Bab 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyamuk Aedes Aegypti

2.1.1 Definisi Nyamuk Aedes Aegypti

Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue

yang menyebabkan penyakit demam berdarah yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk genus Aedes. Nyamuk Aedes Aegypti saat ini masih menjadi vector atau

pembawa penyakit demam berdarah yang utama. Selain dengue, Aedes Aegypti

juga merupakan pembawa virus demam kuning ( yellow fever ) dan chikungunya.

Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh

dunia ( Indira dkk, 2017 ).

2.1.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut (Soedarto, 2012).Urutan Klasifikasi nyamuk adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Dipetera
Famili : Culicinae
Genus :Aedes
Spesies :Aedes aegypti

2.1.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna, yaitu dari

telur, jentik, pupa, dan nyamuk dewasa. Tahap tahap metamorphosis nyamuk

Aedes aegypti sebagai berikut :

7
8

. a. Stadium Telur

Aedes aegypti betina mampu bertelur sebanyak 80-100 butir setiap kali

bertelur. Pada waktu dikeluarkan, telur Aedes aegypti berwarna putih, dan berubah

menjadi hitam dalam kisaran waktu 30 menit. Gambar 2.1 Telur Aedes aegypti

berbentuk lonjong, berukuran kecil dengan panjang sekitar 6,6 mm dan berat

0,0113 mg, mempunyai torpedo, dan ujung telurnya meruncing. Jika dilihat

dibawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) akan tampak garis-garis

membentuk gambaran sarang lebah.

Gambar 2.1 Telur Aedes aegypti (Fitria, 2012 )

b. Stadium Larva

Telur akan menetas menjadi larva, larva Aedes aegypti terdiri dari 4

stadium yaitu larva instar I, instar II, instar III dan instar IV. Larva akan menjadi

pupa dalam waktu sekitar 7-9 hari. Tubuh larva terdiri dari kepala, dada dan perut.

Terdapat beberapa bagian tubuh yang menjadi ciri khas dari larva Aedes aegypti,

salah satunya terdapat pada bagian perut larva, bagian perut larva tersusun atas 8

segmen. Pada segmen ke VIII dari perut larva, akan didapatkan adanya duri sisir,

duri sisir yang terdapat pada larva Aedes aegypti memiliki duri samping

sementara pada Aedes albopictus sisir tidak memiliki duri samping.


9

Larva Aedes aegypti memiliki sifon, sifon terletak pada akhir segmen

perut. Sifon berfungsi sebagai alat pernafasan, sifon Aedes sp berbeda dengan

sifon Culex sp. Sifon pada Aedes sp memiliki ukuran yang lebih pendek jika

dibandingkan dengan sifon Culex sp. Selain itu, sifon pada Aedes sp hanya

memiliki sebuah siphon hair sementara Culex sp memiliki lebih dari satu siphon

hair. Masing- masing stadium larva juga miliki perbedaan dari ukuran tubuhnya.

Larva instar I akan memiliki panjang sekitar 1-2 mm. Larva instar II akan

memiliki panjang sekitar 2,5-3,9 mm sementara untuk larva instar III dan IV

masing-masing memiliki panjang sekitar 4-5 mm dan 5-7 mm. Bagian-bagian

tubuh larva pun akan berkembang seiring perkembagan larva tersebut. Bagian-

bagian tubuh larva pada instar III dan IV akan lebih terlihat jika dibandingkan

dengan larva instar I dan II (Barat dkk., 2013).

Larva Aedes aegypti dapat begerak-gerak lincah aktif serta sangat sensitif

terhadap rangsangan getar dan cahaya, saat terjadi rangsangan, larva akan segera

menyelam ke permukaan air dalam beberapa detik dan memperlihatkan gerakan-

gerakan naik kepermukaan air dan turun kedasar wadah secara berulang. Larva

mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu, Larva Aedes aegypti disebut

pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Makanan larva berupa alga, protozoa,

bakteri, dan spora jamur. Pada saat larva mengambil oksigen ke udara, larva

menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah badan larva

berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air (Setyowati, 2013).
10

Gambar 2.2 Larva Aedes aegypti (Kompasiana, 2015)

c. Pupa (kepompong)

Pupa nyamuk Aedes aegypti tubuhnya berbentuk bengkok, dengan bagian

kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan perutnya,

sehingga tampak seperti tanda baca ‘’koma’’. Pada segmen ke-8 terdapat alat

bernafas (siphon) berbentuk seperti terompet berfungsi untuk mengambil oksigen

dari udara maupun dari tumbuhan. Pada segmen perut ke-8 terdapat sepasang alat

pengayuh yang berguna untuk berenang, dan dua segmen terakhir melengkung ke

ventral yang terdiri dari brushes dan gills. Posisi pupa pada waktu istirahat sejajar

dengan bidang permukaan air (Susanna, 2011).

Stadium pupa lebih tahan terhadap kondisi kimia maupun suhu

(lingkungan). Tahap pupa, lebih sering berada di permukaan air sebab mempunyai

alat apung di bagian toraks dan lebih tenang serta tidak makan (Susanna, 2011).
11

Gambar 2.3 Pupa Aedes aegypti (Favacho, 2015)

d. Nyamuk Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki tubuh yang kecil terdiri dari 3

bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdoman). Nyamuk jantan

pada umumnya memiliki ukuran lebih kecil dibanding dengan nyamuk betina dan

terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan, tubuh berwarna

dominan hitam kecoklatan dengan bercak putih di bagian badan dan kaki. Kedua

ciri ini dapat diamati doleh mata telanjang. Umur nyamuk jantan kurang lebih 1

minggu, dan umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Nyamuk Aedes

aegypti lebih suka hinggap di tempat yang gelap dan pakaian yang tergantung,

Pada saat hinggap, posisi abdomen dan kepala tidak dapat satu sumbu. dan biasa

menggigit/menghisap darah pada siang dan sore hari sebelum gelap. Nyamuk

Aedes aegypti lebih suka menggigit manusia dan hewan lain (anthropophilik) dan

memilki jarak terbang nyamuk (flight range) kurang lebih 100 meter (Putri, 2015).
12

Gambar 2.4 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti (Marianti, 2017)

2.1.4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes egypti

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai siklus hidup sempurna yaitu

mengalami metamorphosis sempurna (holometabola) yang terdiri dari 4 (empat)

stadium yaitu telur, larva, pupa, nyamuk dewasa. Nyamuk betina meletakkan

telurnya diatas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat

perindukannya. Stadium telur, larva dan pupa hidup di air. Pada umumnya, telur

akan menetas menjadi larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air.

Stadium larva biasanya berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur

menjadi nyamukdewasa mencapai 9-10 hari. Suatu penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata waktu yang diperlukan dalam stadium larva pada suhu 270C

adalah 6,4 hari dan pada suhu 23-260C adalah 7 hari. Stadium pupa yang

berlangsung 2 hari pada suhu 25-270C, kemudian selanjutnya menjadi nyamuk

dewasa. Dalam suasana yang optimal perkembangan dari telur menjadi dewasa

memerlukan waktu sedikitnya 9 hari. Umur nyamuk betina diperkirakan mencapai

2-3 bulan (Pahlevi, 2017).


13

Gambar 2.5 Siklus Hidup Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).

2,1.5 Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan

pada siang hari yang dilakukan didalam rumah maupun di dalam rumah. Untuk

menjadi kenyang nyamuk betina akan menghinggap dan menghisap darah 2-3 kali

hingga kenyang, penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan

dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (jam 8.00-12.00) dan sebelum

matahari terbenam (jam 15.00-1700).

Tempat peristirahatan Aedes aegypti dapat dibedakan menjadi dua

pengertian. Istirahat dalam proses menunggu pematangan telur dan istirahat

sementara, yaitu istirahat pada saat nyamuk masih aktif mencari darah, selama

menunggu pematangan telur nyamuk akan berkumpul di tempat-tempat dimana

terdapat kondisi yang optimum untuk beristirahat, setelah itu akan bertelur dan

menghisap darah lagi. Tempat yang disenangi nyamuk untuk untuk hinggap

istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat-tempat yang gelap,

lembab, dan sedikit angin. Nyamuk Ades aegypti biasa hinggap beristirahat pada

baju-baju yang bergantungan atau benda- benda lain didalam rumah yang remang-
14

remang. Cahaya merupakan factor utama yang rendah dan kelembapan yang

tinggi merupakan kondisi yang baik bagi tempat peristirahatan nyamuk. Aedes

aegypti suka beristirahat pada tempat yang lembab, gelap, dan bersembunyi di

dalam rumah (Sudibyo, 2012)

2.1.6 Tempat Perkembangbiakan Larva Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Direktorat Jenderal pencegahan dan Pengenndalian Penyakit

(2014), tempat perkembangbiakan Larva Aedes aegypti dibedakan sebagai

berikut:

1. Artifical (Buatan)

Tempat perkembang biakan buatan adalah tempat menampung air buatan

yang dimanfaatkan oleh Nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat

perindukan. Contoh tempat perkembangbiakan larva buatan yakni bak

mandi, ember, dispenser, kulkas, ban bekas, pot/vas bunga, kaleng, plastic,

dan lain-lain.

2. Natural (Alamiah)

Tempat perkembangbiakan alamiah adalah tempat perindukan aedes

aegypti yang dimanfaatkan sebagai tempat perindukan alami. Adapun

contoh tempat, berupa tempat perindukan nyamuk pada tempat alamiah

yakni tanaman yang dapat menampung air, ketiak daun, tempurung kelapa,

lubang bambu, ataupun pelepah daun atau tanaman yang tergolong

phitotelmata.

Tempat perkembangbiakan masing-masing nyamuk berbeda bergantung

dengan perilaku tiap jenisnya. Adaptasi yang berbeda dari tiap jenis berpengaruh

terhadap jumlah lokasi yang dapat dijadikan sebagai tempat


15

perkembangbiakannya. Jenis nyamuk yang mempunyai adaptasi yang luas akan

memiliki tempat perkembangbiakan yang beragam sehingga angka ketahanan

hidupnya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis nyamuk yang adaptasinya

sempit (Selvyani, 2017).

2.1.7 Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penularan Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh virus dengue (DEN), yang

termasuk genus flavivirus. Virus yang ditularkan oleh nyamuk ini tergolong ss

RNA positive strand virus dari keluarga Flaviviridae.

Dengan ditularkan melalui gigitan kepada manusia, terutama oleh nyamuk Aedes

aegypti dan nyamuk Aedes albopictus, dan juga kadang-kadang ditularkan oleh

Aedes polynesiensis dan beberapa spesies nyamuk lainnya yang aktif menghisap

darah manusia pada waktu siang hari. Sesudah darah yang infektif terhisap oleh

nyamuk, virus memasuki kelenjar liur nyamuk (salivary glands) lalu berkembang

biak infektif dalam waktu 8-10 hari yang disebut masa inkubasi ekstrinsik

(extrinsic incubation period). Sekali virus memasuki tubuh nyamuk dan

berkembang biak, nyamuk tersebut akan tetap infektif seumur hidupnya.

Virus Dengue ditularkan dari seorang penderita ke orang lain melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di dalam tubuh manusia virus dengue akan

berkembang biak, dan memerlukan waktu inkubasi sekitar 45 hari sebelum

menimbulkan penyakit dangue. Penularan virus dengue terjadi melalui dua pola

umum, yaitu dengue epidemik dan dengue hiperendemik. Penularan dengue

epidemik terjadi jika virus dengue memasuki suatu daerah terisolasi, meskipun

hanya melibatkan satu serotipe virus dengue jika jumlah hospes yang peka (anak-

anak maupun orang dewasa) mencukupi jumlahnya, dan jika vektor besar
16

populasinya, ledakan penularan akan terjadi dengan insiden mencapai 25-50%.

Dalam pengendalian epidemik dengue, pemberantasan vektor, faktor iklim dan

imunitas penduduk turut serta mempengaruhinya. Penyebaran dengue

hiperendemik memiliki ciri khas berupa sirkulasi beberapa serotipe virus dengue

di suatu daerah dimana sejumlah besar hospes yang peka dan vektor penularnya

terus menerus dijumpai di daerah tersebut dan tidak dipengaruhi oleh musim. Pola

penularan ini merupakan pola utama dalam penyebaran global infeksi dengue. Di

daerah dengue hiperendemik, prevalensi antibody meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur, dan sebagian orang dewasa telah imun terhadap virus ini.

Penularan hiperendemik merupakan pemicu utama terjadinya Demam Berdarah

Dengue (Soedarto, 2012).

2.1.8 Gejala Klinis Demam Berdarah (DBD)

Dengue biasanya menginfeksi nyamuk Aedes betina saat dia menghisap

darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia), yaitu 2 hari

sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-

12 hari (periode inkubasi ekstrinsik) sesudah menghisap darah penderita yang

sedang viremia dan tetap infektif selama hidupnya. Setelah melewati masa

inkubasi ekstrinsik tersebut kelenjar ludah nyamuk akan terinfeksi dan virusnya

akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan

ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di

tubuh manusia selama 34 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal

penyakit. Gejala awal yang timbul yaitu demam tinggi mendadak berlangsung

sepanjang hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakkan bola mata dan nyeri

punggung.
17

Gejala awal yang timbul pada tahap awal ini sangar biasa sehingga sulit

untuk terdeteksi sebagai gejala DBD dikarenakan gejala awal yang muncul

hampir menyerupai gejala penyakit akut lainnya. Tanda khas DBD biasanya

muncul ketika memasuki fase yang parah, yaitu ketika adanya pendarahan di

berbagai organ tubuh Bentuk pendarahan yang sering muncul adalah pendarahan

pada kulit yang diperiksa dengan uji bending (rumple leed), pada kasus yang lebih

berat dapat menimbulkan nyeri ulu hati, perdarahan saluran cerna, syok, hingga

kematia. Masa inkubasi penyakit ini 3-14 hari, tetapi pada umumnya 4-7 hari.

Pada tahap awal infeksi, tubuh akan mencoba melawan virus tersebut

dengan menetralisasi virus, Ruam yang muncul merupakan bentuk dari netralisasi,

jika tubuh tidak mampu untuk menetralisasi virus maka virus tersebut mulai

mengganggu fungsi pembekuan darah dikarenakan adanya penurunan jumlah dan

kualitas komponen-komponen beku darah yang menyebabkan manifestasi

pendarahan. Jika kondisi ini semakin parah maka akan mengakibatkan kebocoran

plasma darah. Plasma-plasma ini akan memasuki rongga perut dan paru-paru,

keadaan ini bias fatal akibatnya. Inilah yang disebut sebagai DBD, jika tidak

ditangani dengan benar maka dapat menjadi sindrom syok dengue (DSS) (Depkes

RI, 2015).

2.1.9 Diagnosis

Menurut ( Yusriana, 2010 ) diagnosis dikategorikan sebagai berikut :

a. Diagnosis Klinis Kasus DBD

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-

menerus, selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan : uji Tourniquet positif,

petekie, ekimosis atau purpura, perdarahan mukosa, saluran cerna, dan


18

tempat bekas suntikan, hematemetik/melena Kasus SSD : kasus DBD

ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan : nadi cepat, lemah,

perfusi perifer menurun, hipotensi, kulit dingin- lembab, keadaan pasien

gelisah

b. Diagnosis Laboratoris Trombositopenia

Penurunan jumlah trombosit (kurang dari 100.000/ul). Pemeriksaan

trombosit perlu diulang sampai terbukti jumlah trombosit dalam batas

normal atau menurun. Hemokonsentrasi : peningkatan kadar hematokrit

lebih dari 20%, mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan

perembesan plasma darah.

c. Diagnosis Serologis Ada beberapa jenis uji serologi yang dipakai untuk

menentukan adanya infeksi virus dengue, misalnya: uji hemaglutinasi

inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test), uji komplemen fiksasi

(Complement Fixation Test), uji neutralisasi (Neutralization test), IgM

Elisa, IgG Elisa. Hasil Tes Serologis. Diintepretasikan dengan melihat

kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut

(naik 4 kali lipat atau lebih).

d. Diagnosis Radiologis Pada foto thoraks (rontgen dada) terhadap kasus

DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II, didapatkan efusi pleura,

terutama di sebelah hemitoraks kanan. Asites dan efusi pleura dapat

dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).

e. Diagnosis Diferensialis Diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus

atau infeksi parasit seperti : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis,

demam chikungunya, leptospirosis dan malaria. (Sumber: dirangkum dari


19

buku Tatalaksana DBD di Indonesia, Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2004,

hal. 10-19).

2.1.10 Pengobatan

Menurut ( Yusriana, 2010 ) pengobatan dapat dilakukan dibawah ini :

1. Penanganan Simtomatis

Mengatasi keadaan sesuai keluhan dan gejala klinis pasien. Pada

fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah baring, selama masih demam,

minum obat antipiretika (penurun demam) atau kompres hangat apabila

diperlukan, diberikan cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,

disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 (dua)

hari.

2. Pengobatan Suportif

Mengatasi kehilangan cairan plasma dan kekurangan cairan. Pada

saat suhu turun bisa saja merupakan tanda penyembuhan, namun semua

pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2

hari, setelah suhu turun. Karena pada kasus DBD bisa jadi hal ini

merupakan tanda awal kegagalan sirkulasi (syok), sehingga tetap perlu

dimonitor suhu badan, jumlah trombosit dan kadar hematokrit, selama

perawatan. Penggantian volume plasma yang hilang, harus diberikan

dengan bijaksana, apabila terus muntah, demam tinggi, kondisi dehidrasi

dan curiga terjadi syok (presyok).


20

2.1.11 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue ( DBD )

Saat ini, tidak tersedia vaksin untuk demam berdarah. Karena itu,

pencegahan terbaik adalah dengan menghilangkan genangan air yang dapat

menjadi sarang nyamuk, menghindari gigitan nyamuk, dan memberantas nyamuk

yang menjadi vektor penular virus dengue merupakan cara untuk mencegah

penyebaran penyakit dengue.

Di Indonesia penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan

kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program pemberantasan sarang

nyamuk ( PNS ) dengan cara 3M plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan

sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan.

Menurut ( Depkes, 2016 ) Program PNS yaitu :

a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat

penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air

minum dll.

b. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti

drum, toren air, kendi dan lain sebagainya.

c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki

potensi untuk jadi perkembangbiakan nyamuk penular demam berdarah.

Adapun yang dimaksud 3M plus segala bentuk pencegahan seperti :

a. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit

dibersihkan.

b. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk

c. Menggunakan kelambu saat tidur

d. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk


21

e. Menanam tanaman pengusir nyamuk

f. Mengatur cahaya dan fentilasi dalam rumah dll.

2.2 Tinjuan Tentang Insektisida

2.2.1 Definis Insektisida

Pasal 1 Dalam peraturan Pemerintahan nomor 7 tahun 1973 tentang

Pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan Insektisida, Insektisida

adalah satu jenis pestisida selain jenis fungisida, rodentisida, herbisida,

bakterisida, virusida, nematisida, mitiusida, acorisida, lamprisida dan lain-lain.

Berbagai insektisida dikenal dengan dalam bidang pertanian, kesehatan

masyarakat dan kesehatan veteriner. Bahan aktif insektisida digunakan bersama

dengan bahan lain, seperti dicampur dengan minyak sebagai pelarut, air

pengencer, penyemprotan, bubuk yang dicampurkan sebagai pengencer, sinergis

dan sebagainya (Arif, 2015).

Cara kerja Insektisida

Cara masuk insektisida kedalam tubuh serangga dapat dibedakan atas

racun pernafasan (fumigants), racun kontak, dan racun perut. Fumigants

berbentuk gas, digunakan untuk membunuh serangga tanpa harus memperhatikan

mulutnya sehingga dalam penggunaan insektisida ini harus berhati-hati terutama

penggunaan pada ruang tertutup. Insektisida sebagai racun kontak, kontak antara

serangga yang ingin dibunuh dengan insektisida yang digunakan. Insektisida

sebagai racun perut berarti insektisida harus masuk melalui mulut, serangga yang

diberantas dengan insektisida ini biasanya mempunyai bentuk mulut yang

memggigit lekat isap dan bentuk menghisap (Joharina, 2011).


22

Berdasarkan cara kerja insektisida terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :

1. Menganggu sistem syaraf

2. Menghambat produksi energi

3. Mempengaruhi sistem endokrin

4. Menghambat produksi kutikula

5. Menghambat keseimbangan air

2.2.2 Jenis Insektisida

Insektisida merupakan kelompok pestisida yang terbesar yang terdiri atas

beberapa jenis bahan kimia berbeda, antara lain organoklorin, organofosfat,

kabamat, piretroid, dan DEET. Penggunaan organoklorin telah dilarang di dunia

dan Indonesia. Organofosfat merupakan racun pengendali serangga yang paling

toksik terhadap binatang bertulang belakang. Akibat insektisida ini terjadi

penumpukan asetilkolin, Gejala yang timbul adalah sakit kepala hingga kejang-

kejang otot dan kelumpuhan. Karbamat termasuk propoxur yang merupakan

senyawa karbamat yang dapat menyebabkan kerusakan syaraf dan diduga kuat

sebagai zat karsinogenik, Pengaruhnya tidak berlangsung lama tetapi tetap

berbahaya jika terjadi akumulasi.

Selanjutnya piretroid, yang termasuk jenis transfultrin, dalletrin,

permetrin, dan sipermetrin. Piretroid mempunyai toksisitas rendah pada manusia

karena tidak terabsorpsi dengan baik oleh kulit. Walaupun demikian, insektisida

ini dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka. Penelitian Picciotto pada

tahun 2008 dari Universitas California mendukung adanya korelasi piretrin

dengan autisme. Terakhir DEET, yang digunakan sebagai insektisida oles, DEET

disarankan tidak digunakan pada pemakaian berulang setelah delapan jam. DEET
23

dapat berpenetrasi melalui kulit sehingga menimbulkan keracunan. The America

Academy of Pediatrics merekomendasikan agar DEET tidak digunakan pada bayi

yang berumur kurang dari dua bulan (Kusumastuti, 2014).

2.2.3 Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Lingkungan

Racun insektisida dari berbagai zat aktif tersebut tidak hanya dirasakan

oleh serangga sasaran, tetapi bisa berakibat terhadap hewan peliharaan maupun

manusia. Pada manusia, yang paling rentan terhadap racun insektisida adalah

anak-anak, mereka cenderung memasukkan berbagai jenis barang yang ditemui ke

dalam mulutnya, jika yang dimasukkan adalah insektisida, risikonya adalah

kematian. Insektisida meracuni tubuh melalui beberapa cara, yaitu tertelan,

terhirup, terkena kulit atau mata. Produk insektisida yang beredar di pasaran

antara lain bakar, aerosol, oles, mat, dan cair elektrik (Kusumastuti, 2014).

Penggunaan pestisida selain bermanfaat untuk meningkatkan produksi

pertanian tapi juga menimbulan dampak negatif terhadap lingkungan dan juga

kesehatan manusia

1. Pencemaran udara

Pestisida berkontribusi sebagai polutan udara, pestisida kimiawi

tersuspensi kedalam udara dan akan dibawa oleh angin ke seleruh penjuru

sehingga terjadi kontaminan yang bahaya terhadap lingkungan. Hal inilah yang

merupakan jalan bagi zat ini untuk terdispersi ke dalam udara.

2. Pencemaran air dan tanah

Senyawa kimia penyusun pestisida adalah kontaminan tanah yang

persisten, bahwa sifat pencemarannya akan berlangsung dalam jangka waktu lama

didalam tanah. Penggunaan pestisida menurunkan biodiversitas didalam tanah


24

3. Terhadap hewan

Pestisida kimiawi memiliki dampak yang sangat besar terhadap

keberadaan biota. Hewan mengalami keracunan akibat adanya residu pestisida

tertinggal pada tanaman yang disemprotkan dengan pestisida, hewan yang berada

disekitar tanaman itu akan berinteraksi dengan tanaman tersebut dari dekat

sehingga akan mengalami keracunan yang tidak dikehendaki. Hal ini

mempengaruhi kualitas hidup hewan yang gagal dalam mempertahankan dirinya

dari keracunan .

4. Terhadap manusia

Pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, dengan

menghirup aerosol, debu, atau uap yang mengandung pestisida. Masuknya

pestisida juga dapat melalui bahan makanan dan air yang telah tercemar oleh

pestisida, atau juga bias terjadi kontak langsung dengan kulit sehingga

menimbulkan iritasi serius.

Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan

mengancam kesehatan manusia adalah pestisida golongan organoklorin yang

bersifat resisten, tingkat kerusakan yang disebabkan oleh organoklorin lebih tinggi

jika dibandingkan dengan senyawa lainnya, karna senyawa ini tidak mudah terurai

dan peka terhadap sinar matahari (Amar, 2013).

Keuntungan Penggunaan Pestisida

Pestisida sampai saat ini digunakan sebagai larvasida sehingga dapat

mengendalikan serangga hama permukiman terutama nyamuk. Sehingga

menjadikan salah satu alternatif program pengendalian vektor DBD yang sudah

digunakan sejak tahun 1973 (Astuti, 2016).


25

2.3 Tinjauan Tentang Daun Kenikir ( Cosmos caudatus )

2.3.1 Definisi

Daun kenikir berasal daerah tropis dari Amerika Latin, Amerika Tengah,

tetapi tumbuh liar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat serta di

Indonesia dan negara- negara Asia Tenggara lainnya. Di Indonesia, daun kenikir

biasanya ditanam disekitar rumah sebagai tanaman hias. Daun kenikir yang masih

muda dan pucuknya dapat digunakan untuk sayuran, dimakan mentah-mentah.

Masyarakat Jawa sudah biasa menggunakan sayuran ini sebagai salah satu

pelengkap pecel. Kenikir juga disebut sebagai Ulam Raja yang artinya sayuran

raja yang dipakai di bahasa Melayu dan randa midang (Jawa Barat) ( Sahid, 2016

).

Gambar 2.6 Daun Kenikir (Cosmos caudatus ) (Ana, 2015)

2.3.2 Taksonomi Daun Kenikir (Cosmos caudatus )

Kedudukan tanaman Kenikir dan Sistematika tumbuhan adalah sebagai

berikut :

Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Arsterales
Suku : Asteraceae
Marga : Cosmos
26

Jenis : Cosmos caudatus Kunth.


(Moshawih, 2017)

2.3.3 Morfologi Daun Kenikir (Cosmos caudatus )

Kenikir (Cosmos caudatus) merupakan tumbuhan yang tahan terhadap

cuaca panas dan dapat tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari langsung

dengan tanah pasir, berbatu, berlempung, dan liat berpasir dengan kelembapan

sedang atau lebih (Astutiningrum, 2016).

Kenikir Cosmos caudatus) merupakan tanaman perdu yang memiliki akar

tunggang dan berwarna putih serta memiliki batang yang kokoh, kuat, tegak,

bercabang banyak, beruas berwarna hijau keunguan, bersegi empat dengan alur

membujur dan berambut. Daunnya majemuk, bersilang berhadapan, berbagi

menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang 15-25 cm, berwarna hijau. Bunga

majemuk, bentuk bongkol, di ujung batang, tangkai panjang ± 25 cm, mahkota

terdiri dari 8 daun mahkota, panjang ±1 cm, merah, benang sari bentuk tabung

kepala sari coklat kehitaman, putik berambut, hijau kekuningan, merah. Buahnya

keras, bentuk jarum, ujung berambut, masih muda berwarna hijau setelah tua

berwarna coklat. Biji keras, kecil, bentuk jarum, panjang ±1 cm, berwarna hitam.

Tinggi tanaman ini mencapai 75-100 cm dan berbau khas (Sarmoko, dkk, 2010).

2.3.4 Manfaat Daun Kenikir ( Cosmos caudatus )

Daun Kenikir merupakan salah satu tumbuhan yang banyak terdapat di

Indonesia dan dimanfaatkan untuk sayur atau bahan lalapan. Semua bagian

kenikir digunakan untuk beberapa tujuan seperti bahan tambahan pangan, obat,

dan parfum. Daun Kenikir juga digunakan sebagai obat dari beberapa penyakit

seperti pengobatan penurunan densitas mineral tulang dan penurunan tekanan


27

darahnya. Daun Kenikir juga dipercaya dapat mencegah atau mengobati penyakit

kanker karena mengandung senyawa polifenol yang berfungsi sebagai

antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang berpotensi dapat melawan

oksidan berbahaya yang dapat merusak sel tubuh dan juga dapat menghambat

inisiasi atau propagasi oksidasi (Izza, dkk, 2016).

2.4 Kandungan Daun Kenikir (Cosmos caudatus) sebagai larvasida

Daun Kenikir (Cosmos caudatus ) merupakan tanaman penghasil

insektisida alami karena mengandung senyawa flavonoid, saponin, polifenol, dan

minyak atsiri ( Sahid, dkk, 2016 ).

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder

yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Falvonoid termasuk

kedalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6. Berbagai

jenis senyawa kandungan dan aktifitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu

kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah.

Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom-atom

hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk

glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang

disebut aglikon. Senyawa flavonoid bekerja sebagai racun pernapasan.

Mekanisme kerja senyawa flavonoid sebagai larvasida masuk ke dalam tubuh

larva melalui system pernapasan yang kemudian menimbulkan kelayuan pada

syaraf serta kerusakan pada sistem pernapasan mengakibatkan larva tidak bias

bernapas dan akhirnya mati.


28

2. Saponin

Saponin merupakan suatu glikosida yaitu campuran karbohidrat sederhana

dengan aglikon yang terdapat pada bermacam-macam tanaman. Saponin

dibedakan berdasarkan hasil hidrolisisnya menjadi karbohidrat dan sapogenim,

sedangkan sapogenim terdiri dari dua golongan yaitu saponin stereoid dan

saponin. Saponin banyak dipelajari karena kandungannya yang kemungkinan

berpengaruh pada nutrisi. Saponin mempunyai karakteristik berupa buih sehingga

apabila direaksikan dengan air kemudian dikocok akan menghasilkan buih yang

dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter,

memiliki rasa pahit yang dapat menurunkan nafsu makan larva, kemudian larva

akan mati karena kelaparan. Saponin merupakan racun yang dapat

menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah dan bersifat racun bagi

hewan berdarah dingin. Saponin bersifat keras dan racun biasa disebut sebagai

sapotoksin (Rachman, dkk, 2013).

3. Polifenol

Senyawa fenol adalah substansi yang memiliki cincin benzene dengan satu

atau lebih gugus hidroksil, termasuk turunan fungsionalnya. Fenol banyak

memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan, salah satunya adalah mengurangi

resiko penyakit jantung dengan menghambat oksidasi LDL (Low Density

Lipoprotein), sejumlah besar fenol baik yang memiliki berat molekul rendah

ataupun tinggi menunjukkan kemampuan sebagai antioksidan yang dapat

melawan oksidasi lipid. Selain itu senyawa fenol juga mempunyai sifat

antibakteri, antivirus, anti mutagenic dan antikarsinogenik.


29

Kekuatan senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa

faktor seperti ikatan gugus hidroksil pada cinicin aromatik, posisi ikatan, posisi

hidroksil bolak balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam

‘’merantas’’ oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron

sehingga terbentuknya radikal fenoksil yang relatif stabil. Ada hubungan antara

kemampuan senyawa fenol sebagai antioksidan dan struktur kimianya.

Konfigurasi dan total gugus mempengaruhi mekanisme aktivitasnya sebagai

antioksidan.

4. Minyak Atsiri

Minyak atsiri dikenal dengan minyak terbang, minyak eteris (essential oil

atau volatil) atau minyak yang mudah menguap. Minyak atsiri dapat dihasilkan

dari berbagai bagian tanaman, seperti, bunga, akar, ranting, batang, daun, atau

buah dan merupakan campuran senyawa volatil yang dapat diperoleh dengan

destilasi, sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tingkat tinggi serta mempunyai

peranan penting bagi tanaman itu sendiri. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai

kosmetik, obat-obatan, makanan, dan aroma terapi yang membuat nyamuk tidak

tahan dari baunya (Nurhaen, dkk, 2016).

Mekanisme Kandungan Kimia Daun Kenikir (Cosmos caudatus) Terhadap

Kematian Larva Aedes aegypti

Daun kenikir (Cosmos caudatus) merupakan tanaman yang telah

digunakan oleh masyarakat sejak lama untuk berbagai tujuan pengobatan seperti

obat lemah lambung, kanker, gondongan, cuci darah, dan lain sebagainya. Daun

dan bunga daun kenikir mengandung berbagai macam zat kimia antara lain :
30

Flavonoid, saponin, polifenol, minyak atsiri. Senyawa tersebut sebagai zat aktif

yang ampuh sebagai pembunuh Larva Aedes aegypti.

2.6 Hipotesis

Ada pengaruh pemberian perasan daun Kenikir (Cosmos caudatus) efektif

terhadap jumlah kematian larva Aedes aegypti.

Anda mungkin juga menyukai