Makalah Kritis Covid
Makalah Kritis Covid
Makalah Kritis Covid
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
ALSYAD DIKI
JULY HERYANTI
NURASIAH
YAHYA SUKARNO PRATAMA
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat dan
karunianya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini Keperawatan Kritis ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Covid-19”.
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Keperawatan Kritis yang telah
memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita, khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan Kritis Covid-19. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, kami berharap kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada awal 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya Pneumonia baru yang
bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat ke lebih dari
190 negara dan teritori. Wabah ini oleh Wolrd Health Organization (WHO) diberi nama
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Masih banyak pembahasan seputar penyakit ini,
termasuk dalam aspek penegakan diagnosis, tata laksana, hingga pencegahan. Oleh karena itu
telaah terhadap studistudi terkait COVID-19 telah banyak dipublikasikan sejak awal 2020
lalu sampai dengan akhir Maret 2020 (Susilo et al., 2020).
Penyebaran terjadi secara cepat dan membuat ancaman pandemi baru. Pada tanggal
10 Januari 2020, etiologi penyakit ini diketahui pasti yaitu termasuk dalam virus ribonucleid
acid (RNA) yaitu virus corona jenis baru, betacorona virus dan satu kelompok dengan virus
corona penyebab severe acute respiratory syndrome (SARS) dan middle east respiratory
syndrome (MERS CoV), (Handayani, 2020).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Konsep Covid 19
2. Untuk mengetahui Konsep Askep Covid-19
3. Untuk mengetahui Trend an Issue Keperawatan kritis Covid-19
4. Untuk Mengetahui Aspek Legal Etik Keperawatan kritis Covid-19
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi Covid-19
Corona Virus Disease 2019 adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV2).
SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi
sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
(Burhan et al., 2020).
b) Fisiologi Paru-paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton 2007). Fungsi utama dari paru-
paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas
tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan
karbondioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai
dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus
tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbondioksida bisa
normal.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru
utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung- gelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
Menurut Guyton (Guyton 2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 1) Ventilasi paru
yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer, 2) Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah, 3)
Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel, 4) Pengaturan ventilasi pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang
dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,
tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer.
Pada permulaan, inspirasi menurun sampai nilai -6mmHg dan paru-paru ditarik
ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil
paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Mukti
2015).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi
dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa
faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor
darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu
perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan
aliran darah (Guyton 2007).
3. Klasifikasi
Banyak sekali gejala yang ditemukan pada pasien yang terkonfirmasi positif
Covid-19 atau bahkan tanpa gejala. Gejala Covid-19 yang ditemukan pada pasien
dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis. Berikut klasifikasi gejala Covid-19
berdasarkan tingkat keparahan pada pasien terkonfirmasi positif.
a) Pasien Tanpa Gejala atau Asimtomatik
Pasien terkonfirmasi positif oleh tes PCR, namun pasien tetap sehat dan tidak
terdapat gejala apapun
b) Gejala RIngan
Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala ringan seperti batuk,
sakit tenggorokan, demam, pilek, dan bersin. Pada beberapa kasus kadang tidak
disertai demam, tetapi disertai dengan mual, muntah, nyeri perut, diare,
kesemutan, hilang penciuman dan pengecapan maupun tanda gejala lainnya.
c) Gejala Sedang
Pasien dengan tes PCR positif yang diertai dengan batuk, demam, frekuensi
pernapasan cepat dan dangkal, serta mengeluarga suara mengi ketika bernapas.
d) Gejala Berat
Pasien dengan tes PCR positif yang disertai dengan gejala pnemonia berat seperti
kesulitan ketika manarik napas yang menyebabkan hidung kembang kempis (di
luar kondisi normal), otot-otot dada mengalami kesulitan bergerak ketika manarik
napas, penurunan kadar oksigen dalam darah dan terdapat perubahan warna
menjadi biru atau keabuan pada kuku, bibir, atau di sekitar mata. Selain itu,
terdapat gejala bahaya seperti kejang, penurunan kesadaran, tidak dapat minum,
dan atau gejala lainnya.
e) Gejala Kritis
Pasien tes PCR positif dengan kondisi yang mangalami perburukan seperti gagal
napas, gagal jantung, gagal ginjal akut, terdapat gangguan fungsi organ dan
keadaan perburukan lainnya.
4. Etiologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam
subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute
Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2. .
(Susilo et al. 2020).
5. Patofisiologi
Patofisiologi Corona Virus Disease 2019 diawali dengan interaksi protein
spike virus dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi
dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen, atau
delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan outbreak di
kemudian hari.
Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2)
menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan 11
pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor
masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel
manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding domain
(RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran antara sel virus
dan sel inang. Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam
sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab
dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan
mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengkodekan pembentukan
protein struktural dan tambahan (Kumar and Al Khodor, 2020).
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein
nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang
terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi mukosa traktus respiratorius bawah, memicu serangkaian respons imun
dan menginduksi sitokin, menyebabkan perubahan komponen imun seperti leukosit
darah tepi dan limfosit. Biomarker paling berpotensi menyebabkan inflamasi dan
kerusakan pada paru adalah IL-6 yang kemudian menyebabkan gejala pada pasien
antara lain sputum yang berlebihan 33,4% pada Covid ringan, 37,8% pada Covid
berat, dan batuk 67,8% (Sukmana and Yuniarti, 2020).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%
mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral load
yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas
atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan 10 atau
tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit
kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus
pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan pneumonia
berat ditandai dengan demam, frekuensi pernapasan >30x/menit, distres pernapasan
berat, atau saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat
muncul gejala-gejala yang atipikal. Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-
CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk,
bersin, dan sesak napas.
Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering,
dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk disertai dahak, sesak
napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,
kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,
sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C (Susilo et al., 2020).
7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan bagi pasien yang dicurigai
mengalami penyakit COVID-19 menurut buku Pedoman Tatalaksana COVID-19
(2020):
a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasisubsegmental,
lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat
bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan
di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multipleground-glass
dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapatditemukan konsolidasi paru
bahkan “white-lung” dan efusi pleura.
b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
1) Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring danorofaring)
2) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspiratendotrakeal)
3) Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia),
pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat.
4) Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral
(Dacronsteril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan
sampel dari tonsil atau hidung.
5) Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau sakit
berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis
dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan.
6) Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung
tersedia seperti pasien dengan intubasi.
7) Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko transmisi aerosol.
Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis
patogen lain.
8) Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi.
9) Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari
saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus.
10) Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua
sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam.
11) Jika sampel diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi dantransmisi,
specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa gas darah,
fungsi hepar (pada beberapa pasien, enzim liver dan ototmeningkat), fungsi
ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada
kasus berat, Ddimer meningkat, Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis), laktat
(untuk menunjang kecurigaan sepsis), biakan mikroorganisme dan uji kepekaan
dari bahan saluran napas(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah,
kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapiantibiotik. Namun,
jangan menunda terapi antibiotik denganmenunggu hasil kultur darah),
pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinanpenularan).
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 (2020) berikut penatalaksanaan
pada pasien dengan COVID-19 :
a. Derajat ringan
1) Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak
muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang
ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
2) Farmakologis
Vitamin C diberikan dengan pilihan: tablet Vitamin C non acidic 500
mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam
oral (selama 30 hari). Jenis multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2
tablet /24 jam (selama 30 hari), sangat dianjurkan jenis vitamin yang
komposisi mengandung vitamin C, B, E, zin
Vitamin D diberikan jenis suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet, kapsul,tablet, effervescent, tablet kunyah, tablet hisap,
kapsul lunak, serbuk, sirup). Sedangkan yang jenis lain Vitamin D 1000-
5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah
5000 IU).
Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
Antivirus : Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5- 7 hari
(terutama bila diduga ada infeksi influenza) atau Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.
Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern
Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
b. Derajat sedang
1) Isolasi dan Pemantauan
Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19 )
2) Non Farmakologis
Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan foto toraks secara berkala.
3) Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
Diberikan terapi farmakologis berikut: Azitromisin 500 mg/24 jam per iv
atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat
diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv
atau per oral (untuk 5-7 hari). Dapat ditambah salah satu antivirus
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5). Remdesivir 200 mg IV
drip dapat diberikan (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5
atau hari ke 2-10)
Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
9. Pencegahan
WHO merekomendasikan untuk melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari:
o Cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun & air.
o Menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk/bersin.
Rekomendasi jarak minimal satu meter.
o Melakukan etika batuk atau bersin.
o Berobat jika ada keluhan yang sesuai kategori suspek.
o Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi jarak
minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan
etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.
10. Komplikasi
Komplikasi utama Covid-19 yaitu Pneumonia dan ARDS.
Komplikasi lainnya yaitu:
• Cedera jantung (23%)
• Disfungsi hati (29%)
• Gangguan ginjal akut (29%)
• Pneumotoraks (2%)
• Syok sepsis
Sedangkan diagnosis atau masalah keperawatan yang akan muncul pada pasien
Covid-19 dengan gejala berat dan kritis adalah :
a. Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme, kelemahan/keletihan otot
pernapasan
Luaran keperawatan : Ventilasi Spontan Meningkat dengan kriteria: Volume tidal
meningkat, dispnea menurun, PaO2 >80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, gelisah
menurun
b. Risiko syok d/d hipoksia, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik
Luaran keperawatan : Tingkat Syok Menurun dengan kriteria: Output urine >0,5
mL/kg/jam, akral hangat, pucat menurun, TDS >90 mmHg, MAP ≥65 mmHg,
CVP 2-12 mmHg (+3 jika terpasang ventilasi tekanan positif)
c. Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel
Luaran keperawatan : Sirkulasi Spontan Meningkat dengan kriteria: Tingkat
kesadaran meningkat, HR 60-100 x/menit, TDS >90 mmHg, ETCO2 35-45
mmHg, EKG normal.
3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses infeksi
Intervensi :
1) Manajemen jalan napas
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) untuk mengidentifikasi
terjadinya hipoksia melalui tanda peningkatan frekuensi, kedalaman dan usaha
napas
• Monitor sekret (jumlah, warna, bau, konsistensi). Tanda infeksi berupa secret
tampak keruh dan berbau. Sekret kental dapat meningkatkan hipoksemia dan
dapat menandakan dehidrasi
• Monitor kemampuan batuk efektif untuk menilai kemampuan mengeluarkan
sekret dan mempertahankan jalan napas tetap paten
• Posisikan semi-Fowler/Fowler untuk meningkatkan ekskursi diafragma dan
ekspansi paru
• Berikan minum hangat untuk memberikan efek ekspektorasi pada jalan napas
• Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik untuk mengeluarkan sekret jika
batuk tidak efektif
• Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak kontraindikasi, untuk
meningkatkan aktivitas silia mengeluarkan sekret dan kondisi dehidrasi dapat
meningkatkan viskositas sekret
• Ajarkan teknik batuk efektif untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
• Kolaborasi bronkodilator dan/atau mukolitik, jika perlu
2) Manajemen Isolasi
o Identifikasi pasien-pasien yang membutuhkan isolasi
o Tempatkan satu pasien untuk satu kamar untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi silang (cross infection)
o Sediakan seluruh kebutuhan harian dan pemeriksaan sederhana di kamar
pasien untuk meminimalkan mobilisasi pasien dan staf yang merawat pasien
o Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera mungkin setelah digunakan untuk
menghilangkan virus yang mungkin menempel pada permukaan alat kesehatan
o Lakukan kebersihan tangan pada 5 moment untuk menurunkan transmisi virus
o Pasang alat proteksi diri sesuai SPO (mis. sarung tangan, masker N95, gown
coverall, apron) untuk memutuskan transmisi virus kepada staf
o Lepaskan alat proteksi diri segera setelah kontak dengan pasien untuk
meminimalkan peluang terjadinya transmisi virus kepada staf
o Minimalkan kontak dengan pasien, sesuai kebutuhan untuk menurunkan
transmisi virus kepada staf yang merawat pasien
o Anjurkan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari (pada pasien tanpa gejala
dan dengan gejala ringan) atau isolasi di RS Darurat Covid (pada pasien gejala
sedang), atau isolasi di RS Rujukan (pada pasien gejala berat/kritis).
Intervensi :
1) Reduksi ansietas
o Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal). Covid dapat
berkembang menjadi kondisi mengancam jiwa yang mengakibatkan
kecemasan dan berdampak pada frekuensi dan kedalaman napas sehingga
dapat mempengaruhi GDA
o Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan untuk
meningkatkan dukungan keluarga dan memberikan
keamanan/kenyamanan
o Dengarkan dengan penuh perhatian untuk mendorong keterbukaan dan
perasaan diperhatikan
o Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan untuk meningkatkan
stabilitas perasaan pasien
o Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami. Informasi
yang adekuat dapat menurunkan kecemasan akibat ketidaktahuan
o Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi untuk memberikan
kejelasan persepsi dan perasaan serta meningkatkan koping
o Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat untuk
meningkatkan rasa pengendalian (sense of control) dan mekanisme koping
o Latih teknik relaksasi untuk menurunkan stres dan ketegangan
d. Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme, kelemahan/keletihan otot
pernapasan
Intervensi :
1) Dukungan ventilasi
o Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas karena kelelahan otot bantu
napas dapat menurunkan kemampuan batuk efektif dan proteksi jalan
napas
o Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR dan kedalaman,
penggunaan otot bantu, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen) untuk
menilai status oksigenasi
o Monitor adanya aritmia karena aritmia dapat terjadi akibat hipoksemia,
pelepasan katekolamin, dan asidosis.
o Pertahankan kepatenan jalan napas untuk menjamin ventilasi adekuat
o Berikan posisi semi Fowler atau Fowler untuk meningkatkan ekskursi
diafragma dan ekspansi paru
o Berikan posisi pronasi (tengkurap) pada pasien sadar dengan gangguan
paru difus bilateral untuk mengoptimalkan perfusi pada anterior paru yang
biasanya gangguannya lebih minimal dibandingkan posterior
o Gunakan bag-valve mask, jika perlu untuk memperbaiki ventilasi dengan
memberikan napas buatan pada pasien yang tidak mampu napas spontan
o Kolaborasi tindakan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu untuk
mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat serta mencegah kondisi
mengancam nyawa
Intervensi :
1) Pencegahan Syok
o Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP) untuk mengidentifikasi penurunan volume sistemik
o Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD) untuk mendeteksi
perubahan oksigenasi dan gangguan asam-basa
o Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT) untuk
mengetahui keadekuatan volume cairan sistemik dan kebutuhan cairan
o Monitor tingkat kesadaran untuk mendeteksi tanda awal hipoksia serebral
o Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%
o Pasang jalur IV sebagai akses untuk mengoreksi atau mencegah defisit
cairan
o Pasang kateter urine, jika perlu untuk menilai perfusi ginjal dan produksi
urine
o Batasi resusitasi cairan terutama pada pasien edema paru karena resusitasi
agresif dapat memperburuk oksigenasi
o Kolaborasi pemberian kristaloid 30 mL/kg BB jika terjadi syok untuk
mengoptimalkan perfusi jaringan dan mengoreksi defisit cairan
o Kolaborasi pemberian antibiotik dalam waktu 1 jam jika sepsis dicurigai
infeksi bakteri
f. Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel
Intervensi :
1) Code Management
o Amankan lingkungan (pasang APD lengkap dan batasi personil resusitasi)
o Panggil bantuan jika pasien tidak sadar dan aktifkan code blue
o Pastikan nadi tidak teraba dan napas tidak ada
o Lakukan resusitasi jantung paru, jika perlu
o Pastikan jalan napas terbuka dan berikan bantuan napas, jika perlu
o Pasang monitor jantung
o Minimalkan interupsi pada saat kompresi dan defibrilasi
o Pasang akses vena, jika perlu
o Siapkan intubasi, jika perlu
o Akhiri tindakan jika ada tanda-tanda sirkulasi spontan (mis. nadi karotis
teraba, kesadaran pulih)
o Kolaborasi pemberian defibrilasi, jika perlu
o Kolaborasi pemberian epinefrin atau adrenalin, jika perlu
o Kolaborasi pemberian amiodaron, jika perlu
o Lakukan perawatan post cardiac arrest
BAB III
ANALISA KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama :Tn. M
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sibolga
2. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Pendidikan : SMA
Alamat : Sibolga
3. RIWAYAT KESEHATAN
4. PEMERIKSAAN FISIK
mata : simetris, konjungtivitis tidak anemis, kelopak mata tidak odema, sklera
tidak icterus
hidung : tidak ada luka, tidak ada polip,tidak ada penurunan ketajaman indra
Dada : simetris antara kiri dan kanan, terdapat nyeri tekan,irama nafas cepat.
DO: TTV :
TD : 110/70
N : 82
S: 37,8 C
RR : 26 X/ Menit
DO: TTV :
TD : 110/70
N : 82
S: 37,8 C
RR : 26 X/ Menit
a. Gangguan pernapasan sehubung dengan virus covid yang lagi ditandai dengan
sesak nafas
sakit
untuk pemberian
02
( TKTP)
-Berikan
makanan sedikit
tapi sering
- Instruksikan
agar melakukan
aktifitas sesuai
kemampuan
8. Implementasi Keperawatan
RR : 26 X/ Menit TD : 110/70
N : 82
S: 37,8 C
RR : 26 X/ Menit
A: Masalah sebagian
teratasi
P: Lanjutkan
intervensi
Keperawatan NO 1 2
3
-Memberikan
makanan sedikit tapi
sering
A : Masalah sebagian
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
keperawatan no 1 2
- memberikan suhu
yang nyaman agar
pasien rileks
A : Masalah sebagian
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
keperawatan no 1 2
P : Lanjutkan
intervensi
keperawatan no 1 2
EVIDENCE BASED PRACTICE
COVID-19.
2 GRASELLI Risk Factors Untuk mengevaluasi faktor PASIEN DI RUANG Studi kohort 915 pasien (53,4%) Dalam studi
(2020) Associated risiko independen yang ICU YANG observasional meninggal di rumah kohort retrospektif
With terkait dengan kematian MENGGUNAKAN retrospektif sakit. Faktor risiko pasien sakit kritis yang
ITALIA Mortality pasien dengan COVID-19
VENTILASI MEKANIS independen yang
dirawat di ICU di
Among yang membutuhkan terkait dengan
INVASIF Lombardy, Italia, dengan
Patients perawatan di ICU di wilayah kematian termasuk
With COVID-19 yang
Lombardy Italia. usia yang lebih tua
COVID-19 in (rasio bahaya [HR], dikonfirmasi
Intensive 1,75; 95% CI, 1,60- laboratorium, sebagian
Care Units in 1,92), jenis kelamin besar pasien
Lombardy, laki-laki (HR, 1,57; 95% memerlukan IMV. Angka
Italy CI, 1,31-1,88), fraksi kematian dan kematian
oksigen inspirasi yang absolut tinggi.
tinggi (Fio2 ) (HR, 1,14;
95% CI, 1,10-1,19),
tekanan akhir
ekspirasi positif tinggi
(HR, 1,04; 95% CI,
1,01-1,06) atau rasio
Pao2:Fio2 rendah (HR,
0,80; 95% CI, 0,74 -
0,87) saat masuk ICU,
dan riwayat penyakit
paru obstruktif kronik
(HR, 1,68; 95% CI,
1,28-2,19),
hiperkolesterolemia
(HR, 1,25; 95% CI,
1,02-1,52), dan
diabetes tipe 2 (HR,
1,18; 95% CI, 1,01-
1,39). Tidak ada obat
yang secara
independen terkait
dengan kematian
(inhibitor enzim
pengubah angiotensin
HR, 1,17; 95% CI, 0,97-
1,42; penghambat
reseptor angiotensin
HR, 1,05; 95% CI, 0,85-
1,29).
3 SOMERS Tocilizumab for Titik akhir primer adalah 154 pasien menilai efektivitas 78 PASIEN Dalam kohort pasien
(2021) Treatment of probabilitas dilibatkan, 78 di dan keamanan DIBERIKAN COVID-19 berventilasi
AMERIKA Mechanically kelangsungan hidup antaranya blokade IL-6 dengan tocilizumab mekanis ini, tocilizumab
Ventilated pascaintubasi; analisis menerima tocilizumab dalam dikaitkan dengan
Patients With sekunder termasuk skala tocilizumab dan 76 kohort pusat mortalitas yang lebih
COVID-19 keparahan penyakit tidak. tunggal pasien rendah meskipun
ordinal yang dengan COVID-19 kejadian superinfeksi
mengintegrasikan yang membutuhkan lebih tinggi.
superinfeksi ventilasi mekanis
Hasil pada pasien
yang menerima
tocilizumab
dibandingkan
dengan kontrol yang
tidak diobati dengan
tocilizumab
dievaluasi
menggunakan
regresi Cox
multivariabel
dengan skor
kecenderungan
berbanding terbalik
dengan
kemungkinan bobot
pengobatan (IPTW).
4 Nikki A. Praktik Klinis Banyak pasien datang ke Seorang wanita 60 CT bisa ketinggalan. Pasien dimulai pada Penyakit Jantung
Calli (2022) dan Kasus UGD dengan keluhan tahun datang ke Pengobatan manajemen medis Karsinoid
California dalam nonspesifik akut- UGD karena penyakit karsinoid termasuk:
Pengobatan onkronik. Hal ini bilateral yang membutuhkan octreotide analog
Darurat membutuhkan memburuk secara multidisiplin somatostatin untuk
pendekatan diagnostik bertahap pendekatan dengan membantu
menyeluruh dan pembengkakan ahli onkologi bedah diarenya.
diagnosis banding yang ekstremitas bawah dan medis, serta Dia akhirnya
luas untuk disertai distensi ahli membutuhkan
menentukan apakah ada abdomen, asites, gastroenterologi. penggantian
patologi serius yang tidak diare, muntah, dan Pada awal, penyakit bivalvular dari
terdiagnosis. penurunan berat non-metastasis, keduanya
badan. pembedahan katup trikuspid dan
reseksi bisa bersifat pulmonal karena
kuratif luasnya jantungnya
penyakit. Kursus
rumah sakitnya
diperumit oleh
banyak
infeksi termasuk
endokarditis, dan
dia akhirnya tidak
melakukannya
selamat dari
penyakit, mati
kurang dari dua
bulan setelahnya
presentasi ED awal.
2 Konnor Hiperaldostero Pasien dengan riwayat Laporan ini Kasus ini menyoroti Pengobatan utama Karena aldosteron
Davis nisme dan aneurisma aorta perut mengeksplorasi kebutuhan untuk hiperaldosteronisme memiliki banyak efek
(2020) Stenosis Arteri (AAA) yang menjalani kasus seorang pria memahami, sekunder pada tubuh manusia,
Austria Ginjal pada perbaikan bedah berusia 65 tahun mengidentifikasi, adalah dengan penting bagi dokter
Pasien dapat memiliki segudang dengan masalah dan mendiagnosis blokade reseptor gawat darurat untuk
Aneurisma komplikasi bedah medis yang rumit secara akurat mineralokortikoid mempertimbangkan
Aorta Pasca termasuk kompromi riwayat datang ke hiperaldosteronisme dengan diagnosis
Abdominal: untuk arteri besar yang unit gawat darurat dan mengenali spironolakton atau hiperaldosteronisme
Laporan Kasus bercabang dari dengan hipokalemia komplikasi eplerenon. pada pasien dengan
aorta. dan hipertensi enam perbaikan pasca- Spironolakton hipertensi dengan
Hiperaldosteronisme bulan setelah AAA dari stenosis bersifat nonselektif hipokalemia dan
sekunder, yang ditandai menjalani perbaikan arteri ginjal sebagai antagonis reseptor alkalosis metabolik. Ini
dengan kadar aldosteron endovaskular untuk penyebab mineralokortikoid terutama benar pada
dan renin yang tinggi, AAA dan ditemukan gangguan dengan kemampuan pasien yang telah
dapat memiliki kelainan metabolisme ini. mengikat menjalani EVAR dari
karena banyak penyebab, metabolik termasuk: untuk reseptor AAA dan stenting arteri
termasuk stenosis arteri hipokalemia dan androgen dan ginjal kiri karena ini bisa
ginjal, dan muncul alkalosis metabolik progesteron juga menandakan kegagalan
dengan gejala yang tidak yang konsisten Fokus mayoritas atau oklusi stent.
spesifik dengan spironolakton
kelelahan, peningkatan hiperaldosteronisme adalah korteks ginjal
rasa haus, dan kejang sekunder, saluran pengumpul
otot. Meskipun pada kemungkinan karena bertindak
awalnya sulit untuk sekunder sebagai diuretik
didiagnosis mengingat untuk stenosis stent hemat kalium
sifatnya arteri ginjal. Dia dan obat
banyak kelainan dirawat di rumah antihipertensi.
metabolik, sakit selama empat Spironolakton
hiperaldosteronisme hari dan sembuh diberikan pada
sekunder penting untuk total. 25-200mg/24 jam
dipertimbangkan pada melalui suspensi
pasien oral atau tablet.
dengan hipertensi yang Dosis dapat dititrasi
tidak terkontrol, untuk mencapai
hipokalemia, dan alkalosis tekanan darah
metabolik. sesuai kebutuhan
rawat jalan. Efek
samping termasuk
ginekomastia,
menstruasi
gangguan, dan
impotensi karena
efeknya pada
androgen dan
reseptor
progesteron. Pada
pasien yang
mengalami sisi
seksual
efek, eplerenone
dapat digunakan di
tempat.