Policy Brief-Kpbu Syariah171022

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

POLICY BRIEF

Penerapan Prinsip Syariah pada KPBU


dalam pengelolaan aset eksisting
/Brownfield dengan Skema Availibility
Payment di Indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur di


Indonesia maka perlu dibuka peluang seluas luasnya kepada investor di
Arif Widianto seluruh dunia. Dalam rangka untuk mendorong masuknya keuangan
syariah global ke dalam pembangunan infrastruktur-infrastruktur
DJPI, Kementerian PUPR strategis di Indonesia, baik dari negara-negara Gulf Cooperation
Council (GCC) maupun investor lain yang mencari kelas aset baru untuk
memperluas portofolio investasi mereka, maka diperlukan adanya
diversifikasi instrumen KPBU yaitu melalui KPBU Syariah.

Dengan mulai meningkatnya penerapan sistem syariah pada perbankan


dapat memulai skema pembiayaan KPBU yang tidak hanya menggunakan
sistem perbankan konvensional tetapi menggunakan sistem pembiayaan
dengan mekanisme syariah untuk dapat menggalang lembaga perbankan,
investor, dan lender yang memiliki minat terhadap pembiayaan dengan
mekanisme syariah.

PENDAHULUAN

Kebutuhan infrastruktur pada periode 2020-2024 mencapai Rp6.445


Triliun, dimana nilai investasi infrastruktur ini meningkat sebesar 34,3%
dibandingkan dengan periode 2015-2019.

Peningkatan tersebut sejalan dengan kebijakan umum pemerintah dalam


rangka percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas


nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat
penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan
listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung
ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal
perkotaan, yang kesemuanya dilaksanakan secara terintegrasi dan
dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Keterbatasan dana pemerintah dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kendala pemerintah
dalam pengadaan infrastruktur dasar. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari terobosan
dalam hal kewajiban penyediaan sarana dan infrastruktur dasar tersebut.

Industri keuangan syariah di Indonesia telah berkembang selama hampir tiga dekade. Industri
ini mencakup industri perbankan syariah, industri pasar modal syariah, dan industri keuangan
non-bank (IKNB) syariah. Data dari Otoritas Jasa Keuangan mencatat pada posisi September
2019, total aset keuangan syariah di Indonesia mencapai Rp1.408 triliun dengan pangsa pasar
sebesar 8,87% dari total aset industri keuangan nasional.

Saat ini, belum ada fatwa dari DSN MUI yang menjelaskan mengenai prinsip-prinsip syariah
dalam skema KPBU dan penjaminan dalam rangka penjaminan infrastruktur. Oleh karena itu,
dibutuhkan penyusunan fatwa yang dapat mengakomodasi seluruh alternatif skema KPBU dan
penjaminan. Fatwa ini diperlukan untuk memperkuat kesesuaian skema KPBU dan penjaminan
dengan ketentuan-ketentuan syariah yang ada. Selain itu, diperlukan pula adanya fatwa DSN
MUI terkait dengan alternatif-alternatif skema pembiayaan syariah untuk mengakomodasi
Margin During Construction dimana BUP belum memperoleh pendapatan.

Merujuk pada PPP Book 2019 Bappenas terdapat banyak potensi Proyek KPBU dengan total
nilai proyek sebesar Rp67,8 triliun yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan skema KPBU
Syariah.

Saat ini Direktorat PPISDA sedang dalam proses menyiapkan beberapa KPBU dalam
pengelolaan asset brownfield dengan skema pengembalian investasi melalui pembayaran
ketersediaan layanan yaitu:

1. Proyek KPBU Unsolicited Daerah Irigasi Komering, Sumatera Selatan, dan


2. Proyek KPBU Unsolicited Saluran Interkoneksi HLD WS Lombok, Nusa Tenggara Barat.
MASALAH KEBIJAKAN
Potensi pembiayaan infrastruktur dengan skema KPBU Syariah sangat
besar. Namun hingga saat ini belum ada panduan dan preseden
dalam penerapan prinsip syariah pada skema KPBU. Selain penerapan
prinsip Syariah, adanya beberapa isu terkait ketentuan yang ada saat
ini belum mengakomodasi atau sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah,
serta skema KPBU seperti apa yang sesuai dengan prinsip syariah.

PERTANYAAN KEBIJAKAN
Pelaksanaan Program KPBU dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah yaitu penerapan dasar-
dasar dari hukum Islam yang berkaitan dengan Hukum Perikatan Islam dalam perjanjian (akad) yang
berprinsip muamalah. Paramater suatu transaksi syariah antara lain:
• Tidak melakukan transaksi yang dilarang dalam ketentuan syariat islam. Transaksi yang dilarang
itu meliputi riba, garar, ihtikar (rekayasa dalam supply), bai' an-najasy (rekayasa dalam
demand), two-in one, maisir (judi), risywah (suap), bai' ad-dain bi’ad-dain (jual beli piutang),
dan objek akadnya tidak halal.
• Ketentuan tentang akad atau transaksi ini sudah diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI dan regulasi terkait.
• Berazaskan akhlak Islami dalam bermuamalah.
Transaksi antara PJPK dan BUP maupun transaksi BUP dalam memperoleh pembiayaan dalam
pelaksanaan KPBU syariah dilakukan dengan akad-akad dan skema-skema dalam berbagai Fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) yang telah ada.
TELAAH KRITIS KEBIJAKAN
Beberapa regulasi yang terkait dengan penerapan 5. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010
pelaksanaan KPBU di Indonesia antara lain tentang Penjaminan Infrastruktur dalam
sebagai berikut: Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan
1. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015
Usaha Penjaminan Infrastruktur
tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk
2. Peraturtan Menteri Bappenas nomor 2 tahun
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur
2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Dalam Proyek Kerja Pemerintah Dengan
Menteri Perencanaan Pembangunan
Badan Usaha sebagaimana diubah dengan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun
8/PMK.08/2016
2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja
Sama Pemerintah dengan Badan Usaha 7. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
dalam Penyediaan Infrastruktur. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor
19 Tahun 2015 tentang Tata Cara
3. Permen PUPR No. 2 Tahun 2021 tentang
Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha
Tata Cara Pelaksanaan KPBU dalam
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Penyediaan Infrastruktur
dalam Penyediaan Infrastruktu
4. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
tentang Penjaminan Infrastruktur dalam
260/PMK.08/2016 tentang Tata Cara
Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan
Pembayaran Ketersediaan Layanan pada
Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan
Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan
Usaha Penjaminan Infrastruktur
Badan Usaha dalam Rangka Penyediaan
Infrastruktur
Berdasarkan peraturan dan regulasi yang ada terkait dengan pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia tidak ada pasal yang melarang mengenai pelaksanaan
KPBU berdasarkan prinsip-prinsip Syariah sehingga pelaksanaan KPBU syariah dapat
dilaksanakan. Namun agar pelaksanaan KPBU pengelolaan asset eksisting dapat dilaksanakan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Ketentuan tentang Tender (bai` al-munaqashah) harus sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-
MUI No. 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli (ketentuan kelima terkait Tsaman);
2. Ketentuan tentang perjumpaan utang (muqashah) harus sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-
MUI No: 132/DSN-MUI/X/2019 tentang Perjumpaan Piutang (Muqashah) Berdasarkan Prinsip
Syariah;
3. Ketentuan terkait Asuransi (al-ta’min) harus sesuai dengan prinsip syariah dalam fatwa DSN-
MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Asuransi Syariah;
4. Ketentuan Dana jaminan bank (Bank Guarantee) harus sesuai dengan prinsip syariah
sebagaimana ketentuan fatwa DSN-MUI No.74/DSN-MUI/I/2009 tentang penjaminan syariah;
5. Ketentuan denda (ta’zir) harus mengikuti ketentuan Fatwa DSNMUI No:17/DSN-MUI/IX/2000
tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran;
6. Ketentuan ganti rugi (ta’widh) harus mengikuti ketentuan fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh); dan ketentuan Fatwa DSN-MUI No.
129/DSNMUI/VII/2019 tentang Biaya Riil Sebagai Ta’widh Akibat Wanprestasi; dan
7. Terkait dengan pengalihan saham, berlaku ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 135/DSN-
MUI/V/2020 tentag Saham;
ALTERNATIF KEBIJAKAN 4) Dalam rangka pembentukan BUP sebagai
entitas, konsorsium pemenang tender
Adapun alternatif kebijakan dalam pelaksanaan
melakukan Akad Syirkah Al-amwal Al- 'inan,
KPBU Syariah pada proyek Brownfield adalah
yaitu kesepakatan para pihak untuk
sebagai berikut:
melakukan kegiatan usaha bersama (kongsi).
1) Dalam Perjanjian KPBU dapat dilaksanakan
5) Dalam rangka perjanjian antara BUP dengan
akad sebagai berikut:
Lembaga Keuangan Syariah, dapat
a) Akad ljarah Muntahiya Bittamlik (IMBT),
menggunakan akad-akad sesuai syariah
yaitu perjanjian sewa yang disertai
antara lain Akad Musyarakah Muntahiya
dengan janji (wad) untuk mengalihkan
Bittamlik (MMBT), Musyarakah
kepemilikan objek sewa (mahall al-
Mutanaqishah (MMQ), lstishna', dan IMBT.
manfa'ah) kepada musta'jir (PJPK),
dimana objek sewa yang dimaksud 6) Dalam rangka penjaminan atas kewajiban-
adalah layanan yang dihasilkan dari kewajiban finansial PJPK kepada BUP oleh
Daerah lrigasi Komering dan Saluran PT. Penjaminan lnfrastruktur Indonesia (PT.
lnterkoneksi High Level Diversion PII), dapat dilakukan dengan ketentuan
Lombok. berikut:
b) Karena mahall al-manfa'ah akan a) Penjaminan antara PT. PII sebagai
diwujudkan sepenuhnya dimasa yang Penjamin (kafil) dengan BUP (sebagai
akan datang yaitu setelah masa Penerima jaminan/Makful Lahu) dan PJPK
konstruksi/rehabilitasi selesai, maka sebagai Terjamin/Makfu/ anhu, dapat
dilakukan akad ljarah Maushufah Fi al- menggunakan Akad kafalah bi/ ujrah;
Dzimmah sebagaimana ketentuan fatwa
b) Dalam hal terjadi klaim penjaminan, PT.
No.101/DSN-MUI/X/2016 tentang Akad
PII akan membayarkan kewajiban PJPK
ljarah Maushufah fi al-Dzimmah.
kepada BUP, dan atas pembayaran
2) Serah terima aset/transfer dilaksanakan tersebut PT. PII berhak menagih dain
melalui mekanisme hibah sebelum BUP kafalah kepada PJPK (hak regres).
dilikuidasi.
3) Dalam rangka pemanfaatan aset milik PJPK
dilakukan Akad l'arah antara PJPK dan BUP
terkait izin (ibahah) dari pemilik untuk
memanfaatkan dan/atau mengambil manfaat
barang miliknya.
KRITERIA PEMILIHAN KEBIJAKAN
Kriteria pemilihan kebijakan berdasarkan hal-hal 2. Efektifitas, bahwa kebijakan publik bisa
sebagai berikut: menjamin ketercapaian tujuan dan sasaran
sesuai dengan perencanaan yang telah
1. Efisiensi, bahwa setiap kebijakan publik bisa
ditetapkan.
menghasilkan output yang lebih besar
dengan menggunakan input yang sama atau 3. Kelayakan Finansial, bahwa dasar
lebih kecil. pemilihan kebijakan penggabungan proyek
selain mempunyai kelayakan ekonomi
adalah layak secara finansial.

REKOMENDASI KEBIJAKAN
Perjanjian KPBU syariah menggunakan skema muwa’adah (saling berjanji/komitmen) antara PJPK
dengan BUP. Berikut merupakan struktur proyek dalam pelaksanaan KPBU pengelolaan asset eksisting/
brownfield dengan skema pengembalian investasi ketersediaan layanan (Availibiliti Payment):

Keterangan:
1. Akad KPBU antara PUPR sebagai PJPK dengan BUP dalam pemberian hak guna objek KPBU
komering menggunakan Akad ’Iarah atas aset milik PJPK/pemerintah;
2. Akad antara PJPK dengan BUP dalam rangka menyewa layanan irigasi komering
menggunakan akad ljarah Muntahiya Bittamlik (IMBT).
3. Akad IMBT Efektif (munajjaz/ nafadz) pada saat selesai konstruksi dan berakhir pada tanggal
berakhirnya masa Layanan dengan cara menghibahkan objek IMBT dari BUP kepada PJPK
4. Akad Syirkah Al-amwal Al-`inan dalam rangka pembentukan BUP sebagai entitas oleh
konsorsium.
5. Akad antara BUP dengan penyedia dana (investor/shahibul mal) dapat mengguna-kan akad
antara lain Musyarakah Muntahiya Bittamlik (MMBT), Musyarakah Mutanaqishah (MMQ),
Istishna’, dan IMBT.
6. Selama aset belum disewa oleh pemerintah (masa konstruksi), BUP membayar imbalan kepada
shahibul mal/investor berasal dari dana sendiri

Sedangkan struktur proyek terkait dengan penjaminan antara PT. PII sebagai Penjamin (kafil) dengan
BUP dan antara PT.PII dengan PJPK adalah sebagai berikut:

Penerapan Perjanjian Penjaminan Syariah dilakukan dengan akad Kafalah Bil Ujrah–Dayn Kafalah.
Pada akad ini terdapat tiga pihak, yaitu PII sebagai penjamin, BUP sebagai penerima jaminan, dan PJPK
sebagai pihak terjamin. PII akan menerima ujrah/fee dari BUP atas manfaat yang diterima dan menerima
ujrah/fee dari PJPK atas jasa penjaminan yang diberikan oleh PII. Selanjutnya, PII menagih kepada
PJPK atas kewajiban finansial yang telah dibayar kepada BUP dengan menggunakan akad Dayn
Kafalah. Pembayaran dayn kafalah harus dilakukan sesuai dengan nilai pokok dan tidak diperbolehkan
ada tambahan
RENCANA AKSI KEBIJAKAN
Beberapa dokumen yang perlu disesuaikan dalam rangka penerapan prinsip syariah pada KPBU adalah:
1) Perjanjian KPBU
2) Perjanjian Usaha Patungan;
3) Perjanjian Pendirian BUP;
4) Perjanjian Penjaminan;
5) Perjanjian Regres;
6) Perjanjian Kredit dengan Bank (dalam rangka Financial Close); dan
7) perjanjian dalam rangka pengakhiran akad.

Dokumen persyaratan sebagaimana disebut diatas akan menjadi bahan untuk penoalain dari tim DSN-
MUI terkait keseuaian Syariah meliputi proses sebagai berikut:
1) Diperlukan dukungan kebijakan yang memfasilitasi pembahasan Dokumen Perjanjian KPBU dan
Dokumen Pengadaan dengan Tim dari DSN-MUI terkait kesesuaian Syariah; dan
2) Tim DSN-MUI akan Pernyataan Kesesuaian Syariah pada Proyek KPBU Unsolicited Daerah lrigasi
Komering dan Saluran lnterkoneksi High Level Diversion Lombok serta akan menyampaikan
Pernyataan Kesesuaian Syariah tersebut secara resmi kepada DJPI setelah dilakukan pembahasan
terhadap perbaikan Dokumen Perjanjian KPBU dan Dokumen Pengadaan yang disusun oleh Galon
Pemrakarsa.

Badan usaha dalam skema KPBU syariah dapat memperoleh pendanaan baik dari perbankan
syariah maupun pasar modal syariah. Perbankan syariah dapat memberikan pembiayaan
secara individu maupun sindikasi dengan akad istishna, IMBT-IMFZ, MMQ, atau akad lain
yang telah disetujui oleh DPS.

Website: Contact: Email:


http://pembiayaan.pu.go.id/ (021) 7262535 [email protected]

Anda mungkin juga menyukai