Publikasi Ilmiah E100130078

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

Analisis Tingkat Kerentanan Wilayah Terhadap

Bahaya Demam Berdarah Dengue (DBD) Dengan Menggunakan


Penginderaan Jauh & Sistem Informasi Geografi
Di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana S-1

DISUSUN OLEH :
FAIZAL KUSUMA JATI
E100130078

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2014

1
2
3

ANALISIS TINGKAT KERENTANAN TERHADAP BAHAYA DEMAM BERDARAH


DENGUE (DBD) DENGAN MENGGUNAKAN
PENGINDERAAN JAUH & SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DI KECAMATAN BANJARSARI, KOTA SURAKARTA

Faizal Kusuma Jati


[email protected]

ABSTRAK

Penelitian mengenai tingkat kerentanan terhadap Demam Berdarah Dengue


ini dilakukan di Kecamatan Banjarsari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui persebaran dan tingkat kerentanan penyakit Demam Berdarah Dengue di
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Menganalisis faktor – faktor wilayah yang
berpengaruh terhadap persebaran dan peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue
di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
berjenjang tertimbang dengan pembobotan di setiap parameter yang berpengaruh,
sedangkan metode sampel yang digunakan adalah metode random sampling dimana
teknik penentuan sampel dilakukan dengan landasan berpikir bahwa semua anggota
populasi mempunyai kesempatan yang sama dipilih sebagai anggota sampel. Ada
enam parameter yang digunakan dalam penelitian ini, penggunaan lahan, kepadatan
permukiman, pola permukiman, kepadatan penduduk, jaraj terhadap sungai, dan
jarak terhadap TPS Sementara.
Hasil dari peta kerentanan wilayah terhadap bahaya demam berdarah
menyatakan bahwa di Kecamatan Banjarsari didominasi oleh daerah yang rentan.
Luas daerah yang memiliki tingkat kerentanan sangat rentan adalah 32,3%, rentan
56%, agak rentan 6,9%, dan daerah non permukiman sebesar 4,8%. Pada daerah
yang mempunyai kelas kerentanan sangat rentan seperti di sebagian Kelurahan
Gilingan, di kelurahan ini didiukung dengan kondisi fisik daerah yang kurang baik.
Kelurahan Gilingan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, permukiman yang
padat dan didukung dengan pola permukiman yang tidak teratur. Kelurahan Gilingan
juga salah satu daerah yang dilalui oleh Sungai Pepe dan juga terdapat TPS
sementara di dalamnya. Hal ini membuat sebagian daerah di Gilingan mempunyai
tingkat kerentanan yang sangat rentan.

Kata Kunci : DBD, Aedes aygypti, Kecamatan Banjarsari.


4

VULNERABILITY ANALYSIS OF HAZARD DENGUE HEMORRHAGIC FEVER


(DHF) USING REMOTE SENSING & GEOGRAPHY INFORMATION SYSTEM
IN DISTRICT BANJARSARI,
CITY SURAKARTA

Faizal Kusuma Jati


[email protected]

ABSTRACT

Research on the level of vulnerability to Dengue is carried out in the District


Banjarsari. The purpose of this study was to determine the distribution and level of
disease susceptibility Dengue Hemorrhagic Fever in the District Banjarsari, the city
of Surakarta. Analyzing factors - factors that influence the spread of the region and
an increase in cases of Dengue Hemorrhagic Fever in the District Banjarsari, the city
of Surakarta.
The analysis method used in this research is quantitative tiered weighted by
weighting each influencing parameters, while the sampling method used is the
method of random sampling where sampling technique is done by grounding think
that all members of the population has the same chance as a member of the sample
selected. There are six parameters used in this study, land use, density of settlement,
settlement patterns, population density, jaraj of the river, and the distance to the TPS
meantime.The method of analysis used in quantitative tiered peneletian are weighted
by weighting each influencing parameters, while the sampling method used was
stratified random sampling method in which sampling technique conducted with
respect to strata (levels) in the population. There are six parameters used in this
study, land use, density of settlement, settlement patterns, population density, jaraj of
the river, and the distance to the TPS meantime.
The results of the vulnerability of the area to hazards map dengue fever in the
district stated that Banjarsari dominated by vulnerable areas. The area that has a very
fragile vulnerability is 32.3%, vulnerable 56%, rather vulnerable 6.9%, and non-
residential area of 4.8%. In areas that have a class of vulnerability is very vulnerable
as in most village mill, in this village didiukung with the physical condition of the
area is not good. The Village Mill has a high population density, dense settlements
and backed with an irregular pattern of settlement. The mill is also one of the Village
area traversed by the river Pepe and also a temporary polling station in it. This
makes some areas in mill has a very vulnerable level of vulnerability.

Keywords: Dengue Fever, Aedes aegypti, District Banjarsari


5

1. Pendahuluan peningkatan kasus demam berdarah dari

1.1. Latar Belakang tahun ke tahun. Sehingga, penyakit


Indonesia merupakan negara Demam Berdarah Dengue masih
tropis yang memiliki dua musim yakni menjadi ancaman bagi masyarakat Kota
musim penghujan dan musim kemarau. Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan
Perubahan iklim secara global yang kesaksian dari Kepala Bidang
terjadi di dunia belakangan ini Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
berpengaruh besar terhadap perubahan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota
cuaca dan pergeseran musim yang ada Surakarta, Efi Setyawati Pertiwi
di Indonesia. Tidak hanya berdampak mengatakan di Surakarta terdapat 20
pada perubahan cuaca dan pergeseran kelurahan yang menjadi wilayah
musim, perubahan iklim global endemis DBD dan peringkat kasus
berdampak pada intensitas terbanyak berada di Kelurahan Kadipiro,
perkembangan penyakit dan dampaknya Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
bagi kesehatan manusia. Menurut Prof Penginderaan Jauh dan SIG
dr Tjandara Yoga Aditama, Sp(K), sendiri mempunyai peran penting dalam
MARS, Direktur Jenderal Pengendalian bidang kesehatan diantaranya untuk
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mengidentifikasi dan memanfaatkan
Kementerian Kesehatan RI, Perubahan teknologi sistem informasi geografis
iklim yang terjadi pada suatu wilayah untuk merencanakan,
mampu mempengaruhi perkembangan mengimplementasikan, mengevaluasi
vektor penyakit dan didukung dengan sistem dan manajemen informasi
melemahnya daya tahan tubuh manusia kesehatan, selain itu peran Penginderaan
itu sendiri. Di Indonesia sendiri jauh dan SIG sendiri dapat mampu
khususnya perubahan iklim dapat merancang dan merekayasa sistem
berpengaruh besar terhadap informasi untuk peningkatan kinerja
perkembangan penyakit Demam pelayanan kesehatan.
Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria.
Kecamatan Banjarsari memiliki 1.2. Tujuan
penduduk sebesar 173.145 ribu pada Tujuan Penelitian ini adalah (1)
tahun 2012 dan memiliki luas wilayah Mengetahui persebaran dan tingkat
14,81 km². Berdasarkan data dari Dinas kerentanan penyakit Demam Beradarah
Kesehatan, Kota Surakarta mengalami Dengue di Kecamatan Banjarsari, Kota
6

Surakarta (2) Menganalisis faktor – faktot yang tidak mengalir) dan genangan –
wilayah yang berpengaruh terhadap genangan seperti : bak mandi, gentong,
persebaran dan peningkatan kasus Demam kaleng, ban bekas, dll. Terdapat tiga faktor
Berdarah Dengue di Kecamatan Banjarsari, yang memegang peranan pada penularan
Kota Surakarta. infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus,
2. Tinjauan Pustaka dan vektor perantara. Virus dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam ditularkan kepada manusia melalui gigitan
Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus nyamuk Aedes aegypti. wilayah menuju ke
dengue yang termasuk kelompok B bagian luarnya. Kekuatan ini sering disebut
Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sebagai kekuatan pendorong. Kekuatan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, pendorong berada pada daerah asal pelaku
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis mobilitas.
serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, Perkembangan hidup nyamuk Aedes
DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan aegypti dari telur hingga dewasa
menimbulkan antibodi terhadap serotipe memerlukan waktu sekitar 10 – 12 hari.
yang bersangkutan, sedangkan antibodi Hanya nyamuk betina yang menggigit dan
yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat menghisap darah serta memilih darah
kurang, sehingga tidak dapat memberikan manusia untuk mematangkan telurnya.
perlindungan yang memadai terhadap Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa
serotipe lain tersebut.. menggigit dan menghisap darah, melainkan
Menurut riwayatnya nyamuk hidup dari sari bunga tumbuh – tumbuhan.
penular penyakit demam berdarah yang Umur nyamuk Aedes aegypti betina bekisar
disebut penyakit demam berdarah yang antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata –
disebut nyamuk Aedes aegypti itu, pada rata 1, 5 bulan, tergantung dari suhu
awal mulanya berasal dari Mesir yang kelembaban udara di sekelilingnya.
kemudian menyebar ke seluruh dunia, Kemampuan terbangnya bekisar antara 40 –
melalui kapal laut dan udara. Nyamuk 100 m dari tempat perkembang –
hidup dengan subur di belahan dunia yang biakannya. Tempat istirahat yang
mempunyai iklim tropis dan subtropis disukainya dalah benda – benda yang
seperti Asia, Afrika, Australia, dan tergantung yang ada di dalam rumah,
Amerika. Nyamuk Aedes Aegypti hidup dan seperti korden, kelambu, dan baju di kamar
berkembang biak pada tempat – tempat yang gelap dan lembab.
yang mempunyai sistem air yang buruk (air
7

3. Metode Penelitian Tabel 3.1 Klasifikasi Penggunaan Lahan


Metode penelitian yang digunakan
Penggunaan
No Harkat Bobot
dalam penelitian ini adalah metode sampel. Lahan
Permukiman,
untuk menentukan titik sampel dalam Pabrik,
Perkantoran,
penelitian ini menggunakan metode 1
Perdagangan dan
3 2
random sampling dimana teknik penentuan Jasa, dan Kolam
Renang
sampel dilakukan dengan landasan berpikir Kebun Campur,
Lahan Kosong,
bahwa semua anggota populasi mempunyai 2 Kuburan, 2 2
Lapangan, dan
kesempatan yang sama dipilih sebagai Sawah
anggota sampel. Kesempatan yang sama 3 Tegalan, Kebun 1 2
Sumber : Sutanto, 1980.
dapat diartikan sebagai hak yang sama
karena kelompok anggota populasi Kecamatan Banjarsari didominasi

diasumsikan dan diyakini mempunyai dengan permukiman dan lahan terbangun.

karakter yang homogen. Unit analisis Lebih dari 80 % penggunaan lahan di

penelitian ini adalah blok permukiman Kecamatan Banjarsari digunakan sebagai

sedangkan untuk unit penelitiannya adalah daerah permukiman dan sisanya digunakan

kecamatan. sebagai perkantoran, perdagangan, lahan

Sedangkan metode analisisnya yang kosong, lapangan, kolam renang, sawah,

digunakan untuk mengetahui persebaran pendidikan, kebun, dan tegalan.

dan tingkat kerentanan daerah kejadian Tabel 3.2 Klasifikasi Kepadatan


penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Permukiman
di Kota Surakarta adalah dengan Kepadatan
No Harkat Bobot
menggunakan metode tumpang susun Permukiman
1 < 40 % Jarang 1 3
berjenjang tertimbang yaitu dengan cara
40 % - 60 %
mengoverlay parameter - parameter yang 2 2 3
Sedang
digunakan serta memberikan bobot pada 3 > 60% Padat 3 3
setiap parameter yang telah dilakukan cek Sumber : Ditjen Cipta Karys, Dep. PU tahun

lapangan. Penelitian ini menggunakan data 1979 (Aisyah,2000).

primer dan data sekunder. Kepadatan permukiman di


Kecamatan Banjarsari didominasi oleh
kepadatan sedang yang luasnya mencapai
1048 hektar dan sisanya merupakan daerah
dengan klasifikasi kepadatan padat dan non
8

permukiman. Keadaan rumah yang saling merupakan kewajiban, entah layak atau
berdekatan membuat tingkat kerentanan tidak.
demam berdarah akan semakin tinggi,
Tabel 3.4 Klasifikasi Kepadatan
selain itu juga dapat membuat penyakit ini
Penduduk
semakin cepat menyebar. Hal ini
Kepadatan
disebabkan karena sistem penularan No Penduduk Harkat Bobot
penyakit demam berdarah yang seperti ini, (Jiwa)

yang pertama adalah apabila nyamuk 9522 –


1 1 4
12048,33
demam berdarah yang sudah terinfeksi
12048,33 –
2 2 4
virus yang menggigit manusia dan yang 14574,66

kedua adalah nyamuk demam berdarah 14574,66 –


3 3 4
17101
menggigit manusia yang telah terinfeksi
Sumber : Hasil Perhitungan (Surakarta dalam Angka
oleh virus kemudian menggigit orang lain.
Tahun 2013).

Tabel 3.3 Klasifikasi Pola Kecamatan Banjarsari

Permukiman didominasi oleh kepadatan penduduk


No Tata Letak Harkat Bobot antara 12048,33 – 14574,66 jiwa atau

> 50% ditata termasuk pada kelas sedang. Nilai


1 1 1
secara teratur kepadatan penduduk didapat dari jumlah
25% - 50% penduduk dibagi dengan luas blok
2 ditata secara 2 1
teratur permukiman yang ada. Sebuah rumah

3
< 25% ditata
3 1
diasumsikan ada satu keluarga yang
secara teratur
menempatinya, yaitu ayah, ibu, dan dua
Sumber : Ditjen Cipta Karys, Dep. PU tahun
anak. Perhitungan dengan metode ini
1979 (Aisyah,2000).
tidak akurat tetapi setidaknya dapat
Di Kecamatan Banjarsari
mendekati nilai yang sesungguhnya.
didominasi oleh pola permukiman <
25% ditata secara teratur. Hal ini terlihat
dari arah hadap rumah dan jarak dari
masing – masing rumah. Perbedaan
tingkat ekonomi di masyarakat membuat
hal – hal tersebut tidak terlalu
diindahkan, sehingga bagi sebagian
orang mempunyai tempat tinggal
9

Tabel 3.5 Klasifikasi Jarak Terhadap Tabel 3.6 Klasifikasi Jarak Terhadap
Sungai TPS Sementara
Jarak
No Terhadap Harkat Bobot Jarak TPS
No Harkat Bobot
Sungai (m) (m)

1 < 100 3 2 1 < 100 3 2

2 100 – 1000 2 2 100 –


2 2 2
1000
3 > 1000 1 2
3 > 1000 1 2
Sumber : Ditjen PPM dan LPP, Depkes RI tahun
Sumber : Ditjen PPM dan LPP, Depkes RI
1988 (Aisyah,2000).
tahun 1988 (Aisyah,2000).

Pada peta jarak terhadap sungai


Kecamatan Banjarsari memiliki 4
di Kecamatan Banjarsari, daerah yang
TPS, yaitu 2 TPS di Kelurahan Gilingan, ,
mempunyai jarak < 100 m memiliki
TPS di Kelurahan Nusukan , dan TPS di
2
luasan 2,8 juta m , sedangkan untuk
Kelurahan Setabelan. Kondisi di TPS
daerah yang memiliki jarak 100 m –
Gumunggung memiliki kondisi yang cukup
1000 m memiliki luasan hingga 10,3
baik dan tidak nampak adanya penumpukan
juta m2, dan untuk daerah yang
sampah di TPS Gumunggung karena
memiliki jarak > 1000 memiliki luasan
sampah selalu diangkut tiap pagi oleh truk
2,1 juta m2. Kecamatan Banjarsari
sampah.Sedangkan pada TPS Setabelan
dibelah oleh Sunga Pepe yang
terlihat kondisi yang kurang baik, sampah
membentang dari barat Kecamatan
lebih sering tampak menumpuk dan
Banjarsari hingga timur Kecamatan
seringkali menimbulkan bau tak sedap. Hal
Banjarsari. Sungai yang melewati di
ini dikarenakan volume sampah yang terlalu
Kecamatan Banjarsari memiliki luas
banyak sehingga TPS tersebut tidak dapat
2
263.580 m .
menampung sampah lagi. Walaupun
demikian, setiap hari sampah – sampah
tersebut diambil oleh truk – truk kebersihan
dan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir
di Putri Cempa.
10

4. Hasil dan Pembahasan Quickbird yaitu informasi penggunaan


4.1. Analisis Tingkat Kerentanan lahan, jarak terhadap sungai, pola
Terhadap Bahaya Demam permukiman, kepadatan permukiman
Berdarah Dengue di Kecamatan dan jaringan jalan. Untuk mendapatkan
Banjarsari, Kota Surakarta informasi yang akurat peneliti
menggunakan 8 unsur interpretasi citra
.Tujuan dari penelitian ini
diantaranya adalah rona/warna, bentuk,
adalah melihat persebaran tingkat
ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs,
kerentanan penyakit Demam Berdarah
dan asosiasi. Interpretasi yang akurat
Dengue dan melihat faktor – faktor
juga didukung dengan pengetahuan
wilayah apa saja yang berpengaruh di
terhadap lokasi daerah tersebut atau
dalamnya. Penelitian ini menggunakan
local knowledge, sehingga interpretasi
citra dengan resolusi tinggi yaitu citra
cukup mudah dilakukan dengan hasil
Quickbird.
yang akurat.
Laporan penelitian skripsi ini
Parameter yang digunakan
mempunyai manfaat yaitu : hasil
dalam penelitian ini ada enam
penelitian ini dapat menambah
parameter yang berpengaruh dalam
pengetahuan bagi peneliti terhadap
penentuan tingkat kerentanan DBD.
penyakit Demam Berdarah Dengue dan
Parameter – parameter yang digunakan
memberikan informasi kepada
antara lain adalah penggunaan lahan,
masyarakat agar dapat mengetahui hal –
kepadatan penduduk, kepadatan
hal yang berpengaruh dalam
permukiman, pola permukiman, jarak
penyebaran penyakit Demam Berdarah
terhadap TPS sementara, dan jarak
Dengue, sehingga dapat meminimalisir
terhadap sungai. Hasil interpretasi
terjadinya penyakit Demam Berdarah
menjadi acuan bagi peneliti untuk
Dengue.
melakukan cek lapangan, cek lapangan
Citra Quickbird dengan resolusi
ini dimaksudkan untuk mengoreksi
spasial yang tinggi dapat memberikan
kembali hasil interpretasi yang telah
keakuratan terhadap informasi yang
dilakukan oleh peneliti, sehingga hasil
dibutuhkan dalam proses pemetaan
interpretasi dapat di
zonasi kerentanan DBD di Kecamatan
pertanggungjawabkan keakuratannya.
Banjarsari. Proses interpretasi
Hasil dari peta kerentanan
digunakan untuk mendapatkan
wilayah terhadap bahaya demam
informasi yang ada dalam Citra
11

berdarah menyatakan bahwa di yang membuat daerah ini menjadi


Kecamatan Banjarsari didominasi oleh sangat rentan.
daerah yang rentan. Luas daerah yang Sebagian daerah di Kelurahan
memiliki tingkat kerentanan sangat Mangkubumen juga mempunyai
rentan adalah 32,3%, rentan 56%, agak kerentanan yang sangat rentan. Hal ini
rentan 6,9%, dan daerah non disebabkan karena kepadatan penduduk
permukiman sebesar 4,8%. Pada tinggi yang dibarengi dengan kepadatan
daerah yang mempunyai kelas permukiman yang tinggi pula. Dengan
kerentanan sangat rentan seperti di pola permukiman yang tidak teratur
sebagian Kelurahan Gilingan, di menambah kerentanan daerah ini. Hal
kelurahan ini didukung dengan kondisi yang sama juga terjadi di sebagian
fisik daerah yang kurang baik. Kelurahan Punggawan dan Ketelan.
Kelurahan Gilingan memiliki kepadatan Selain karena kepadatan penduduk
penduduk yang tinggi, permukiman tinggi, daerah dengan jarak yang saing
yang padat dan didukung dengan pola berdekatan, dan pola permukiman yang
permukiman yang tidak teratur. tidak teratur, di sebagian Kelurahan
Kelurahan Gilingan juga salah satu Punggawan dan Kelurahan Ketelan juga
daerah yang dilalui oleh Sungai Pepe berada dekat dengan sungai, sehingga
dan juga terdapat TPS sementara di tingkat kerentanannya masuk dalam
dalamnya. Hal ini membuat sebagian kategori sangat rentan.
daerah di Gilingan mempunyai tingkat Kecamatan Banjarsari hampir
kerentanan yang sangat rentan. didominasi oleh daerah yang mempuyai
Hal yang sama ditemukan juga tingkat kerentanan rentan. Hal ini dapat
di sebagian Kelurahan Nusukan, dengan dilihat dari peta tingkat kerentanan pada
kepadatan penduduk yang padat, Gambar 4.1. Pada daerah rentan ini rata
permukiman yang saling berdekatan, – rata merupakan daerah dengan tingkat
dan pola permukiman yang tidak teratur kepadatan penduduk yang tinggi, pola
membuat Kelurahan Nusukan menjadai permukiman yang tidak teratur, jarak
sangat rentan terhadap bahaya Demam rumah yang saling berdekatan, jarak
Berdarah Dengue. Sungai Pepe juga sungai antara 100 – 1000 m ,dan jarak
melintasi Kelurahan ini dan seperti terhadap TPS anatara 100 – 1000 m.
halnya Kelurahan Gilingan, Kelurahan Perbedaan dari daerah yang memiliki
Nusukan juga terdapat TPS Sementara tingkat kerentanan sangat rentan dengan
12

daerah yang rentan, mungkin terjadi kesehatan menempatkan penderita DBD


pada beberapa parameter. Contohnya sebagai prioritas. Sedangkan dalam hal
seperti suatu daerah memiliki kepadatan ketepatan penanganan, upaya
penduduk tinggi, pola permukiman peningkatan tenaga kesehatan selalu
yang tidak teratur, kepadtan dilakukan antara lain melalui ceramah
permukiman yang saling berdekatan klinik.
tetapi jauh dari TPS dan sungai, Suatu lingkungan sebenarnya
sehingga menimbulkan perbedaan nilai sangat mendukung untuk munculnya
total dari penjumlahan setiap parameter. penyakit DBD, akan tetapi penyakit ini
Menurut data dari Dinas tidak muncul di daerah yang merupakan
Kesehatan Kota Surakarta tahun 2012. daerah dengan tingkat kerentanan yang
Kecamatan Banjarsari memiliki Case tinggi atau malah muncul di daerah
Fatality Rate (CFR) sebesar 9,1%. Dari dengan tingkat kerentanan rendah. Hal
30 kasus DBD yang ada di Kota ini disebabkan suatu penyakit, tidak
Surakarta, 2 diantaranya meninggal terkecuali Demam Berdarah Dengue
dunia, sehingga didapatkan Case tidak dapat diperkirakan dengan mudah
Fatality Rate (CFR) sebesar 6,7%. Dari atau akurat. Faktor lain yang dapat
kasus – kasus diatas, Kecamatan mempengaruhi penyakit ini adalah
Banjarsari memiliki jumlah kasus kekebalan tubuh manusia. Apabila ada
sebanyak 11 kasus, dimana 4 orang nyamuk yang menggigit di daerah yang
diantaranya perempuan dan 7 orang laki rentan, tetapi manusia tersebut memiliki
– laki (Dinkes Kota Surakarta). kekebalan tubuh yang baik, maka bisa
Kematian terjadi di wilayah Puskesmas saja tidak terjangkit penyakit ini.
Pucangsawit dan Puskesmas Sebaliknya apabila di daerah yang tidak
Gambirsari. Puskesmas Gambirsari rentan terdapat nyamuk yang menggigit
merupakan puskesmas yang terletak di manusia, sedangkan kekebalan
Kecamatan Banjarsari. Seluruh tubuhnya kurang baik, maka akan
penderita DBD di Kota Surakarta tanpa terjangkit penyakit ini. Peta kerentanan
terkecuali di Kecamatan Banjarsari demam berdarah ini merupakan daerah
yang berobat ke sarana kesehatan, yang berpotensi munculnya banyaknya
sudah mendapatkan pelayanan kasus Demam Berdarah Dengue, bukan
kesehatan dengan baik. Dalam hal berarti daerah tersebut pasti terjadinya
kecepatan penanganan, semua sarana kasus Demam Berdarah Dengue.
13

5. Kesimpulan dan Saran 5.2 Saran


5.1 Kesimpulan 1. Perlu menambah parameter –
1. Hasil dari penelitian dengan parameter penelitian dari aspek
menggunakan metode PJ & SIG manusia, sehingga tidak hanya
yang digunakan menghasilkan berdasarkan parameter –
bahwa di sebagian daerah parameter fisik saja.
Kelurahan Nusukan, Keluarahan
2. Penelitian selanjutnya hendaknya
Gilingan, Kelurahan
memakai Citra dengan resolusi
Mangkubumen, Kelurahan
temporal yang terbaru, sehingga
Punggawan, dan Kelurahan
data yang dihasilkan tidak jauh
Ketelan perlu adanya
berbeda dengan yang ada di
penanganan khusus karena
lapangan.
mempunyai tingkat kerentanan
yang paling tinggi di Kecamatan
Banjarsari.
2. Faktor – faktor wilayah seperti
penggunaan lahan, kepadatan
permukiman, kepadatan
penduduk, pola perukiman,
jarak terhadap sungai, dan jarak
terhadap TPS sementara
merupakan faktor – faktor
wilayah yang mempengaruhi
tingkat kerentanan terhadap
bahaya Demam Berdarah
Dengue, dan kepadatan
penduduk merupakan faktor
yang paling berpengaruh.
.
14

6. DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2000. Aplikasi Foto Udara dan SIG


Untuk Menentukan Tingkat
Kerentanan Wilayah Terhadap
Perkembangbiakan Nyamuk Aedes
aygypti dan Aedes albopictus dan
Prioritas Penanganan di Jakarta
Selatan. Skripsi. Yogyakarta:
Faklutas Geografi UGM.

Prima, Widyani. 2004. Pemodelan


Spasial Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue Menggunakan
Sistem Informasi Geografis di
Kelurahan Terban, Kecamatan
Gondokusuman, Kota
Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta :
Sekolah Pasca Sarjana UGM.
Tiara, Kauri. 2011. Analisis Tingkat
Kerentanan Wilayah Terhadap
Bahaya Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kecamatan
Mergangsan, Kota Yogyakarta.
Skripsi Surakarta : Universitas
Muhamadiyah Surakarta.
15

Gambar 4.1 Peta Tingkat Kerentanan Terhadap Bahaya Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta

Anda mungkin juga menyukai