Ḥadīts ‘Ulūmuhu wa Muṣṭalāḥuhū, h. 311.
19
Muhammad ‘Ajjāj al-Khatīb, Uṣūl al-Ḥadīts ‘Ulūmuhu wa Muṣṭalāḥuhū, h. 311
20
Subḥi al-Ṣāliḥ, ‘Ulūm al-Hadīts wa Muṣṭalāḥuhū, (Bairut: Dar al-‘Ilmi Lilmayin, 1988), h.
396.
60
Mālik ibn Anas, Ḥammad ibn Zayd, Ibn Mubārak, ’Alī ibn al-Madīnī,
Aḥmad ibn Ḥanbal, Yahyā ibn Ma´īn, Muhammad ibn Yusuf al-Fiyabi,
Muhammad bin Nashr al- Marwazi, Imam Abu Ḥātim ar-Rāzi, Imam Ibnu
Ibrāhim al-Ḥarbī, Al-Ḥāfiẓ Abu Bakār bin Abu Aṣim, Imam al-Farabi,
Imam Ṣalih bin Muḥammad bin Jazarah, Imam Abu Isḥaq bin Maqil an-
keilmuan Imam al-Bukhārī, di antara mereka ada yang dari kalangan guru-
21
Muhammad Mustafa Azami, Studies Haditsh Methodology and Literature, (Indianapolis:
American Trust Publication, Indianapolis, 1977), h. 87.
22
Abū Syuhbah, Fī Rihāb al-Sunnah al-Kutub al-Sihāh al-Sittah, h. 43.
23
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlussunnah yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam, Terj. Ahmad Syaikhu, Cet ke 1, Jakarta: Darul Haq, 2012,
hal.564-567
61
adalah:
fuqaha, ahli zuhud, dan ahli ibadah, tapi aku tidak pernah melihat, sejak
seperti Umar di tengah para sahabat, yakni dalam hal akal, pengetahuan,
seorang putra yang hafal hadis melebihi Muḥammad bin Isma'īl, juga
belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang
melebihi kealimannya."24
ibn al-Mutsannā. Musaddad merupakan jalur sanad pertama dari Imam al-
Bukhārī, memiliki nama asli Musaddad ibn Musrihadi ibn Musribal al-
24
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlussunnah yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam, Terj. Ahmad Syaikhu, Cet ke 1, Jakarta: Darul Haq, 2012, hal.
559-560
62
ibn al-Ḥāris, Khālid ibn Abdullāh al-Wasiṭī, Sufyan ibn ‘Uyainah, Abd al-
Wahāb al-Tsaqafī, Fuḍail ibn ‘Iyāsy, Abī Syihāb Muḥammad ibn Ibrāhīm
Isḥāq, Mu’adz ibn al-Mutsannā, Ya’qūb ibn Syaibah, Yusuf ibn Ya’qūb
Imamal- Bukhārī dan Abū Ḥātim. Sedangkan menurut Ahmad bin Hanbal,
asli Ismā’il ibn Ibrāhim ibn Muqsim, lahir pada tahun 110 H dan wafat
pada tahun 193 H. Beliau masyhur dengan sebutan Ismā’il ibn Aliyah al-
Asdī.
Yunus Ḥātim ibn Abī Ṣoghiroh, Ḥajjaaj ibn Abī Usman al-Ṣawaf, Khalid
al-Khudzai, Sa’id ibn Iyās, Abi Salmah Sa’id ibn Yazīd, Sufyan al-Tsaurī,
Syu’bah ibn al-Ḥajjāj, Abdullāh ibn Ḥasan ibn Ḥusen ibn Ali ibn Abī
Thalib, Abdullāh ibn ‘Aun, Abd al-Raḥman ibn Isḥāq al-Madiny, Ali ibn
25
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz 27, hal. 446-447
63
ibn Ḥanbāl, Sufyān ibn Waqī’, Syu’bah ibn al-Ḥajjāj, ‘Abd al-Raḥman ibn
Mahdī, Utsman ibn Muḥammad ibn Abī Syaibah, Qutaibah ibn Sa’id,
Musaddad ibn Musrihad, Yaḥya ibn Ma’in. Isma’il dinilai tsiqah tsubut
Mutsannā yang mana sebagai jalur sanad keduanya. Nama aslinya adalah
Muḥammad ibn al-Mutsannā ibn Ubaid ibn Qais ibn Dīnar al-‘Anazī
Kuniyahnya adalah Abū Mūsa. Lahir pada tahun 167 H dan wafat pada
tahun 252 H.
ibn Isḥāq,Ibrāhim ibn Ṣāliḥ ibn Dirham, al-Bāhalī, Ibrāhm ibn ‘Umar ibn
Abī al-Wazīr, Abī Usāmah Ḥammad ibn Usāmah, Sa’id ibn Sufyan al-
Jaḥdarī, Sufyān ibn ‘Uyainah, Sahl ibn Yūsuf, Safwan Ibn ‘Isā, Abdullāh
ibn Idrīs, Abd al-Wahhāb ibn Abd al-Majīd al-Tsaqafī, Ubaidillāh ibn
Mūsā, ‘Utsmān ibn ‘Utsmān al-Ghatafānī, ‘Utsmān ibn ‘Umar ibn fāris,
dst.
Muridnya adalah Abū Ya’lā Aḥmad ibn ‘Alī ibn al-Mutsannā, Baqī ibn
Maḥlad al-Andalusī, Abū Bākar Abdullāh ibn Abī Dawūd, Muḥammad ibn
26
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz 26, hal. 23-30
64
Isḥāq ibn Khuzaimah, Abū Ḥātim.27 Ia dinilai tsiqah oleh Yahya ibn
5) ‘Abd al-Wahhāb
Wahhāb. Memiliki nama asli ‘Abd al-Wahhāb ibn ‘Abd al-Majīd ibn Ṣilti
Ja’far ibn Muḥammad ibn ‘Alī, Ḥātim ibn Abī Ṣaghirah, Khalid al-
Sa’id ibn Iyās al-Jurairī, Abdullāh ibn ‘Aun, Abd al-Malik ibn Abd al-
‘Azīz ibn Juraij, ‘Auf al-‘Arābī, Mālik ibn Dīnār, Muhajir ibn Makhlad,
Hisyam ibn Ḥissān, Yahya ibn Sa’id al-Anshārī, Yūnus ibn ‘Ubaid, dan
Muḥammad, Aḥmad Ibn Ḥanbāl, Bisyr ibn Hilāl al-Shawāf, Jamīl ibn
Ḥasān, Ḥasān ibn ‘Arafah, Ḥafs ibn Umar al-Rabālī, Khumaid ibn
ibn ‘Abd al-Wahhāb al-Ḥajabī, ‘Abdullāh ibn Muḥammad ibn Abd al-
Raḥmān al-Zuhrī, ‘Abd al-Raḥmān ibn ‘Umar, ‘Alī ibn al-Madīny, Alī ibn
Al-Tsaqafī, Muḥammad ibn Yaḥya ibn Abī Umar al-‘Adnī, dst. ‘Ustmān
27
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz 26, hal. 359-362
65
aslinya adalah Ayyūb Ibn Abī Tamimah, lahir pada tahun 66 H dan wafat
pada tahun 131 H. Kuniyahnya adalah Abū Bakar atau Abū ‘Utsmān
Zaid ibn Aslam, Sālim ibn ‘Abdullāh ibn ‘Amr, Sa’id ibn Jabīr, Abī
‘Abdullāh ibn Katsīr al-Qāri, Ikrimah ibn Khālid al-Aḥzāmī, Amr ibn
Dīnar, Amr ibn ibn Sa’id al-Tsaqafī, Muḥammad ibn Sirrīn, Nāfi’ Maula
ibn al-Ḥajjāj, ‘Abd al-Wahhāb ibn ‘Abd al-Majīd al-Tsaqafī, Alī ibn al-
Mubarak, Amr ibn Dīnar, Amr ibn Abī Qais al-Rāzī, Qatadah, Mālik ibn
Anas, Muḥammad ibn Sirrīn, Wuhaib ibn Khālid, Yaḥya ibn Abī Katsīr,
28
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz.18, hal. 503-506
29
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz. 3, hal. 457
66
Gurunya adalah Anas ibn Mālik al-Anṣārī, Anas ibn Malik al-
Ka’ab, Tsābīt ibn Al-Ḍāḥāk al-Anṣārī, Ja’far ibn ‘Umar ibn Umayyah al-
Jundub, ‘Abdullāh ibn ‘Abbās, ‘Abd al-Raḥmān ibn Syaibah ibn Utsman
Muḥammad ibn Abī Aisyah, Mu’awiyah ibn Abī Sufyan, Abī Idrīs al-
Yaḥya ibn Abi Katsīr, Yazīd ibn Abī Maryam al-Anṣārī. Muḥammad ibn
Sa’d dari thabaqah kedua berkata bahwa Abū Qilābah dinilai tsiqah dan
banyak hadisnya.30
8) Mālik Ibn al-Ḥuwairīts Ibn Ḥusyaisy ibn ‘Auf ibn Junda’. (w. 74
H)
Ḥuwairīts. Nama aslinya adalah Mālik Ibn al- Ḥuwairīts Ibn Ḥusyaisy ibn
‘Auf ibn Junda’. Kuniyahnya adalah Abū Sulaimān. Gurunya adalah Nabi
al-Laits, Abū ‘Aṭiyah dan Abū Qilābah al-Jaramiy. Menurut ibn Ḥājar al-
30
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz. 14, hal. 542-544
31
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz 27, hal. 132-133
67
1) Imam al-Dārimī
pada tahun 181 H di kota Samarqandi. Imam Al-Dārimī sejak kecil telah
menghafalkan setiap apa yang didengar. Imam al-Dārimī wafat pada hari
negara yang lain, sebagaimana yang juga dilakukan oleh para ulama hadis
beliau belajar kepada para ahli hadis yang ada di Baghdad, Kufah, Wasith,
dan Basrah. Beliau juga mengunjungi Syam dan belajar kepada para ulama
Guru-gurunya
Imam Al-Dārimī belajar hadis dari Yazīd ibn Harun, Ya’la ibn
‘Ubaid, Ja’far ibn ‘Aun, Basyar ibn ‘Umar al-Zahrani, Abu ‘Alī
‘Ubaidillāh ibn ‘Abd al-Majīd al-Ḥanafy, dan Abu Bakar ‘Abd al-Kabīr.
Di samping itu, beliau juga berguru kepada Muḥammad ibn Bakar al-
Barsany, Wahab ibn ‘Amir, Aḥmad Iṣḥak al-Hadrami, Abū ‘Aṣim, Abū
68
Nur’aim. ‘Affan, Abū al-Walid, Muslīm, Jakaria ibn ‘Adiy, Yahya ibn
Ḥissan, Khalia ibn Khayyat ibn Ma’in, Aḥmad ibn Ḥanbāl, ‘Alī ibn al-
Murid-muridnya
ibn Makhlaf, Abū Zur’ah, Abū Ḥaām, Ṣālih ibn Muḥammad Jazrah,
Ibrāhim ibn Abī Thalib, Ja’far ibn Aḥmad ibn Faris, Ja’far al-Farabiy,
‘Abdullāh ibn Aḥmad, ‘Umar ibn Muḥammad ibn Bujair, Muḥammad ibn
bahwa beliau termasuk Ḥuffādz yang kokoh. Beliau orang yang wara’
meimliki nama asli Yaḥya ibn Ḥasān ibn Ḥayyān al-Tunīsī. Kuniyahnya
32
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2010, Cet ke 1, Hal. 78-82
69
Madiny, Abd al-Raḥmān ibn Abī al-Zinād, Isa ibn Yūnus, Quraiys ibn
Ḥayyān, al-Laits ibn Sa’d, Muḥammad ibn Muhājir, Mu’awiyah ibn Silā,
Manṣur ibn Abī al-Aswad, Hisyam ibn Basyīr, Wuhaib ibn Khālid, Yaḥya
ibn Ya’qūb.
Aḥmad ibn Ṣāliḥ al-Mishry, al-Ḥasan ibn Abd al-‘Azīz, Abdullāh ibn Abd
al-Raḥmān al-Dārī, Abd al-Raḥmān ibn Ibrāhīm, Muḥammad ibn Idrīs al-
Syāfi’i, Muḥammad ibn Dāwud ibn Sufyān, Muḥammad ibn Sahl ibn
Nama aslinya adalah Wuhaib ibn Khālid ibn ‘Ajilan al-Bahalī (W. 165 H).
Beliau memiliki kuniyah yaitu Abū Bākar. Guru: Ayūb al-Saḥtianī, Ja’fār
Abī Hindun, ‘Abdullah ibn ‘Aun, Musa ibn ‘Uqbah, Hisyām ibn ‘Urwah,
Yahya ibn Abī Ishaaq al-Khadlromii, Yahya Ibn Sa’id Al-Anshūnī, Abī
Khayyān Al-Taimi.
Sulaiman ibn Kharb, Abū Dāwūd Sulaiman ibn Dāwud al-Ṭayālasī, Sahl
Muḥammad ibn Abī Nu’aim al-Wāsiṭī, Yahya ibn Khasan al-Tunīsī, Abū
tsiqah tsubut. Wuhaib juga meriwayatkan hadis dari Ayyub, dari Abu
tsiqah.33
bin Ḥanbāl bin Hilal bin Asad bin Idris bin ‘Abdullāh bin Hayyan bin
Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl
bin Tsa’labah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakr bin Wa’il bin Qasith
bin Hinb bin Qushai bin Du’mi bin Judailah bin Asad bin Rabi’ah bin
anak yatim. Karena itu dia diasuh oleh ibunya di bawah tanggung jawab
pamannya. Wafat pada waktu Duha hari jum’at, 12 Rabiul awwal 241 H.
Sejak kecil sudah sangat menggemari ilmu, dan mulai belajar dari syekh-
syekh setempat. Pada tahun 179 H, saat berusia 15 tahun, beliau mulai
33
Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl,
(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz 31, hal. 164-167
34
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlussunnah yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam, Terj. Ahmad Syaikhu, Cet ke 1, Jakarta: Darul Haq, 2012, hal.
492
71
pelososk Jazirah Arab. Semua yang diperolehnya dari para Ulama’ di tiap
Guru-gurunya:
Al- Muzhaffar bin Mudrik, Utsman bin Umar bin Faris, Abu an-Nadhr
Hasyim bin al-Qasim, Abu Sa;id maula Bani Hasyim, Muhammad bin
Yazid al-Wasithi, Yazid bin Harun al-Wasithi, Muhammad bin Abu Adi,
al-Barsani, Abu Dawud ath-Thayalisi, Rauh bin Ubadah, Waki’ bin al-
Suyan bin Uyainah, Yahya bin Sulaiman ath-Tha’ifi, Muhammad bin Idris
Qurrah Musa bin Thariq, al-Walid bin Muslim, Abu Mushir ad-Dimasqi,
Abu al-Yaman, Ali bin Ayyasy al-Himshi, Bisyr bin Syu’aib bin Abu
Tahdzībnya sebanyak 104 orang dari gurunya. Namun itu juga bukan
35
Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal. Hadits-hadits Imam Ahmad. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya). 2009, h. 372
36
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlussunnah yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam, Terj. Ahmad Syaikhu, Cet ke 1, Jakarta: Darul Haq, 2012, hal.
518
72
Murud-muridnya:
Naisabūri, Abū Zur’ah ar-Rāzi, Abū Ḥātim ar-Rāzi, Abū Dāwūd as-
Sijistāni, Abū Bākar al-Atsrām, Abū Bākar al-Marwazi, Ya’qūb bin Abū
“Dia adalah ahli fiqh, penghapal hadis yang meyakinkan, selalu menjauhi
37
Syaikh Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlussunnah yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam, Terj. Ahmad Syaikhu, Cet ke 1, Jakarta: Darul Haq, 2012, hal.
519
38
Dikutip dari buku Membahas Ilmu-ilmu Hadis karya Subhi As-Shalih yang bersumber
dari kitab Tarikh al-Baghdad; Al-Wafayat; dan Al-Hilyah. (lih. Membahas Ilmu-ilmu Hadis karya
Subhi As-Shalih, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2013, hal. 364)
73
ibn Rāsyd, Hisyām ibn Ḥisan. Sedangkan muridnya adalah Ibrāhim ibn
Bisyr ibn khālid, Abu Khaitsumah ibn Zahir ibn Ḥarb, ‘Abās ibn Yazid al-
ibn Makārim, ‘Alī ibn al-Madiny, Qutaibah ibn Sa’id, Muḥammad ibn
Maisaroh, Isma’il ibn Abī Khālid, Anas ibn Sirrīn, Ayyub ibn Abī
Sulaiman al-A’masy, ‘Abdullāh ibn ‘Aun, Laits ibn Salīm, Mālik ibn
Muridnya adalah Adam ibn Abi Iyās, Sulaiman ibn Kharb, Abu
Na’im al-Fadhl, Muhammad ibn Ishaq, Muhammad ibn Ja’far, Abu Daud
74
biasa, kuniyahnya adalah Abu al-Manazil. Gurunya adalah Anas ibn Sirrin,
Khasan al-Bashri, Rafi’ abi al-‘Aaliyah, Abi Tamimah Tharif ibn Majalid,
Abī Qilābah ‘Abdullāh ibn ibn Zaid, Abd al-A’la ibn ‘Abdullāh ibn ‘Amir,
Muridnya adalah Isama’il ibn Hakim, Ḥafṣ ibn Ghiyāts, Khālid ibn
Muḥammad ibn Dīnār, Wuhaib ibn Khālid, Abū Ja’fār al-Rāzi. Beliau
Kesimpulan
dan temasuk ke dalam hadis Ᾱḥād.40 Jika ditinjau dari jumlah perawinya
39
Kitab Sembilan Imam, diakses dari Aplikasi Hadis Digital: Lidwa Puska I-Software
40
Hadis Ᾱḥād adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang perorangan, atau dua orang atau
lebih akan tetapi belum cukup syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadis Mutawāttir.
Yakni, hadis ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan mutawāttir.
Lih. Antologi Ilmu Hadis, karangan M. Noor Sulaiman, Jakarta: Gaung Persada Press, 2008, hal.
90
75
satu periwayat, yaitu Mālik bin Ḥuwairīts. Begitu juga dari kalangan tabi’-
tabi’in diriwayatkan oleh satu orang perawi saja, oleh karena itu hadis
yakni Musaddad yang dinilai masih bersifat ṣadūq sū’ al-ḥifzh yaitu jujur
menguatkan dari jalur periwayatan lain yaitu dari jalur periwayatan Imam
al-Dārimī dan Imam Aḥmad ibn Ḥanbal. Hal ini menjadikan hadis Ḥasan
41
Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadis gharib secara
istilah adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Hadis gharib
dilihat dari segi letak sendiriannya terbagi menjadi dua, yaitu: Pertama, Gharib Muthlaq (al-
Fardul mutlaq), ialah bilamana kesendirian (gharabah) periwayatan terdapat pada asal sanadnya
(sahabat). Kedua, Gharib Nisbi (al-Fardu an-Nisbi), ialah apabila keghariban terjadi pada
pertengahan sanadnya bukan pada asal sanadnya. (lih. Pengantar Studi Ilmu Hadits, karangan
Syaikh Manna Al-Qaththan, hal. 115-116)
42
Menurut Ibnu Ḥājar al-‘Aṣqalānī dalam Taisīr Muṣṭalaḥ al-Ḥadīts, hadis Ḥasan lī
dzātihi adalah hadis Ᾱḥād yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, ke-ḍabitan-nya sempurna,
sanadnya bersambung, hadisnya tidak ada ‘illal maupun syadz. Dikatakan Ḥasan lī dzātihi jika
derajat ke-ḍabitan-nya lebih rendah. (lih. Pengantar Studi Ilmu Hadits, karangan Syaikh Manna
Al-Qaththan, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2005, hal. 52)
43
Hadis Ṣaḥīḥ li ghairihi adalah hadis hasan lidzatihi yang dikuatkan oleh periwayatan
lain yang semisalnya atau yang lebih kuat darinya. Dinamakan Ṣaḥīḥ li ghairihi karena ke- Ṣaḥīḥ-
annya tidak berasal dari sanad awalnya sendiri, melainkan dari masuknya sanad lain yang
menguatkannya.
BAB IV
delapan cara (manhaj) untuk memahami hadis secara benar. Salah satu
mengumpulkan seluruh hadis dalam satu tema. Lalu diklasifikasikan mana yang
memiliki makna jelas (muhkam) dan manapula yang maknanya masih samar-
samar (mutasyabih), mana makna umum tak terikat (muṭlaq) dan khusus
tertentu sifatnya (muqayyad), mana yang cakupan maknanya umum (‘amm) dan
yang khusus (Khaṣ). Maka dengan demikian jelaslah makna dari hadis yang
dimaksud, tanpa dipertentangkan antara hadis yang satu dengan yang lainnya.1
1
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah: Ma’ālim wa
Ḍawābīt, Mesir: Dār al-Syurūq, 1427 H/ 2005 M, Hal. 123
76
77
‘Alaihi wa Sallam:
Hadis ini adalah kutipan dari hadis yang panjang, diriwayatkan oleh al-
Bukhāri dengan berbagai macam lafaz atau ungkapan. Salah satunya adalah,
bersama beberapa orang dari kaumku, lalu kami tinggal didekatnya selama dua
puluh hari. Beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang penyayang
dan lemah lembut, ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami,
2
Muḥammad ‘Ajāj al-Khaṭib, Ushul al-Hadits (Pokok-pokok Ilmu Hadits), terj. H.M. Nur
& Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013, hal. 35
3
Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Isma’īl ibn Ibrahīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-
Ja’fi al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, kitab adab nomor hadis 27; bab menyayangi manusia juga
hewan, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006) hal 839-840.
78
melihatku salat. Jika telah datang waktu salat, maka hendaklah salah seorang
dari kalian mengumandangkan adzan, dan yang paling tua dari kalian
diperintahkan untuk salat seperti yang diajarkan oleh Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi
Mālik bin al-Ḥuwairits adalah Abū Sulaiman Mālik bin Al-Ḥuwairits Al-Laitsi,
bersama beliau selama dua puluh malam. Ia tinggal di Baṣrah dan wafat pada
tahun 94 H.4 Sabda Nabi tersebut menyuruh sahabat Mālik untuk salat seperti
ia melihat Nabi salat. Dalam sabdanya Nabi menggunakan kalimat َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي,
mengajarkan tata cara salat secara langsung kepada Mālik, Nabi hanya
mereka bersama Nabi. Dengan begitu sahabat Mālik dapat melakukan seperti ia
4
Muḥammad bin Isma’īl Al-Amir Aṣ-Ṣan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram,
Cet. Ke-12, Jakarta: Darus sunnah, 2015, hal. 425
79
Hadis “Ṣallū kama raitumūnī uṣallī” ini masih bersifat mujmal, sehingga
isi dan perintah yang terkandung di dalamnya tidak dapat dimakanai secara
langsung, harus ada hadis lain yang dapat mendukungnya. Oleh karena itu,
menurut Qarḍāwi agar dapat memberikan pemahaman secara benar, maka salah
satu langkah yang harus ditempuh adalah mengumpulkan hadis yang setema
dengan pembahasan tersebut. Berikut adalah beberapa hadis yang telah penulis
kumpulkan.
" :َ قَال،َع ْن أ َ ِبي قِ َالبَة ُ َحدَّثَنَا أَي:َ َقال، ٌ َحدَّثَنَا ُو َهيْب:َ َقال،َسى ب ُْن ِإ ْس َما ِعيل
َ ،ُّوب َ َحدَّثَنَا ُمو
ُ ُ
َّ َو َما أ ِريدُ ال،ص ِلي ِب ُك ْم
َ ص َالة َ أ
،ص ِلي ُ
َ ِإنِي ََل:َ فَقَال،ث فِي َمس ِْج ِدنَا َهذَا ِ َجا َءنَا َما ِلكُ بْن ْال ُح َوي ِْر
. ص ِلي
5
َ ُسلَّ َم ي َ ُصلَّى الله
َ علَ ْي ِه َو َ ي َّ ْف َرأَيْتُ النَّ ِب
َ َكي
Dari Abu Qilabah, dia berkata, “Mālik bin al-Ḥuwairits mendatangi kami di
masjid dan berkata, “Sesungguhnya aku akan shalat dengan kalian, dan
tidaklah aku bermaksud salat. Aku salat sebagaimana aku melihat Nabi Saw
salat.”
Dalam Fatḥ al-Bārī, Ibn Ḥajr al-‘Aṣqālāny6 menjelaskan yakni Imam al-
bukanlah penafian kepada Allah Swt. Melainkan hal tersebut didorong oleh
faktor bahwa beliau adalah salah seorang sahabat yang ditunjukkan oleh sabda
5
Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Isma’īl ibn Ibrahīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-
Ja’fi al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, kitab Adzan nomor hadis 677, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd,
2006) hal. 96
6
Al-Imam Al-Ḥafiẓ Ibnu Ḥājar al-‘Asqālany, Fatḥul Bāri Syaraḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāri, terj.
Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, Jil. 4. Hal. 249
80
َع ْن أَبِي ِق َال َبةَ أ َ َّن َمالِكَ بْن َ ،ُّوبَ ع ْن أَي َ ،ٍ َحدَّثَنَا َح َّمادُ ب ُْن زَ ْيد:َ َقال،ان ِ َحدَّثَنَا أَبُو النُّ ْع َم
َ " َوذَاك:َسلَّ َم قَال َ علَ ْي ِه َوَ ُصلَّى الله َ سو ِل اللَّ ِه َ أ َ ََل أُن َِبئ ُ ُك ْم:ص َحا ِب ِه
ُ ص َالة َ َر ْ َ ث قَا َل َِل ِ ْال ُح َوي ِْر
ْ
َ ث ُ َّم َرفَ َع َرأ،َس َجد َ ث ُ َّم،ًام ُهنَيَّة ْ
َ ث ُ َّم َرفَ َع َرأ،ام ث ُ َّم َر َك َع فَ َكب ََّر
ُسه َ َسهُ فَق َ َ فَق،ٍص َالةَ ين ِ غي ِْر ِح َ ِفي
،ُش ْيئًا لَ ْم أ َ َر ُه ْم يَ ْفعَلُونَه
َ َكانَ يَ ْفعَ ُل:ُّوبُ قَا َل أَي،شي ِْخنَا َهذَا َ َس ِل َمةَ ع ْم ِرو ب ِْن َ َ ص َالة َ صلَّى َ َُهنَيَّةً ف
7
َّ َكانَ يَ ْقعُدُ فِي الثَّا ِلث َ ِة َو
الرابِعَ ِة
Telah menceritakan kepada kami Abu An Nu'man berkata, telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Mālik bin al-Ḥuwairits ia
berkata kepada para sahabatnya, "Maukah kalian aku sampaikan cara shalat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" padahal saat itu bukan pada waktu shalat.
Malik kemudian berdiri lalu rukuk dan bertakbir, kemudian mengangkat kepalanya
lalu berdiri dan berdiam sejenak. Kemudian dia sujud, lalu mengangkat kepalanya,
lalu (duduk) sejenak. Dia shalat seperti shalatnya 'Amru bin Salamah, guru kita ini."
Ayyub berkata, "Dia mengerjakan sesuatu yang tidak pernah aku lihat orang-orang
melakukannya, dia duduk pada setiap akan berdiri ke rakaat ketiga dan keempat.
َع ْن أَبِي قِ َالبَةَ أَنَّهُ َرأَى َما ِلكَ بْن َ ع ْن خَا ِل ٍد َ ع ْب ِد اللَّ ِه
َ َحدَّثَنَا يَحْ يَى ب ُْن يَحْ يَى أ َ ْخبَ َرنَا خَا ِلدُ ب ُْن
ِ الر ُكوعِ ْال ُح َوي ِْر
ث ُّ سهُ ِم ْن َ ْصلَّى َكب ََّر ث ُ َّم َرفَ َع يَدَ ْي ِه َوإِذَا أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْر َك َع َرفَ َع يَدَ ْي ِه َوإِذَا َرفَ َع َرأ
َ إِذَا
سلَّ َم َكانَ يَ ْفعَ ُل َه َكذَا َ ُصلَّى اللَّه
َ علَ ْي ِه َو َ سو َل اللَّ ِه ُ َّث أ َ َّن َر
َ َرفَ َع يَدَ ْي ِه َو َحد
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami
Khalid bin Abdullah dari Khalid dari Abu Qilabah bahwa dia melihat Mālik bin al-
Ḥuwairits, “apabila shalat maka dia bertakbir kemudian mengangkat kedua
tangannya, dan apabila berkehendak untuk rukuk maka dia mengangkat kedua
tangannya, dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuk maka dia mengangkat
kedua tangannya, dan dia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dahulu melakukan hal tersebut.
7
Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Isma’īl ibn Ibrahīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-
Ja’fi al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, kitab Adzan nomor hadis 819, bab Diam Diantara Dua Sujud,
(Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006) hal. 114
81
Hal ini sebagaimana perintah Nabi kepada Mālik bin al-Ḥuwairits dan sahabatnya
َ ص َالة َ صلُّوا َ لَ ْو َر َج ْعت ُ ْم إِلَى أ َ ْه ِلي ُك ْم:َ فَقَال،ُسلَّ َم فَأَقَ ْمنَا ِع ْندَه َ ُصلَّى الله
َ علَ ْي ِه َو َ يَّ ِ فَأَت َ ْينَا النَّب:َقَال
ص َالة ُ فَ ْلي َُؤذ ِْن أ َ َحدُ ُك ْم َو ْليَ ُؤ َّم ُك ْم
َّ ت ال َ ين َكذَا فَإِذَا َح
ِ ض َر ِ فِي ِح،ص َالة َ َكذَا َ صلُّواَ ين َكذَا ِ فِي ِح،َكذَا
8
" أ َ ْكبَ ُر ُك ْم
Maka kami menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berdiam di sisi beliau.
Beliau kemudian bersabda: "Jika kalian kembali kepada keluarga kalian, maka
salatlah dengan cara ini pada waktu begini, dan shalat ini pada waktu begini. Jika
telah datang waktu salat maka hendaklah seseorang dari kalian adzan, dan hendaklah
yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian."
‘Anhum yaitu mereka yang ada di depan beliau. Akan tetapi, sebagaimana yang
diriwayatkan ulama, “Sabda Nabi Saw ketika berkata kepada salah seorang
sahabat, berarti merupakan perintah beliau kepada mereka dan seluruh umat.9
Mālik bin al-Ḥuwairits. Akan tetapi, ditujukan kepada semua sahabat yang
Sabda Nabi ini juga berkaitan dengan sifat umum dari firman Allah
Ta’ala,
ض ََل ِإ ٰلهَ ِإ ََّل ُه َو ِۚ ِ ت َو ْاَل َ ْرِ ِي لَه ُم ْلكُ السَّمٰ ٰو ْ س ْو ُل اللّٰ ِه ِإلَ ْي ُك ْم َج ِم ْيعًا الَّذ
ُ اس إِ ِن ْي َر ُ َّقُ ْل ٰيأَيُّ َها الن
ِي يُؤْ ِم ُن ِباللّٰ ِه َو َكلِمٰ تِه َوات َّ ِبعُ ْوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ُ
ْ س ْو ِل ِه النَّبِي ِ ْاَل ِمي ِ الَّذ ُۖ يُحْ ي وي ُِمي
ُ ْتُ فَ ٰا ِمنُ ْوا بِاللّٰ ِه َو َر َ
﴾٨٥١﴿ َت َ ْهتَد ُْون
“Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini
utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak
ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi
8
Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Isma’īl ibn Ibrahīm ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-
Ja’fi al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, kitab Adzan nomor hadis 819, bab Diam Diantara Dua Sujud,
(Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006) hal. 114
9
Syaikh Muḥammad bin Ṣālih Al-utsaimin, Sifat Shalat Nabi SAW., Jakarta: Darus
Sunnah, 2015, Hal. 645
82
Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar dan tepat,
haruslah diketahui kondisi yang meliputinya serta di mana dan untuk tujuan apa
dan terhindar dari berbagai perkiraan yang menyimpang dan terhindar dari
hadis, adakalnya tampak bersifat umum dan untuk waktu terbatas, namun jika
dengan suatu ‘illah tertentu, sehingga ia akan hilang dengan sendirinya jika
Dewasa ini banyak umat akhir zaman yang suka meminjam dalil صلُّوا
َ
َ ُ َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ, sebagai hujah dari setiap gerakan salatnya dan menyalahkan
ص ِلي
setiap gerakan salat yang berbeda. Hal ini menimbulkan pertanyaan, lalu
pemahaman seperti apakah yang dimaksud dalam sabda Nabi صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي
َ
َ ُ أini?
ص ِلي
mereka datang kerumah Nabi. Mālik bin al-Ḥuwairits adalah Abū Sulaiman
Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam dan tinggal bersama beliau selama dua puluh
malam.12
10
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kaifa Nata’āmal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah: Ma’ālim wa
Ḍawābīt (Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW.), terj. Muhammad Al-Bāqir, Cet. Ke-5,
Bandung: Kharisma, 1997, hal 131
11
HR. Al-Bukhāri, pembahasan tentang Adzan, bab (17), hadis no. (628) dan bab (18) hadis
no. (631); Muslim, pembahasan tentang shalat, bab: pembahasan tentang tempat sujud, bab (53)
hadis no. (674) 1/465-466; Abū Daud, pembahasan tentang shalat, bab: siapa yang lebih berhak
menjadi Imam, hadis no. (589); At-Tirmidzī, pembahasan tentang shalat, bab (37), hadis no. (205);
An-Nasā’I, pembahasan tentang Imamah, bab (8); dan Aḥmad, dalam kitab Musnad 3/436 dan 5/53.
(Dikutip dari Sunan Ad-Dārimī, yang ditakhrij oleh: Syaikh Muḥammad Abdul Aziz Al-Khalidi,
jilid 1, hal. 678)
12
Muḥammad bin Isma’il Al-Amir Aṣ-Ṣan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram,
Cet. Ke-12, Jakarta: Darus sunnah, 2015, hal. 425
84
kedatangan utusan bani Laits (marga Mālik bin al-Ḥuwairits) terjadi sebelum
perang Tabuk, sementara perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 H.13
Ketika itu Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam ditemui Mālik bin al-
Ḥuwairits dan bersamanya 20 orang laki-laki dari kalangan sahabat yang masih
mereka. Mereka pulang kepada kaumnya dengan sunnah ini yang telah mereka
sebelum Nabi berpesan kepada Malik dan sahabatnya, sebagaimana hadis Nabi,
ت
ِ ض َر َ ُ صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ
َ َوإِذَا َح،ص ِلي َ َو، فَعَ ِل ُمو ُه ْم َو ُم ُرو ُه ْم،ار ِجعُوا إِلَى أ َ ْه ِلي ُك ْمْ «
ُ ْ َ ُ ُ ُ َ ُ َ ْ ْ َ
» ث َّم ِليَؤُ َّمك ْم أكبَ ُرك ْم، فلي َُؤذِن لك ْم أ َحدُك ْم،صالة ُ َ َّ ال
Pulanglah ke keluarga kalian. Tinggallah bersama mereka dan ajari
mereka serta perintahkan mereka dan salatlah kalian sebagaimana kalian
melihatku salat. Jika telah datang waktu salat, maka hendaklah salah seorang
dari kalian mengumandangkan adzan, dan yang paling tua dari kalian
hendaknya menjadi imam kalian.
Nabi pernah mengatakan dalam bentuk saran berdasarkan hadis,
َ َو،ين َكذَا
َ صالَة ِ صالَة َ َكذَا فِي ِح َ صلُّوا َ ُ فَ ْلي، فَعَلَّ ْمت ُ ُمو ُه ْم ُم ُرو ُه ْم،«لَ ْو َر َج ْعت ُ ْم إِلَى بِالَ ِد ُك ْم
» فَ ْلي َُؤذ ِْن لَ ُك ْم أ َ َحدُ ُك ْم َو ْليَؤُ َّم ُك ْم أ َ ْكبَ ُر ُك ْم،ُصالَة
َّ ت ال
ِ ض َر َ َوإِذَا َح،ين َكذَا ِ َكذَا فِي ِح
13
Al-Imam Al-Ḥafiẓ Ibnu Ḥājar al-‘Asqālany, Fatḥul Bāri Syaraḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhāri, terj.
Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, Hal. 816
14
Syaikh Muḥammad bin Ṣālih Al-utsaimin, Sifat Shalat Nabi SAW., Jakarta: Darus
Sunnah, 2015, Hal. 646
85
ار ِجعُوا
ْ (kembalilah/pulanglah).15
Ya’qub, dia (Amr bin Salamah) berkata, “Setelah penakluklan (Fathu) Makkah,
Islam. Ketika dia datang kami menyambutnya, dia berkata, 'Demi Allah, aku
kepada kalian, beliau bersabda, "Salatlah kalian begini pada waktu tertentu dan
salat tertentu pada waktu tertentu pula. Bila telah tiba waktu shalat, maka
hendaklah salah seorang dari kalian adzan, lalu yang paling banyak hapalan
Kedatangan Malik adalah pada tahun ke-9 H pada saat Nabi bersiap-siap
akan melakukan perang Tabuk, tahun ini sendiri dikatakan “Tahun delegasi”
karena orang-orang usai fathu Makkah yang terjadi pada tahun ke-8 H. 17 Ibnu
15
Al-Imam Al-Ḥafiẓ Ibnu Ḥajar al-‘Asqālany, Fatḥul Bāri Syaraḥ Ṣaḥīī Al-Bukhāri, terj.
Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, Hal. 271
16
Abū ‘Abd al-Raḥman Aḥmad ibn Syu’aib ibn ‘Alī al-Khurāsānī An-nasā’ī, Al-Sunan
al-Kubrā, Beirut: Muassasah al-Risālah, 2001, juz. 2, hal. 236
17
Syaikh Muḥammad bin Ṣālih Al-utsaimin, Sifat Shalat Nabi SAW., Jakarta: Darus
Sunnah, 2015, Hal. 646
86
dari berbagai kabilah kepada beliau.18 Rombongan Malik sendiri adalah salah
satu dari sekian banyak delegasi yang datang kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa
Sallam, yakni utusan dari Bani Laits. Dengan tujuan untuk memperdalam
Fathu Makkah, yakni ketika keadaan mereka baru memeluk Islam sehingga
pengetahuan tentang agama Islam masih sangatlah kurang. Pada tahun delegasi
kepada Nabi dan tinggal bersamanya selama dua puluh hari dua puluh malam
untuk belajar sunnah serta praktiknya. Saat Nabi melihat kerinduan sahabat
untuk pulang. Dengan pengetahuan yang telah didapat selama tinggal bersama
Nabi, para sahabat pun pulang dengan membawa pesan dari Nabi Ṣallallāhu
melihatku salat.”
“Sebagaimana kalian melihatku shalat” kaf di sini adalah huruf jar dan ma bisa
18
Ibnu Ishaq, Sirah NAbawiyah Tahqiq dan Syarkh Ibnu Hisyam, terj. Samson Rahman,
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2015, hal. 713
87
salatku. Akan tetapi, makna yang pertama lebih utama dengan menjadikannya
melihat salat Nabi. Sehingga, tidak sedikit sahabat yang berbeda dalam
menjelaskan tata cara salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam. Karena beliau
tidak hanya mencontohkan kepada salah satu sahabat, melainkan kepada setiap
sahabat yang berjama’ah dengan beliau. Maka, sudah barang tentu banyak pula
hidupnya jauh dari para sahabat 14 abad yang lalu. Lalu, bagaimana kita bisa
sempurna. Untuk memahami hadis “Ṣallū kamā raaitumūnī” maka harus ada
dalil-dalil lain yang menopangnya. Karena dalil tersebut masih bersifat umum
sehingga dapatlah kita pahami bahwa salat seperti Nabi ialah sebagaimana yang
19
Syaikh Muḥammad bin Ṣālih Al-Utsaimin, Sifat Shalat Nabi SAW., Jakarta: Darus
Sunnah, 2015, Hal. 645
88
telah diajarkan nabi kepada para sahabatnya. Yakni, dengan melihat riwayat-
riwayat para sahabat yang shahih yang menjelaskan tentang tata cara salat
seperti Nabi.
menjadikan bahwa hal itu sunnah, maka ia merupakan suatu kewajiban bagi
umat Islam secara keseluruhan, dan tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apa
pun.20
‘Amir Ala’uddīn ‘Alī bin Balban Al-Farisi, Shahih Ibnu Hibban, penerj. Mujahidin
20
Muhayan dkk., Jilid 4, Cet. 1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, Hal. 727-730
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
untuk mengikuti salat sebagaimana mereka melihat salat Nabi. Tidak sedikit
sahabat yang berbeda dalam menjelaskan tata cara salat Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi
wa Sallam. Karena yang melihat salat Nabi tidak hanya satu sahabat, melainkan
segala gerakan dan ucapan ketika Nabi salat, yaitu dengan melihat riwayat-
89
90
penulis lakukan hanya sebatas pemaknaan hadis saja. Maka akan lebih menarik
lagi dan lebih luas lagi pembahasannya, jika dilakukan penelitian dari segi Fiqh
al-Ḥadits nya. Agar supaya dapat memberikan pemahaman yang utuh mengenai
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis masih membutuhkan kritik konstruktif dari
berbagai pihak yang memiliki konsen di bidang kajian tafsir dan hadis Nabi.
Lebih dari itu penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat
Ad-Dārimī. Sunan Ad-Dārimī. ditakhrij oleh: Syaikh Muhammad Abdul Aziz Al-
Khalidi. Penj. Abdul Syukur dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
jilid 1
Ala al-Dīn ‘Ali ibn Balban Al-Fārisi, Amir. Ṣaḥīḥ Ibn al-Ḥibbān. Jil. 4, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Al-‘Aṣqālani, Ibnu Ḥajar. Fatḥul Bāri Syaraḥ Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī. terj. Amiruddin.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Bukhārī, Abū ‘Abdullāh Muḥammad ibn Isma’īl ibn Ibrāhim ibn al-Mughīrah
ibn Bardizbah al-Ja’fī. Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī. Riyadh: Maktabah al-
Rusyd, 2006.
Al-Farisi, Amir Ala’uddin Ali bin Balban. Ṣaḥīḥ Ibnu Ḥibbān. penerj. Mujahidin
Muhayan dkk. Jilid 1. Cet. 1. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Ghazali, Muḥammad ibn Muḥammad. Studi Kritis Atas Hadis
Nabi Saw. Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual. Jakarta:
Penerbit Mizan, 1991.
Al-Mizzī, Yusūf ibn Abd al-Raḥmān bin Yusūf. Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-
Rijāl. Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980.
91
92
Al-Qāri, ‘Ali ibn Sultan Muḥammad. Mirqāt Al-Mafātih Syarḥ Misykat Al-
Maṣābiḥ. Beirut: Darl el-Fikr, 2002.
Al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005.
Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Sifat Shalat Nabi SAW. Jakarta:
Darus Sunnah, 2015.
An-Nasā’ī, Abū ‘Abd al-Raḥman Aḥmad ibn Syu’aib ibn ‘Alī al-Khurāsānī. Al-
Sunan al-Kubrā. Beirut: Muassasah al-Risālah, 2001.
AS., Afiyah. Pembenahan Tata Cara Salat Bagi Jamaah Wanita (Studi Kasus
Masjid Al-Manar Banguntapan Bantul), (Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu
Agama, Vol. 4, No.1 Juni 2003)
AW, Lilik Channa. Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual.
Ulumuna Jurnal Studi Keislaman. Volume XV. No. 2, Desember
2011.
Basalamah, Khalid. Praktik Shalat Sesuai Sunnah Rasulullah SAW. Di kutip dari
channel youtube: IndoMuslim. Di akses pada 5 oktober 2017 jam:
8.35 WIB. Dari: https://www.youtube.comwatchv=dJe8VozINz8
Faizin, Afwan. Metode Fuqaha dalam Memahami Hadis (Studi Pendekatan Yusuf
al-Qardhawi). Vol. 8, No. 12, 2 September 2006.
Ibn ‘Abd al-Rahman, Al-Imām al-Ḥafiẓ Abū Muḥammad ‘Abdullāh. Sunan al-
Darimi. Riyadh: Dār al-Mughnī, 1431 H.
Ibn Ḥanbal, Al-Imam Al-Ḥafīẓ Abī ‘Abdillāh Aḥmad. Musnad Aḥmad Ibn
Ḥanbal. Juz V. Riyadh: Bait Al-Afkar al-Dauliah, 1889.
Ishaq, Ibnu. Sirah NAbawiyah Tahqiq dan Syarkh Ibnu Hisyam. terj. Samson
Rahman. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2015.
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. Sifat Wudhu dan Shalat Nabi SAW. Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2014.
Kafilah. Ma’anil Hadis dan Problem Pemahaman Hadis. Di akses pada: Senin, 27
Januari 17, jam: 12.07. dari:
http://naibienk23.blogspot.co.id/2014/03/maanil-hadis-dan-problem-
pemahaman-hadis.html/m=1
Khān, ‘Ali ibn Hisyam al-Din Abd al-Mālik ibn Qadhi. Kanz Al-‘Ummal Fii
Sunan Al-Aqwal wa al-Af’al. Cet ke 5. juz 7. Beirūt: Mu’assasah al-
Risālah, 1981.
Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan
Qardhawi. Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika), 2003, Cet. 1.
Sugono, Dendy. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. ed. Ke-4. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Syuhudi Isma’il, M. Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan
Bintang, 2009.
Zaghlūl, Abū Hājr Muḥammad al-Sa’īd ibn Basyūnī. Mausū’at Atraf al-Ḥadīs al-
Nabawī al-Syarīf. Juz 1. Beiruut: Daar al-Fikr, 1989.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Skema Sanad Hadis Riwayat Imam al-Bukhari
سو َل اللَّه ص م
َر ُ
قال
َما ِل ِك ب ِْن ْال ُح َوي ِْرث
ثنا
أ َ ِبي قِ ََلبَة
عن
أَيُّوب
ثنا ثنا
ثنا ثنا
سدَّد
ُم َ ُم َح َّم ُد ْبنُ ا ْل ُمثَنَّى
ثنا ثنا
البخارى
96
97
Lampiran II
Skema Sanad Hadis Riwayat Imam Ad-Darimi
سو َل اللَّه ص م
َر ُ
قال
ثنا
أ َ ِبي ِق ََل َبة
ثنا
أَيُّوب
ثنا
ثنا
يَحْ يَى ب ُْن َحسَّانَ
اخبرنا
الدارمى
98
Lampiran III
Skema Sanad Hadis Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal
سو َل اللَّه ص م
َر ُ
قال
َما ِل ِك ب ِْن ْال ُح َوي ِْرث
عن
أ َ ِبي قِ ََل َبة
عن
خَا ِلد
عن
ش ْع َبةُ
ُ
ثنا
أحمد بن حنبال
99
Lampiran IV
Skema Seluruh Sanad Hadis
سو َل اللَّه ص م
َر ُ
قال
أَبِي قِ ََلبَة
عن عن
ش ْعبَةُ
ُ ْب ب ُْن خَا ِلد
ُو َهي ُ إِ ْس َما ِعي ُل ع ْب ُد ا ْل َو َّهاب
َ