Alda Dwiyanti - 022000002 - Laporan Praktikum Adpr Geiger Muller

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM ADPR

“DETEKTOR GEIGER MULLER”

NAMA : ALDA DWIYANTI


NIM : 022000002
PRODI : Elektronika Instrumentasi
Dosen pengampu : Risky Nursella Karthika, M.Sc

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) – BATAN


TAHUN AKADEMIK 2021/2022
Laporan Praktikum
“Detektor Geiger Muller”

A. Tujuan
Pada praktikum ini para peserta diharapkan dapat mengetahui karakteristik pencacah.
Geiger-Muller serta dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah
dengan detektor Geiger-Muller. Adapun tujuan operasionalnya adalah sebagai berikut :
1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor.
2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan.
3. Menentukan waktu mati detektor.
4. Menentukan efisiensi detektor.
5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.
B. Dasar Teori
Detektor merupakan bagian yang sangat penting dari suatu pencacah radiasi karena
alat tersebut berfungsi sebagai penangkap radiasi dan mengubahnya dalam bentuk sinyal
atau pulsa listrik. Salah satu jenis detektor yang banyak digunakan sampai saat ini yaitu
detektor isian gas. Detektor jenis ini memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion
dan gas yang dipakai sebagai detektor.
Detektor isian gas terdiri atas dua elektroda yaitu kutub positif dan kutub negatif
serta berisi gas diantara kedua elektrodanya tersebut. Biasanya detektor jenis ini berbentuk
seperti silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya yang
berfungsi sebagai katoda. Anoda diberi tegangan +V (positif) terhadap dinding tabung
(katoda). Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu
detektor kamar ionisasi yang bekerja pada daerah ionisasi, detektor proporsional yang
bekerja didaerah proporsional serta detektor Geiger Muller yang bekerja didaerah Geiger
Muller.
a. Detektor Geiger Muller
Detektor Geiger Muller merupakan jenis detektor yang banyak digunakan baik
sebagai system pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). Detektor jenis
ini termasuk dalam klasifikasi detektor isian gas yang mempunyai prinsip kerja akan
beroperasi berdasarkan ionisasi gas. Detektor Geiger Muller beroperasi pada tegangan
diatas detektor proporsional dengan mempertinggi tegangan akan mengakibatkan proses
ionisasi yang terjadi dalam detektor menjadi jenuh. Pulsa yang dihasilkan tidak lagi
bergantung pada ionisasi mula-mula maupun jenis radiasi sehingga radiasi jenis apapun
akan menghasilkan keluaran yang sama.

Gambar 2.1 Skema Detektor Geiger Muller


Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan akan menghasilkan
ion-ion positif serta ion-ion negative (elektron). Jumlah ion yang alam dihasilkan tersebut
sebanding dengan energi radiasi yang tertangkap oleh detektor serta berbanding terbalik
dengan daya ionisasi gas. Dalam prosesnya menuju anoda, elektron mendapat tambahan
energi kinetik sehingga elektron tersebut mampu untuk mengionisasi atom sekitarnya
sehingga terjadi ionisasi sekunder. Pasangan elektron ion sekunder ini masih mempunyai
energi yang besar sehingga mampu untuk menghasilkan pasangan elektron-ion tersier dan
seterusnya. Peristiwa ini dapat juga disebut sebagai proses ionisasi berantai.
Jika tegangan pada catu daya dinaikkan maka peristiwa pelepasan elektron
sekunder akan semakin besar, dan elektron sekunder yang terbentuk akan semakin banyak.
Akibatnya anoda terselubungi serta terlindung oleh muatan negatif elektron sekunder
sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif kedinding tabung katoda
lambat Maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif pada
permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian ini disebut dengan efek muatan ruang
atau space range effect.
Keuntungan dari detektor ini dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif besar
dibandingkan dengan detektor jenis lain akan tetapi detektor ini tidak dapat membedakan
energi radiasi yang mengenainya.
b. Bagian-bagian Detektor Geiger Muller
a. Katoda yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika tabung
terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis.
b. Anoda yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah – tengah tabung. Anoda
sebagai elektroda positif.
c. Isi tabung yaitu gas bertekanan rendah, biasanya gas beratom tunggal dicampur gas
poliatom (gas yang banyak digunakan Ar dan He).

1.1 Karakteristik Detektor Geiger Muller


Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detektor Geiger Muller dapat mempengaruhi
laju cacah yang dihasilkan. Untuk dapat mengetahui tegangan kerjanya tersebut, hasil
diketahui terlebih dahulu grafik platonya. Bentuk plato detektor GM merupakan salah satu
karakteristik dari detektor GM. Detektor GM yang baik bentuk platonya mendatar tidak
boleh terlalu terjal. Daerah tegangan kerja detektor GM yang menghasilkan keadaan ini
disebut dengan daerah GM atau yang lebih sering disebut sebagai daerah plato.

Gambar 2.2 Kurva Plato Detektor GM


Keterangan :
A : Starting Voltage
B : Threshold Voltage
C : Tegangan Kerja GM
D : Tegangan Batas (mulai timbul kerusakan)
BD : Daerah Plato
V2 : Tegangan Akhir (Volt)
Untuk penentuan daerah plato dapat dilihat pada Gambar 2.2. penampilan baik buruknya
suatu detektor GM, ditentukan oleh panjang plato, kemiringan plato dan resolving time.
Detektor yang baik biasanya mempunyai panjang plato sekitar 200 volt, kemiringan dapat
dicari lewat perhitungan dengan rumus berikut (Persamaan 1).
Nilai kemiringan (slope) yang masih dianggap baik adalah lebih kecil daripada 0,1 % per
volt atau 100% per 100 Volt.
(N2 − N1 )
Slope = × 100% (1)
(V2 − V1 )N1

Keterangan
Slope : Kemiringan Plato (Persen/Volt atau Persen/100 volt)
N1 : Laju Cacah pada Awal Daerah Plato, V1 (cpm/cps)
N2 : Laju Cacah pada Akhir Daerah Plato, V2 (cpm/cps)
Kestabilan suatu alat ukur radiasi (AUR) dapat ditentukan menggunakan prinsip Chi
Square Test. Nilai Chi Square Test dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑛
1
X 2 = ∑(𝑅𝑖 − 𝑅̅ )2 (2)
̅
R
1

Keterangan :

X 2 : Nilai Chi Square Test


̅ ∶ Laju Cacahan Rata − rata (cpm atau cpd)
R

R i ∶ Laju Cacahan Setiap Pengukuran (cpm atau cpd)


Untuk pengujian sebanyak 10 kali, pengukuran berulang (n = 10), system pencacah masih
dapat dikatakan stabil apabila nilai chi square-nya berkisar antara 3,33 dan 16,9.
Detektor GM termasuk detektor yang “lambat” sehingga untuk pencacahan aktivitas tinggi,
hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati (𝜏) detektor tersebut, yang dapat
ditentukan melalui persamaan berikut ini
R1 + R 2 − R12 − R b
τ= (3)
R12 2 − R1 2 − R 2 2
Keterangan
τ ∶ Waktu Mati Detektor (menit atau detik)

R1 ∶ Laju Cacah Sumber 1 (cps)

R 2 ∶ Laju Cacah Sumber 2 (cps)

R12 ∶ Laju Cacah Sumber 1 dan Sumber 2 bersama − sama (cps)

R b ∶ Laju Cacah Latar Belakang (cps)


Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan berikut,
Ro
Rc = (4)
1 − Ro. τ
Keterangan :

R c ∶ Laju Cacah setelah di Koreksi (menit atau detik)

R 0 ∶ Laju Cacah sebelum di Koreksi (menit atau detik)


Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh detektor,
maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan korelasi antara nilai cacah
yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktifitas sumber sebenarnya. Nilai efisiensi ini
dapat ditentukan dengan persamaan berikut,
R
η= (5)
A. p
Keterangan :
η ∶ Efisiensi Detektor (cpd/Bq)

R ∶ Laju Cacah (cpd)


A : Aktivitas Sumber Sebenarnya (Bq)
p : Probabilitas Pemancaran Radiasi
Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengruhi oleh faktor geometri antara sumber
dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai efisiensinya
juga berubah.
Kelebihan dan Kekurangan
- Kelebihan
1. Konstruksi simple dan Sederhana
2. Biaya murah
3. Operasional mudah
- Kekurangan
1. Tidak dapat digunakan untuk spektroskopi karena semua tinggi pulsa sama.
2. Efisiensi detektor lebih buruk jika dibandingkan dengan detektor jenis lain.
3. Resolusi detektor lebih rendah.
4. Waktu mati besar, terbatas untuk laju cacah yang rendah.

C. Alat dan bahan


1. Detektor Geiger Muller
2. Inverter, berfungsi untuk membalik pulsa negatif yang dihasilkan oleh detektor Geiger
Muller. 3. Tegangan Tinggi (High Voltage), berfungsi untuk mencatu tegangan tinggi
detektor.
4. Pencacah (Counter), berfungsi untuk mencacah jumlah pulsa yang dihasilkan sistem
pencacah. 5. Sumber standar, berfungsi sebagai sumber radiasi yang sudah diketahui
aktivitas awalnya.
6. Sumber yang akan ditentukan aktivitasnya.

D. Langkah kerja
a. Menentukan Daerah Plato
Langkah pertama yaitu hubungkan detektor Geiger Muller, counter dan PC seperti Gambar
4.1. Kemudian nyalakan PC dan Counter. Catat informasi radioaktif yang digunakan meliputi jenis
sumber, aktivitas, waktu paruh dan tanggal pembuatan. Letakkan sumber (Cs-137) pada posisi
yang telah disediakan, yaitu sejajar dengan detektor Geiger Muller. Atur jarak antara detektor
Geiger Muller tersebut dengan sumber, sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Jalankan program
STX pada PC. Pada program tersebut carilah menu Experiment kemudain klik Plateau. Tetapkan
rentang tegangan dari 700V-1200V dengan step voltage 50V dan time/step 60 detik. Klik show
graph untuk menampilkan grafik pencacahan secara langsung, kemudian klik RUN. Catat hasil
pencacahan pada lembar data yang telah disediakan kemudian buatlah grafik cacahan untuk
menentukan tegangan kerja detector Geiger Muller tersebut. (tegangan kerja didapatkan dari ½
sampai 1/3 lebar plato)
Gambar 4.1 Skema Percobaan

b. Menguji Kestabilan System Pencacah


Langkah pertama yaitu melakukan pencacahan selama 4 menit tanpa menggunakan sumber,
hal ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai laju cacah latar. Kemudian setelah mendapatkan
nilai cacah latar tersebut, dilakukan lagi pencacahan dengan menggunakan sumber radiasi
selama 1 menit. Sumber diletakkan ditempat yang sudah disediakan. Pencacahan sumber
dilakukan sebanyak 10 kali.
c. Menentukan Waktu Mati Detektor
Percobaan ini menggunakan dua buah sumber yaitu Co-60 dan Cs-137. Pencacahan dilakukan
masing-masing sebanyak 3 kali untuk sumber 1, sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama dan
berikutnya sumber 2 sendiri. Catatan - Posisi sumber 1 dan sumber 2 pada masing-masing
pencacahan hendaknya tidak berubah. Pencacahan sumber dilakukan masing-masing selama
1 menit.
d. Menentukan Efisiensi Detektor
Letakkan sumber Ba-133 yang sudah diketahui aktivitas awalnya pada tempat digunakan
untuk pencacahan. Lakukan satu kali pencacahan dengan penala waktu selama 5 menit.
e. Menentukan Aktivitas Suatu Sumber
Letakkan sumber Sr-90 yang sudah diketahui aktivitas awalnya pada tempat digunakan untuk
pencacahan. Lakukan pencacahan sebanyak 10 kali, dengan lamanya masing-masing
pencacahan yaitu 10 menit.
E. Data Pengamatan
1. Penentuan Daerah Plato
Disini kita atur dulu range teganganyaa muali dari range 750-1150 v

No HV (V) Count (R) (cps)

1. 750 5889

2. 800 6784

3. 850 7447

4. 900 7393

5. 950 8186

6. 1000 8672

7. 1050 9028

8. 1100 11207

9. 1150 24682
• Sumber radiasi yang digunakan adalah : Sr-90
Jangkauan minimal: daerah dapat kita lihat yang paling stabil yaitu di daerah 900 V

• Daerah Plato (Kenaikan jumlah cacah berbentuk linear)


Dari 900 V sampai 1050 V, sehingga:
Daerah Plato : 1050-900= 150 V

• Tegangan Kerja
𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑜
= jangkauan min daerah plato + 2

150
= 900 v + 2

= 975 V
Sehingga kita telah berhasil menentukan tegangan kerja detektor GM di daerah
975 V.

• Kemiringan plato
(N2 − N1 )
Slope = × 100%
(V2 − V1 )N1
(150,47 − 123.22)
Slope = × 100%
(1050 − 950)123.22

Slope = 0.221155%
2. Pengujian kestabilan sistem pencacah
Sumber radiasi: Sr-90
HV (tegangan kerja): 975 V

No Count (cps)

1. 7708/60= 128,47

2. 7856/60=130,93

3. 7732/60=128,87

4. 7783/60= 129,72

5. 8087/60=134,783
𝑅̅ 652.75
= 130,55
5

Oleh karena itu kita akan menghitung kestabilamn sistem pencacah ini dengan
rumus berikut ini :
𝑛
1
X = ∑(𝑅𝑖 − 𝑅̅ )2
2
̅
R
1
5
2
1
X = ∑(128,47 − 130,55)2 + (130,93 − 130,55)2 + (128,87 − 130,55)2
130,55
1

+ (129,72 − 130,55)2 + (134,783 − 130,55)2

25,900389
X2 = = 0,1983944
130,55

Nah saat dibandingkan dengan tabel chiz square untuk derajat kebenarannya 0.95
dan nilai n nya adalah 5-1= 4 maka itu bernilai, 0.7107 hingga 9.4877, sehingga nilai
yang didapatkan dianggap stabil karna masih berada di range nilai tabel chiz square.
3. Penentuan waktu mati detektor
Waktu cacah : 5 menit = 300 s
Sumber Radiasi 1 : Sr-90
Sumber radiasi 2: Co- 60

No Cacah Cacah Cacah Cacah latar


sumber 1 (R1) sumber 1 dan sumber 2 (R2) belakang (RB)
2 (R12)

1. 133,42 161,583 59,75 1,25

2. 134,22 163,8 59,15 1,133

3. 131,05 164,367 60,72 1,33

4. 129,95 166,483 58,42 0,933

5. 130,083 161,217 56,67 0,983


̅
𝑹 131,745 162,49 58,942 1,1258
τ ̅̅̅
R1 + ̅R̅̅̅2 − ̅̅̅̅̅
R12 − ̅̅ R̅̅b
2 2 2 = 0,004335525 𝑠
̅̅̅̅̅
R12 − ̅̅̅ R1 − ̅R̅̅2̅

Perhitungannya sebagai berikut :


̅̅̅
R1 + ̅R̅̅2̅ − ̅̅̅̅̅
R12 − ̅̅ R̅̅b
τ= 2 2
̅̅̅̅̅
R12 − ̅̅̅ R1 − R ̅̅̅2̅2

131,74 + 58,942 − 163,49 − 1.1258


τ=
163,492 − 131,7452 − 58,9422

26,0712
τ= = 0,004335525 𝑠
5898,075
4. Penentuan Efisiensi Detektor
Waktu cacah : 5 menit = 300 s
Sumber Radiasi : Sr-90

No HV (V) Count (Cps)

1 975 38841/60= 129,47

P=100%
R0= 129,47 Cps

A0= 0.1 𝜇𝐶𝑖


−0,6693𝑡 𝑡
1
A= A0.𝑒 𝑇1/2 atau pakai rumus A= A0.2𝑇1/2

Dengan t= September 2017, sehingga ke 06 Juni 2022 adalah 4,75 tahun


T1/2= 28,8 tahun

• Menghitung aktivitas saat ini


𝑡
1𝑇1/2
A= A0.2
4.75
128.8
At= 0.1 𝜇𝐶𝑖.2
At= 0,0892x10-6 x 3.7 x 1010
At=0,330014 x 104 Bq
At= 3300,14 Bq

• Menghitung Cacahan Reff


𝑅
Reff = ⌈1−𝑅0 𝜏⌉
0

129,47
Reff = ⌈1−129,47𝑥 0.004335525⌉= 295,13569cps

• Menghitung efisiensi
𝑅𝑒𝑓𝑓
η= 𝑥 100 %
A. p
295,13569
η= 𝑥100%
3300,14 .1
η = 0,0894312 𝑥100%

η = 8,94312 %
5. Penentuan aktivitas sumber radiasi sebenarnya
Sumber radiasi:Sr-90
Waktu cacah:60 detik

No Count (Cpm) Count (Cps)

1 7762 129,37

2 7772 129,53

3 7837 130,617

4 7640 127,33

5 7766 129,43

6 7877 131,283

7 7666 127,76

8 7642 127,36

9 7586 126,433
10 7901 131,683

𝑅̅ 1290,796/10= 129,0786

𝑅̅ = 129,0796 𝑐𝑝𝑠

p =100%
𝑅̅ 129,0796
Raktivitas= ⌈1−𝑅̅𝜏⌉= = ⌈1−129,0796 𝑥 0,004335525⌉

Raktivitas= 293,1148 cps


η = 8,94312 %
𝑅𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠
aktivitas SR sebenarnya = ηxp

293,1148
aktivitas SR sebenarnya =0.0894312 x 1 = 3277,5452

sehingga kita bisa bandingkan nilai aktivitas yang kita dapatkan dalam perhitungan diatas tadi
yang menggunakan rumus :
𝑡
1𝑇1/2
A= A0.2 = 3300,14 Bq

- Sehingga perbandingan errornya adalah :


𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑛𝑟𝑛𝑦𝑎−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
Error (%)=⌊ ⌋ x 100%
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

3277,5452−3300,14
Error (%)=⌊ ⌋ x 100%
3277,5452

22.5948
Error (%)=⌊3277,5452 ⌋ x 100%

Error (%)= 0.0069 x100%


Error (%)= 0.69 %
F. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan dengan beberapa tujuan yaitu dianatranya daoat
menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor, serta dapat menguji
kestabilan sistem pencacah yang digunakan, menentukan waktu mati detektor, dapat
menentukan efisiensi detektor, dan menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.
Detektor yang digunakan dalam proses pratikum kali ini adalah detektor Geiger
Muller, Detektor GM merupakan salah satu detektor jenis isian gas yang bekerja
berdasarkan prinsip ionisasi gas. Prinsip kerja detektor geiger mueller itu sama dengan
detektor sisian gas diamana detektor Geiger-Mueller memanfaatkan adanya proses
ionisasi sekunder yang berasal dari ionisasi primer akibat interaksi zarah radiasi dengan
medium gas isian detektor setelah diberi beda potensial tertentu. Adanya beda potensial
pada anode dan katode akan menimbulkan medan listrik sehingga pasangan ion-elektron
mendapat tambahan energi kinetik yang cukup besar, sehingga gerak ion-elektron dalam
perjalanannya menuju elektrode (ion menuju katode dan elektron ke arah anode) dapat
mengionisasi gas isian sehingga pasangan ion-elektron sekunder dan bila ion-elektron
sekunder masih kelebihan energi akan menumbuk gas isian lagi yang menyebabkan
ionisasi tersier dan seterusnya, dan akhirnya akan terjadi jumlah pasang ion-elektron yang
banyak sekali. Kebanyakan berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai
anoda dan dinding silindernya sebagai katoda Pengumpulan elektron pada anode
selanjutnya dikeluarkan melewati tahanan sehingga timbul denyut atau pulsa listrik yang
besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang datang, dan pulsa listrik yang
dihasilkan adalah dibawha nol atau dengan artian pulsa listrik negatif sehinggga masih
butuh ke prosses selanjutnya yaitu di inverter agar menajdi pulsa listrik positif dan dapat
diolah di proses setelahnya. Banyaknya pasangan ion yang dihasilkan akan sebanding
dengan banyaknya radiasi yang memasuki detektor GM.

Pada percobaan pertama yaitu penentuan daerah plato, ini dilakukan dengan
menggunakan sumber radiasi Sr-90 yang diletakan sejauh 1 cm dari mulut detektor,
kemduain klik experiment, pilih plato dan set satartnnya daroi tegangan 700V hingga end
1150 V, dan pilih step voltage (kenaikan tegangan) 50 V kemudian lakukan pencacahan
selama 60 s, dan untuk melihat hasil dari tegangan kerja detektor maka centang show
graph result. Sehingga kita dapatkan bentuk grafik tegangan kerja detektor seperti gambar
diatas. Daerah kerja detektor GM merupakan daerah dimana ionisasi sudah tidak lagi
bergantung pada jenis dan besarnya energi radiasi, dimana dapat kita ketahui bahwa
detektor ini beroperasi pada tegangan diatas detektor proporsional dengan mempertinggi
tegangan melampauai daerah proporsional maka akan mengakibatkan proses pengionan
dalam detektor semakin luas memanjang keseluruhan anoda, jika ini terjadi maka
berakhirlah daerah detektor proporsional dan memasuki daerah operasi Geiger Muller.
Untuk dapat mengetahui tegangan kerja detektor, perlu diketahui terlebih dahulu grafik
platonya. Plato dapat diketahui dari hasil cacah menggunakan detektor dalam waktu
tertentu dengan tegangan HV yang diatur secara acak. Pencacahan dilakukan berulang
sampai 9 kali. Pada tegangan awal saat pencacahan, diperoleh nilai cacah yang rendah
kemudian ketika tegangan dinaikkan menyebabkan nilai cacah yang kian meningkat.
Pada proses ini saat kutub positif dan kutub negatif diberikan beda potensial tegangan,
maka akan timbul medan listrik diantara kedua elektrode tersebut, ion positif akan
bergerak kearah kutub negatif relatif lebih lambat daripada pergerakan ion negatif ke
kutub positif. Peristiwa ini akan berkaitan dengan besarnya tegangan yang dinaikkan,
dimana kecepatan gerak ion-ion tersebut akan bergantung pada tegangan HV. Ketika
tegangan yang diberikan semakin besar maka akan mengakibatkan anoda terselubungi
oleh muatan negatif (elektron), sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Akibat hal ini
maka pulsa pencacahan akan melandai dan jika diberi tegangan lagi maka cacahan tidak
landai dan akan semakin tinggi, Pada suatu tegangan tertentu, peristiwa pelepasan
elektron tidak akan bergantung pada jenis radiasi atau energi radiasi yang datang,
sehingga akan dihasilkan pulsa dengan tinggi yang sama. Saat keadaan ini, detektor dapat
dikatakan tidak peka lagi terhadap datangnya radiasi sehingga detektor GM tidak lagi bisa
digunakan untuk menghitung energi dari radiasi yang datang. Dari percobaan yang
dilakukan maka kita dapatkan daerah platonya yaitu kenaikan jumlah cacah berbentuk
linier di tegangan 150 V, dan untuk tegangan kerja detektor GM kita menggunakan
jangkauan min daerah platonya dan ditambah dengan ½ dari daerah palto sehingga kita
dapatkan tegangan kerja detektor GM ini sebesar 975 V.

Kemudian pada percobaan kedua kita melakukan pengujian kestabilan sistem


pencacah detektor GM, karna kita menggunakan detektor terus ini menerus untuk
mencacah. Untuk dapat mengetahui kestabilan alat tersebut dilakukan metode uji Chi-
Square dimana alat tersebut masih dikatakan stabil apabila mempunyai nilai yang masih
termasuk dalam interval Nah saat dibandingkan dengan tabel chiz square untuk derajat
kebenarannya 0.95 dan nilai n nya adalah 5-1= 4 maka itu bernilai 0.7107, sementara nilai
chiz square yang kita dapatkan adalah sebesar 0.198, sehingga nilai yang didapatkan
dianggap stabil karna masih berada di range nilai tabel chiz square tersebut.
Selanjutnya untuk percobaan yang ketiga yaitu penentuan waktu mati detektor
(dead time), Pada saat pencacahan, detektor tidak terus-menerus melakukan pencacahan.
Saat detektor GM beroperasi terdapat jeda pada selang waktu tertentu dimana detektor
tersebut tidak dapat mencacah dan mendeteksi radiasi yang masuk, peristiwa ini disebut
waktu mati detektor biasanya ini terjadi saat mencacah radiasi dengan energi tinggi. Hal
ini mungkin disebabkan beberapa hal diantaranya karna oleh ion positif yang bergerak
perlahan menumbuk tabir pelindung disekililing anoda yang bermuatan positif dan
menyebabkan sangat turunnya medan listrik di sekililing anoda oleh karena itu radiasi
yang lewat berikutnya tidak terukur. Dan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan
intensitas listrik seperti pada semula disebut dengan dead time. Waktu mati ini terjadi
dalam waktu yang relative lebih singkat, biasanya dalam orde milisekon. Untuk dapat
mengetahui waktu mati detektor ini perlu dilakukan pencacahan terhadap dua sumber
berbeda secara masing-masing dan bersama-sama serta harus pula dilakukan pencacahan
latar. Pada percobaan ini digunakan sumber Co-60 dan Cs-137. Dead time detektor ini
sebesar 0.0043 s artinya sebanyak 4 ms radiasi yang tidak tercacah.
Pada percobaan keempat yaitu penentuan efisiensi detektor. Efisiensi detektor
merupakan kemampuan detektor untuk menangkap radiasi dari sumber ZRA atau
perbandingan nilai cacah per radiasi yang dipancarkan. Saat proses pencacahan, tidak
semua radiasi dapat tertangkap oleh detektor maka perlu diketahui nilai efisiensinya
tersebut agar dapat mengetahui karakteristik pengukuran yang dilakukan. Untuk dapat
menghitung nilai efisiensinya maka perlu diketahui terlebih dahulu nilai aktivitas serta
R0. Sr-90 mempunyai aktivitas 3300,14Bq dan R0 129,47 Cps sehingga didapatkan besar
nilai efisiensinya yaitu 0.0894312 cps/Bq. Efisiensi detektor dipengaruhi oleh bentuk
geometri dan densitas bahan detektor, detektor geiger mempunyai bentuk geometri luas
permukaan yang kecil sehingga radiasi yang tertangkap oleh detektor juga kecil dan itu
akan membuat efisiensi nya menjadi kecil. Dan pada umumnya detektor isian gas
memang memiliki efisiensi yang kecil.
Dan percobaan yang terakhir adalah penentuan aktivitas sumber radiasi yang
sebenarnya. Untuk menentukan nilai aktivitas sumber dapat diketahui dari nilai efisiensi
detektor yang telah ditentukan sebelumnya. Pada percobaan ini digunakan sumber Sr-90
dengan aktivitas awal 0,1 μCi pada September 2017. Pencacahan sumber dilakukan
sebanyak 10 kali selama 60 detik. Dengan nilai efisiensi yang telah didapatkan dari
perhitungan sebelumnya, didapatkan besarnya aktivitas pada sumber tersebut yaitu
3277,5452 Bq sedangkan jika diperhitungkan menggunakan rumus sesuai teori maka
didapatkan besarnya aktivitas hanya 3300,14 Bq, sehingga didapatlkan persentase
kesalahan pada pengukuran tersebut yaitu 0.69 %, oleh karena itu dengan persentase ini
masih dapat ditolerir, dan juga dapat kita simpulkan bahwa praktikum yang kita lakukan
benar dan seusia dengan hitungan teorinya karena aktivitas sebenarnya yang kita dapatkan
tidak terlalu jauh bedanya.
G. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
1. Tegangan kerja yang diberikan pada detektor GM dapat mempengaruhi laju cacah
yang dihasilkan, dimana tegangan kerja yang kita pakai di detektor GM ini saat
praktikum adalah sebesar 975 V. Tegangan kerja detektor ini didapat dari hasil
penjumlahan jangkauan minimal daerah plato (kenaikan jumlah cacah benrbentuk
linear yang mulai stabil) + ½ daerah plato
2. Sistem pencacah yang digunakan dikatakan stabil karna masih berada di rentang
nilai di tabel chiz squarenya dengan pengulangan data sebanyak 5 kali dan derajat
kepercayaan 95% yaitu sebesar 0.7107 dengan besar nilai 0,1983944
3. Dead Time adalah kondisi saat detektor GM beroperasi terdapat jeda pada selang
waktu tertentu yang tidak dapat mencacah dan mendeteksi radiasi yang masuk.
Besarnya waktu mati detektor yaitu 0.00433 second atau 4,3 mS percacah
4. Efisiensi detektor merupakan kemampuan detektor untuk menangkap radiasi dari
sumber ZRA, efisiensi yang didapatkan dari getektor GM ini sebesesar 0.0894312
atau 8,9% ,
5. Aktivitas sebenarnya dari detektor GM ini didaptkan sebesar 3277,5452 Bq, dan
jika dibandingkan mendapatkan nilai error sebesar 0.69 %,
H. Daftar pustaka
Catur Wulandari, 2013. Rancang Bangun Penampil Plato Detektor Geiger Muller Berbasis
Personal Komputer. Yogyakarta: STTN-BATAN
Hilyana, F Shoufika, 2017. Penentuan Tegangan Operasional pada Detektor Geiger Muller
dengan Perbedaan Jari Jari Window Detektor. Jurnal Simetris, Vol 8 no 1 april
2017.
Tim Asisten ADPR. 2020. Petunjuk Praktikum Alat Deteksi dan Pengukuran Radiasi:
Detektor Geiger Muller. Yogyakarta: STTN-BATAN
Wardhana, Wisnu Arya. 2007. Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai