Perdir Pedoman Yanfar
Perdir Pedoman Yanfar
Perdir Pedoman Yanfar
MARDHATILLAH RANDUDONGKA
L
Jl. Jenderal Soedirman Timur Randudongkal Pemalang 52353
Telp/Fax . 0284 – 3287180 email : [email protected]
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MARDHATILLAH
NOMOR : /PRN/IV.06.AU/B/2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN
MEMUTUSKAN
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2) Pedoman Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan
sebagai acuan bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3) Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
5) Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
6) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
7) Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
8) Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang undangan.
9) Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
10) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
11) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.
Pasal 2
Pengaturan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
1) Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
Pasal 4
1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung
oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur
operasional.
2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan peralatan.
4) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus
menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta
hubungan koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan Kefarmasian
yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
5) Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya kefarmasian dan
pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Rumah Sakit ini.
Pasal 5
1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dil
akukan Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Mutu Pelayananan
Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Rumah Sakit ini.
Pasal 6
1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
melalui sistem satu pintu.
3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipimpin oleh
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dapat
dibentuk satelit farmasi sesuai dengan kebutuhan yang merupakan
bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Pasal 7
1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit wajib mengikuti Pedoman Pelayanan
Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Rumah Sakit
ini.
2) Pemangku kepentingan terkait di bidang Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus mendukung penerapan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pasal 8
Rumah Sakit, melalui instalasi farmasi wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
1) Dokumen Pedoman Pelayanan Kefarmasian tercantum dalam Lampiran
Peraturan Direktur ini, dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan
kefarmasian dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur ini.
2) Peraturan Direktur Rumah Sakit ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Randudongkal
Pada tanggal : 20 Dzulqa’dah 1443 H
20 Juni 2022M
Direktur
RS Muhammadiyah Mardhatillah
A. LATAR BELAKANG
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai,
norma agama, sosial budaya, moral dan etika profesi. Dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan pemerintah memiliki tanggungjawab dalam hal
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menjalankan fungsinya harus
berlandaskan pada falsafah dan tujuan yang sesuai dengan visi, misi dan
kebijakan mutu yang ditetapkan rumah sakit untuk menunjang
tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu. Berdasarkan visi, dan
misi Rumah Sakit Umum Habibullah Gabus, maka Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Habibullah Gabus mengimplementasikannya dalam bentuk visi,
misi, falsafah, tujuan, fungsi, sistem, organisasi dan cakupan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit Umum Habibullah Gabus, yang disusun dalam
Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Umum Habibullah Gabus,
dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
B. TUJUAN PEDOMAN
Tujuan dari penyusunan buku Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah ini agar menjadi pedoman dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
di Rumah Sakit dan sebagai acuan bagi seluruh karyawan, khususnya yang
bekerja di Instalasi Farmasi, supaya dapat memberikan pelayanan yang cepat,
tepat dan memuaskan. Selain itu juga untuk meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian, memberikan jaminan kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
serta melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite Farmasi dan
Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas, serta jaminan purna
transaksi pembelian.
2. Perencanaan merupakan kegiatan yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam
pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
dengan menggunakan metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi yang
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3. Pengadaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi
untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui.
4. Penerimaan merupakan kegiatan memeriksa dan menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan dilakukan oleh petugas pengelola perbekalan
farmasi
5. Penyimpanan merupakan kegiatan menerima, menyimpan dan melakukan
pencatatan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan
pada tempat yang sesuai dengan kestabilan perbekalan farmasi tersebut dan
pengeluarannya berdasarkan sistem FlFO dan FEFO.
6. Distribusi merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi ke
unit-unit lain sesuai dengan surat pesanan/permohonan dari unit tersebut,
mencakup distribusi ke ruang rawat inap berdasarkan resep.
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2009 tentang
Psikotropika.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07
/Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.11 Tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya.
12. Pedoman Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit tahun 2017.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. STANDAR SUMBER DAYA MANUSIA
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar
tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 tahun
2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, maka RS
Muhammadiyah Mardhatillah yang merupakan Rumah Sakit Tipe D, maka
Tenaga Kefarmasian yang dimiliki paling sedikit terdiri atas:
1. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;
2. 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu
oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;
3. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.
KUALIFIKASI
Nama Jabatan Jumlah
Pendidikan non formal/
Pendidikan Formal jumlah Kebutuhan
sertifikasi
C. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Karyawan Instalasi Farmasi
Tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang akan melakukan
kegiatan pelayanan farmasi merupakan tenaga Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian dengan status kepegawaian dari RS Muhammadiyah
Mardhatillah;
2. Tenaga Pelayanan Farmasi dan Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian didistribusikan untuk
melakukan kegiatan pelayanan farmasi di unit pelayanan rawat inap dan
rawat jalan serta kegiatan pengelolaan perbekalan;
3. Distribusi tenaga farmasi untuk pelayanan farmasi meliputi :
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. KETENTUAN UMUM
1 Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi
ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku sehingga
menjamin terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan baik.
2 Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian meliputi:
a) Sarana distribusi/pelayanan
b) Sarana penyimpanan
c) Sarana peracikan
3 Tersedia ruangan, peralatan, dan fasilitas lain yang mendukung
administrasi, profesionalisme, dan fungsi teknik pelayanan farmasi,
sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional,
profesional, dan etis.
4 Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan kefarmasian
harus memenuhi persyaratan kekuatan, keamanan, kecukupan,
kenyamanan, penerangan, dan kebersihan sesuai kebutuhan serta memiliki
ciri dan penandaan yang jelas/spesifik.
5 Ruangan-ruangan dan fasilitas tersebut adalah : penyimpanan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan, pengemasan kembali, ruang peracikan,
pendistribusian obat, pemberian informasi dan edukasi, penyimpanan
arsip resep, ruang tunggu pasien, tempat penyimpanan obat di ruang
perawatan, fasilitas toilet dan kamar mandi menyatu dengan rumah sakit,
ruang penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dari distributor, tempat untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang rusak dan kadaluwarsa atau
hampir kadaluwarsa.
6 Lokasi Instalasi Farmasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
7 Dipisahkan ruang-ruang menurut undang-undang yang berlaku.
8 Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat.
9 Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan
kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan
dan/atau institusi yang berwenang.
10 Peralatan harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasikan, serta
dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
B. STANDAR FASILITAS
1. Bangunan
a) Bangunan untuk menyimpan obat dibangun dan dipelihara untuk
melindungi obat yang disimpan dari pengaruh temperatur dan
kelembaban, banjir, rembesan melalui tanah, termasuk bersarangnya
binatang kecil, tikus, burung, serangga dan binatang lain, cukup luas,
tetap kering dan bersih, dan tersedia tempat yang memenuhi
persyaratan untuk penyimpanan produk tertentu (narkotika,
psikotropika).
b) Bangunan harus mempunyai sirkulasi udara yang baik, selalu dalam
keadaan bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang-barang yang
tidak diperlukan. Penerangan yang cukup untuk dapat melaksanakan
kegiatan dengan aman dan benar.
c) Perlengkapan yang memadai untuk memungkinkan penyimpanan
produk yang memerlukan pengamanan maupun kondisi
penyimpanan khusus disertai alat monitor yang tepat, kondisi
penyimpanan yang menuntut ketepatan temperatur dan kelembaban.
d) Tata letak ruang (lay-out design) diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan pergerakan pada saat bekerja, mencegah terjadinya
kontaminasi mikroba serta menghindarkan dari hubungan langsung
antara ruang peracikan dan ruang konsultasi maupun ruang distribusi.
e) Suhu dan kelembaban ruang dijaga agar tidak mempengaruhi
stabilitas obat.
f) Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku :
- Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah.
- Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan
kefarmasian di Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah.
- Persyaratan fasilitas sarana prasarana tentang suhu,
pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari
pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan
dispensing terutama sediaan cair untuk obat luar maupun obat
dalam, bahan mudah meledak.
2. Pembagian Ruangan
Ruangan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin
lingkungan kerja yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem
komunikasi Rumah Sakit.
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi,
terdiri dari :
a) Ruang Penyimpanan
1. PEMILIHAN/SELEKSI
a. Pemilihan adalah proses kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan.
b. Penentuan pemilihan sediaan farmasi merupakan peran aktif dari
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk menetapkan kualitas dan
efektivitas, serta jaminan purna transaksi.
c. Tim farmasi dan terapi adalah komite yang bertanggung jawab
dalam mengelola formularium, melakukan evaluasi, edukasi dan
advisori aspek yang berkaitan dengan penggunaan obat di rumah
sakit kepada staf medik dan manajemen rumah sakit; dan meninjau
kebijakan serta prosedur tentang semua aspek penggunaan obat di
rumah sakit.
d. Rumah sakit berkomitmen untuk tidak memasukkan obat haram
dalam formularium rumah sakit
e. Daftar obat yang diterima atau disetujui oleh TFT untuk digunakan
di rumah sakit yang tercantum di dalam Buku Formularium Rumah
Sakit diutamakan yang telah termasuk dalam obat-obatan
formularium nasional.
f. Formularium rumah sakit berisi
1) Obat -obat generik
2) Obat -obat dalam formularium nasional
3) Obat branded
g. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit antara lain:
1) Melakukan analisis terhadap konsumsi obat satu tahun terakhir
dan dikelompokkan menjadi pareto A (fast moving), pareto B
(slow moving), dan pareto C (very slow moving) serta
dikombinasi dengan analisis VEN.
2) Membuat rekapitulasi usulan obat dari anggota staf medik dan
Sub Seksi Farmasi untuk obat-obat yang belum ada di
formularium edisi sebelumnya.
3) TFT melakukan penilaian terhadap hasil analisis dan usulan
anggota staf medik atau Instalasi Farmasi .
4) Hasil pembahasan dikembalikan kepada anggota staf medik
untuk mendapatkan umpan balik untuk kemudian dibahas
kembali oleh TFT.
5) Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium
Rumah Sakit.
6) Melakukan sosialisasi mengenai Formularium Rumah Sakit
kepada staf dan melakukan monitoring.
Formularium Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah di revisi ti
ap 1 tahun sekali, berdasarkan usulan semua dokter Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah yang disampaikan menurut Staf Medi
s Fungsional (SMF) masing-masing. Pencetakan buku formularium
disesuaikan dengan perubahan.
Proses revisi formularium dilaksanakan sesuai mekanisme yang dise
pakati antara ketua, sekretaris dan seluruh anggota Tim Farmasi Ter
api.
h. Kriteria pemilihan kebutuhan obat dalam formularium meliputi :
1) Memiliki rasio manfaat–resiko yang paling menguntungkan
pasien
2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
5) Relevan dengan pola penyakit di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah
6) Mengutamakan penggunaan obat esensial dan daftar obat
Formularium Nasional
Untuk menjamin pengendalian nilai persediaan obat, maka diteta
pkan kriteria obat yang masuk dalam formularium untuk tiap zat aktif ob
at dipilih 1 jenis produk generik, dan 2 jenis obat paten.
Bila obat yang ditambahkan dalam formularium adalah obat baru, maka
perlu ditetapkan kriteria untuk memastikan efikasi dan keamanan obat te
rsebut.
Secara umum hanya obat formularium yang disetujui untuk
diadakan secara rutin dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Prinsip
yang mendasari untuk menyetujui pemberian obat non formularium
adalah pada keadaan dimana penderita sangat memerlukan terapi obat
yang tidak tercantum di dalam formularium, sebagai contoh :
1) Kasus tertentu yang jarang terjadi, misalnya kelainan hormon pada
anak atau penyakit kulit yang jarang terjadi
2) Perkembangan terapi yang sangat memrlukan obat baru yang belum
terakomodir dalam formularium rumah sakit
Apabila dokter memberikan obat diluar formularium untuk kasus k
husus, demi kesembuhan pasien atau pertimbangan finansial tertent
u, obat tersebut akan diadakan dengan sistem pembelian khusus. As
sement untuk penetapan kekhususan kasus pasien dilakukan oleh A
poteker klinis dan atau Kepala Instalasi Farmasi.
i. Mekanisme pengajuan obat baru ke dalam formularium:
1) Dokter pengusul mengisi form usulan obat baru
2) Formulir diajukan ke Panitia Farmasi dan Terapi
3) Penilaian oleh TFT mengenai usulan yang disampaikan
4) Jawaban usulan diberikan secara tertulis baik diterima maupun
tidak
j. Obat baru (zat aktif maupun brand name} yang masuk formularium
akan dievaluasi awal selama 3 bulan pertama. Aspek evaluasi awal
meliputi:
1) Tingkat peresepan
2) Efek samping yang dilaporkan ke TFT
3) Tingkat KTD yang terkait dengan obat tersebut
4) Stabilitas obat dalam penyimpanan
5) Laporan klinisi terkait dengan efektivitas obat tersebut
k. Kriteria obat yang dikeluarkan dari formularium:
1) Obat very slow moving, non esensial, dan tidak memenuhi
syarat di atas
2) Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3
(tiga) bulan maka obat tersebut dikeluarkan dari formularium.
3) Ada keputusan pemerintah untuk menarik obat tersebut dari
peredaran.
4) Pihak principal beserta jajarannya melakukan pelanggaran etika
dalam memasarkan obat di RS Muhammadiyah Mardhatillah
5) Usulan dari dokter yang praktek di rumah sakit dengan
mempertimbangkan berbagai faktor.
l. Evaluasi formularium dilakukan setiap satu tahun sekali.
m. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,
pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit.
n. Evaluasi kepatuhan peresepan obat formularium dilakukan setiap
bulan.
o. Jika ada obat non formularium yang diresepkan harus mendapatkan
persetujuan dari manager pelayanan medis mempertimbangkan
alasan penggunaannya.
p. Instalasi Farmasi melakukan pencatan obat non formularium yang
diresepkan dan memberikan laporan kepada TFT.
2. PERENCANAAN KEBUTUHAN
a. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan juml
ah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan baha
n medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk m
enjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu d
an efisien. yang telah ditentukan, disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia;
b. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat denga
n menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi da
n disesuaikan dengan anggaran yang tersedia;
c. Pedoman Perencanaan Kebutuhan
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1) Formulariurn RS Muhammadiyah Mardhatillah
2) Formularium Nasional;
3) E-Katalog Obat;
4) Anggaran yang tersedia;
5) Pola penyakit
6) Penetapan prioritas;
7) Sisa persediaan;
8) Data pemakaian periode yang lalu;
9) Waktu tunggu pemesanan; dan
10) Rencana pengembangan.
d. Perhitungan Perencanaan Kebutuhan Obat
1) Perhitungan perencanaan kebutuhan obat menggunakan metode
konsumsi dengan beberapa penyesuaian.
2) Ruang pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi dan
instalasi/bagian di luar Instalasi Farmasi mengusulkan
perencanaan di instalasi/bagian masing-masing kepada
koordinator pengelolaan perbekalan farmasi untuk kemudian
dilakukan kroscek dengan data distribusi.
3. PENGADAAN
a. Pengadaan adalah kegiatan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan yang sudah disusun dan disetujui.
b. Acuan pengadaan adalah formularium Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah, yang telah disusun dengan memperhatikan kebutuhan
pasien asuransi, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai
peraturan perundang-undangan, sesuai perencanaan reguler
(berdasarkan rata-rata kebutuhan, pada waktu yang ditetapkan,
kepada distributor terpilih) dan non reguler (pemenuhan fluktuasi
kebutuhan) yang ditetapkan.
c. Sistem Pengadaan Sediaan Farmasi, alkes dan bahan medis
habis pakai (BMHP) di Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah
mengacu pada kebijakan satu pintu sesuai dengan Undang-undang
Nomor Republik Indonesia 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
pasal 15 ayat 3.Dimana pengadaan yang dimaksud adalah termasuk
pengadaan perbekalan farmasi radiologi, laboratorium dan
perbekalan farmasi lainnya.
d. Pengadaan Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai (BMHP) harus :
1) Dari jalur resmi
2) Berdasarkan kontrak termasuk hak akses meninjau ke tempat
penyimpanan dan transportasi sewaktu-waktu
3) Ada garansi keaslian obat
e. Pengadaan Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai harus dari jalur resmi, dengan ketentuan memiliki :
a. Akte pendirian perusahaan
b. Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
c. NPWP
d. Ijin Pedagang Besar Farmasi atau Penyalur Alat Kesehatan
(PAK)
e. Perjanjian Kerjasama Distributor dengan Principal dan RS
f. Nama dan Surat Ijin Kerja Apoteker Penanggungjawab PBF
g. Alamat dan denah Kantor PBF
h. Surat Garansi jaminan keaslian produk yang didistribusikan
(dari principal)
f. Distributor atau pemasok dievaluasi setiap bulan, meliputi:
1) Lead time kurang dari 48 jam
2) Kesesuaian Purchasing Order (PO) dan Delivery Order (DO)
3) Ketersediaan obat di distributor (presentase obat yang tidak
dapat dilayani sesuai surat pesanan).
g. Pengadaan dilakukan melalui:
1) Pembelian
a) Pembelian dilakukan oleh kepala instalasi farmasi
berdasarkan informasi obat yang jumlahnya mendekati
reorder point (ROP) dari petugas gudang farmasi,
pembelian harus disetujui oleh supervisor instalasi farmasi
dan kepala bidang penunjang medik
b) Hal-hal yang diperhatikan dalam pembelian adalah:
(1) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai, yang meliputi kriteria umum dan
kriteria mutu obat
(2) Persyaratan pemasok.
(3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
(4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah
dan waktu.
c) Laporan pembelian di laporkan secara berkala kepada
direktur dan diverifikasi oleh supervisor instalasi farmasi
dan kepala bidang penunjang medik
d) Pembelian dilakukan dengan membuat Surat Pesanan (SP)
Surat pesanan ditandatangani oleh kepala Instalasi
Farmasi. Surat pesanan dibedakan menjadi : Surat Pesanan
Narkotika, Surat Pesanan Psikotropika, Surat Pesanan
Prekusor Narkotika, Surat Pesanan Reguler.
e) Tata laksana pengadaan perbekalan farmasi (perbekalan
farmasi ) di RS Muhammadiyah Mardhatiilah meliputi :
(1) Petugas gudang membuat laporan harian permintaan
obat dan alat kesehatan berdasarkan persediaan yang
sudah mendekati Reorder Point (ROP).
(2) Pengecekan persediaan obat dan alat kesehatan
dilakukan dengan melihat data kartu stok, data
computer dan mengecek secara langsung barang di
gudang.
(3) Laporan diserahkan kepada penanggung jawab gudang
untuk direncanakan pengadaan.
(4) Penanggung jawab gudang membuat Surat Pemesanan
(SP) perbekalan farmasi kepada Distributor/ Pedagang
Besar Farmasi (PBF).
(5) Pengadaan barang berbahaya dan beracun (B3),
supplier harus menyampaikan MSDS (Material Safety
Data Sheet
(6) Surat Pemesanan (SP) dibuat rangkap 2:
(a) Lembar 1 (putih) untuk distributor / PBF.
(b) Lembar 2 (merah) untuk arsip logistik Farmasi.
(7) Surat Pemesanan (SP) diserahkan kepada salesman
PBF yang berkunjung ke RS
(8) Pemesanan bisa juga dilakukan via telepon atau
wahatsap jika pada hari itu bukan jadwal salesman
untuk berkunjung, dan Surat Pemesanan (SP) dititipkan
kepada pengantar barang saat mengantar barang yang
dipesan.
4. PENERIMAAN
a. Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
b. Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor/
rekanan/ rumah sakit/ Apotek/ donatur lain oleh petugas penerima
barang, diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan.
c. Penerimaan perbekalan farmasi berdasarkan kesesuian terhadap :
1) Faktur perbekalan farmasi.
2) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP.
3) Kondisi fisik perbekalan farmasi.
4) Jumlah perbekalan farmasi.
5) Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan
farmasi tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun
dengan persetujuan user. Perbekalan farmasi yang kadaluwarsa
< 2 tahun tetapi sangat dibutuhkan dan akan segera digunakan
dapat diterima dengan masa kadaluwarsa lebih dari 6 bulan.
6) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of
origin untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS)
untuk bahan berbahaya.
d. Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh petugas
gudang farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang yang
disesuaikan dengan faktur barang datang.
e. Penyimpanan perbekalan farmasi.
f. Penerimaan perbekalan farmasi RS Muhammadiyah Mardhatillah
dilakukan di gudang farmasi setiap hari kerja. Penerimaan
perbekalan farmasi di luar jam dan hari kerja diterima oleh petugas
farmasi rawat jalan untuk selanjutnya diserah terimakan kepada
petugas gudang farmasi segera pada saat jam dan hari kerja unit
pengelolaan perbekalan farmasi.
5. PENYIMPANAN
a. Penyimpanan adalah kegiatan pengamanan dengan cara
menempatkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diterima, harus disimpan dalam kondisi yang memenuhi syarat
menurut sanitasi, suhu, cahaya, kelembaban, keamanan, dipisahkan
menurut kriteria tertentu yang ditetapkan untuk memastikan kualitas
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
yang disimpan dan keselamatan karyawan.
b. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi adalah:
1) Memelihara mutu sediaan farmasi
2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan
4) Memudahkan pencarian dan pengawasan
c. Pengaturan tata ruang penyimpanan
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyususnan,
pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan
pengaturan tata ruang penyimpanan dengan baik.
Faktor-faktor perlu dipertimbangkan dalam pengaturan tata ruang
penyimpanan meliputi :
1) Kemudahan bergerak
(a) Tempat penyimpanan menggunakan sistem satu lantai
(b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat
2) Sirkulasi udara yang baik
Idealnya terdapat AC, alternatif lain adalah menggunakan kipas
angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi dan
jendela.
3) Rak dan pallet
4) Kondisi penyimpanan khusus
(1) Vaksin memerlukan “cold chain” khusus dan harus
dilindungi dari kemungkinan terputusnya arus listrik
(2) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dan selalu terkunci
(3) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus
5) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adannya penumpukan bahan-bahan yang mudah
terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam
kebakaran dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan
dalam jumlah yang cukup.
d. Syarat ruang penyimpanan
Syarat tempat penyimpanan perbekalan farmasi yang baik adalah :
1) Cukup luas minimal 3 x4 m2 atau sesuai jumlah obat yang
disimpan
2) Ruangan kering dan tidak lembab
3) Adannya ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembap/panas
4) Perlu ada cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindarkan cahaya langsung
5) Lantai diberi alas papan (pallet)
6) Dinding dibuat licin
7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
8) Memiliki kunci ganda
9) Tersedian lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan
psikotropika yang selalu terkunci
10) Adannya pengukur suhu ruangan
6. PENARIKAN/RECALL OBAT-OBATAN
a. Kriteria Barang Yang Dilakukan Penarikan/Recall meliputi :
1) Obat kadaluwarsa;
2) Obat rusak;
3) Obat ditarik oleh pabrik/distributor obat;
4) Mutu substandar;
5) Adanya risiko yang dapat membahayakan pasien.
b. Mekanisme Penarikan/Recal
1) Ruang pengelolaan perbekalan farmasi mendokumentasikan dan
membuat berita acara penarikan sediaan farmasi
2) Perbekalan farmasi tersebut dikembalikan ke distributornya
dengan disertai serah terima antara farmasi dan distributor
sediaan farmasi.
3) Perbekalan farmasi yang dicabut izin edarnya oleh BPOM,
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) maka segera dipisah dan dikeluarkan dari
tempat penyimpanan di seluruh unit yang menyimpan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tersebut,
kemudian dikembalikan ke unit pengelolaan perbekalan
farmasi.
c. Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang Kadaluarsa / Rusak
1) Obat dan alat kesehatan yang telah kadaluarsa atau rusak
disimpan di lemari terpisah, didalam kardus di beri label
“Obat Rusak/ Kadaluarsa, Jangan Diracik/ Digunakan” dan
tanda silang merah.
2) Obat kadaluarsa tidak boleh digunakan.
3) Pengecekan tanggal kadaluarsa :
a) Pengecekan tanggal kadaluarsa obat dan alkes di setiap
area penyimpanan dilakukan setiap seminggu sekali, oleh
petugas farmasi yang ditunjuk.
b) Tiga bulan sebelum tanggal kadaluarsa, semua
perbekalan farmasi harus sudah dikembalikan ke Gudang
Farmasi, kecuali obat serum/ vaksin 1 bulan mendekati
tanggal ED, baru ditarik ke gudang farmasi.
8. Administrasi Penyimpanan
Keluar masuknya perbekalan farmasi dicatat dalam kartu stok barang da
n Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM RS).
a. Fungsi Kartu Stok
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa)
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 (satu) jenis obat
3) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian
mutasi obat
4) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding
terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya.
b. Kolom-kolom pada Kartu Stok diisi sebagai berikut:
1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran.
2) Tanggal kadaluwarsa
3) No batch
4) Jumlah penerimaan
5) Jumlah pengeluaran
6) Sisa stok
7) Paraf petugas yang mengerjakan
c. Penggunaan Kartu Stok
Kegiatan yang harus dilakukan :
1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat
bersangkutan
2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
3) Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/ daluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok
4) Seminggu sekali jumlah obat fisik dicocokan dengan kartu stok
5) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan
Warfarin 14 hari
Antiepilepsi phenytoin
Frekuensi Waktu
1x sehari Pagi 05-07
1x sehari Siang 11-13
1x sehari Sore 17-18
1x sehari Malam 21-22
2x sehari 05-06 17-18
(tiap 12 jam)
3x sehari 05-06 12-13 19-20
(tiap 8 jam)
4x sehari 06-07 12-13 18-19 22-23
(tiap 6 jam)
5x sehari 06-07 10-11 15-16 20-21 23-24
(tiap 4,5 jam)
6x sehari 05-06 09-10 13-14 17-18 21-22 01-02
(tiap 4 jam)
Obat parenteral
- 1 x 1 = jam 08.00 (Pagi)
- 1 x 1 = jam 16.00 (Sore)
- 1 x 1 = jam 00.00 (Malam)
- 2 x 1 = jam 08.00 dan 20.00
- 3 x 1 = jam 08.00, 16.00 dan 00.00
- 4 x 1 = jam 08.00, 14.00, 20.00 dan 02.00
- 6 x 1 = jam 08.00, 12.00, 16.00, 20.00, 00.00 dan
04.00
12. Pengendalian
a. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh instalasi Farmasi bersama
dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit, yang
dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
b. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai adalah untuk:
1) Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, yang
dievaluasi setiap bulan
2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa
dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai.
c. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dilakukan dengan cara:
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving)
a) Obat slow moving adalah obat yang jarang diresepkan oleh
dokter atau obat yang selama 6 bulan terakhir tidak pernah/
jarang diresepkan oleh dokter.
b) Obat slow moving yang memiliki waktu minimal 6 bulan
sebelum kadaluarsa (kecuali serum minimal 1 bulan sebelum
kadaluarsa) harus dibuatkan memo internal kepada semua
staf medis Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah untuk
meresepkan obat tersebut sebelum batas kadaluarsa
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock)
d. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala yaitu setiap
1 bulan sekali.
e. Pengendalian Obat mendekati expired date dilakukan secara berkala
f. Data Obat mendekati ED dilaporkan setiap 1 bulan.
g. Obat dengan kategori ED 3 dikembalikan kepada PBF masing-masing
sesuai dengan ketentuan yang disepakati
h. Obat yang sudah terlanjur melewati batas ED dikumpulkan di Gudang
Farmasi untuk selanjutnya diserah terimakan kepada bagian IPAL
untuk dimusnahkan.
i. Pengendalian yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kefarmasian
adalah sebagai berikut:
1) Catatan pemberian obat
Catatan pemberian obat adalah formulir yang digunakan perawat
untuk menyiapkan obat sebelum pemberian. Pada formulir ini
perawat memeriksa obat yang akan diberikan pada pasien.
Dengan formulir ini perawat dapat langsung merekam/mencatat
waktu pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai petunjuk.
2) Pengembalian obat yang tidak digunakan
Semua perbekalan farmasi yang belum diberikan kepada pasien
rawat tinggal harus tetap berada dalam kotak obat. Hanya
perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel yang dapat
dikembalikan ke farmasi.
2) Rekonsiliasi obat
a) Pengertian Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruks
i pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.
b) Tujuan Rekonsiliasi
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikas
i, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medic
ation error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehat
an primer dan sebaliknya.
c) Kegiatan Rekonsiliasi obat adalah :
(1) Rekonsiliasi obat saat di UGD
(2) Rekonsiliasi obat saat transfer
(3) Rekonsiliasi obat sebelum pasien pulang
d) Apoteker wajib mendata hasil rekonsiliasi dalam rekam
medis antara lain:
(1) Nama obat;
(2) Dosis / frekuensi;
(3) Berapa lama;
(4) Alasan minum obat; dan
(5) Berlanjut atau tidak saat rawat inap.
e) Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu
(1) Pengumpulan Data:
(a) Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat,
dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien
serta efek samping Obat yang pernah terjadi.
(b) Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat,
dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang
terjadi, dan tingkat keparahan.
(c) Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari
pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat
yang ada pada pasien, dan rekam medik. Data Obat
yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh
pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
(2) Komparasi
(a) Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan.
(b) Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana
ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-
data tersebut.
(c) Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat
yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti
tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada
rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat
bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja
(unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya
perbedaan pada saat menuliskan Resep.
(3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi k
urang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh A
poteker adalah:
(a) menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut
disengaja atau tidak disengaja;
(b) mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan,
atau pengganti; dan
(c) memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannya rekonsilliasi Obat.
(4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga
pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang
terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
3) Pelayanan informasi obat
a) PIO yang dilakukan bersifar aktif dan pasif
b) Kegiatan PIO aktif meliputi:
(1) Menerbitkkan leaflet
(2) Melakukan penyuluhan terkait kefarmasian dengan
kerjasama Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS)
(3) Menyediakan informasi terkait obat bagi tenaga
kesehatan lain
(4) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga
kefarmasian
c) Kegiatan PIO pasif berupa menjawab pertanyaan dari tenaga
kesehatan lain
d) kegiatan PIO pasif didokumentasikan dalam formulir yang
telah tersedia
e) Informasi obat untuk pasien sekurang kurangnya mencakup :
(1) Cara pemakaian obat;
(2) Cara penyimpanan Obat;
(3) Jangka waktu penggunaan obat;
(4) Aktivitas / makanan minuman yang harus dihindari
terkait dengan obat yang sedang dikonsumsi pasien.
4) Konseling
a) konseling dilakukan terhadap pasien rawat inap atau rawat
jalan yang membutuhkan
b) Kriteria pasien yang perlu mendapatkan konseling
(1) pasien kondisi khusus (geriatri, pediatri, gangguan fungsi
ginjal, ibu hamil dan menyusui)
(2) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(3) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi
khusus
(4) pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi
sempit
(5) pasien yang menggunakan banyak obat
(6) pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan yang rendah
c) Konseling yang dilakukan didokumentasikan dengan mengisi
formulir yang sudah disediakan yang berisi ringkasan
konseling.
5) Visite
a) Visite dilakukan oleh apoteker kepada pasien rawat inap
b) Visite dilakukan untuk memantau terapi obat yang dijalankan
pasien
c) Visite dapat dilakukan secara mandiri ataupun bersama
dengan tenaga kesehatan yang lain
d) Kriteria pasien yang dilakukan visite adalah pasien dengan
diagnosa diabetus mellitus, dengan hipertensi dan gagal
jantung.
Hasil :
Cara pengisian Algoritma Naranjo:
Pertanyaan nomor 1 dijawab berdasarkan literatur.
Pertanyaan nomor 2-4 ditanyakan langsung ke pasien.
Pertanyaan nomor 5 dijawab dengan melihat efek
samping obat lain dan keluhan karena penyakit.
Pertanyaan nomor 6-9 dijawab berdasarkan uji klinis.
Pertanyaan nomor 10 didukug oleh data lab.
Semua skor dijumlah berdasarkan angka yang sudah
tertera dalam algoritma naranjo.
(3) Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang
mempunyai risiko tinggi mengalami efek samping obat.
(4) Mengisi formulir efek samping obat di rekam medis.
(5) Melaporkan kepada Tim Farmasi dan Terapi dan bila
perlu melaporkan ke Komite Efek Samping Obat
Nasional. Pelaporan kejadian MESO ke Pusat MESO
Nasional dilakukan secara online setiap ada kejadian
d) Efek samping obat yang terjadi direkap oleh TFT dan
dilaporkan sesuai peraturan perundangan.
e) Pelaporan kejadian efek samping direkap dan dilaporkan ke
TFT setiap 3 bulan.
f) TFT membahas kejadian efek samping, melakukan analisa
dan melaporkan kepada Direktur.
8) Dispensing sediaan steril
a) Dispensing sediaan steril merupakan pelayanan farmasi
klinik .
b) Perawat yang melakukan dispensing sediaan steril
mendapatkan pelatihan / in house training
c) Penyiapan sediaan steril/obat suntik dilakukan dengan teknik
aseptis untuk menghindari infeksi nosokomial.
d) Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang
meminimalisir kontaminan mikroorganisme.
Kontaminan kemungkinan terbawa ke dalam daerah aseptis
dari alat kesehatan, sediaan obat, atau petugas jadi sangatlah
penting untuk mengontrol faktor faktor ini selama proses
pengerjaan produk aseptis.
Dalam melakukan penyiapan obat suntik yang akan diberikan
kepada pasien, petugas harus:
1) Terlatih dan Paham akan teknik Aseptis;
2) Bekerja sesuai SPO pencampuran obat suntik;
3) Mengacu pada pedoman pencampuran obat suntik yang
digunakan di rumah sakit . (Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan tahun 2009 )
BAB V
LOGISTIK
B. LOGISTIK PENDUKUNG
6 AC 0 1
7 Penerangan 1 1
8 Sarana air dan sistem 0 1
pembuangan limbah yang baik
BAB VI
ADMINISTRASI DAN SISTEM INFORMASI
A. ADMINISTRASI DAN PELAPORAN
1. Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
2. Administrasi dan pelaporan dilakukan oleh tenaga administrasi di bawah
supervisi langsung Kepala Instalasi Farmasi, adminstrasi kegiatan
pelayanan, administrasi perbekalan farmasi, administrasi keuangan dan
administrasi penghapusan.
3. Kegiatan administrasi terdiri dari :
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
meliputi perencanaan kebutuhan pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
b. Administrasi/Keuangan
Terkait dengan masalah keuangan, Instalasi Farmasi RS
Muhammadiyah Mardhatillah tidak melakukan pengelolaan
keuangan tersendiri khususnya dalam hal pembayaran atas belanja
perbekalan farmasi. Untuk penerimaan uang atas pelayanan pasien
non jaminan dilakukan oleh kasir yang secara kepegawaian, kasir
tersebut dibawah Keuangan. Sehingga instalasi Farmasi tidak perlu
membuat Laporan Keuangan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
B. SISTEM DOKUMENTASI DAN INFORMASI MANAJEMEN
1. Penyimpanan dokumen (resep, faktur, surat pesanan, laporan, surat-
surat). Resep dan faktur disimpan selama 5 tahun dan setelah itu
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat-surat,
laporan-laporan, evaluasi kinerja dan administrasi lainnya harus
dikelola dengan baik, disimpan minimal 5 tahun atau selama masih
berlaku.
2. Manajemen data
Kepala Instalasi bertanggung jawab terhadap menajemen data,
melakukan analisa, telaah dan menyajikan informasi kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
3. Sistem Informasi
Sistem informasi di Instalasi Farmasi merupakan bagian integral dari
sistem informasi manajemen (SIM) rumah sakit melalui jaringan
area lokal (LAN-Local Area Network) dan dapat digunakan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan manajemen. Pengelolaan
sistem informasi baik perangkat keras, perangkat lunak dan fasilitas
penunjang lainnya merupakan tanggung jawab bagian IT. Panduan
teknis pemanfaatan SIM dikeluarkan oleh bagian IT disertai
tingkatan password untuk menjamin keamanannya.
4. Pemanfaatan informasi
Informasi diberikan kepada pihak manajemen, namun bila
diperlukan dapat diberikan untuk kepentingan penilaian dengan
mempertimbangkan kebijakan rumah sakit dan kode etik organisasi.
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
B. KATEGORI ERROR
e. Edukasi Staf
Edukasi staf sebaiknya diberikan sebagai upaya untuk meningkata
n pengetahuan staf terkait keselamatan pasien sehingga dapat me
ngoptimalkan perannya dalam menurunkan insiden/kesalahan.
D. Medication Safety
1) Tujuan Medication Safety
Medication safety mempunyai tujuan agar tercapainya keselamatan pasie
n atau Patient safety. Patient safety adalah identifikasi, penilaian, analisi
s, dan manajemen risiko agar pelayanan pasien lebih aman dan memini
malkan harm pada pasien.
2) Strategi Untuk Meningkatkan Medication Safety
a) Sistem yang memastikan adanya distribusi obat yang lebih baik;
b) Sistem yang memastikan adanya pengecekan yang memadai;
c) Sistem yang memperbaiki pemberian obat;
d) Sistem yang memastikan adanya diseminasi pengetahuan tentang
obat yang lebih baik;
e) Sistem yang memperbaiki transfer informasi;
f) Sistem yang mendukung perawatan multidisiplin;
g) Sistem yang mendukung pelaporan insiden terkait obat dan efek
samping obat;
h) Pendekatan berbasis sistem untuk memahami dan mencegah
medication error.
3) Peran Petugas Kesehatan Dalam Mewujudkan Keselamatan Pengobatan
(Medication Safety):
a) Membuat laporan medication error;
b) Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk
menjamin medication safety;
c) Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan
praktek pengobatan;
d) Berpartisipasi dalam komite/tim yang berhubungan dengan
medication safety;
e) Terlibat dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan
obat;
f) Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan
pasien yang ada;
g) Membuat laporan indikator mutu, memberikan analisa dan masukan
peningkatan mutu;
h) Peningkatan kualitas pelayanan high alert medication dengan
melakukan prosedur pengecekan berganda pada tiap tahap
pelayanan.
i) Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi:
(1) Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error da
pat diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan pengg
unaan obat-obat sesuai formularium.
(2) Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif
dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari
distributor resmi.
(3) Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk men
urunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
(a) obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look alike,
sound-alike medication names) diberi jarak satu obat
(b) Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang
dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan
pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :
menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj,
heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat,
neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan
agonis adrenergik.
kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur
dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan
secara terpisah
(c) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
(4) Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya me
dication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
(a) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya
nama dan nomor rekam medik/nomor resep,
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat
melakukan interpretasi resep dokter. Untuk
mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk
penting dalam pengambilan keputusan pemberian obat,
seperti :
Data demografi umur, berat badan, jenis kelamin) dan
data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).
Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat
badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks
terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil
laboratorium, tanda-tanda vital dan parameter lainnya).
Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat
yang memerlukan penyesuaian dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan
pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat
dilakukan dengan penggunaan otomatisasi (automatic
stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan
pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani
dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan
konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta
benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut.
Petugas yang menerima permintaan harus menulis
dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.
(5) Dispensing
(a) Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
(b) Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum
tiga kali: pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat
mengambil obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat
ke rak.
(c) Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan
etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap
obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
(6) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
(a) Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan
mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan
pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan
dan bagaimana menggunakan obat dengan benar,
harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan,
kapan harus kembali ke dokter
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial,
interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus
dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug
Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien,
pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana
cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
(b) Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk
mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.
(c) Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker
mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi
kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses
sebelumnya.
(7) Penggunaan Obat
Apoteker berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien ra
wat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainny
a, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu d
iperhatikan adalah:
(a) Tepat pasien
(b) Tepat indikasi
(c) Tepat waktu pemberian
(d) Tepat obat
(e) Tepat dosis
(f) Tepat label obat (aturan pakai)
(g) Tepat rute pemberian
(8) Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk meng
etahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan
kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasi
kan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan menc
egah pengulangan kesalahan.
(a) Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) terkait kesalahan
penggunaan obat
(b) Merupakan kegiatan pelaporan untuk setiap kejadian yang
tidak disengaja dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi terjadi cidera pada pasien
akibat medication error.
(c) Insiden keselamatan pasien terdiri dari:
Kejadian Potensi Cidera (KPC), bila ditemukan kondisi
dimana berpotensi menimbulkan medication error.
Kejadian Nyaris Cidera (KNC), bila terjadi medication
error namun obat belum sampai diberikan kepada
pasien.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), bila terjadi
medication error dan obat sudah diberikan kepada
pasien atau telah digunakan oleh pasien.
Kejadian sentinel (kejadian berat), yaitu bila terjadi
medication error dan menimbulkan dampak yang berat
bagi pasien.
Apabila terjadi IKP berkaitan penggunaan obat, petugas
yang bersangkutan atau orang lain yang mengetahui
adanya IKP segera melaporkan kepada Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dalam
format laporan IKP dalam waktu maksimal 2x24 jam
sejak insiden terjadi.
Apoteker jaga menindaklanjuti adanya IKP secara
kolaborasi dengan DPJP dan unit terkait.
Kejadian kesalahan obat dibahas dalam Komite Mutu
dan Keselamatan Pasien sesuai jenis grading risk- nya
dan dibuat Laporan kepada Direktur dan TFT.
TFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat
untuk memperbaiki proses penggunaan obat termasuk
mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA
BAB X
PENUTUP
Setiap kegiatan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pada dasa
rnya seluruh kegiatan pelaksanaan pelayanan farmasi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nom
or 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Dala
m menjalankan fungsinya, Instalasi Farmasi juga berlandaskan pada falsafah d
an tujuan yang sesuai dengan visi, misi dan kebijakan mutu yang ditetapka
n rumah sakit untuk menunjang tercapainya pelayanan kesehatan yang bermu
tu serta mengacu pada Rencana Strategik rumah sakit lima tahun kedepan.
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah ini merupakan sebagai pedoman atau acuan bagi semua pihak ya
ng ada kaitannya dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah tata cara pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan farmasi.
Pedoman pelayanan ini masih banyak kekurangan dan akan terus diperbah
arui sesuai dengan perkembangan pelayanan farmasi rumah sakit dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Semua yang dilakukan dalam pelayanan far
masi harus selalu berorientasi pada pasien dengan mengutamakan keselamatan p
asien.
Ditetapkan :
Pada Tanggal : xxxxxx 1443 H
xxxxxx 2022 M
Direktur
RS Muhammadiyah Mardhatillah