LP CKD On Hipoglikemia (Islamanda)
LP CKD On Hipoglikemia (Islamanda)
LP CKD On Hipoglikemia (Islamanda)
DISUSUN OLEH :
Nama : Islamanda
Nim : 2019. C.11a.1012
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. A dengan diagnosa medis CKD on HD dengan Hipoglikemia di
Ruangan Hemodialisis RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 4).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya
3. Ibu Ika Paskaria S. Kep.,Ners selaku koordinator praktik pra klinik
keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Isnawiranti, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Evimira Sukanti S.Kep,. Ners selaku pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 12 Oktober 2022
Islamanda
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL ..................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................6
1.1 Latar Belakang .................................................................................................7
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................7
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................8
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................10
2.1 Konsep Teori Chronic Kidney Disease (CKD) ..................................................
2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) .................................................
2.1.2 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD) .................................................
2.1.3 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) .............................................
2.1.4 Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD) ................................
2.1.5 Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD) ...........................................
2.1.6 Pemerikasaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD) ......................
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Chronic Kidney Disease (CKD) ........................
2.2 Konsep Teori Hipoglikemia.........................................................................................
2.2.1 Definisi Hipoglikemia...............................................................................
2.2.2 Etiologi Hipoglikemia...............................................................................
2.2.3 Klasifikasi Hipoglikemia...........................................................................
2.2.4 Manifestasi Hipoglikemia.........................................................................
2.2.5 Komplikasi Hipoglikemia.........................................................................
2.2.6 Pemerikasaan Hipoglikemia......................................................................
2.2.7 Penatalaksanaan Hipoglikemia..................................................................
2.3 Konsep Teori Hemodialisis ................................................................................
2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................................
2.4.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................
2.4.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
2.4.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................
2.4.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................
iv
2.4.5 Evaluasi ......................................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................
4.2 Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya
yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh
penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah
suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini
sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan
sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah
hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi
pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal
adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018).
Estiminasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan
jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari
tahun sebelumnya. Di amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal
ginjal meningkat 50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap
tahun 200.000 orang amerika menjalani hemodialisa karena gangguan
ginjal kronis, yang artinya 1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah
pasien dialisis (Widyastuti dalam Elisa, 2017).
Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal
di Indonesia data yang didapatkan tahun 2007-2014 tercatat 28.882
pasien, dimana pasien sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak
11.689 pasien. Di Jawa Tengah terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192
pasien baru dan 1.171 pasien aktif.
Terapi penggantian ginjal yang tersedia untuk pasien dengan stadiun akhir
adalah dialisis dan transplantasi ginjal (Kallenbach, 2015). Hemodialisis
merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh pasien PGK.
Meskipun demikian, tidak semua toksik dapat dikeluarkan dari tubuh. Tujuan
utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia,
kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien PGK.
Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan elektrolit dan sisa metabolisme tubuh,
6
sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang umur pasien
(Kallenbach, 2015).
7
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan dengan diagnose
medis CKD on HD dengan Hipoglikemia di Ruangan Hemodialisis RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan dengan CKD on HD
dengan Hipoglikemia.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan CKD on
HD
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada pasien dengan CKD on HD dengan Hipoglikemia.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi pada pasien dengan CKD on HD dengan Hipoglikemia.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien dengan CKD on HD dengan Hipoglikemia.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan CKD on HD dengan Hipoglikemia.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
yang telah dilaksanakan pada pasien dengan CKD on HD dengan
Hipoglikemia.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di
Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan CKD
on HD secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
8
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang CKD on HD dengan Hipoglikemia dan
Asuhan Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan CKD on HD dengan Hipoglikemia melalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan CKD on HD
Hipoglikemia yang berguna bagi status kesembuhan klien.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel
dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).
Dari beberapa definisi di atas maka penulis menyimpulkan definisi CKD on
Hd dengan Hipotensi adalah Penyakit ginjal yang telah berlangsung lama
sehingga menyebabkan gagal ginjal. Ginjal menyaring kotoran dan kelebihan
cairan dari darah. Apabila ginjal tidak berfungsi, kotoran menumpuk.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi Ginjal
Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperianeal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat
langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah,
jumlahnya ada 2 buah yang terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri lebih
besar dari ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ±200 gram. Pada umunya
ginjal laki-laki lebih panjang daripada ginjal wanita.
11
renalis).
2) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak
mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut
glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bowman, dan
gabungan antara glomerolus dengan simpai bowman disebut badan
malpighi. Penyaringan darah terjadi pada bagian malpighi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat-zat tersebut akan
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.
3) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya
disebut apeks atau papila renis mengarah ke bagian dalam ginjal. satu
piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid
antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas berkas
saluran paralel (tubuli dan duktus kolingentes). Diantara piramid terdapat
jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bowman. Di
dalam pembuluh halus ini terngkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malpighi setelah mengalami berbagai
proses.
4) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi
papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urine yang terus
keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih (vesika
12
urinaria). (Nuari dan Widayati, 2017)
5) Struktur Mikroskopis Ginjal
Satuan struktur dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap-
tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerulus dan
kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler
terdapat kapsula bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus kontortus pengumpul dan
lengkung henle. Henle yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman
terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler glomerulus) yang bentuknya besar dengan
banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang
memeluk kapiler secara teratur sehingga celah-celah antara pedikel itu
sangat teratur. Kapsula bowman bersama glomerulus disebut korpuskel
renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disebut dengan
tubulus kontortus proksimal karena jalannya berkelok-kelok, kemudian
menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis
disebut ansa henle atau loop of henle, karena mebuat lengkungan tajam
berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai
tubulus kontortus distal. (Nuari dan Widayati, 2017).
6) Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerulus dan dikelilingi
oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
(Nuari dan Widayati, 2017)
2.1.2.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan komposisi
13
cairan tubuh, mengeluarkan racun, dan menghasilkan hormon seperti renin,
eritroprotein, dan bagian aktif vitamin D. Sebelum menjadi urin, didalam ginjal
akan terjadi tiga macam proses, yaitu:
1) Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi
di kapiler glomerolus. Sel-sel kapiler glomerolus yang berpori (podosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerolus mempermudah
proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomerolus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar
protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah,
seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea
dapat melewati filter dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan
di glomerolus disebut filtrat glomerolus atau urin primer, mengandung
asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya.
2) Penyerapan Kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus distal terjadi
penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui
dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi,
sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi di tubulus
proksimal dan tubulus distal. Subtansi yang masih diperlukan seperti
glukosa dan asam amino dikembalikan ke dalam darah. Zat amonia,
obatobatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan
menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya urea.
3) Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan
menuju ke rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui
saluran ginjal. jika kantong kemih telah terisi urin, dinding kantong kemih
14
akan tertekan sehingga timbul rasa ingin berkemih. Urin akan keluar
melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretara adalah
air, garam, urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin. (Nuari dan Widayati, 2017).
2.1.3 Etiologi CKD
Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi
dari penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness).
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada
beberapa penyebab lainnya, yaitu:
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik
(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
1. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
2. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra
Menurut IRR (Indonesian Renal Registry) pada tahun 2017 ini proporsi
etiologi CKD, urutan pertama ditempati oleh hipertensi sebanyak 36% dan
nefropati diabetic atau diabetic kidney deases menempati urutan kedua.
Penyebab Jumlah
Hipertensi 10482
DM 4394
Peny. Kardiovaskuler 1424
Peny. Serebrovaskuler 365
Peny. Saluran Pencernaan 374
Peny. Sakuran kencing lain 617
15
Tuberkulosis 184
Hepatitis B 366
Hepatitis C 679
Keganasan 123
Lain-lain 1240
16
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat
insufisiensi ginjal :
1. Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2. Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3. Kondisi berat :2 % - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c. Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010.
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) 2)
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2)
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
2.1.5 Patofisiologi CKD
2.1.5.1 Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea
17
darah (BUN) juga akan meningkat.
2.1.5.2 Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens (subtansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
2.1.5.3 Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsetrasi atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
2.1.5.4 Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
2.1.5.5 Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh
tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di dalam tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang
dan penyakit tulang.
2.1.5.6 Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi)
Terjadi perubahan kompleks kalsium fosfat dan keseimbangan
parathormon.
18
WOC CKD Etiologi : Pemeriksaan penunjang:
Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal hipertensi, nefropati 1. Pemeriksaan Laboratorium
diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif, pielonefritis kronik, nefropati 2. Biopsi ginjal
asam urat, ginjal polikistik dan nefropati lupus / SLE, tidak diketahui dan lain - lain.
3. Radiologi
Faktor terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik adalah penyakit ginjal hipertensi
dengan presentase 37% (PENEFRI, 2014). 4. USG
5. EKG
B1 B2 B3 B4 B5 B6
20
5. Rambut tipis dan kasar
2.1.6.6 Neuropsikiatri
2.1.6.7 Kelainan selaput serosa
2.1.6.8 Neurologi :
1. Kelemahan dan keletihan
2. Konfusi
3. Disorientasi
4. Kejang
5. Kelemahan pada tungkai
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan Perilaku
2.1.6.9 Kardiomegali. Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian
perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi
nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan
efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal
dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik
2.1.7 Komplikasi CKD
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah (Prabowo, 2014) :
2.1.7.1 Penyakit Tulang.
Penurunan kadar kalsium secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan jika
berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis.
2.1.7.2 Penyakit Kardiovaskuler.
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lifid, intoleransi glukosa, dan kelainan
hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
2.1.7.3 Anemia.
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang mengalami defiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
21
2.1.7.4 Disfungsi seksual.
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
2.1.6.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2.1.6.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
2.1.6.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin aldosteron
2.1.6.4 Asidosis metabolic
2.1.6.5 Osteodistropi ginjal
2.1.6.6 Sepsis
2.1.6.7 Neuropati perifer
2.1.6.8 Hiperuremia
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang CKD
2.1.8.1 Urin
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
2) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
3) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
dan rasio urine/serum sering 1:1.
5) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
6) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
7) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2.1.8.2 Darah
1) BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
22
2) Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
3) SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH
kurang dari 7, 2.
4) Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
2.1.8.3 Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
2.1.8.4 Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
2.1.8.5 Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2.1.8.6 Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
2.1.8.7 Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
2.1.8.8 EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)
2.1.9 Penatalaksanaan CKD
2.1.9.1 Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya edema
4) Batasi cairan yang masuk
2.1.9.2 Dialisis
1) Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV 23 23
fistule (menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada
daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
2.1.9.3 Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal (Muttaqin, 2011)
23
2.2 Konsep Teori Hipoglikemia
2.2.1 Definisi Hipoglikemia
Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kondisi seseorang mengalami
penurunan pada kadar gula dalam darah dibawah normal. Dapat dikatakan
jumlah gula dalam darah mengalami penurunan saat dilakukannya cek GDS
dimana didapatkan jumlah dibawah 60 mg/dl atau dibawah 80 mg/dl dengan
gejala klinis. Saat tubuh mengalami penurunan gula darah, tubuh akan merespon
yang dimana ditandai dengan gejala klinis diantaranya klien akan merasakan
pusing, tubuh lemas dan gemetaran, pandangan menjadi kabur dan gelap,
berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang klien bisa sampai
hilang kesadaran. Keadaan seperti ini akan dapat terjadi apabila dalam pemberian
obat dan insulin diberikan dalam jumlah yang tidak tepat atau tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh, mengkonsumsi makanan yang terlalu sedikit ataupun
karena sering melalukan aktivitas yang berat. Pada keadaan hipoglikemi berat
dimana jumlah kadar gula dalam darah berada dibawah 10 mg/dl, akibat yang
akan dialami oleh tubuh dapat mengalami kejang hingga dapat terjadinya koma.
(Bauduceau B et.al, 2010)
2.2.2 Etiologi Hipoglikemia
Penyebab terjadinya Hipoglikemi menurut (Kedia, 2011) :
1. Dosis pemberian insulin yang kurang tepat Pengobatan diabetes di
pergunakan untuk mengatur kadar gula darah tetap baik sehingga
membuat pasien akan merasa nyaman dan menghindari terjadinya
Hipoglikemi, di perlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter
dalam menurunkan resiko terjadinya komplikasi diabetes. Kombinasi
yang di lakukan dalam pemberian penyediaan insulin sangatlah penting
untuk kita dapat lebih memperhatikan ketepatan dalam pemberian
insulin sesuai dengan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi gula darah
yang di alami.
2. Kurangnya asupan karbohidrat karena menunda atau melewatkan makan
Menunda sarapan bagi penderita diabetes dalam jangka waktu yang lama
di pagi hari dapat menyebabkan terjadinya Hipoglikemi atau kadar
glukosa darah menjadi terlalu rendah. Lupa atau membiarkan diri terlalu
sibuk hingga melewatkan waktu makan bisa berbahaya bagi penderita
24
diabetes. Lupa makan akan menyebabkan kadar glukosa dalam darah
menjadi terlalu rendah, jika di biarkan tanpa penanganan lebih lanjut
pada keadaan Hipoglikemi maka kondisi ini akan menjadi parah,
menyebabkan rasa linglung dan pingsan. Hipoglikemi yang semakin
parah dapat menimbulkan terjadinya kejang, koma, hingga kematian.
Kadar insulin yang di dapatkan untuk gula dalam darah haruslah
seimbang dengan makanan yang akan di konsumsi, namun jika makanan
yang di konsumsi kurang dan tidak bisa menyeimbangi dosis insulin
yang di dapatkan maka akan terjadi keadaan dimana ke seimbangan di
dalam tubuh akan terganggu dan mengakibatkan kadar gula semakin
rendah.
3. Konsumsi alkohol Pada kondisi tubuh yang normal, lever merupakan
bagian organ yang menyimpan dan mensekresi glukosa ke dalam sel-sel
tubuh sebagai penopang saat seseorang sedang tidak makan. Lever juga
berfungsi dalam membersihkan tubuh dari racun (detoksifikasi). Lever
tidak bisa mensekresi glukosa dan membersihkan racun secara
bersamaan. Jadi ketika keadaan lever melakukan detoksifikasi, organ
tersebut akan berhenti mensekresi glukosa. Organ lain seperti pankreas
di dalam tubuh kita juga dapat memproduksi hormon insulin, hormon
yang dimana dapat mengendalikan kadar gula darah dan mengubahnya
menjadi sumber energi bagi tubuh. Jika fungsi kegunaan pada pankreas
terganggu, maka produksi insulin bisa tidak maksimal dan membuat
kadar gula darah menjadi kacau.
4. Peningkatan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan
berat badan Aktivitas fisik dan olahraga sangat penting dalam
mengontrol diabetes. Namun, jika olahraga yang di lakukan terlalu
berlebihan, olahraga juga dapat menurunkan kadar gula darah hingga di
bawah batas normal. Olahraga sedang hingga berat bisa menyebabkan
kadar gula darah turun selama 24 jam setelah olahraga. Tubuh
menggunakan dua bahan bakar, yaitu gula dan lemak dalam memperoleh
energi, gula yang di gunakan berasal dari darah, hati dan otot. Gula
tersimpan di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen. Olahraga bisa
25
menurunkan kadar gula darah dan glikogen yang tersimpan, tubuh
memang dapat mengisi kembali penyimpanan glikogen tersebut. Namun,
prosesnya membutuhkan waktu yang tidak singkat 4 - 6 jam, bahkan 12 -
24 jam jika aktivitas yang di lakukan terlalu berat. Selama pengisian atau
pengembalian penyimpanan glikogen tersebut klien diabetes memiliki
risiko tinggi mengalami penurunan kadar gula dalam darah.
2.2.3 Klasifikasi hipoglikemia
Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat
menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien (Soeatmadji DW, 2008).
26
memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk
mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya(Kushner P,
2011).
Tabel 1.6 Gejala dan Tanda yang Muncul pada Keadaan Hipoglikemia
Kadar Gula Darah Gejala Neurogenik Gejala Neuroglikopenik
79,2 mg/dL Gemetar, goyah, gelisah Irritabilitas, kebingungan
70,2 mg/dL Gugup, berdebar-debar Sulit berpikir, sulit
berbicara
59,4 mg/dL Berkeringat Ataxia, paresthesia
50,4 mg/dL Mulut kering, rasa Sakit kepala, stupor
keleparan
39,6 mg/dL Pucat, midriasis Kejang, koma, kematian
27
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½
jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) di lakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, di gunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan
menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2
jam di anggap sebagai hasil positif
g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3
bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
2.2.7 Penatalaksanaan Hipoglikemia
Menurut (Kedia, 2011) pengobatan yang dapat di berikan pada pasien
dengan penyakit Hipoglikemi tergantung pada keparahan dari Hipoglikemi.
Hipoglikemi ringan mudah di obati dengan asupan karbohidrat seperti minuman
yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau dengan mengkonsumsi makanan
ringan. Sedangkan pada Hipoglikemi berat di butuhkannya bantuan eksternal,
antara lain :
1. Dekstrosa Pada keadaan pasien yang tidak mampu menelan glukosa karena
pingsan, kejang, atau adanya perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat
di berikannya dekstrosa dalam air dengan konsentrasi 50% dimana dosis biasanya
yang di berikan kepada orang dewasa, sedangkan pemberian konsentrasi 25%
yang biasanya akan di berikan kepada anak-anak.
2. Glukogen Tidak seperti dekstrosa, yang dalam pemberiannya harus di berikan
melalui intravena, glukogen dapat di berikan pada klien dengan melalui subkutan
(SC) atau intramuskular (IM) yang dimana akan di lakukan oleh perawat yang
memang sudah pengalaman dalam memberikan glokugen. Dalam hal ini tentunya
akan dapat mencegah terjadinya ke terlambatan dalam memulai pengobatan yang
dapat di lakukan secara darurat.
28
Menurut (Soelistijo 2015) penatalaksanaan hipoglikemia dibedakan
menurut klasifikasinya yaitu :
1. Terapi Hipoglikemia Ringan Pada hipoglikemia ringan dapat dilakukan :
- Pemberian gula 2-3 sendok makan yang dilarutkan dalam air (setara
dengan 15- 20g glukosa)
- Setelah 15 menit lakukan tes glukosa, bila gula darah sudah naik atau
gejala hipoglikemia sudah hilang maka dapat dilanjutkan dengan makan
makanan berat untuk mencegah terjadinya hipoglikemia berulang.
- Apabila gejala masih ada atau glukosa darah tidak naik maka dianjurkan
untuk segera mendatangi fasilitas Kesehatan tedekat.
2. Terapi Hipoglikemia Berat Hipoglikemia berat yang ditandai dengan
munculnya gejala neuroglikopeni memerlukan terapi sebagai berikut :
- Diawali dengan pemberian Dextrose 40% 25ml yang dilanjutkan dengan
pemberian infua D5% atau D10% (Rumus 3-2-1-1)
- Setelah 1-2 jam lakukan pemeriksaan kadargula darah, bila masih terjadi
hipoglikemia dapat diulang untuk pemberian Dextrose 40% lagi.
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat.
29
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien.
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit seperti
kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT).
2.3.2 Tujuan
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. Kegagalan terapi konservatif
30
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan
6. Perikarditis dan konfusi berat
7. Hiperkalsemia dan hipertensi
2.3.4 Proses Hemodialisa
Darah dari arteri pasien Arterial Blood Line→(Merah)Dializer terjadi
→proses pencucian (Difusi dan Ultrafiltrasi )→Venous Blood Line (Biru)
→kembali ke vena pasien
a. Difusi: Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melewati
membrane semipermeable
b. Ultrafiltrasi: Perpindahan cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah
melewati membrane semi permiable
2.3.5 Prinsip Hemodialisis
1. Akses Vaskuler
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien.Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf
sementara.Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvensional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi.Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah.Gradien konsentrasi
tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat
pelarut yang diinginkan.Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai
31
ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk
tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat
cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan
dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula
tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.
b. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar
membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan
negative “menarik” cairan keluar darah.
c. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan
yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan
tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik
cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang
menyebabkan membrane permeable terhadap air.
2.3.6 Kontraindikasi Hemodialisa
1. Umur : dulu ditetapkan usia maksimum adalah 50 tahun, tetapi belakangan
ini batas tersebut sudah dinaikkan. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya tenologi HD dan bertambahnya pengalaman-pengalaman.
2. Adanya penyakit-penyakit di luar ginjal yang tidak dapat disembuhkan
misalnya : keganasan.
3. Adanya penyakit kardiovaskular yang berat, misalnya : adanya infark dan
lainnya.
4. Keadaan umum yang terlalu buruk.
5. Sirkulasi pada haemodilisis
6. Extra coly oreal blood carculation → untuk sekali pakai.
7. Dialysat circulation, Dialisat terbentuk dari 2 bahan : cairan dialisat pekat
dan air.
2.3.7 Peralatan
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat.Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur
fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen
32
darah.Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan
produk-produk sisa (klirens).
33
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
34
2.4.1.2 Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas
berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan
(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal
mengalami kegagalan filtrasi.
2.4.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk ke ruang
perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu:
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal
yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan gagal ginjal
mengeluh sesak, mual dan muntah.
Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa sesak
akan membuat lelah atau letih sehingga sulit beraktivitas.
R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan. Sesak akan
membuat kepala terasa sakit, nyeri dada di bagian kiri, mual-mual,
dan anoreksia.
S : Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
Sesak akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat dan
dalam.
T :Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan
freukensinya, waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus-
menerus.
2.4.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah
jantung, penggunaan obat yang bersifat nefrotoksis, BPH dan lain sebagainya
yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus,
35
hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
2.4.1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit,
misalnya minum jamu saat sakit.
2.4.1.6 Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi
pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri
(murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama
proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
2.4.1.7 Pola aktivitas sehari
1) Polanutrisi
Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan makanan
atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari. Pada pasien
gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi
kurang dari kebutuhan karena klien mengalami anoreksia dan
mual/muntah.
2) Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi, serta
warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang berhubungan dengan
pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola eleminasi penurunan urin,
anuria, oliguria, abdomen kembung, diare atau konstipasi.
3) Pola istirahat tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah ada
masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan ditemukan
gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal kronik seperti
nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam, dan lain-lain.
36
4) Personal Hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan
memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan dianjurkan untuk
tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam kebersihan diri.
5) Aktifitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan orang lain. Pada
pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi kelemahan otot,
kehilangantonus, penurunan rentang gerak. (Prabowo dan Pranata, 2014)
2.4.1.8 Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai
RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi
fluktuatif.
2) Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis
gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk
kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi (Kussmaull).
3) Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis
salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan
memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban
jantung.
4) Sistem pencernanaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
5) Sistem hematologi
Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi
37
jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi
ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam
tubuh karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis
darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
6) Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis
akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan
dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi
insulin yang berdampak pada proses metabolisme.
7) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan
terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
8) Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol
adalah penurunan urine output
B1 Penilaian :
B1 (Breathing) Sistem Pernafasan
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest atau
Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 12-24 x/ menit, Bradipnea/ nafas
lambat (Abnormal), frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepat
dan dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek penggunaan
otot bantu nafas (otot sternokleidomastoideus) Normalnya tidak
terlihat. Cek Pernafasan cuping hidung Normalnya tidak ada. Cek
penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker, ventilator).
38
suara pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diawal inspirasi.
Gargling suara nafas seperti berkumur, disebabkan karena adanya
muntahan isi lambung.
B2 Penilaian :
B2 (Circulation) Sistem Peredaran Darah
B3 Penilaian :
B3 (Neurologi) Sistem Persyarafan
Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat kesadaran dapat
digunakan suatu skala (secara kuantitatif) pengukuran yang disebut
dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk
menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen
yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon verbal, dan
respon motorik (E-V-M). Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-
nilai dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran
dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran (secara kualitatif) dibedakan menjadi:
a. Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri
f. Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Pemeriksaan Reflek:
a. Reflek bisep: ketukan jari pemeriksa pada tendon muskulus biceps
39
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b. Reflek patella: ketukan pada tendon patella.
Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi muskulus quadriceps
femoris
Nervus 1(Olfaktorius): Tes fungsi penciuman (pasien mampu mencium
bebauan di kedua lubang hidung)
Nervus 2 (Optikus): Tes fungsi penglihatan (pasien mampu membaca
dengan jarak 30 cm (normal)
Nervus 3, Nervus 4, Nervus 6 (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen):
Pasien mampu melihat ke segala arah (Normal)
Nervus 5 (Trigeminus):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rangsangan di dahi, pipi dan
dagu (normal)
b. Motorik : pasien mampu mengunyah (menggeretakan gigi) dan otot
masseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rasa makanan (normal)
b. Motorik : pasien mampu tersenyum simetris dan mengerutkan dahi
(normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan weber)
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien mampu menelan
dan ada refleks muntah (Normal)
Nervus 11 (Aksesorius): pasien mampu mengangkat bahu (normal)
Nervus 12 (Hipoglosus): pasien mampu menggerakan lidah ke segala
arah (normal)
B4 Penilaian :
B4 (Bladder) Sistem Perkemihan
Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada distensi kandung
kemih
B5 Penilaian :
B5 (Bowel) Sistem Pencernaan
40
B6 (Bone) Sistem Muskuluskeletal dan Integumen
Skala Kekuatan Otot :
0 (0) Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)
1 (10) Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 (25) Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan
3 (50) Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 (75) Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
5 (100) Kekuatan otot normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh
41
sendiri.
4) Peran diri
Perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi
individu pada berbagai kelompok.
2.4.1.10 Data sosial dan budaya
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi
interpersonal,gaya hidup, faktor sosio kultur serta keadaan lingkungan sekitar dan
rumah.
2.4.1.11 Data spiritual
Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan
terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan sebelum atau
selama dirawat.
2.4.1.12 Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk
memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan penunjang.
Menurut Padila, 2012 data penunjang pada pasien CKD adalah sebagai berikut:
1) Laboratorium
Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara ureum
dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi saluraan
kemih. Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi
asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun,
BE yang menurun, HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi
asam-asam organik pada gagal ginjal.
2) Radiologi
Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal,
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3) Ultrasonografi (USG)
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
42
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat
4) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular,
parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) EKG
Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis
keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis
positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau
beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan
pencegahan.
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien gagal ginjal kronis
(CKD), menurut SDKI (2018) antara lain:
2.4.2.1 Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
dan kerusakan alveoli.
2.4.2.2 Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.
2.4.2.3 Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung.
2.4.2.4 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
2.4.2.5 Defisit nutrisi berhubungan dengan mual/muntah.
2.4.2.6 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kelebihan
volume cairan.
2.4.2.7 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
43
44
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Kriteria Hasil
Gangguan Pertukaran Gas Setelah diberikan asuhan keperawatan Pemantauan Respirasi
selama 1 x 4 jam diharapkan masalah Observasi :
Gangguan Pertukaran Gas dapat teratasi.
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Kriteria Hasil upaya nafas
- Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor pola nafas (seperti bradypnea,
- Dyspnea menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-
- Bunyi nafas tambahan menurun stokes, biot, ataksik)
- Pusing menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
- Penglihatan kabur menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
- Diaphoresis menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Gelisah menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Nafas cuping hidung menurun 7. Auskultasi bunyi nafas
- PCO2 membaik 8. Monitor saturasi oksigen
- PO2 membaik 9. Monitor nilai AGD
- Takikardi membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks
- pH arteri membaik Teraupetik :
- Sianosis membaik
- Pola nafas membaik 11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
- Warna kulit membaik kondisi klien
12. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
14. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Pola Napas Tidak Efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas
45
selama 1 x 4 jam diharapkan masalah Pola Observasi :
Napas Tidak Efektif dapat teratasi. 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
Kriteria Hasil usaha nafas,)
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
- Ventilasi semenit meningkat
gurgling, mengi, wheezhing, ronkhi kering)
- Kapasitas vital meningkat
- Diameter thorak anterior posterior 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
meningkat Terapeutik :
- Tekanan ekspirasi meningkat 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
- Tekanan inspirasi meningkat head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
- Dispnea menurun trauma servikal)
- Penggunaan otot bantu nafas 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
menurun 6. Berikan minum hangat
- Pemanjangan fase ekspirasi menurun 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Ortopnea menurun 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
- Pernapasan pursed-lip menurun detik
- Pernapasan cuping hidung menurun 9. Melakukan hiperoksigenasi sebelum
- Frekuensi nafas membaik penghisapan endotrakeal
- Kedalaman nafas membaik 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
- Ekskursi dada membaik forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika
tidak kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
14. Kolaborasi pemberian bronkodilator
46
ekspektoran mukolitik, Jika perlu
Penurunan Curah Jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Jantung
selama 1 x 4 jam diharapkan masalah Observasi :
Penurunan Curah Jantung dapat teratasi.
1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan
Kriteria Hasil curah jantung (meliputi dispenea, kelelahan,
- Kekuatan nadi perifer meningkat adema ortopnea paroxysmal nocturnal
- Ejection fraction (EF) meningkat dyspenea, peningkatan CPV)
- Cardiac todec (Ci) meningkat 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder
- Left ventricular stroke work index penurunan curah jantung (meliputi
(LVSW) meningkat peningkatan berat badan, hepatomegali
- Stroke volume index (SVI) ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
meningkat basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
- Palpitasi menurun 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
- Bradikardia menurun darah ortostatik, jika perlu)
- Takikardia menurun 4. Monitor intake dan output cairan
- Gambaran EKG aritmia menurun 5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu
- Lelah menurun yang sama
- Edema menurun 6. Monitor saturasi oksigen
- Distensi vena jugularis menurun 7. Monitor keluhan nyeri dada (mis.
- Dyspnea menurun Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
- Oliguria menurun yang mengurangi nyeri)
- Pucat/sianosis menurun 8. Monitor EKG 12 sadapoan
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) 9. Monitor aritmia (kelainan irama dan
menurun frekwensi)
- Ortopnea menurun 10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
- Batuk menurun Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-
- Suara jantung S3 menurun BNP)
- Suara jantung S4 menurun 11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi
47
- Murmur jantung menurun nadisebelum dan sesudah aktifitas
- Berat badan menurun 13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
- Hepatomegali menurun sebelum pemberian obat (mis. Betablocker,
- Pulmonary vascular resintace (PVR) ACEinhibitor, calcium channel blocker,
menurun digoksin)
- Systemic vascular resitance menurun Terapeutik :
- Tekanan darah membaik
- Capillary refill time (CPT) membaik 14. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
- Pulmonary artery wedge pressure dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
(PAWP) membaik 15. Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
- Central venous pressure membaik Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi lemak)
16. Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
18. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stres, jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk memepertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
48
Kolaborasi :
26. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Nyeri Akut Tujuan : Manajemen nyeri (I.08238. Hal.201)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x1 Observasi :
jam diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durrasi,
frekuensi, kualitas, insensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi sekala nyeri
1. Frekuensi nadi membaik (5) 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Pola nafas membaik (5) memperingan nyeri
3. Keluhan nyeri menurun (5)
4. Meringis menurun (5) Terapeutik :
5. Gelisah menurun (5) 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
6. Kesulitan tidur menurun (5) mengirangi rasa nyeri ( mis. TENS,
hipnosis,akupresur, trapi musik,
biofeedback, trapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri ( mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan )
6. Pasilitasi istirahat dan tidur
7. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
49
8. Jelasksan penyebab, periode,dan pemicu
nyeri
9. Jelaskan strategi meredakan nyeri
10. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
11. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
12. Ajarkan tekniknonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
13. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
Defisit nutrisi Tujuuan : Manajemen Nutrisi SLKI (I. 03119.hal 200)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x4 Observasi :
jam diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kriteria hasil : 3. Identifikasi makanana yang disukai
1) Porsi makan yang dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
(5) nutrien
2) Nafsu makan membaik (5) 5. Identifikasi perlunya penggunan selang
3) Frekuensi makan membaik (5) nasogastritik
4) Perasaan cepat kenyang menurun (5) 6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan labarotarium
Terapeutik :
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan,jika
perlu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,
piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
50
yang sesuai
12. Berikan makanan yang tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
13. Berikan makanan yang tinggi kalori dan
tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi :
16. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
17. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis,pereda nyeri,antiemetik),jika
perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
51
2.4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019).
2.4.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Harahap, 2019).
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah
baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien
52
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Pasir Panjang
Diagnosa Medis : Chronic Kidney Disease On Hd dengan
Anemia
RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD
1. Keluhan Utama /Alasan HD :
Klien mengatakan nyeri perut, kembung, sering cape dan tidak BAB 3
hari.
53
Monitor dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 123/71, N :
78x/m, RR : 22x/m, SPO2 : 98%, S : 36,40C.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Anak klien mengatakan klien baru perrtama kali melakukan treatment cuci
darah pada saat ini.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan klien.
GENOGRAM KELUARGA :
Susunan genogram 3 (tiga) generasi
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Tn. A)
54
PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Klien diantar oleh perawat dari ruang Eldewis menggunakan bed
dengan kesadaran GCS : E4 –V5 – M6 = 15 (kesadaran
composmentis), pasien tampak lemah, pasien dipasangkan Bed Site
Monitor dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 123/71, N :
78x/m, RR : 22x/m, SPO2 : 98%, S : 36,40C, dan terpasang AV fistula
yang tersambung dengan selang AVBL dan terhubung ke dialiser.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,40C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 78 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 123/71 mm Hg
e. Tinggi Badan/TB : 147
f. BB Pre HD : 55 kg
INTRA HD
a. Suhu/ T : 36,40C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 80 x/menit
c. Pernapasan/RR : 24 x/menit
d. Tekanan Darah/BP : 127/80 mm Hg
e. Keluhan selama HD : -
f. Nutrisi
a. Jenis Makanan : Bubur
Jumlah : ½ porsi
b. Jenis Minuman : Air putih
Jumlah : 200 ml
g. Catatan Lain :-
POST HD
1. Keadaan Umum :
Klien tampak lemah, kilen terpasang NGT, akral teraba hangat.
2. Tanda-tanda Vital :
55
a. Suhu/T : 36,4.0C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 84 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/mt
d. Tekanan Darah/BP : 130/75 mm Hg
e. BB Post HD : 53 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 100 cc
Islamanda
56
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN MASALAH
PENYEBAB
DATA OBYEKTIF
DS : Hb Menurun Intoleransi Aktivitas
Klien mengatakan sering SDKI D.0056
mudah lelah, capek Penurunan kadar oksigen dalam
DO : darah
- Klien tampak Lelah
- Hb 9,1 g% Kelelahan
- TTV
Suhu : 36,4 0C
Nadi/HR : 78 x/mnt
RR : 22 x/tm
TD : 123/71 mm Hg
Peningkatan cairan Risiko Ketidakstabilan
DS : Klien mengatakan Cairan
perutnya kembung Ansites SDKI D.0036
DO :
- Tampak perut klien Daya tahan tubuh menurun
membesar
- Kreatin 19,79 mg/dl Keadaan umum lemah
- Ureum 362 mg/dl
- Natrium 126 mmol/l Kekurangan volume cairan
- TTV
Suhu : 36,4 0C
Nadi/HR : 78 x/mnt
RR : 22 x/tm
TD : 123/71 mm Hg
57
PRIORITAS MASALAH
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan b/d penyakit ginjal ditandai dengan perut klien
tambang membesar, TTV : Suhu : 36,4 0C, Nadi/HR : 78 x/mnt, RR : 22 x/tm, TD :
123/71 mm Hg, Kreatin 19,79 mg/dl, Ureum 362 mg/dl dan Natrium 126 mmol/l
2. Intoleransi Aktivitas b/d kelemahan ditandai dengan klien tampak lelah, Hb 9,1 g
%,TTV : Suhu : 36,4 0C, Nadi/HR : 78 x/mnt, RR : 22 x/tm, TD : 123/71 mm Hg
58
RENCANA KEPERAWATAN
Manajemen Energi
Risiko Ketidakseimbangan Cairan Keseimbangan cairan ( SLKI L.03020
b/d penyakit ginjal ditandai HAL. 41 )
dengan perut klien tambang
membesar, Kreatin 19,79 mg/dl,
Setelah dilakukan
keperawatan selama
tindakan
1x6
asuhan
jam
Observasi:
Ureum 362 mg/dl dan Natrium
126 mmol/l
diharapkan volume cairan membaik
dengan kriteria hasil :
Identifikasi gangguan
1. Asites menurun (5) fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
Monitor pola dan jam
tidur
Monitor kelelahan fisik
59
dan emosional
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Terapeutik:
Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau
60
aktif
Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
PEMANTAUAN CAIRAN (I.03121)
Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
61
2.Monitor frekuensi nafas
3.Monitor tekanan darah
4.Monitor berat badan
5.Monitor waktu pengisian kapiler
6.Monitor elastisitas atau turgor kulit
7.Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
8.Monitor kadar albumin dan protein total
9.Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
10. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
11. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia 9mis. Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
12. Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
62
Intoleransi Aktivitas b/d Tingkat Keletihan ( SLKI L.05046 Manajemen Energi ( SIKI 1.05178 HAL.176 )
Observasi
Kelemahan ditandai dengan klien Hal 141 )
1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
tampak lelah, Hb 9,1 Setelah dilakukan tindakan asuhan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
keperawatan selama 1x6 jam
3. Monitor pola dan jam tidur
diharapkan kapasitas kerja fisik
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
membaik dengan kriteria hasil :
1. Tenaga meningkat (5) Terapeutik
2. Kemampuan melakukan
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
aktivitas rutin meningkat (5)
kunjungan)
3. Vebralisasi Lelah
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
menurun (5)
3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
63
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
64
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tanda
Hari/Tanggal tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama
Perawat
Selasa, 11 1. Memonitor frekuensi dan kekuatan nadi S : Klien mengatakan sedikit pusing
Oktober 2022 2. Memonitor frekuensi pernafasan O:
16.00 WIB 3. Memonitor tekanan darah - Frekuensi Nadi 84 x/menit
Diagnosa I 4. Memonitor berat badan - Frekuensi pernafasan 22x/menit
- Tekanan darah 130/75 Islamanda
- BB post HD 53 kg
A : Masalah belum sepenuhnya teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
65
Selasa, 11 1. Mengidentifikasi gangguan fusngi tubuh yang S : Klien mengatakan Lelahnya sudah berkurang
Oktober 2022 mengakibatkan kelelahan O:
16.00 WIB 2. Menganjurkan agar klien melakukan tirah baring - Hasil lab. ureum dan kreatin masih sangat tinggi
Diagnosa II 3. Memonitor pola dan jam tidur - Klien tampak berbaring setelah post HD Islamanda
4. Mengnjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala - Klien paham apa yang harus dilakukan saat tanda dan
kelelahan tidak berkurang gejala kelelahan tidak berkurang
A : Masalah belum sepenuhnya teratasi
P : Lanjutkan intervensi
66
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renalyang progresif
danirreversible. Sebagai catatan, batas penurunan lungsi ginjal dimana
sudahmulai menyebabkan timbulnya gejala adalah sebesar 75-85%,
artinyakeluhan/gejala akan muncul/elas bila lungsi ginlal sudah dibawah
25%.Pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis
danpengobatan terhadap penyakit ginjal spesilik yang merupakan
penyebabpenyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah
teriadigagal ginjal permanen
4.2 Saran
1) Kepada Masyarakat
GGK dapat terkena pada siapa saja. GGK dapat tekena pada siapa pun.
2) Kepada Tenaga Kesehatan
Pasien-pasien dengan GGK dapat memburuk jika tidak ditangani secara
optimal. Berikanlah perawatan yang optimal, cepat, tanggap, dan
komprehensif dengan hati yang tulus.
3) Kepada Akademisi
Semoga akan lebih banyak perawat-perawat yang mengabdikan dirinya
dalam hal riset, karena dunia keperawatan membutuhkan pengembangan
ilmu-ilmu demi kemajuan profesi keperawatan.
67
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
OLEH :
Islamanda
2019.C.11a.1012
68
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
69
6. Cara mengolah makanan
7. Cara menghidangkan makanan
8. Pemantauan Status Nutrisi
D. Metoda Pembelajaran
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah ceramah, demonstrasi dan
tanya jawab.
E. Media Belajar
Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah leaflet
F. Langkah-langkah Kegiatan
waktu
Menjelaskan tujuan
dari penyuluhan
Persepsi dengan
memberi pertanyaan
awal tentang nutrisi.
Menjelaskan
manfaat dari
penyuluhan
2. 30 menit Pelaksanaan :
Menyampaikan Mendengarkan
definisi nutrisi dan
Kebutuhan Nutrisi memperhatikan
Pada Lansia
70
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Kebutuhan Gizi
Pada Lansia
Menu Sehat Bagi
Lansia
Pedoman untuk
memilih bahan
makanan yang sehat
Cara mengolah
makanan
Cara
menghidangkan
makanan
Pemantauan Status
Nutrisi
31 10 menit Penutup :
Menanyakan Peserta menjawab
pertanyaan/kuis pertanyaan
mengenai materi
yang telah
diberikan.
Mendengarkan
Menyampaikan
dan membalas
simpulan dan uraian
salam
materi yang telah
diberikan
Mengucapkan
salam penutup
71
G. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a) Rencana kegiatan dan penyaji materi penyuluhan dipersiapkan dari
sebelum kegiatan
b) Kesiapan SAP.
c) Kesiapan media: Leaflet.
2. Evaluasi Proses
a) Klien dan keluarga mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
secara benar
b) Waktu sesuai dengan rencana (15 menit)
3. Evaluasi Hasil
a) Keluarga dan pasien mengetahui definisi nutrisi
b) Keluarga dan pasien mengetahui Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia
c) Keluarga dan pasien mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kebutuhan Gizi Pada Lansia
d) Keluarga dan pasien mengetahui Menu Sehat Bagi Lansia
e) Keluarga dan pasien mengetahui Pedoman untuk memilih bahan makanan
yang sehat
f) Keluarga dan pasien mengetahui Cara mengolah makanan
g) Keluarga dan pasien mengetahui Cara menghidangkan makanan
H. Sumber
Kozier, B. (n.d.). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier. Jakarta: EGC.
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Jakarta: EGC
72
Lampiran
A. Definisi
Nutrisi adalah hasil akhir dari semua interaksi antara organisme dan makanan
yang dikonsumsinya. Dengan kata lain nutrisi adalah apa yang dimakan seseorang
dan bagaimana tubuh menggunakannya. Nutrient adalah zat organik, zat
nonorganik, dan zat yang memproduksi energy yang ditemukan dalam makanan
dan dibutuhkan untuk fungsi tubuh. Manusia memerlukan nutrient yang penting
dalam makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan semua jaringan tubuh
serta fungsi normal dari seluruh proses tubuh.
B. Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia
Setiap mahkluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia pemenuhan
kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses
beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh
sehingga dapat memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia berkurang
karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori
yang dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat,
misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal.
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu:
1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
a. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung,
gandum, ubi, roti, singkong, selain itu dalam bentuk gula seperti gula,
sirup, madu dan lain-lain.
b. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega,
margarine, susu dan hasil olahannya.
2. Kelompok zat pembangun
Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung
73
protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu,
telur, kacangkacangan dan olahannya.
3. Kelompok zat pengatur
Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin
dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia
1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau
ompong.
2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi.
6. Penyerapan makanan di usus menurun.
D. Menu Sehat Bagi Lansia
1. Perencanaan Makanan untuk Lansia
a. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka
ragam, yang terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan
hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih
sering dengan porsi yang kecil.
b. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat
memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan
yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah
kemungkinan terjadinya darah tinggi.
c. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang
berlemak seperti santan, mentega dan lain-lain.
Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Memakan makanan yang mudah
74
dicerna, menghindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-
gorengan, bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu
kurang baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang, makan dalam
porsi kecil tetapi sering, makanan selingan atau snack, susu, buah, dan
sari buah sebaiknya diberikan.
d. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan
sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah
nafsu makan.
e. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur,
daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
f. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus,
direbus, atau dipanggang, kurangi makanan yang digoreng.
E. Pedoman Untuk Memilih Bahan Makanan Yang Sehat
1. Makanan yang beraneka ragam dan mengandung gizi yang cukup.
2. Makanan yang mudah dikunyah dan dicerna.
3. Protein yang berkualitas seperti susu, telur, daging, dan ikan.
4. Sumber karbohidrat seperti roti, daging, dan sayur-sayuran berwarna hijau.
5. makanan yang terutama mengandung lemak nabati dikurangi serta kurangi
makanan yang mengandung lemak hewani.
6. Makanan yang mengandung zat besi seperti kacang-kacangan, hati, daging,
bayam, sayuran hijau, dan makanan yang mengandung kalsium seperti ikan
atau sayur-sayuran.
7. Batasi makanan yang diawetkan.
8. Minum air putih 6-8 gelas sehari karena kebutuhan air meningkat serta untuk
memperlancar proses metabolisme. Banyak minum air putih dapat mencegah
terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan) serta menurunkan risiko menderita
batu ginjal.
F. Cara Mengolah Makanan
1. Bersihkan sayuran sebelum dimasak.
75
2. Cuci sayuran dalam keadaan utuh, kemudian potong-potong agar zat gizi yang
terkandung di dalamnya tidak hilang.
3. Rebus sayur sesingkat mungkin.
4. Bahan makanan dimasukkan / dikukus setelah air mendidih.
5. Makanan bias di tim atau di tumis.
6. Batasi garam dan bumbu penyedap yang merangsang.
7. Pakailah penyedap rasa alamiah seperti bawang putih, kunyit, jahe, dll.
G. Cara Menghidangkan Makanan
1. Jenis sayura yang dihidangkan hendaknya berganti-ganti.
2. Makanan yang dihidangkan secara menarik agar menimbulkan selera makan.
3. Bila menyajikan sayuran mentah, cucilah sampai bersih.
4. Kurangi minum the, kopi, dan coklat.
5. Hindari minuman yang mengandung alkohol.
76
bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman,
kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk
menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu
nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak
mengundang selera. Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi
lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat.
3. Kekurangan vitamin D
Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar
matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi
vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk
olahannya.
77