Sengketa Pemilu Terpisah-Pisah
Sengketa Pemilu Terpisah-Pisah
Sengketa Pemilu Terpisah-Pisah
Fakultas Hukum
ABSTRAK
A.PENGANTAR/PENDAHULUAN
1
Jenedri M Gaffar. Hukum Pemilu dalam yurisprudensi Mahkamah Konstitusi. konstitusi Press.
Jakarta. 2013. Hlm. 30
2
Sekretariat Jenderal MPR RI. Risalah Rapat Pleno ke-41 Panitia Ad Hoc I BP MPR. 10 Mei
2001, dengan agenda Pembahasan Perubahan UUD 1945 bidang politik dan hukum dan lain lain.
Hlm. 24-25. Dalam ibid
3
Ibid. Risalah Rapat Pleno ke-14 Panitia Ad Hoc I BP MPR. Hlm. 8-10
2
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
Pemilu (DKPP), Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Mahkamah
Konstitusi.
Mekanisme penyelesaian sengketa penetapan calon peserta
Pilkada oleh Bawaslu Provinsi/Panitia Pengawas Pemilihan
Kabupaten/Kota yaitu: penyelesaian sengketa pencalonan yang
berjenjang dari jajaran Bawaslu RI/Provinsi maupun Panwaslu
Kab/Kota, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga upaya
hukum kasasi ke Mahkamah Agung, mengakibatkan
mekanisme penyelesaian sengketa penetapan peserta Pemilu
menjadi panjang dan berlapis-lapis.4 Berikut Penegakan Hukum
penyelesaian sengketa pemilu
Banyaknya lembaga peradilan yang memiliki kewenangan
menyelesaikan persoalan pemilu tentunya menjadikan tidak efektif
mengingat bahwa setiap lembaga peradilan memiliki waktu
penyelesaian yang tidak sedikit maka perlu dibentuk sebuah
lembaga peradilan yang menyelesaikan semua perkara pemilu
khususnya sengketa dan pelanggaran pemilu. Ketidak efektifan
tersebut terjadi pada kabupaten sidoarjo yang mendapati jumlah
sengketa terbanyak di Indonesia dalam pemilu 2019.
DISKUSI/ ANALISIS
4
Lihat Pasal 143 ayat (1) dan Pasal 154 Undang-Undang Pilkada
3
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
penetapan Pasangan Calon peserta Pemilihan.5 Tata cara
penyelesaian sengketa tata usaha sebagai berikut: 6
5 Pasal 92 Peraturan KPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota
6 Pasal 93 Peraturan KPU No.3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
3 hari setelah
dikeluarkan
Sengketa Pilkada
putusan
Keputusan KPU
Sepakat
Bawaslu (12 Mediasi
hari)
Tidak sepakat
Menerima
Adjudikasi/persida
ngan,
Tidak mau menerima mengeluarkan
3 hari setelah
putusan
dikeluarkan putusan
Bawaslu
Yang bisa diajukan ke PTUN hanya terkait
PTTUN (15 hari )
Sengketa tentang pencalonan
5 hari sejak
diterbitkanya putusan
MA (20 hari)
7
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
Bawaslu
Ptusan KPU
Keputusan KPU berupa
(pemberian sanksi
Tidak diterima Diterima
MA PTUN
9
Pasal 24 Ayat (2) Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945
10 Pasal 24 A Ayat (1) Undang UndangNRI Tahun 1945 merupakan perubahan ketiga Undang UndangNRI
Tahun 1945 yang berbunyi Mahkamah Agung berwenang mengadilli pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang undangan dibawah Undang Undangterhadap Undang Undang, dan mempunyai wewenang lainya yang
diberikan oleh Undang Undang.
9
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
4. Penyelesaian di Bawaslu
11
Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Bawaslu No.15 Tahun 2017 tentang Penyelesaian sengketa Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Wakil Walikota
12 Pasal 135 Undang Undang No.10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang UndangNo.1 Tahun
2015 tentan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang UndangNomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang.
10
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
5. Jika Pasangan calon yang mendapatkan sanksi
pembatalan pasangan calon merasa belum puas, dapat
mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung dalam
jangka waktu 3 hari kerja terhitung sejak keputusan KPU
Provinsi/Kabupaten.
6. Mahkamah Agung memutus upaya hukum pelanggaran
administrasi dalam jangka waktu paling lama 14 hari
kerja terhitung sejak berkas perkara diterima Mahkamah
Agung.
B. PEMBAHASAN
13 Mukthie Fadjar. Pemilu perselisihan hasil Pemilu dan Demokrasi (membangun Pemilu legislatif, Presiden,
dan Kepala Daerah & penyelesaian perselisihan hasil Pemilu secara demokratis). Setara Press. Malang. 2013.
hlm 117
11
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
persoalan yang diselesaikan di beberapa lembaga telah diatur
dalam sebuah aturan. Bawaslu membuat rekomendasi yang
ditujukan kepada lembaga yang diberi kewenangan untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut. Jika suatu lembaga
penyelenggara pemilu diberikan terlalu banyak (yang berpotensi
menimbulkan konflik). Seperti misalnya menyusun undang
undang pemilu, menerapkan dan menegakkan Undang Undang
tersebut, dan bertindak sebagai satu satunya Pengadilan untuk
menyelesaikan kasus kepemiluan, tentunya akan sedikit aktivitas
check and balances yang efektif dalam tindakanya.14Serta
penyelesaian pelanggaran dan sengketa yang diselesaikan di
beberapa lembaga (PN,PTUN,MA) menjadi tdk efektif ditambah lagi
pola penyelesaian setiap lembaga memiliki system penyelesaian
berbeda dan proses waktunya tdk sedikit, menjadikan kepastian
hukum akan sulit tercapai. Tidak serta merta itu, jadwal tahapan
pelaksanaan pemilu telah dibuat sebelumnya secara rigid,
tentunya kalo penyelesaian di beberapa lembaga menjadikan
tahapan pelaksanaan terhambat dengan belum selesaianya
penyelesaian persoalan pemilu (baik sengketa dan pelanggaran).
Maka peluang hadirnya penyelesaian sengketa dan pelanggaran
diselesaikan di satu lembaga sangatlah mungkin. Mengingat Peran
setiap lembaga sangat penting dalam penegakan pemilu yang
berintegritas. Pemilu berintegritas tergantung pada landasan
institusi yang ditetapkan oleh kerangka hukum.
15
Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, loc. cit
16
Majalah Konstitusi No.50-Maret 2011. Hlm. 65
13
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
3. Pelanggaran tentang persyaratan menjadi calon yang
bersifat prinsip dan dapat diukur (seperti syarat tidak
pernah dijatuhi pidana penjara dan syarat keabsahan
dukungan bagi calon independen). Pelanggaran ini dapat
dijadikan dasar untuk membatalkan hasil pemilu karena
ada pesertanya yang tidak memenuhi syarat sejak awal
Alasan lain yang mendorong penyelesaian diselesaikan di
lembaga yang berkompeten yaitu:17
1. Terlalu banyak institusi yang terlibat dalam
penyelesaian masalah hukum pemilu, ada bawaslu,
kepolisian, kejaksaan, peradilan umum, peradilan tata
usaha negara, Mahkamah Konstitusi,
2. Pengadilan yang ada ternyata memiliki keterbatasan
untuk menyidangkan sengketa pemilu tertentu, baik
karena hukum acaranya yang tidak dapat mengikuti
proses pemilu/pemilukada yang terikat pada tahapan-
tahapan waktu maupun karena keterbatasan lingkup
kewenangan;
3. Dengan begitu banyaknya mekanisme dan institusi
yang terlibat, hampir semua pencari keadilan tidak
dapat memulihkan hak mereka yang terlanggar.
Lembaga peradilan sangat diperlukan sebagai sarana
penyelesaian konflik atau sebagai tempat menyelesaikan
perkara.18 Peranan lembaga peradilan yaitu memberikan tempat
bahkan membantu kepada mereka yang merasa hak-haknya
dirampas dan memaksa kepada pihak-pihak agar bertanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukan. Senada dengan hal
tersebut Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa kehadiran
lembaga hukum merupakan operasionalisasi dari ide rumusan
konsep-konsep hukum yang notabene bersifat abstrak, melalui
17
Refly Harun. Op.Cit. Hlm. 10
18
Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, loc. cit
14
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
lembaga dan bekerjanya lembaga-lembaga itulah hal-hal yang
bersifat abstrak tersebut dapat diwujudkan dalam
masyarakat.19
Kelebihan penyelesaian di lembaga peradilan sebagai
berikut.20
1. Lembaga peradilan telah ada dan mapan sehingga
jika badan peradilan khusus sengketa atas
penetapan hasil pemilihan kepala daerah
dimasukkan sebagai salah satu pengadilan khusus
dalam salah satu lingkungan peradilan di bawah
Mahkamah Agung, hal tersebut tidak akan
membuat kerumitan baik dalam hal dasar
aturannya, organisasinya, sumber dayanya, hingga
hukum acaranya.
2. Disamping hakim-hakim pada lembaga peradilan di
Indonesia telah memiliki keahlian dalam
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa.
Para hakim tersebut semenjak menjadi calon hakim
telah terlepas dari politik praktis sehingga
netralitas dalam menangani sengketa pemilihan
kepala daerah dapat dipercaya.
3. Struktur peradilan di Indonesia yang meliputi
seluruh wilayah Indonesia membuat seluruh
lingkungan peradilan Indonesia akan sanggup
menangani sengketa pemilihan kepala daerah
dengan baik.
4. Meningkatkan legitimasi karena keputusan terkait
pemilu diambil berdasarkan hukum serta demi
keadilan, kepastian hukum, dan stabilitas politik.
19
Satjipto Rahardjo, Teori dan Metode dalam Sosiologi Hukum, loc. cit
20
Centro, Electoral Justice: An Overview of International IDEA Handbook, op. cit., Buku
Asli dicetak di Trydelis Tryckeri AB, Swedia.
15
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
5. Mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak
mayoritas di badan legislatif sehingga pihak minoritas
ikut diperhatikan.
6. Mengakui bahwa sengketa pemilihan kepala daerah
merupakan persoalan hukum meski bermuatan politik
sehingga penyelesaiannya pun harus sesuai konstitusi
dan undang-undang.
Kekurangan badan peradilan berbentuk lembaga peradilan
sebagai berikut:
1. Adanya kontroversi putusan masa silam pada saat
pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung menangani
sengketa pemilihan kepala daerah, tentu membuat
semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung
agak terbebani karena harus menyelesaikan
sengketa pemilihan kepala daerah.
2. Tingkat kepercayaan masyarakat atas penyelesaian
sengketa pemilihan kepala daerah oleh lembaga
peradilan masih rendah.
3. Para hakim kebanyakan belum mendalami secara
khusus sengketa pemilihan kepala daerah, oleh
karenanya diperlukan adanya pelatihan dan
sertifikasi hakim pemilihan kepala daerah serta
disiapkan ahli yang dapat menyampaikan
keterangannya dimuka persidangan.
4. Dapat mendorong kekuatan politik yang tidak
sepakat dengan keputusan yang dibuat badan
peradilan mempertanyakan kapasitas atau
imparsialitas badan tersebut.
5. Membahayakan jika hakim terlibat dalam masalah-
masalah hukum politik partisan.
6. Ada risiko bahwa kekuatan politik menunjuk
hakim berdasarkan kriteria politik bukan
16
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
berdasarkan kemampuan kerja, independensi, dan
imparsialitas pihak yang ditunjuk.
7. Dapat membuat pengadilan tinggi kehilangan
kewibawaan jika kekuatan politik yang kalah
mempertanyakan keputusan yang dibuat
Satu masalah penting yang berpotensi mengganggu pemilu
adalah penyelesaian sengketa pemilu. Untuk lebih jelasnya berikut
akan digambarkan penyelesaian persoalan pemilu di selesaikan di
beberapa lembaga (saat ini ) dan tawaran desain/ pola
penyelesaian persoalan pemilu untuk masa akan datang.
17
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
Kerangka Konseptual
Antara Administrasi
Bawaslu RI,
peserta
Provinsi/Panwaslu
Tindak
Pserta dg pidana
penyelenggara pemilihan
Peradilan
Bawaslu –
Bawaslu khusus
KPU wajib
Km sengketa
3. Berkedudukan di setiap
provinsi , setingkat dg PT
Menjadikan tidak efektif
Berdampak pada
penyelesaian yang
tahapan pelaksanaan
Pilkada akan terganggu berlapis lapis
18
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
Gambar/ilustrasi diatas merupakan gambaran penyelesaian
persoalan pemilu saat ini dan masa datang. Untuk masa yang
akan datang, bahwa penyelesaian diselesaikan di satu lembaga
penyelesaian berbentuk lembaga peradilan khusus yang berfungsi
untuk menyelesaian perosoalan pelanggaran dan sengketa pemilu.
Pada lembaga tersebut memiliki 2 kamar yaitu kamar pelanggaran
dan kamar sengketa. Masing masing kamar memiliki kewenangan
menyelesaian sendiri sendiri dan memiliki hakim khusus
berjumlah 5 orang. Hakim khusus tersebut berasal dari
akademisi, penggiat/aktivis yang bergerak di bidang kepemiluan.
Lembaga peradilan khusus ini memiliki sifat putusannya bersifat
final. Kedudukan lembaga peradilan khusus ini ada di setiap
provinsi/ setingkat dengan Pengadilan Tinggi (PT).
Penyelesaian persoalan pemilihan di beberapa lembaga,
tentunya akan berpengaruh pada kwalitas putusan yang
dikeluarkan oleh masing masing lembaga. Tidak hanya itu saja,
bagi yang mendapati perselisihan/ sengketa pada tahapan
pemilihan maka harus diselesaikan terlebih dahulu perselisihanya
untuk menuju ke tahap selanjutnya, tentunya harus menunggu
putusan dari lembaga penyelesai terkait. tentunya membutuhkan
waktu yang lama untuk menyelesaikan pada masing masing
lembaga. Ini akan menjadikan penegakan hukum penyelesaian
pemilu akan sulit tercapai.
Penegakan Hukum Pemilu adalah mekanisme Hukum untuk
menegakkan hak pilih warga negara (memilih dan dipilih) baik
melalui mekanisme pidana, administrasi, maupun penyelesaian
sengketa. Indonesia mengategorikan beberapa permasalahan
hukum baik pelanggaran maupun sengketa dan perselisihan yang
masing-masing memiliki mekanismenya sendiri.
Banyaknya lembaga yang memiliki kewenangan
menyelesaikan terkait persoalan pemilu menimbulkan banyak
kasus diantaranya pertama, banyak pihak tidak mengerti terkait
19
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
sengketa pemilu; kedua, banyak energi dihabiskan untuk
berperkara sementara hasilnya amat minim; dan ketiga,
ketidakadilan yang terlembaga. Jika dicermati, terlampau
banyaknya permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi
(MK) dan Mahkamah Agung (MA) adalah akibat tidak
dimengertinya dasar gugatan yang harus diajukan. Banyak
pelanggaran dan sengketa dalam tahapan pemilu yang semestinya
diselesaikan Panwaslu atau penegak hukum justru diajukan ke
lembaga yudikatif. Dalam permohonan sengketa hasil pemilu atau
pilkada, ternyata para pemohon memasukkan pelanggaran-
pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu, dan sengketa
dalam tahapan pemilu sebagai dasar gugatan. Padahal ketiga hal
itu bukan wewenang MK atau MA untuk menyelesaikannya.
Untuk tindak pidana pemilu (election offences), tindak pidana
pemilu diselesaikan oleh sistem peradilan pidana (kepolisian,
penuntut umum, dan pengadilan). Pelanggaran administrasi
seharusnya diselesaikan oleh KPU atau KPUD. Sementara
sengketa dalam proses atau tahapan pemilu diselesaikan oleh
Bawaslu dan Panwaslu. Sayangnya, keputusan Panwaslu atau
Bawaslu meski disebut final dan mengikat, kerap kali tidak sekuat
putusan lembaga yudikatif (sehingga kerap diabaikan). Sedangkan
yang dimaksud dengan sengketa hasil pemilu ini adalah sengketa
terhadap keputusan KPU atau KPUD menyangkut hasil pemilu.
Sengketa hasil pemilu ini, sayangnya dibatasi hanya sengketa
mengenai kesalahan penghitungan yang dilakukan oleh KPU atau
KPUD. Dalam konteks pemilu, MK berwenang menyelesaikan.
Dalam praktiknya, semua masalah hukum itu dimasukkan dalam
permohonan. Tidak heran mayoritas permohonan di MK diputus
”tidak dapat diterima” atau ”ditolak”. Problem lainya adalah terlalu
banyaknya kasus pemilu. Berdasar catatan Pemilu Legislatif 2009,
dari 627 kasus yang dimohonkan ke MK, hanya 68 yang
permohonannya dinyatakan diterima (sekitar 10 persen). Ini
20
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
mengartikan bahwa beberapa permohonan yang diajukan
pemohon ke MK tidak sesuai dengan kewenangan MK.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Buku
22
Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019
Bidang Evaluasi Aspek Hukum Pemilu
www. Journal.kpu.go.id
23