LP Varicella Leoderik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

“PASIEN DENGAN VARICELLA”

Nama: Leoderik Papuara, S.Kep., Ns


Ruangan: Sirsak
Tahun 2022
TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang dapat berpindah atau menyebar ke orang
lain, penyebaran penyakit disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, virus, jamur,
atau parasit Darwin, (2018). Penyebaran penyakit menular menjadi suatu kegundahan
juga menjadi suatu ancaman bagi masyarakat, karena penyakit menular umumya bersifat
dadakan tanpa disadari dan dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam waktu
tertentu, penyebaran penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak
langsung.(Ana Solikah, 2019). Varicella merupakan salah satu penyakit yang dapat
ditularkan melalui kontak langsung.
Varicella juga disebut dengan chickenpox, di Indonesia sendiri sering dikenal dengan
sebutan cacar air. Menurut Theresia & Hadinegoro, (2016) mengatakan bahwa cacar air
termasuk jenis penyakit menular yang menjangkit manusia, Varisela dapat mengenai
semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi hampir 90% kasus menyerang anak
dibawah umur 10 tahun dan paling banyak pada umur 5 hingga 9 tahun tidak terkecuali
pada usia dewasa ada juga yang terjangkit penyakit varicella atau cacar air tersebut. Hal
tersebut disebabkan oleh Virus Varicella Zoster (VZV). Infeksi varicella sendiri biasanya
memiliki keparahan rendah. Prevalensi serologis meningkat dengan bertambahnya usia,
mulai dari 86% di antara anak-anak usia 6 hingga 11 tahun hingga 99,9% di antara orang
dewasa yang berusia 40 tahun atau lebih (Margha & Wardhana, 2020)
Perkiraan beban penyakit tahunan global karena varicella adalah substansial menurut
WHO, (2014) memperkirakan beban penyakit varicella tiap tahunnya mencapai 4,2 juta
komplikasi, termasuk 4.200 kematian. Walaupun begitu, angka ini masih lebih rendah
dibandingkan kematian akibat penyakit menular lain seperti campak, pertussis, dan
rotavirus (Vos et al., 2020). Angka insidensi dan prevalensi serologis cacar air di
Indonesia kurang diperhatikan, sehingga Margha & Wardhana, (2020) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa epidemiologis varicella di Indonesia penting dilakukan,
hal tersebut disampaikan juga dalam penelitian Sely et al., (2021) bahwa di Indonesia
tidak banyak penelitian yang mencatat kasus Varicella atau cacar air.
B. Definisi Varicella (Cacar Air)

Varisela (chickenpox) atau biasa yang dikenal dengan sebutan cacar air merupakan
infeksi primer virus varicella zoster (VZV) yang umumnya dapat menyerang anak-anak dan
penyakit yang sangat menular (Theresia & Hadinegoro, 2016). Hal ini disebabkan oleh
Varicella Zoster Virus, virus yang tergolong bagian dari alphaherpes merupakan jenis dari
virus imunogenik. Sebagai penyakit endemik akut yang paling umum yang menyerang
manusia (Sanglah et al., 2021). Cacar air di prediksi sering menjangkit pada saat pergantian
musim, musim panas ke musim penghujan ataupun sebaliknya. Penyakit cacar air sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan sangat menular, dibandingkan dengan gondong
(parotitis) lebih menular cacar air (Sely et al., 2021).

C. Anatomi Fisiologi
1. Organ Kulit
a. Epidermis (Kutilkula) Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki
struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, antara
lain seperti berikut :
o Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk.
Letak lapisan ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis
ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami pengelupasansecara
perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur yang baru.
o Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan
rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna
kulit akan menjadi semakin gelap.
o Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut
melamin. Lapisan ini terdiri atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian paling
bawah dari jaringan epidermis.
o Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan ini
merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah luar untuk
membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel yang baru terbentuk akan mendorong sel-
sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong dari bawah oleh sel
yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan paling luar mengelupas
dan gugur.
b. Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada epidermis, yang terdiri
atas banyak lapisan. Jaringan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm.
Dermis dibentuk oleh serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri
atas kolagen, yaitu suatu jenis protein yang membentuk sekitar 30% dari protein
tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring dengan bertambahnya usia.
Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur kulitnya kasar dan keriput. Lapisan
dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan dermis terdiri atas bagian-bagian
berikut. Folikel rambut dan struktur sekitarnya
 Akar Rambut
Di sekitar akar rambut terdapat otot polos penegak rambut (Musculus arektor
pili), dan ujung saraf indera perasa nyeri. Udara dingin akan membuat otot-otot
ini berkontraksi dan mengakibatkan rambut akan berdiri. Adanya saraf-saraf
perasa mengakibatkan rasa nyeri apabila rambut dicabut.
 Pembuluh Darah
Pembuluh darah banyak terdapat di sekitar akar rambut. Melalui pembuluh
darah ini akar-akar rambut mendapatkan makanan, sehingga rambut dapat
tumbuh.
 Kelenjar Minyak (glandula sebasea) Kelenjar minyak terdapat di sekitar akar
rambut. Adanya kelenjar minyak ini dapat menjaga agar rambut tidak kering.
 Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk
botol dan bermuara di dalam folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak
terdapat kelenjar keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar hidung, dan lain-
lain. Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki.
 Serabut Saraf
Pada lapisan dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf
sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin,
nyeri, dan sebagainya.
Jaringan dermis juga dapat menghasilkan zat feromon, yaitu suatu zat yang
memiliki bau khas pada seorang wanita maupun laki-laki. Feromon ini dapat
memikat lawan jenis Dermis (Kulit Jangat)
2.

Virus varicella zoster

Mikrograf VZV
Pengelasan virus
Group : Kumpulan I(dsDNA )
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Spesies

D. Etiologi Varicella (Cacar Air)

Menurut Ana Solikah, (2019) menyatakan bahwa penyebab cacar air adalah karena
infeksi virus yang disebut virus varicella zoster (VZV), virus yang ditularkan oleh manusia
melalui percikan air liur atau dari cairan yang berasal dari lepuh kulit orang yang menderita
cacar air. Seseorang yang terinfeksi virus cacar air varicella zoster dapat berhasil
menularkan cacar air kepada orang lain di sekitarnya, yang ditandai dengan munculnya
lepuh pada kulit hingga lepuh kulit yang terakhir mengering. Selain itu, ada juga beberapa
penyebab cacar air, yaitu:

a) Kontak langsung dengan penderita cacar air

b) Paparan cairan dari penderita cacar air, seperti keringat, bersin dan batuk.

c) Memegang atau menyentuh secara langsung atau tidak langsung


barang-barang yang sebelumnya digunakan oleh penderita cacar air

Ada beberapa faktor yang membuat seseorang rentan terkena


penyakit cacar. Diantaranya adalah:

a) Belum pernah menderita cacar air sebelumnya.

b) Belum pernah divaksinasi cacar air terutama diberikan pada ibu hamil
karena hal ini akan sangat berguna untuk melindungi janin
c) Berada di ruangan tertutup selama lebih dari satu jam dengan penderita cacar
air, hal ini akan memudahkan virus menginfeksi melalui udara bersama
d) Daya tahan tubuh terhadap serangan cukup lemah, sehingga virus
mudah menyerang
e) Tinggal di bawah satu atap dengan anak-anak yang berusia kurang dari
10 tahun

E. Pencegahan Varicella (Cacar Air)

Beberapa cara dalam pencegahan penyebaran penyakit varicella (cacar air) menurut (Fay,
2014) mengatakan bahwa:
1) Vaksin cacar air direkomendasikan untuk semua anak pada usia 18 bulan, serta untuk
anak-anak di tahun pertama sekolah menengah, jika mereka belum menerima vaksin
cacar air dan belum pernah menderita cacar air
2) Orang yang berusia 14 tahun ke atas yang kurang mempunyai kekebalan tubuh yang baik
juga disarankan untuk diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin adalah 2 dosis.
Vaksin ini sangat disarankan khususnya bagi orang yang mempunyai risiko tinggi,
seperti petugas kesehatan, orang yang tinggal dengan atau dengan anak kecil, wanita
yang berencana hamil, dan kontak rumah tangga yang mengalami imunosupresi.
3) Mulut dan hidung penderita cacar air harus ditutup saat batuk atau bersin, membuang tisu
kotor ke tempat sampah tertutup, mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun
tangan yang baik dan tidak berbagi peralatan makan,
4) Wanita hamil harus mengisolasi diri dari siapa pun yang menderita cacar air atau herpes
zoster dan harus mengunjungi dokter jika mereka telah melakukan kontak dekat dengan
seseorang yang menderita penyakit tersebut
5) Anak-anak yang menderita penyakit leukimia atau kekurangan imunitas atau sedang
menjalani kemoterapi harus menahan diri dari siapapun yang menderita cacar air atau
ruam saraf . Kuman cacar air dapat menyebabkan infeksi yang lebih parah pada anak-
anak tersebut
6) Dinjurkan untuk Mengkonsumsi makanan bergizi, Makanan bergizi membuat tubuh
sehat dan memiliki stamina yang kuat sehingga dapat menangkal infeksi kuman penyakit
7) Mencegah diri dari dekat dengan sumber penularan cacar air, Imunoglobulin varicella
zoster dapat mencegah (atau setidaknya meringankan) terjadinya cacar air, jika diberikan
dalam waktu maksimal 96 jam sebelum paparan. dan juga untuk bayi baru lahir yang
ibunya menderita cacar air beberapa waktu sebelum atau sesudah melahirkan

F. Tanda dan Gejala Varicella (Cacar Air)

Menurut Ana Solikah, (2019) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tanda -gejala
varicella/cacar air seperti :

a) Awalnya penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan
lemas. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.Pada kasus yg lebih berat, bisa
didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian, muncul
kemerahan kecil pada kulit, yang biasanya pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut atau punggung dan kemudian muncul di kaki dan wajah.

b) Kemerahan pada kulit ini kemudian berubah menjadi lentingan berisi cairan dengan
dinding tipis, ruam kulit mungkin sangat menyakitkan atau gatal maka akan segera
mengering membentuk keropeng (crust) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak pada kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi).
c) Bercak yang akan memudar seiring berjalannya waktu sehingga lama kelamaan tidak
akan meninggalkan bekas lagi, lain halnya apabila lentingan atau bintik- bintik cacar air
dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga membutuhkan waktu
lebih lama untuk mengering. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi bakteri pada
bekas garukan.
d) Setelah kering bekas cacar air akan menghilangkan bekas luka yang dalam. Apalagi jika
penderitanya adalah orang dewasa atau dewasa muda, bekas cacar air akan lebih sulit
hilang. Umumnya, munculnya bintik tidak terjadi secara bersamaan. Saat kering dan
mengelupas pun juga begitu. Sebagian kering, beberapa mulai mengelupas. Bahkan ada
yang mulai mengelupas, ada juga yang baru muncul bintil-bintil baru. Rasa gatal yang
muncul biasanya membuat penderita cacar air tidak tahan untuk menggaruknya.
Akibatnya, kulit akan penuh bekas luka dan kemungkinan infeksi sekunder bisa lebih
besar. Oleh karena itu, seseorang yang menderita cacar air harus menahan diri untuk
tidakmenggaruknya.

G. Patofisiologi Varicella (Cacar Air)

Infeksi primer virus varicella-zoster (VZV), yang umumnya menyerang anak-anak dan
merupakan penyakit yang sangat menular. Virus masuk dan menginfeksi melalui kontak
langsung dari lesi pada kulit atau melalui droplet sekret pernapasan kemudian masuk ke
regional lymph nodes. Replikasi virus terjadi di regional lymph nodes selama 2-4 hari
diikuti dengan viremia primer. Infeksi primer menyebabkan respon imun humoral
melalui produksi imunoglobulin (Ig) A, IgM, dan IgG anti-Varicella Zoster Virus antibodi
yang kemudian berguna sebagai perlindungan terhadap infeksi ulang. Sekitar 250-500
benjolan akan muncul dan menyebar ke seluruh tubuh, termasuk wajah, kulit kepala, mulut
bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang
dari seminggu, lesi ini akan mengering dan disertai rasa gatal, dalam 1-3 minggu bekas pada
kulit yang mengering hilang. Virus Varicella Zoster yang menyebabkan cacar air ditularkan
dari satu orang ke orang lain melalui percikan air liur dari batuk atau bersin yang terinfeksi
dan ditularkan melalui udara atau melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui paru-paru dan menyebar ke tubuh melalui
kelenjar getah bening, setelah melewati masa 14 hari virus ini akan menyebar dengan cepat
ke jaringan kulit. Memang penyakit ini pasti dialami pada masa kanak-kanak dan dewasa.
Karena seringkali orang tua membiarkan anaknya terkena cacar air sejak usia dini. Varicella
umumnya menyerang anak-anak. Di negara empat musim, 90% kasus varicella terjadi
sebelum usia 15 tahun.
Pathway Varicella (Cacar Air)

VIRUS VARICELLA ZOSTER

Percikan ludah yang berasal Bersentuhan langsung


dari batuk/bersin penderita dengan penderita
varicella
Masuk ke saluran
pernafasan bagian atas
Hipertermi Gangguan intregitas kulit,
Risiko infeksi

Termogulasi tubuh menigkat Virus varicella menginfeksi


(Suhu tubuh meningkat) makrofag dan melakukan
replikasi Vesikel pecah (efek
gangguan dari luar,
(digaruk)
Virus menginfeksi sel >
Merangsang pelepasan pirogen
Virus menyebar ke seluruh Virus menyebar ke kulit dan
endogen > Mempengaruhi
tubuh melalui peredaran mukosa > virus bereplikasi
pelepasan mediator kimia
darah di
epidermis > menginfeksi
kapiler endotel pada lapisan
dermis > menyebar ke sel
Dilatasi pembuluh darah
epitel dermis > menyeber ke
sistemik > Pembuluh darah
folikel kulit dan glandula
otak dilatasi >
sebasea > Terjadi erupsi
Volume otak meningkat >
pada kulit > Terbentuk
Tekanan inkranial meningkat papula eritematosa >
muncul vesikel pada
Gangguan Pola Tidur permukaan kulit ( 8-12 jam)

Nyeri
Terjadi ulkus pada mukosa >
Kehilanagan nafsu makan
Nyeri Akut
Gangguan Rasa Nyaman

Defisit nutrisi
Bradikinin > Merangang
Reseptor nyeri > Respon
nyeri > Nyeri bagian tubuh Anoreksia
karena aktivitas
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rosyidah & Anam, (2020) menyatakan dalam penelitiannya bahwa dalam hal ini
tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, terdapat
keluhan demam, malaise, dan sakit kepala. Kemudian diikuti munculnya lesi kulit berupa
papula eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel dan disertai rasa gatal.
Dalam hal ini juga terdapat faktor risiko kontak dengan penderita varisela lain di sekolah.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda patognomonik yang khas dari
varisela. Investigasi dilakukan jika timbul komplikasi. Menurut Wijanarko, (2021)
menyebutkan bahwa ada beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila terdapat
komplikasi :

1) Pemeriksaan Tzank smear untuk mengetahui adanya sel datia berinti banyak. Hal ini
dilakukan dengan mengikis dasar vesikel, membuat apusan menggunakan pewarnaan
Giemsa, Hematoxylin Eosin, atau pewarnaan lainnya.1,2 Pemeriksaan ini tidak spesifik
dengan sensitivitas 60%.

2) Pemeriksaan dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) merupakan


pemeriksaan diagnostik terbaik dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik, serta hasil
yang cepat (satu hari atau kurang). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari DNA VVZ
dari cairan vesikel (spesimen terbaik) atau spesimen lain (pengikisan lesi, krusta, biopsi
jaringan, darah, air liur, atau cairan serebrospinal), 1-4 PCR dapat membedakan VVZ dari
virus herpes simpleks, atau membedakan strain liar dari strain vaksin Oka.

3) Pemeriksaan kultur VZV adalah standar emas untuk mendiagnosis varisela. Isolasi virus
dapat dilakukan dalam 1-2 hari setelah timbulnya ruam. kultur membutuhkan waktu satu
minggu atau lebih. Sensitivitas kultur lebih rendah dari PCR. Kultur dapat digunakan untuk
menentukan sensitivitas terhadap antivirus. Spesimen diaspirasi dari vesikel baru dengan
cairan bening. Risiko kegagalan meningkat setelah vesikel menjadi pustula, dan tidak
pernah diisolasi dari kerak.

4) Histopatologi juga dapat dilakukan di mana varicella dapat ditemukan akantosis,


degenerasi balon, badan inklusi intranuklear eosinofilik (asidofilik), dan sel raksasa berinti
banyak (akibat fusi sel epitel yang terinfeksi dengan sel sekitarnya). Pada dermis dapat
ditemukan edema dan infiltrat sel mononuklear. Pemeriksaan dengan imunofluoresensi
atau pewarnaan imunoperoksidase dari bahan seluler vesikel baru atau prevesikular dapat
mendeteksi VVZ lebih sering daripada kultur. Pemeriksaan serologis digunakan untuk
membuat diagnosis secara retrospektif dengan membandingkan serum akut dan serum
penyembuhan. Dua Tes ini jarang dilakukan, dan biasanya dilakukan untuk pasien rentan
yang merupakan kandidat untuk isolasi atau profilaksis. Tes serologis dapat dilakukan
dengan fase padat enzymelinked immunosorbent assay, fluorescent-antibody to membrane
antigen of VZV, atau latex aglutination test. Beberapa tes tambahan adalah tes darah
perifer, yang dapat mengungkapkan penurunan leukosit.1 Mungkin juga ada peningkatan
moderat pada enzim hati.

I. Penatalaksanaan Varicella (Cacar Air)

Penatalaksanaan menurut Wijanarko, (2021) secara umum yaitu :

1) Pertahankan kebersihan yang baik termasuk mandi setiap hari, perawatan kulit yang
cermat, dan pemangkasan kuku.

2) Pengobatan topikal dapat menggunakan bedak untuk mencegah pecahnya vesikel


terlalu dini, dapat ditambahkan zat anti gatal (menthol, kamper).

3) Antibiotik topikal dapat digunakan jika ada infeksi sekunder.

4) Pengobatan sistemik berupa antivirus analog nukleosida (guanosin analog), yaitu


asiklovir dan pensiklovir. Valasiklovir (ester valin dari asiklovir) dan famsiklovir
(prodrug pensiclovir) diserap lebih baik dan dalam tingkat darah yang lebih tinggi,
sehingga lebih disukai dalam pengobatan varisela daripada asiklovir. Pemberian terapi
dalam waktu 24 jam dari onset mengurangi waktu pengerasan kulit, keparahan
penyakit, durasi gejala dan demam. Dosis yang dapat diberikan pada remaja (≥ 40 kg)
dan orang dewasa adalah valasiklovir 1 g per oral (PO) setiap 8 jam selama 7 hari, atau
famsiklovir 500 mg po setiap 8 jam selama 7 hari, atau asiklovir 800 mg po 5 kali/ hari.
selama 7 hari.

5) Lini kedua adalah foscarnet (analog dari pirofosfat) terutama untuk kasus VVZ yang
tahan nukleosida. Baris ketiga adalah cidofovir. Pada kasus dengan komplikasi
pneumonia, asiklovir (dalam 36 jam rawat inap) dapat diberikan 10- 15 mg/kgBB secara
intravena (iv) setiap 8 jam selama 7-10 hari serta bantuan pernapasan. Komplikasi lain seperti
ensefalitis, meningoensefalitis, mielitis, dan komplikasi okular juga diobati dengan asiklovir
IV. Sedangkan terapi simtomatik dapat berupa analgesik antipiretik dan antihistamin
(dengan efek sedatif atau sedatif) untuk pruritus.
Antibiotik oral dapat diberikan jika ada infeksi sekunder.
J. Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Varicella (Cacar Air)

a) Pengkajian
Menurut Purwanto, (2016) Pengkajian keperawatan pada pasien meliputi :

1. Identitas atau biodata

Dalam identitas hal-hal yang perlu dikaji antara lain nama pasien, alamat pasien, usia
pasien biasanya mencakup semua usia dari anak-anak hingga dewasa, tanggal masuk
ke rumah sakit penting untuk ditinjau untuk melihat kemajuan pengobatan,
penanggung jawab pasien sehingga pengobatan dapat dilakukan dengan persetujuan
pasien dan penyedia layanan kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan


kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang
terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.

b) Riwayat penyakit sekarang

Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.

c) Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat
yang terinfeksi virus ini.

d) Riwayat penyakit dahulu


Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini

e) Riwayat psikososial
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam
keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
3. Pola Kehidupan
a) Aktivitas dan istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan,


anoreksia.

c) Pola aktifitas dan latihan

Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola
akifitas pasien.

d) Pola hubungan dan peran

Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya


gangguan citra tubuh.

4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksan menyelutuh dari kepala sampai kaki
sehingga bisa melihat tanda perubahan pada tubuh yang terkait dengan penyakit
Varicella (Cacar Air)
b) Diagnosis Keperawatan terkait Varicella (Cacar Air)

Adapun perencanaan pengambilan diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi berdasarkan buku Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), buku Standart Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016), dan buku
Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016). Berikut diagnosa berserta rencana intervensi yang dapat diambil
pada diagnosa medis anak dengan varicella/cacar air.
Diagnosa Luaran Intervensi
Nyeri Akut : D.0077 Tingkat nyeri : L.08066 Intervensi Utama
(pengalaman sensorik
(Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan atau emosional yang  Manajemen Nyeri (I. 08238)
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset berkaitan dengan 1. Observasi
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang kerusakan jaringan aktual
berlangsung kurang dari 3 bulan) atau fungsional, dengan  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
onset mendadak atau kualitas, intensitas nyeri
Penyebab lambat dan berintensitas  Identifikasi skala nyeri
ringan hinga berat dan
 Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, konstan)
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
neoplasma)
memperingan nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan) Ekspektasi : Menurun
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, Kriteria hasil :
tentang nyeri
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan 1. Kemampuan
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
fisik berlebihan) menuntaskan aktivitas
respon nyeri
2. Keluhan nyeri
3. Meringis  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
4. Sikap protektif hidup
Gejala dan Tanda Mayor 5. Gelisah  Monitor keberhasilan terapi komplementer
6. Kesulitan tidur yang sudah diberikan
Subjektif 7. Menarik diri  Monitor efek samping penggunaan
8. Berfokus pada diri analgetik
(tidak tersedia) sendiri
9. Diaforesis 2. Terapeutik
10. Perasaan depresi
(teterkan)  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif 11. Perasaan takut mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
mengalami cidera hypnosis, akupresur, terapi musik,
1. Tampak meringis berulang biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri) 12. Anoreksia teknik imajinasi terbimbing, kompres
3. Gelisah 13. Perineum terasa hangat/dingin, terapi bermain)
4. Frekuensi nadi meningkat tertekan  Control lingkungan yang memperberat rasa
5. Sulit tidur 14. Uterus teraba nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
membulat kebisingan)
15. Ketegangan otot  Fasilitasi istirahat dan tidur
16. Pupil dilatasi  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
gejala dan Minor dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
17. Muntah
18. Mual
Subjektif 3. Edukasi
19. Frekuensi nadi
20. Pola nafas
(tidak tersedia)  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
21. Tekanan darah
nyeri
22. Proses berpikir
23. Fokus  Jelaskan strategi meredakan nyeri
24. Fungsi berkemih  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Objektif 25. Perilaku  Anjurkan menggunakan analgetik secara
26. Nafsu makan tepat
1. Tekanan darah meningkat 27. Pola tidur  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
2. pola napas berubah mengurangi rasa nyeri
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu 4. Kolaborasi
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
7. Diaforesis

 Pemberian Analgetik (I.08243)


Kondi Klinis Terkait
1. Observasi
1. Kondisi pembedahan
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
2. Cedera traumatis
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
3. Infeksi
intensitas, frekuensi, durasi)
4. Sindrom koroner akut
 Identifikasi riwayat alergi obat
5. Glaukoma
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik

2. Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesik yang disukai


untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan

3. Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

4. Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis


analgesik, sesuai indikasi

Intervensi pendukung

 Aromaterapi
 Dukungan hipnsis diri
 Dukungan pengungkapan kebutuhan
 Edukasi efek samping obat
 Edukasi manajemen nyeri
 Edukasi proses penyakit
 Edukasi teknik napas
 Kompres dingin
 Kompres hangat
 Konsultasi
 Latihan pernapasan
 Manajemen efek samping obat
 Manajemen kenyamanan lingkungan
 Manajemen medikasi
 Manajemen sedasi
 Manajemen terapi radiasi
 Pemantauan nyeri
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Pemberian obat itopikal
 Pengaturan posisi
 Perawatan amputasi
 Perawatan kenyamanan
 Teknik distraksi
 Teknik imajinasi terbimbing
 Terapi akupresur
 Terapi akupuntur
 Terapi bantuan hewan
 Terapi humor
 Terapi murottal
 Terapi musik
 Terapi pemijatan
 Terapi relaksasi
 Terapi sentuhan
 Transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS)

Hipertermia : D.0130 Termoregulasi : Intervensi utama


L.14134
(Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh) (pengaturan suhu tubuh  Hipertermia Hipertermia (I. 15506)
agar tetap berada pada 1. Observasi
Penyebab rentang normal)  Identifikasi penyebab hipertermia
 Monitor suhu tubuh
1. Dehidrasi Ekspetasi : Membaik  Monitor kadar elektrolit
2. Terpapar lingkungan panas Kriteria hasil :  Monitor haluaran urin
3. Proses penyakit (mis. infeksi, kanker) 1. Menggigil  Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 2. Kulit merah 2. Terapeutik
5. Peningkatan laju metabolisme 3. Kejang  Sediakan lingkungan yang dingin
6. Respon trauma 4. Akrosianosis  Longgarkan atau lepaskan pakaianbasahi
7. Aktivitas berlebihan 5. Konsumsi oksigen dan kipasi permukaan tubuh
8. Penggunaan inkubator 6. Piloreksi  Berikan cairan oral
7. Vasokonstriksi perifer  Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
Gejala dan Tanda Mayor 8. Kutis memorata mengalami hiperhidrosiis
9. Pucat  Lakukan pendinginan eksternal
Subjektif 10. Takikardi  Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
11. Takipnea  Berikan oksigen
1. (tidak tersedia) 12. Bradikardi 3. Edukasi
13. Dasar kuku sianotik  Anjurkan tirah baring
Objektif 14. Hipoksia 4. Kolaborasi
15. Suhu tubuh  Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
1. Suhu tubuh diatas nilai normal 16. Suhu kulit intravena
17. Kadar glukosa darah
Gejala dan Tanda Minor
18. Pengisian kapiler  Regulasi temperatur (I.14578)
19. Ventilasi 1. Observasi
Subjektif
20. Tekanan darah  Monitor suhu stabil
 Monitor suhu tubuh tiap 2 jam
1. (tidak tersedia)
 Monitor tekanan darah, frekuensi
Objektif pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
1. Kulit merah  Monitor dan catat tanda dan gejala
2. Kejang hipotermia atau hipertermia
3. Takikardi 2. Terapeutik
4. Takipnea  Pasang alat pemantauan suhu kontinu, jika
5. Kulit terasa hangat perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
Kondisi Klinis Terkait adekuat
 Bedong bayi segera setelah lahir, untuk
mencegah kehilangan panas
1. Proses infeksi  Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic
2. Hipertiroid segera setelah lahir ( mis. bahan
3. Stroke polyethylene, poly urethane)
4. Dehidrasi  Gunakan topi bayi untuk memcegah
5. Trauma kehilangan panas pada bayi baru lahir
6. Prematuritas  Tempatkan bayi baru lahir di bawah
radiant warmer
 Pertahankan kelembaban incubator 50 %
atau lebih untuk mengurangi kehilangan
panas Karena proses evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
 Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan
yang akan kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain bedongan,stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di dekat jendela
terbuka atau di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
 Gunakan matras penghangat, selimut
hangat dan penghangat ruangan, untuk
menaikkan suhu tubuh, jika perlu
 Gunakan kasur pendingin, water
circulating blanket, ice pack atau jellpad
dan intravascular cooling catherization
untuk menurunkan suhu
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
3. Kolaborasi
 Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion,heat stroke
 Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
 Demonstrasikan teknik perawatan metode
kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu

Intervensi pendukung
 Edukasi analgesia terkontrol
 Edukasi dehidrasi
 Edukasi pengukuran suhu tubuh
 Edukasi program pengobatan
 Edukasi terapi cairan
 Edukasi termoregulasi
 Kompres dingin
 Manajemen cairan
 Manajemen kejang
 Pemantauan cairan
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Pencegahan hipertermi keganasan
 Perawatan sirkulasi
 Promosi teknik kulit ke kulit

Gangguan intregitas kulit/jaringan : D.0129 Integritas Kulit : 1. PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan L.14125 (I.11353)
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
Keutuhan kulit (dermis
kapsul sendi dan /atau ligamen. dan/ epidermis) atau Observasi
Penyebab jaringan ( membran
mukosa, kornea, fasia,  Identifikasi penyebab gangguan integritas
1. Perubahan sirkulasi otot, tendon, tulang, kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
kartigalo, kapsul sendi status nutrisi, peneurunan kelembaban,
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan) dan/atau ligamen) suhu lingkungan ekstrem, penurunan
Ekspektasi meningkat mobilitas)
3. Kelebihan/kekurangan volume cairan Kriteria hasil :
1. Elastisitas Terapeutik
4. Penuruna mobilitas 2. Hidrasi
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
3. Perfusi jaringan
5. Bahan kimia iritatif  Lakukan pemijatan pada area penonjolan
4. Kerusakan jaringan
tulang, jika perlu
5. Kerusakan lapisan kulit
6. Suhu lingkungan yang ekstrem  Bersihkan perineal dengan air hangat,
6. Nyeri
terutama selama periode diare
7. Perdarahan
7. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan 8. Kemerahan  Gunakan produk berbahan petrolium atau
tulang,gesekan) minyak pada kulit kering
9. Hematoma
 Gunakan produk berbahan ringan/alami
10. Pigmentasi abnormal
8. Efek samping terapi radiasi dan hipoalergik pada kulit sensitif
11. Jaringan parut
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
12. Nekrosis
9. Kelembaban 13. Abrasi kornea kulit kering
14. Suhu kulit
10. Proses penuaan 15. Sensasi Edukasi
16. Tekstur
11. neuropati perifer 17. Pertumbuhan rambut  Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
Lotin, serum)
12. Perubahan pigmentasi  Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
13. Perubahan hormonal  Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
14. Kurang terpapar informasi tentang ektrime
upaya mempertahankan/melindungi  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
integritas jaringan minimal 30 saat berada diluar rumah

Gejala dan tanda mayor PERAWATAN LUKA( I.14564 )

Subjektif Observasi

(tidak tersedia)  Monitor karakteristik luka (mis:


drainase,warna,ukuran,bau
Objektif  Monitor tanda –tanda inveksi

1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan Terapiutik

Gejala dan tanda minor  lepaskan balutan dan plester secara


perlahan
Subjektif  Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
perlu
(tidak tersedia)  Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
2.Perdarahan  Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
3.Kemerahan perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
4.Hermatoma  Pertahan kan teknik seteril saaat
perawatan luka
Obektif  Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
1.Nyeri  Jadwalkan perubahan posisi setiap dua
jam atau sesuai kondisi pasien
Kondisi klinis terkait
 Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
1.Imobilisasi
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral
2.Gagal jantung kongestif
(mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
3.Gagal ginjal
 Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
4.Diabetes melitus
Edukasi
5.Imunodefisiensi (mis.AIDS)
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
Keterangan  Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
 Dispesifikkan menjadi kulit atau jaringan  Ajarkan prosedur perawatan luka secara
 Kulit hanya terbatas pada deremis dan epidermis,sedangkan mandiri
jaringan meliputi tidak hanya kulit tetapi juga
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul Kolaborasi
sendi dan/atau ligamen
 Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Resiko Infeksi : D.0142 Tingkat infeksi : Intervensi utama


L.14137
(Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme (derajat infeksi  Manajemen imunisasi/vaksinasi (I.
patogenik) bedasarkan observasi 14508)
atau sumber informasi) 1. Observasi
Faktor Risiko  Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
Ekspektasi : menurun alergi
1. Penyakit kronis (mis. diabetes. melitus). Kriteria hasil :  Identifikasi kontraindikasi pemberian
2. Efek prosedur invasi. 1. Kebersihan tangan imunisasi
3. Malnutrisi. 2. Kebersihan badan  Identifikasi status imunisasi setiap
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan. 3. Nafsu makan kunjungan ke pelayanan kesehatan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : 4. Demam 2. Terapeutik
 Gangguan peristaltik, 5. Kemerahan  Berikan suntikan pada pada bayi dibagian
Kerusakan integritas kulit,
 6. Nyeri paha anterolateral
 Perubahan sekresi pH, 7. Bengkak  Dokumentasikan informasi vaksinasi
 Penurunan kerja siliaris, 8. Vesikel  Jadwalkan imunisasi pada interval waktu
 Ketuban pecah lama, 9. Cairan berbau busuk yang tepat
 Ketuban pecah sebelum waktunya, 10. Sputum berwarna 3. Edukasi
 Merokok, hijau  Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
 statis cairan tubuh. 11. Drainase purulen terjadi, jadwal dan efek samping
6. Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder : 12. Puina  Informasikan imunisasi yang diwajibkan
13. Periode malaise pemerintah
 14. Periode menggigil  Informasikan imunisasi yang melindungi
 Penurunan homolobin, 15. Letargi terhadap penyakit namun saat ini tidak
 Imununosupresi, 16. Gangguan kognitif diwajibkan pemerintah
 Leukopenia, 17. Kadar sel darah putih  Informasikan vaksinasi untuk kejadian
 Supresi respon inflamasi, 18. Kultur darah khusus
 Vaksinasi tidak adekuat. 19. Kultur urin  Informasikan penundaan pemberian
20. Kultur sputum imunisasi tidak berarti mengulang jadwal
21. Kultur area luka imunisasi kembali
22. Kultur feses  Informasikan penyedia layanan pekan
Kondisi Klinis Terkait imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis
1. AIDS.
2. Luka bakar.
3. Penyakit paru obstruktif.
 Pencegahan infeksi (I.14539)
4. Diabetes melitus.
1. Observasi
5. Tindakan invasi.
 Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
6. Kondisi penggunaan terapi steroid.
alergi
7. Penyalahgunaan obat.  Identifikasi kontraindikasi pemberian
8. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW). imunisasi
9. Kanker.  Identifikasi status imunisasi setiap
10. Gagal ginjal. kunjungan ke pelayanan kesehatan
11. Imunosupresi. 2. Terapeutik
12. Lymphedema.  Berikan suntikan pada pada bayi dibagian
13. Leukositopedia. paha anterolateral
14. Gangguan fungsi hati.  Dokumentasikan informasi vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi pada interval waktu
yang tepat
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek samping
 Informasikan imunisasi yang diwajibkan
pemerintah
 Informasikan imunisasi yang melindungi
terhadap penyakit namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
 Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
 Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
 Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis
Intervensi pendukung
 Dukungan pemeliharaan rumah
 Dukungan perawatn diri : mandi
 Edukasi pencegahan luka tekan
 Edukasi seksualitas
 Induksi persalinan
 Latihan batuk efektif
 Manajemen jalan napas
 Manajemen lingkungan
 Manajemen nutrisi
 Manajemen medikasi
 Pemantauan elektrolit
 Pemantauan nutrisi
 Pemantauan tanda vital
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Pencegahan luka tekan
 Pengaturan posisi
 Perawatan amputasi
 Perawatan area insisi
 Perawatan kehamilan resiko tinggi
 Perawatan luka
 Perawatan luka bakar
 Perawatan luka tekan
 Perawatan pascapersalinan
 Perawatan perineum
 Perawatan persalinan
 Perawatan persalinan resiko tinggi
 Perawatan selang
 Perawatan selang dada
 Perawatan selang gastrointestinal
 Perawatan selang umbilikal
 Perawatan sirkumsisi
 Perawatan skin graft Perawatan terminasi
kehamilan

Gangguan Rasa Nyaman : D.0074 Status kenyamanan : Intervensi utama


(Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi L.08064  Manajemen nyeri (I. 08238)
fisik, psikospirtual, lingkungan dan sosial) (keseluruhan rasa 1. Observasi
nyaman dan aman secara
Penyebab fisik, psikologis,  lokasi, karakteristik, durasi,
spiritual, sosial, budaya frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Gejala penyakit dan lingkungan)  Identifikasi skala nyeri
2. Kurang pengendalian situasional/lingkungan  Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Ketidakaekuatan sumber daya mis (mis. dukungan finansial, Ekspektasi : meningkat  Identifikasi faktor yang memperberat dan
sosial dan pengetahuan) Kriteria hasil : memperingan nyeri
4. Kurangnya privasi 1. Kesejahteraan fisik  Identifikasi pengetahuan dan
5. Gangguan stimulus lingkungan 2. Kesejahteraan keyakinan tentang nyeri
6. Efek samping terapi (mis. medikasi, radiasi, kemoterapi) psikologis
7. Gangguan adaptasi kehamilan 3. Dukungan sosial dari  Identifikasi pengaruh budaya
keluarga terhadap respon nyeri
4. Dukungan sosial dari  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
teman hidup
Gejala dan Tanda Mayor 5. Perawatan sesuai  Monitor keberhasilan terapi komplementer
kebutuhan yang sudah diberikan
Subjektif 6. Kebebasan melakukan  Monitor efek samping penggunaan
ibadah analgetik
1. mengeluh tidak nyaman 7. Rileks
8. Keluhan tidak nyaman 2. Terapeutik
9. Gelisah
10. Kebisingan  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
11. Keluhan sulit tidur
12. Keluhan kedinginan hypnosis, akupresur, terapi musik,
1. Gelisah biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
13. Keluhan kenyamanan
14. Gatal mual teknik imajinasi terbimbing, kompres
15. Lelah hangat/dingin, terapi bermain)
16. Merintih  Control lingkungan yang memperberat rasa
Gejala dan Tanda Minor
17. Menangis nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
18. Iritabilitas kebisingan)
Subjektif
19. Menyalahkan diri  Fasilitasi istirahat dan tidur
sendiri  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
1. Mengeluh sulit tidur
20. Konfusi dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan 21. Konsumsi alkohol
3. Eduaksi
4. Merasa gatal 22. Penggunaan zat
23. Percobaan bunuh diri
5. Mengeluh mual 24. Memori masa lalu
6. Mengeluh lelah 25. Suhu ruangan  Jelaskan penyebab, periode, dan
26. Pola eliminasi pemicu nyeri
27. Postur tubuh  Jelaskan strategi meredakan nyeri
28. Kewaspadaan  Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Objektif 29. Pola hidup  Anjurkan menggunakan analgetik secara
30. Pola tidur tepat
1. Menunjukan gejala distres  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
2. Tampak merintih/menangis mengurangi rasa nyeri
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah 4. Kolaborasi
5. Iritabilitas
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Kondisi Klinis Terkait


 Pengaturan posisi (I. 01019)
1. Penyakit kronis 1. Observasi
2. Keganasan
3. Distres psikologis  Monitor status oksigen sebelum dan
4. Kehamilan sesudah mengubah posisi

2. Terapeutik

 Atur posisi untuk mengurangi sesak


 Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
ada kontraindikasi
 Jadwalkan secara tertulis untuk perubahan
posisi

3. Edukasi

 Informasikan saat dilakukan perubahan


posisi

 Terapi relaksasi (I.09326)


1. Observasi

 Identifikasi penurunan tingkat energy,


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang menganggu kemampuan
kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi

2. Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai

3. Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan


jenis, relaksasi yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
 Anjurkan mengambil psosisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’
 Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi terbimbing )

Intervensi pendukung
 Dukungan hipnosis diri
 Dukungan pengungkapanm kebutuhan
 Edukasi aktivitas/istirahat
 Eduaksi efek samping obat
 Edukasi keluarga : manajemen nyeri
 Edukasi kemoterapi
 Edukasi kesehatan
 Edukasi latihan fisik
 Edukasi manajemen stress
 Edukasi manajemen nyeri
 Eduaksi penyakit
 Edukasi perawatan kehamilan
 Edukasi perawatan perineum
 Edukasi perawatan stoma
 Edukasi teknik napas
 Kompres dingin
 Kompres panas
 Konseling perawatan
 Latihan berkemih
 Latihan eliminasi fekal latihan pernapasan
 Latihan rehabilitasi
 Latihan rentang gerak
 Manajemen efek samping obat
 Manajemen hipertermia
 Manajemen hipotermia
 Manajemen kenyamanan lingkungan
 Manajemen mual
 Manajemen muntah
 Manajemen nyeri akut
 Manajemen nyeri kronik
 Manajemen nyeri parsalinan
 Manajemen stress
 Manajemen terapi radiasi
 Manajemen trauma perkosaan
 Pemantauan nyeri
 Pemberian obat
 Pencegahan hipertermi keganasan
 Penjahitan luka
 Perawatan amputasi
 Perawtan area insisi
 Perawatan inkontinensia fekal
 Inkontinensia urin
 Perawatan kehamilan
 Perawatan kenyamanan
 Perawatan pascapersalinan
 Perawtan perineum
 Perawatan rambut
 Perawatan seksio sesaria
 Teknik latihan penguatan otot dan sendi
 Terapi pemijatan
 Terapi relaksasi
Nausea : D.0076 Tingkat nausea : Intervensi utama
(Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau L.08065  Manajemen mual (I. 03117)
lambung yang dapat mengakibatkan muntah) 1. Observasi
(perasaan tidak nyaman
Penyebab pada bagian belakang  Identifikasi pengalaman mual
tenggorok atau lambung  Identifikasi isyarat nonverbal ketidak
1. Gangguan biokimiawi (mis. uremia, ketoasidosis diabetik) yang dapat nyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan
2. Gangguan pada esofagus mengakibatkan muntah) mereka yang tidak dapat
3. distensi lambung berkomunikasi secara efektif)
4. Iritasi lambung Ekspektasi : menurun  Identifikasi dampak mual terhadapkualitas
5. Gangguan pamkreas Kriteria hasil : hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas,
6. Peregangan kapsul limpa 1. Nafsu makan kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
7. Tumor terlolisasi (mis. neuroma akustik, tumor otak primer 2. Keluhan mual  Identifikasi faktor penyebab mual (mis.
atau sekunder, metastasis tulang di dasr tengkorak) 3. Perasaan ingin muntah Pengobatan dan prosedur)
8. peningkatan tekanan intraabdominal (mis. keganasan 4. Perasaan asam di mulut  Identifikasi antiemetik untuk mencegah
intraabdomen) 5. Sensasi panas mual (kecuali mual pada kehamilan)
9. Peningkatan tekanan intrakranial 6. Sensasi dingin  Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi,
10. Peningkatan tekanan intraorbital (mis. glaukoma) 7. Frekuensi menelan dan tingkat keparahan)
11. Mabuk perjalanan 8. Diaforesis  Monitor asupan nutrisi dan kalori
12. Kehamilan 9. Jumlah saliva
13. Aroma tidak sedap 10. Pucat 2. Terapeutik
14. Rasa makanan/minuman yang tidak enak 11. Takikardia
15. Stimulus penglihatan tidak menyenangkan 12. Dilatasi pupil  Kendalikan faktor lingkungan
16. Faktor psikologis (mis. kecemasan, ketakutan, stres) penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
17. Efek agen farmakologis suara, dan rangsangan visual yang tidak
18. Efek toksin menyenangkan)
 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
mual (mis. Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
Gejala dan Tanda Mayor  Berikan makan dalam jumlah kecil dan
menarik
Subjektif  Berikan makanan dingin, cairan bening,
tidak berbau dan tidak berwarna, jika
1. Mengeluh mual perlu
2. Merasa ingin muntah
3. Tidak berminat makan 3. Edukasi

 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup


 Anjurkan sering membersihkan mulut,
Objektif kecuali jika merangsang mual
 Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan
(tidak tersedia) rendah lemak
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi,
terapi musik, akupresur)
Gejala dan Tanda Minor 4. Kolaborasi

Subjektif  Kolaborasi pemberian antiemetik, jika


perlu
1. Merasa asam di mulut
2. Sensasi panas/dingin
3. Sering menelan  Manajemen muntah (I. 03118)
1. Observasi
 Identifikasi karakteristik muntah (mis.
warna, konsistensi, adanya darah, waktu,
Objektif frekuensi dan durasi)
 Periksa volume muntah
1. Salva meningkat  Identifikasi riwayat diet (mis: makanan
2. Pucat yang disuka, tidak disuka, dan budaya)
3. Diaforesis  Identifikasi factor penyebab muntah (mis:
4. Takikardia pengobatan dan prosedur)
5. Pupil dilatasi  Identifikasi kerusakan esofagus dan faring
posterior jika muntah terlalu lama
 Monitor efek manajemen muntahh secara
menyeluruh
Kondisi Klinis Terkait  Monitor keseimbangan cairan
dan elektrolit
1. Meningitis 2. Terapeutik
2. Labrinitis  Kontrol faktor lingkungan penyebab
3. Uremia muntah (mis. bau tak sedap, suara, dan
4. Ketoasidosis diabetik stimulasi visual yang tidak
menyenangkan)
5. Ulkus petikum  Kurangi atau hilangkan penyebab
6. Penyakit esofagus muntah(mis. Kecemasan, ketakutan)
7. Tumor intaabdomen  Atur posisi untuk mencegah aspirasi
8. Penyakit meniere  Pertahankan kepatenan jalan nafas
9. Neuroma akustik  Bersihkan mulut dan hidung
10. Tumor otak  Berikan dukungan fisik saat muntah (mis.
11. Kanker Membantu membungkuk atau
12. Glaukoma menundukkan kepala)
 Berikan kenyamanan selama muntah (mis.
Kompres dingin di dahi atau sediakan
pakaian kering dan bersih)
 Berikan cairan yang tidak mengandung
karbonasi minimal 30 menit setelah
muntah
3. Edukasi
 Anjurkan membawa kantong plastic untuk
menampung muntah
 Anjurkan memperbanyak istirahat
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengelola muntah
(mis. Biofeedback, hypnosis, relaksasi,
terapi music, akupresur)
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika
perlu
Intervensi pendukung
 Dukungan hipnosis diri
 Edukasi efek samping obat
 Eduaksi kemoterapi
 Edukasi manajemen nyeri
 Edukasi perawatan kehamilan
 Edukasi teknik napas
 Manajemen efek samping obat
 Manajemen kemoterapi
 Manajemen nyeri
 Manajemen stress
 Pemberian obat
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat oral
 Terapi akupresur
 Terapi akupuntur
 Terapi relaksasi
c) Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi yang telah di susun untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
telah terbentuk dan ditujukan pada tindakan keperawatan untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diinginkan (Siregar, 2021).

d) Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk mengetahui hasil dari perumusan diagnosa,
perencanaan intervensi dan pengambilan aksi atau implementasi yang telah dilakukan.
Tahapan evaluasi memungkinkan perawat untuk mengetahui tujuan intervensi tersebut
dapat mengatasi masalah yang muncul atau tidak (Siregar, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Ana Solikah, J. N. I. S. (2019). Jangan diremehkan!! Cacar air dapat menghambat aktifitas
Anda (p. 8).
Aswaty, S. O., Nurdin, D., & Sabir, M. (2020). Pengaruh Sistem Imun Tubuh Terhadap
Kejadian Herpes Zoster: Laporan Kasus. Jurnal Medical Profession…,2(1).
https://jurnal.fk.untad.ac.id/index.php/medpro/article/download/341/217
CDC. (2018). Vaksin Varicella (Cacar Air) : Yang Perlu Anda Ketahui. U.S. Department of
Health and Human Services, 1–3. http://www.immunize.org/vis/indonesian_varicella.pdf
Darwin, M. (2018). Kata Pengantar. Populasi, 25(2). https://doi.org/10.22146/jp.36215
Fay, D. (2014). Cacar Air Dameria Sinaga Departemen Biomedik Dasar. Jurnal, 1– 19.
Freer, G., & Pistello, M. (2018). Varicella-zoster virus infection: Natural history, clinical
manifestations, immunity and current and future vaccination strategies. New
Microbiologica, 41(2), 95–105.
Margha, N. P. T. M., & Wardhana, M. (2020). Karakteristik Penderita Cacar Air (Varicella)
Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar Periode April 2015 - April 2016. Jurnal
Medika Udayana, 9(8), 93–96.
Nasaruddin, R. P. (2021). Antropologi Kesehatan : Pengobatan Tradisional Cacar Air Pada
Anak Di Minanga. MASOKAN : Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan Perspektif, 1(1), 52–
64.
Nurhayati, R. H. (2020). Manajemen Varisela Neonatal. Cermin Dunia Kedokteran, 46(11),
672–674. http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/408
Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah 2. Kementrian Kesehatan RI, Desember,
1–6.
Rosyidah, D. U., & Anam, Z. H. F. (2020). Laporan Kasus: Cacar Air Pada Remaja Muda
Usia 14 Tahun Di Pondok Pesantren. Proceeding Book Call for Paper Thalamus:
Medical Research For Better Health, 108–118.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/11996
Sanglah, U. P., Periode, D., & April, A. (2021). KARAKTERISTIK PENDERITA CACAR
AIR ( VARICELLA ) DI RUMAH SAKIT Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana , Bali Departemen Kesehatan Kulit Dan Kelamin
RSUP Sanglah / Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email : tizamargha@. 10(6),
50–53.
Sely, M. D., Rumaolat, W., & Lapodi, A. R. (2021). Hubungan Perilaku dengan Kejadian
Varicela pada Anak Usia 2-4 Tahun di Desa Sepa Kecamatan Amahai Kabupaten
Maluku Tengah. 2-Trik: Tunas-Tunas Riset Kesehatan, 11(Nomor 3), 185–190.
Siregar, D. (2021). Pengantar Proses Keperawatan Konsep, Teori dan Aprlikasi.

Yayasan Kita Menulis.

Solikah. (2018). Varicella/chickenpox. Jurnal Kesehatan.


https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/6760/6284 Theresia, T., &
Hadinegoro, S. R. S. (2016). Terapi Asiklovir pada Anak dengan

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia

(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1 (ed.)).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Vos, R. A., Mollema, L., van Boven, M., van Lier, A., Smits, G., Janga-Jansen, A.

V. A., Baboe-Kalpoe, S., Hulshof, K., Stienstra, Y., van der Klis, F. R. M., & de Melker, H.
E. (2020). High varicella zoster virus susceptibility in Caribbean island populations:
Implications for vaccination. International Journal of Infectious Diseases, 94(February),
16–24. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.02.047
Wicaksono, D., Respatiwulan, & Susanti, Y. (2019). Model Discrete Time Markov Chain (
DTMC ) Susceptible Infected Recovered ( SIR ) Pada Pola Penyebaran Penyakit Cacar
Air. Pola Penyebaran Penyakit Cacar Air, 1(1), 1–8.
World Health Organization. (2014). Varicella and herpes zoster vaccines: WHO position
paper, Weekly Epidemiological Record Relevé épidémiologique hebdomadaire.
89(25):265(June).
Yanti, luh prima mega, & Santiyasa, W. (2015). IMPLEMENTASI METODE
KLASIFIKASI CACAR AIR MENGGUNAKAN DECISION TREE DENGAN LVQ
(LEARNING VEKTOR QUANTIZATION). PROSIDING SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI INFORMASI & APLIKASINYA, SSN : 2302, 41–48.

Anda mungkin juga menyukai