Kelompok 4 (Pembayaran Dan Pelaporan Pajak)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK


SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN
Dosen : Rosalita Rachma Agusti, S.E., MSA., Ak..

Disusun oleh :

Kelompok 4

1. Muhammad Raja Hamonangan Pasaribu (225030400111026)


2. Nelvian Stepanie Anindita (225030400111028)
3. Fyrda Rahmania Zalianty (225030401111018)
4. Aurelia Amanda Putri (225030407111043)
5. Gustrianda Asyifa (225030407111054)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PRODI PERPAJAKAN
MALANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………............

BAB I………………………………………………………………………………............

1.1. Latar Belakang……………………………………………………………….......


1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………........
1.3. Tujuan ……………………………………………………………………...

BAB II………………………………………………………………………………...........

2.1. Pembayaran dan Pelaporan Pajak…………………………………………...


2.1.1 Konsep pembayaran pajak…………………………………………….
2.1.2 Tata Cara Pembayaran Pajak Secara Elektronik………………………
2.1.3 Pengelompokkan Pembayaran Pajak………………………………….
2.1.4 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak……………………….
2.2. Sanksi Keterlambatan Pelaporan SPT…………………………………..........

BAB III……………………………………………………………………………….......

4.1. Kesimpulan…………………………………………………………………..........
4.2. Saran dan Rekomendasi……………………………………………………..

REFERENSI……………………………………………………………………….............
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaporan dan Pembayaran pajak sendiri
merupakan perwujudan dari perlaksanaan kewajiban dan peran masyarakat dalam
bernegara. Tingkat kepatuhan warga negara dalam membayar pajak akan sangat
bergantung kepada penguasa yang memberikan pelayanan kepada mereka. Rakyat akan
dengan senang hati membayar pajak yang sudah menjadi kewajibannya kepada negara
sebagaimana kewajiban yang sama dilakukan oleh negara untuk memberikan pelayanan
publik yang baik kepada rakyat.

Tidak bisa dipungkiri, pada praktiknya sekarang masih menunjukkan adanya


ketidaksimetrisan hubungan antara negara dan pembayar pajak, pendefinisian ini dikenal
dengan paradigma klasik pemungutan pajak yang menekankan kepada superioritas negara
atas sumber daya yang dimiliki oleh masyarakatnya. Namun pemerintah maupun instansi
pemungutan pajak tetap harus cerdas dan berinovasi dalam membina wajib pajak seperti
yang dikemukakan Jean Baptiste Colbert dari Perancis ketika membantu menjalankan
pemerintahan pada masa Raja Louis XIV mengatakan bahwa “The art of taxation consists
in so plucking the goose as to obtain the largest amount of feathers with the least possible
amount of hissing” yang memiliki arti seni perpajakan itu seperti mencabut bulu angsa
sebanyak-banyaknya dengan jumlah teriakan angsa sekecil-kecilnya.

Pemungutan pajak memang bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, disamping


meningkatkan peran aktif dari petugas perpajakan, kemauan dari wajib pajak itu sendiri
sangat diperlukan. Di Indonesia pemungutan pajak didasari sistem self assessment yang
memberi kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajaknya, hal itu menyebabkan kebenaran pembayaran pajak tergantung pada
kejujuran wajib pajak sendiri dalam pelaporan kewajiban pajaknya.
Kepatuhan dan kejujuran wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya
merupakan hal penting dalam penarikan tersebut. Penyebab kurang kepatuhan itu sendiri
diantaranya adalah prosedur perpajakan itu sendiri yang panjang dan membutuhkan
waktu yang lama, tetapi kini pemerintah terus mengupayakan cara-cara terbaik untuk
meningkatkan pelayanan seperti mengubah pelayanan offline menjadi pelayanan yang
bersifat online yang sangat memudahkan wajib pajak karena tidak harus lagi ke kantor
pajak di tengah kesibukannya.

Revolusi perpajakan terus dilakukan sebagai upaya meningkatkan kuliatas pelayanan


pajak, berbagai kebijakan dan peraturan diubah diperbarui, tetapi perubahan yang gencar
itu tidak dibarengi dengan sosialisasi yang menyeluruh yang menyebabkan minimnya
pengetahuan masyarakat terhadap peraturan baru yang pada akhirnya juga akan
menyebabkan wajib pajak lalai akan kewajibannya. Oleh karena itu, penulis berupaya
untuk merangkum dan memaparkan kembali sistem pelaporan pajak sesuai dengan
kebijakan-kebijkan yang baru dengan harapan para pembaca dapat memahami cara
pembayaran dan pelaporan pajak serta membantu pemerintah dalam mensosialisasikan
peraturan-peraturan baru terutama mengenai pembayaran dan pelaporan pajak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem pembayaran dan pelaporan pajak di Indonesia?

2. Bagaimana bentuk penggaran yang terjadi dalam pelaporan dan pembayaran pajak?

1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui sistem pembayaran dan pelaporan pajak di Indonesia
2. Serta mengetahui bentuk-bentuk penggaran yang terjadi dalam pelaporan dan
pembayaran pajak
BAB II
ISI

2.1 Pembayaran dan Pelaporan pajak


Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran
serta masyarakat mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Menurut undang-undang perpajakan, Indonesia menganut sistem self
assessment yang memberi kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung,
menyetor dan melapor sendiri pajaknya. Hal ini menyebabkan kebenaran pembayaran
pajak tergantung pada kejujuran wajib pajak sendiri dalam pelaporan kewajiban
perpajakannya. Sistem pemungutan ini mempunyai arti bahwa besarnya pajak yang
terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak (WP) itu sendiri, dimana WP harus
melaporkan secara teratur seluruh jumlah pajak yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Untuk mendukung keberhasilan diterapkanya self asssesmet salah satu yang


harus dilakukan adalah melaksanakan penegakan hukum (law enforcement) perpajakan.
Penegakan hukum dalam perpajakan mempunyai korelasi yang positif dengan
kesuksesan penerimaan pajak. Artinya, pelaksanaan penegak hukum secara tegas dan
konsisten akan mampu menciptakan kepatuhan yang lebih baik dari wajib pajak dan
akan bermuara pada peningkatan penerimaan dari sektor pajak.

2.1.1 Konsep pembayaran dan pelaporan pajak

Pembayaran dan pelaporan pajak dilakukan dengan menggunakan Surat


Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan
SSP. Ada juga SPT yang digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/ atau
pembayaran pajak.

1. Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak


digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/ atau harta dan kewajiban,
menurut ketentuan paraturan perundangan-undangan perpajakan. Fungsi
dari surat pemberitahuan sebagai berikut:

a. Bagi wajib pajak, surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk


melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakkan
sendiri dan/ atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak
lain dalam 1 (satu) tahun pajak bagian tahun pajak.
 Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek
pajak.
 Harta dan kewajiban
 Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan
lain dalam 1 (satu) masa, yangditentukan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
b. Bagi pengusaha kena pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak pertumbuhan nilai dan pajak penjualan
atas barang mewah yang sebenarnya tertuang dan untuk melaporkan
tentang
 Perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.
 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh pengusaha kena pajak dan/ atau melalui pihak lain
dalam satu masa pajak. yang ditentukan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
setorkan.

Berdasarkan peraturan yang diterbitkan oleh Dirjen Jendral Pajak (DJP)


nomor PER 01/PJ/2016 tentang penerimaan dan pengolahan SPT tahunan.
Wajib pajak dapat menyampaikan SPT tahunan dan seterusnya dengan cara
sebagai berikut :
1. Secara langsung
Penyampaian SPT dapat dilakukan di :
 Tempat pelayanan terpadu (TPT). Contohnya TPT KPP
tempat wajib pajak terdaftar ataupun TPT KPP tempat wajib
pajak tidak terdaftar.
 Pojok pajak, mobil pajak, atau tempat khusus penerimaan
SPT tahunan yang disediakan oleh direktorat jendral pajak
untuk menerima SPT tahunan.
2. Dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat
wajib pajak terdaftar
3. Dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan
pengiriman surat ke KPP tempat wajib pajak terdaftar
4. Saluran tertentu yang ditetapkan oleh direktorat jendral pajak sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi. Adapun saluran yang
dimaksud adalah :
 Laman direktorat jenderal pajak
 Laman penyalur SPT elektronik
 Saluran suara digital yang ditetapkan oleh DJP untuk wajib
pajak tertentu
 Jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara DJP
dengan wajib pajak
 Saluran lain yang ditetapkan oleh DJP

2. Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank badan usaha milik
negara atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan.
SSP dibagi menjadi menjadi 2, yaitu:

a. SSP standar adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan atau
berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke kantor penerimaaan pembayaran dan digunakan sebagai
bukti pembayaran. SSP standar dibuat dalam rangkap lima yang
peruntukannya sebagai berikut:
 Lembar 1, untuk arsip wajib pajak
 Lembar 2, untuk kantor pelayanan pajak melalui kantor
pembendaharaan dan kas negara.
 Lembar 3, untuk dilaporkan wajib pajak ke kantor pelayanan
pajak.
 Lembar 4, untuk arsip kantor penerimaan pembayaran.
 Lembar 5, untuk arsip wajib pungut dan pihak lain sesuai
dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
b. SSP khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
terutang ke kantor penerimaan pajak yang dicetak oleh kantor
penerimaan pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi atau
alat lain yang sesuai dengan yang ditetapkan dalam keputusan dirjen
pajak dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam
administrasi perpajakan. Cara pengisian SSP khusus adalah sebagai
berikut :
 NPWP diisi dengan NPWP 11 dihitung apabila SSP digunakan
untuk melakukan pembayaran sebelum 31 Maret 2001.
 NPWP bari 15 digit yang diterima oleh wajib pajak sebelum
tanggal 1 April 2001 baru digunakan untuk identitas
pembayaran pajak sejak 1 April 2001 dengan menggunakan SSP
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dirjen pajak.
 NTPP atau NTB dicantumkan pada ruang teraan

Adapun ketentuan penggunaan SSP adalah 1 formulir SSP hanya


dapat digunakan untuk pembayaran :

 1 jenis pajak
 1 masa pajak/tahun pajak/bagian tahun pajak
 1 surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat ketetapan
pajak PBB atau surat tagihan pajak PBB, atau surat putusan atas
upaya hukum

Sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dapat berupa:

 Bukti Penerimaan Negara (BPN) atas pembayaran dan penyetoran


pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan
datang langsung ke Bank Persepsi
 Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP) atas pembayaran dan
penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta
PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;
 Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui
Pemindahbukuan; atau
 Bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

SSP atau sarana administrasi lain dinyatakan sah apabila telah divalidasi
dengan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN). Khusus untuk
pemindahbukuan, bukti pbk dinyatakan sah apabila telah ditandatangani
oleh pejabat yang berwenang untuk menerbitkan bukti pbk.

Pembayaran pajak diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan


tanggal bayar yang tertera pada BPN atau tanggal bayar berdasarkan
validasi MPN pada SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan SSP.
2.1.2 Tata Cara Pembayaran Pajak Secara Elektronik

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor


PER – 05/PJ/2017 Tentang Pembayaran Pajak Secara Elektronik, saat ini
transaksi pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik dapat dilakukan
melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing yang diterbitkan
Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak. Dimana untuk pembayaran atau
penyetorannya sendiri, dapat dilakukan melalui beberapa fasilitas perbankan
berikut:

 Teller Bank/Pos Persepsi;


 Anjungan Tunai Mandiri (ATM);
 Internet banking;
 Mobile banking;
 EDC; atau
 sarana lainnya.

Terkait dengan Kode Billing sebagaimana disebutkan di atas, saat ini dapat
diperoleh Wajib Pajak melalui : (1) layanan mandiri (self-service), maupun (2)
penerbitan secara jabatan (official-service) oleh Direktorat Jenderal Pajak
dalam hal terbit surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB, STP
PBB, atau SKP PBB yang mengakibatkan kurang bayar.

Untuk membuat Kode Billing secara mandiri, Wajib Pajak dapat


melakukannya dengan mengakses Aplikasi Billing DJP, atau layanan, produk,
aplikasi, atau sistem penerbitan Kode Billing yang terhubung dengan Sistem
Billing Direktorat Jenderal Pajak yang disediakan, oleh Bank/Pos Persepsi dan
pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, meliputi perusahaan
Application Service Provider dan Perusahaan Telekomunikasi.

Dalam proses pembuatan Kode Billing secara mandiri, Wajib Pajak


diharuskan untuk melakukan input data setoran pajak yang akan dibayarkan.
Penginputan data dapat dilakukan baik atas nama dan NPWP milik Wajib
Pajak sendiri, maupun atas nama dan NPWP milik Wajib Pajak lain atau atas
nama Subjek Pajak yang belum atau tidak memiliki NPWP, dalam hal
pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai Wajib Pungut. Dalam proses
pembuatannya, Kode Billing melalui layanan mandiri pun dapat dibantu atau
dapat diberikan melalui asistensi oleh :

 pegawai Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan penugasannya;


 petugas Bank/Pos Persepsi; atau
 pengguna (user) tertentu yang mendapatkan persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak.

Contoh mekanisme asistensi yang diberikan oleh petugas Bank/Pos


Persepsi sebagaimana disebutkan di atas adalah :

 Wajib Pajak menyerahkan SSP yang telah diisi lengkap dan


ditandatangani kepada petugas Bank/Pos Persepsi, dengan menyertakan
uang sejumlah nominal dalam SSP.
 Petugas Bank/Pos Persepsi memeriksa kesesuaian uang yang disertakan
oleh Wajib Pajak dengan nominal yang disebutkan dalam SSP.
 Dalam hal jumlah uang dan nominal yang disebutkan dalam SSP telah
sesuai, Petugas Bank/Pos Persepsi melakukan input data pembayaran atau
setoran pajak untuk menerbitkan Kode Billing.
 Petugas Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan
menyerahkannya kepada Wajib Pajak.
 Wajib Pajak memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan
Kode Billing dengan isian SSP.
 Dalam hal elemen data yang tertera pada bukti penerbitan Kode Billing
telah sesuai dengan isian SSP, Wajib Pajak menandatangani bukti
penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kepada teller
Bank/Pos Persepsi.
 Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas
Kode Billing dimaksud, dan memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti
penerbitan Kode Billing sebelum melakukan penerbitan BPN.
 Wajib Pajak menerima kembali SSP yang telah ditera dengan elemen-
elemen data BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) serta
dibubuhi tanda tangan atau paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi, dan
cap Bank/Pos Persepsi sebagai bukti pembayaran atau penyetoran pajak.

Sebagai bukti telah melakukan penyetoran pajak, Wajib Pajak akan


menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagai bukti setoran. BPN ini
dapat berbeda-beda bentuknya, tergantung dengan fasilitas pembayaran yang
kita lakukan. Namun, pada setiap BPN terdapat informasi standar yang wajib
tertera, yaitu minimal meliputi:

 NTPN;
 NTB atau NTP;
 Kode Billing;
 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
 Nama Wajib Pajak;
 Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM
dan EDC;
 Nomor Objek Pajak (NOP), bila ada;
 Kode Akun Pajak;
 Kode Jenis Setoran;
 Masa Pajak;
 Tahun Pajak;
 Nomor ketetapan pajak, bila ada;
 Uraian pembayaran, bila ada;
 NPWP penyetor, bila ada;
 Nama penyetor, bila ada;
 hTanggal bayar; dan
 Jumlah nominal pembayaran.

2.1.3 Pengelompokan Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi:

a) Pembayaran masa

b) Pembayaran kekurangan pajak setelah berakhirnya tahun pajak/bagian


tahun pajak

Pembayaran kekurangan pajak setelah berakhirnya tahun pajak (PPh Pasal


29). Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25
bulan ketiga untuk wajib pajak orang pribadi dan 25 bulan ketiga untuk
wajib pajak badan setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir,
Sebelum surat pemberitahuan ini disampaikan.

c) Pembayaran karena adanya Surat Tagih Pajak, Surat Ketetapan Pajak


Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding

Surat Tagih Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu satu
bulan sejak tanggal diterbitkan.

2.1.4 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak

1) Untuk surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh wajib pajak orang pribadi
a. Waktu penyampaian SPT paling lambat adalah 3 bulan setelah akhir
tahun.
 Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender, kecuali
bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender.
 Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan neto
tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dalam
satu tahun.
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.
2) Untuk SPT massa
a. Waktu penyampaian SPT paling lambat adalah 20 hari setelah akhir
tahun pajak.
b. Menteri keuangan menetapkan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu masa pajak bagi masing-
masing jenis pajak, yakni paling lambat 15 hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.
c. Adapun tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran, dan pelaporan
pajak untuk SPT masa adalah :
 Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan
hari libur , hari sabtu dan minggu atau hari libur nasional,
maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja
setelah hari libur.
 Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja setelah hari libur.
 Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan pemilihan umum dan cuti bersama yang
ditetapkan oleh pmerintah.
d. Adapun waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk
SPT masa :

No. Jenis Pajak Batas Batas


Pembayaran Pelaporan
(Paling
Lambat)

1 PPh pasal 4(2) tgl 15 bulan tgl 20 bulan


setor sendiri berikutnya berikutnya

2 PPh pasal 4(2) tgl 10 bulan tgl 20 bulan


pemotongan berikutnya berikutnya

3 PPh pasal 15 setor tgl 15 bulan tgl 20 bulan


sendiri berikutnya berikutnya

4 PPh pasal 15 tgl 10 bulan tgl 20 bulan


pemotongan berikutnya berikutnya

5 PPh pasal 21 tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

6 PPh pasal 23/26 tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

7 PPh pasal 25 tgl 15 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

8 PPh pasal 22 impor saat


setor sendiri (dilunasi penyelesaian
bersamaan dg bea dokumen PIB
masuk, PPN, PPnBM)

9 PPh pasal 22 impor 1hari kerja hari kerja


yang pemungutan berikutnya terakhir
oleh BC minggu
berikutnya
10 PPh pasal 22 hari yang sama 14 hari
pemungutan oleh dg pembayaran setelah masa
bendaharawan atas pajak berakhir
penyerahan
barang

11 PPh pasal 22 migas tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

12 PPh pasal 22 tgl 10 bulan tgl 20 bulan


pemungutan oleh WP berikutnya berikutnya
badan tertentu

13 PPN & PPnBM akhir bulan akhir bulan


berikutnya berikutnya
setelah masa setelah masa
pajak berakhir pajak berakhir
& sebelum SPT
masa PPN
disampaikan

14 PPN atas kegiatan tgl 15 bulan akhir bulan


membangun sendiri berikutnya berikutnya
setelah Masa setelah masa
Pajak berakhir pajak berakhir

15 PPN atas tgl 15 bulan akhir bulan


pemanfaatan BKP berikutnya berikutnya
tidak berwujud setelah saat setelah Masa
dan/atau JKP dari terutangnya Pajak
Luar Daerah Pabean pajak berakhir
16 PPN & PPnBM tgl 7 bulan akhir bulan
Pemungutan berikutnya berikutnya
Bendaharawan setelah masa
pajak berakhir

17 PPN dan/ atau harus disetor


PPnBM pada hari yang
pemungutan oleh sama dengan
Pejabat pelaksanaan
Penandatanganan pembayaran
Surat Perintah kepada PKP
Membayar sebagai Rekanan
Pemungut PPN Pemerintah
melalui KPPN

18 PPN & PPnBM tgl 15 bulan akhir bulan


Pemungutan selain berikutnya berikutnya
bendaharawan setelah Masa setelah masa
Pajak berakhir pajak berakhir

19 PPh 25 WP kriteria harus dibayar 20 hari


tertentu yang dapat paling lama setelah
melaporkan beberapa pada akhir berakhirnya
Masa Pajak dalam satu Masa Pajak Masa Pajak
SPT Masa. (Pasal 3 terakhir. terakhir
ayat (3B) UU KUP)

20 Pembayaran masa harus dibayar 20 hari


selain PPh 25 WP paling lama setelah
kriteria tertentu yang sesuai dengan berakhirnya
dapat melaporkan batas waktu Masa Pajak
beberapa Masa Pajak untuk masing- terakhir.
dalam satu SPT Masa. masing jenis
(Pasal 3
ayat (3B) UU KUP) pajak.

3) Untuk SPT tahunan PPh wajib pajak badan


a. Waktu penyampaian SPT paling lama 4 bulan setelah akhir tahun
pajak
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

2.3. Sanksi Keterlambatan Pelaporan SPT

Apabila surat pemberitahuan SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu


pelaporan/batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, maka wajib pajak akan
dikenakan sanksi adminstratif sebesar :
 Rp500.000,00 untuk SPT masa pajak pertambahan nilai
 Rp100.000,00 untuk SPT masa lainnya
 Rp1.000.000,00 untuk SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak
badan
 Rp100.000.000,00 untuk SPT tahunan pajak penghasilan wajib
pajak orang pribadi.

Apabila wajib pajak terlambat membayar pajak atau melakukan pembayaran


setelah tanggal jatuh tempo, wajib pajak akan dikenakan bunga sebesar tarif
bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri keuangan yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan
dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menteri keuangan dihitung berdasarkan
suku bunga acuan ditambah 5 % dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal
dimulainya perhitungan sanksi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari paparan di atas penulis menyimpulkan dari “Pembayaran dan Pelaporan Pajak” yaitu
pembayaran dan pelaporan pajak merupakan kewajiban dalam perwujudan peran serta dalam
pembiayaan dan pembangunan nasional. Indonesia juga menganut self assessment yang artinya
negara memberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan wajib pajak sendiri
yang pastinya pembayaran pajak tergantung dengan kejujuran wajib pajak sendiri dan untuk
mendukung keberhasilan diterapkan self assessment yaitu dengan melaksanakan penegakan
hukum perpajakan. Proses pembayaran dan pelaporan pajak dimulai dari pelaporan SPT
kemudian dilanjutkan dengan pembayaran pajak yang besarannya dapat dilihat di SSP. Proses
pembayaran dan pelaporan pajak dapat dilakukan secara offline maupun melalui elektronik.
Selain itu, terdapat batas waktu yang telah ditetapkan oleh kementerian keuangan untuk proses
pelaporan dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang tidak ataupun terlambat melaporkan
dan membayar pajak, maka akan dikenakan sanksi yang telah ditetapkan di dalam UUD 1945.
Makalah ini dapat mengetahui konsep pembayaran pajak, tata cara pembayaran pajak secara
elektronik, pengelompokan pembayaran.

3.2 Saran dan Rekomendasi


Diharapkan masyarakat untuk melakukan pelaporan wajib pajak secara jujur dan
melaporkannya secara rutin, setelah mendaftarkannya wajib untuk membayar yang dimana itu
merupakan kewajiban. Jadi wajib pajak tidak hanya melaporkan saja lalu tidak membayar
pajak sesuai yang telah ditentukan.
REFERENSI

Khoirotunnisa, Maryam. 2019. “Tata Cara Pembayaran atau Penyetoran Pajak”,


diakses pada Tanggal 3 Oktober 2022 dari
http://spi.upi.edu/2019/09/23/tata-cara-pembayaran-atau-penyetoran-pajak-secara-
elektronik/

Vindy, Lili. 2020. “Pembayaran dan Pelaporan Pajak” diakses pada Tanggal 3 Oktober
2022 dari
https://www.academia.edu/18483671/Pembayaran_dan_Pelaporan_Pajak

Direktorat Jenderal Pajak “Pembayaran dan Penyetoran Pajak” diakses pada Tanggal 3
Oktober 2022 dari
https://www.pajak.go.id/index.php/id/pembayaran-dan-penyetoran-pajak

Dwiyana, A. 2020. “Pembayaran Pajak” diakses pada Tanggal 3 Oktober 2022 dari
http://eprints.ums.ac.id/18009/4/03.BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai