LTM - Komkes - Sesi 7
LTM - Komkes - Sesi 7
LTM - Komkes - Sesi 7
Dewi Sari (2014:17) mengemukakan bahwa, kegiatan berbicara memerlukan hal-hal diluar
kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan, karena pada saat berbicara setiap individu
memerlukan:
1) Penguasaan bahasa
2) Bahasa
3) Keberanian dan ketenangan
4) Kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur
Berdasarkan keempat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang individu yang akan
berbicara harus mempunyai penguasaan bahasa yang cukup baik, karena dengan itu seorang
individu akan dengan mudah mengungkapkan apa yang ingin dilakukannya.
Menurut Siti Fatonah (2004:59), faktor penunjang pada kegiatan berbicara ada 2 macam
yaitu :
1) Faktor Kebahasaan
Faktor-faktor yang menjadi penunjang secara kebahasaan, meliputi:
a) Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat akan
menimbulkan kebosanan. Kurang menyenangkan, kurang menarik, atau
sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi
bahasa dianggap tidak tepat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan
bahasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi dan
pembicara dianggap aneh.
Biasanya pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama,
masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang kita pakai
sering berubah-ubah sesuai dnegan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran.
Kita menyadari bahwa latar belakang penutur bahasa Indonesia memang
berbeda-beda, biasanya setiap penutur dipengaruhi oleh bahasa ibunya.
b) Penempatan Tekanan, Nada, Durasi dan Intonasi yang sesuai
Kesesuaian penempatan tekanan, nada, durasi dan intonasi merupakan daya
tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadangkadang menjadi faktor penentu
keberhasilan penyajian lisan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang
menarik namun pembicara pandai menempatkan tekanan, nada, durasi dan
intonasi bicaranya maka penampilan dan masalahnya menjadi menarik,
sebaliknya meskipun masalhanya aktual tetapi kalau penyajiannya datar-datar
saja, tidak ada variasi suara, irama, nada dan sebagainya maka menimbulkan
kebosanan pada pendengar dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
c) Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, sesuai, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya
mudah dipahami oleh pendengar yang menjadi sasaran kita. Pendengar akan
lebih tertarik minatnya dan mudah memahami makna kata apabila kata-kata
yang didengarnya adalah kata-kata yang biasa dan sudah dikenal Kata-kata
asing yang belum dikenal memang akan membangkitkan rasa ingin tahu, namun
itu akan menghambat kelancaran komunikasi.
Pilihan kata hendaknya juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan kepada
siapa kita berbicara. Kalau masalah yang dibicarakan adalah masalah adalah
masalah ilmiah maka kata-kata yang kita gunakan juga harus ilmiah dan baku.
Cara berbicaranya pun harus serius menyesuaikan dengan situasi yang
berlangsung. Pendengar akan lebih senang mendengarkan kalau pembicara
berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, dalam arti yang betul-
betul menjadi miliknya.
d) Ketepatan Penggunaan Kalimat Serta Bahasanya
Ketepatan kalimat di sini menyangkut masalah penggunaan kalimat efektif agar
pendengar mudah menangkap pembicaraan. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu
menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan yang mendalam di hati pendengar.
Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar
lengkap dalam pikiran pendengar sama persis seperti apa yang dimaksud oleh
pembicara.
2) Faktor Non Kebahasaan
Faktor-faktor yang menjadi penunjang secara non kebahasaan, meliputi:
a) Sikap Yang Wajar, Tenang dan Tidak Kaku
Sikap ini penting sekali untuk membangun kesan pertama bagi penampilan
pembicara, dan kesan pertama yang menarik ini sangat diperlukan untuk
mejamin adanya kesinambungan perhatian dari pendengar. Sikap ini banyak
ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Untuk itu diperlukan
latihan. Karena sikap ini merupakan modal utama dan kalau sudah biasa maka
perasaan gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar.
b) Pandangan Harus Diarahkan Ke Lawan Bicara
Komunikasi mata selama pembicaraan berlangsung sangat perlu agar antara
pembicara dan pendengar ada kontak, pendengar merasa diperhatikan, dan
pembicara juga tahu efek komunikasinya. Pandangan yang hanya tertuju pada
satu arah saja tidak akan menarik dan cenderung menimbulkan sikap yang
kurang baik, misalnya menertawakan, meremehkan, dsb. Pandangan mata yang
baik adalah pendangan yang menyeluruh ke semua pendengar, sehingga mereka
merasa diajak berkomunikasi.
c) Kesediaan Menghargai Orang Lain
Dalam penyajian lisan sering terjadi tanya jawab, sanggahan, kritikan dan
sebagainya. Sebagai seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka
artinya dapat menerima pendapat orang lain, bersedia menerima kritikan,
sepanjang pendapat atau kritikan tersebut bersifat membangun dan mempunyai
argumen yang kuat. Kalau terpaksa ada perbedaan pendapat sebaiknya
disampaikan dengan sopan dan rendah hati, jangan sampai menyinggung
perasaan orang lain.
d) Gerak - Gerik dan Ekspresi Wajah
Untuk menunjang keefektifan berbicara selain memberikan tekanan nada bicara,
gerak-gerik dan mimik yang tepat memegang peranan yang penting. Hal ini
dapat menghidupkan komunikasi, dengan catatan gerak-gerik dan mimik ini
tidak berlebihan karena perhatian pendengar justru akan beralih yang akhirnya
pesan yang ingin kita sampaikan tidak tercapai. Segala sesuatu yang berlebihan
itu tidak baik.
e) Kenyaringan Suara
Dalam penyajian lisan memegang peranan yang sanagat penting. Suara yang
tinggi melengking atau sebaliknya yang lemah gemulai tidak akan menarik.
Kenyaringan suara yang dimaksud bukanlah berbicara dengan berteriak,
melainkan suara yang jelas, dapat diterima oleh semua pendengar. Tingkat
kenyaringan ini biasanya ditentukan oleh situasi, tempat dan jumlah pendengar.
f) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara pada saat pidato akan mempermudah
pendengar menangkap isi pembicaraannya. Sering kita jumpai pembicara
berbicara terputus-putus atau kadang diselipi kata ee, aa, dan sebagainya, itu
sangat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu
cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok
pembicaraannya.
g) Penguasaan Topik
Penguasaan topik merupakan faktor yang penting dalam mencapai efekifitas
berbicara. Tanpa penguasaan topik yang baik penyajian lisan tidak akan berjalan
dengan efektif, pembicara tidak akan lancar berbicara, untuk itu perlu persiapan.
Dengan persiapan yang matang, maka topik yang dipilih betul-betul dikuasai,
dan dengan penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan
rasa percaya diri.
http://repository.ump.ac.id/2553/3/NUR%20INDAH%20PUSPARANI%20BAB%20II.pdf
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/8755/1/GABUNGAN%20PDF.pdf
https://www.academia.edu/9232277/Komunikasi_Publik_pada_Pelayan_Kesehatan
Adler, Ronald B.; Rodman,George. Understanding Human Communication. 9th ed. New
York: Oxford University Press. 2006.
Berry, Dianne. Health Communication: Theory and Practice. New York: McGraw-Hill.
2007.
Tubbs SL, Moss S. Human communication. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.