LP Varicella Leoderik
LP Varicella Leoderik
LP Varicella Leoderik
A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang dapat berpindah atau menyebar ke orang
lain, penyebaran penyakit disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, virus, jamur,
atau parasit Darwin, (2018). Penyebaran penyakit menular menjadi suatu kegundahan
juga menjadi suatu ancaman bagi masyarakat, karena penyakit menular umumya bersifat
dadakan tanpa disadari dan dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam waktu
tertentu, penyebaran penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak
langsung.(Ana Solikah, 2019). Varicella merupakan salah satu penyakit yang dapat
ditularkan melalui kontak langsung.
Varicella juga disebut dengan chickenpox, di Indonesia sendiri sering dikenal dengan
sebutan cacar air. Menurut Theresia & Hadinegoro, (2016) mengatakan bahwa cacar air
termasuk jenis penyakit menular yang menjangkit manusia, Varisela dapat mengenai
semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi hampir 90% kasus menyerang anak
dibawah umur 10 tahun dan paling banyak pada umur 5 hingga 9 tahun tidak terkecuali
pada usia dewasa ada juga yang terjangkit penyakit varicella atau cacar air tersebut. Hal
tersebut disebabkan oleh Virus Varicella Zoster (VZV). Infeksi varicella sendiri biasanya
memiliki keparahan rendah. Prevalensi serologis meningkat dengan bertambahnya usia,
mulai dari 86% di antara anak-anak usia 6 hingga 11 tahun hingga 99,9% di antara orang
dewasa yang berusia 40 tahun atau lebih (Margha & Wardhana, 2020)
Perkiraan beban penyakit tahunan global karena varicella adalah substansial menurut
WHO, (2014) memperkirakan beban penyakit varicella tiap tahunnya mencapai 4,2 juta
komplikasi, termasuk 4.200 kematian. Walaupun begitu, angka ini masih lebih rendah
dibandingkan kematian akibat penyakit menular lain seperti campak, pertussis, dan
rotavirus (Vos et al., 2020). Angka insidensi dan prevalensi serologis cacar air di
Indonesia kurang diperhatikan, sehingga Margha & Wardhana, (2020) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa epidemiologis varicella di Indonesia penting dilakukan,
hal tersebut disampaikan juga dalam penelitian Sely et al., (2021) bahwa di Indonesia
tidak banyak penelitian yang mencatat kasus Varicella atau cacar air.
B. Definisi Varicella (Cacar Air)
Varisela (chickenpox) atau biasa yang dikenal dengan sebutan cacar air merupakan
infeksi primer virus varicella zoster (VZV) yang umumnya dapat menyerang anak-anak dan
penyakit yang sangat menular (Theresia & Hadinegoro, 2016). Hal ini disebabkan oleh
Varicella Zoster Virus, virus yang tergolong bagian dari alphaherpes merupakan jenis dari
virus imunogenik. Sebagai penyakit endemik akut yang paling umum yang menyerang
manusia (Sanglah et al., 2021). Cacar air di prediksi sering menjangkit pada saat pergantian
musim, musim panas ke musim penghujan ataupun sebaliknya. Penyakit cacar air sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan sangat menular, dibandingkan dengan gondong
(parotitis) lebih menular cacar air (Sely et al., 2021).
C. Anatomi Fisiologi
1. Organ Kulit
a. Epidermis (Kutilkula) Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki
struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, antara
lain seperti berikut :
o Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk.
Letak lapisan ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis
ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami pengelupasansecara
perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur yang baru.
o Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan
rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna
kulit akan menjadi semakin gelap.
o Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut
melamin. Lapisan ini terdiri atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian paling
bawah dari jaringan epidermis.
o Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan ini
merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah luar untuk
membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel yang baru terbentuk akan mendorong sel-
sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong dari bawah oleh sel
yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan paling luar mengelupas
dan gugur.
b. Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada epidermis, yang terdiri
atas banyak lapisan. Jaringan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm.
Dermis dibentuk oleh serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri
atas kolagen, yaitu suatu jenis protein yang membentuk sekitar 30% dari protein
tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring dengan bertambahnya usia.
Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur kulitnya kasar dan keriput. Lapisan
dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan dermis terdiri atas bagian-bagian
berikut. Folikel rambut dan struktur sekitarnya
Akar Rambut
Di sekitar akar rambut terdapat otot polos penegak rambut (Musculus arektor
pili), dan ujung saraf indera perasa nyeri. Udara dingin akan membuat otot-otot
ini berkontraksi dan mengakibatkan rambut akan berdiri. Adanya saraf-saraf
perasa mengakibatkan rasa nyeri apabila rambut dicabut.
Pembuluh Darah
Pembuluh darah banyak terdapat di sekitar akar rambut. Melalui pembuluh
darah ini akar-akar rambut mendapatkan makanan, sehingga rambut dapat
tumbuh.
Kelenjar Minyak (glandula sebasea) Kelenjar minyak terdapat di sekitar akar
rambut. Adanya kelenjar minyak ini dapat menjaga agar rambut tidak kering.
Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk
botol dan bermuara di dalam folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak
terdapat kelenjar keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar hidung, dan lain-
lain. Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki.
Serabut Saraf
Pada lapisan dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf
sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin,
nyeri, dan sebagainya.
Jaringan dermis juga dapat menghasilkan zat feromon, yaitu suatu zat yang
memiliki bau khas pada seorang wanita maupun laki-laki. Feromon ini dapat
memikat lawan jenis Dermis (Kulit Jangat)
2.
Mikrograf VZV
Pengelasan virus
Group : Kumpulan I(dsDNA )
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Spesies
Menurut Ana Solikah, (2019) menyatakan bahwa penyebab cacar air adalah karena
infeksi virus yang disebut virus varicella zoster (VZV), virus yang ditularkan oleh manusia
melalui percikan air liur atau dari cairan yang berasal dari lepuh kulit orang yang menderita
cacar air. Seseorang yang terinfeksi virus cacar air varicella zoster dapat berhasil
menularkan cacar air kepada orang lain di sekitarnya, yang ditandai dengan munculnya
lepuh pada kulit hingga lepuh kulit yang terakhir mengering. Selain itu, ada juga beberapa
penyebab cacar air, yaitu:
b) Paparan cairan dari penderita cacar air, seperti keringat, bersin dan batuk.
b) Belum pernah divaksinasi cacar air terutama diberikan pada ibu hamil
karena hal ini akan sangat berguna untuk melindungi janin
c) Berada di ruangan tertutup selama lebih dari satu jam dengan penderita cacar
air, hal ini akan memudahkan virus menginfeksi melalui udara bersama
d) Daya tahan tubuh terhadap serangan cukup lemah, sehingga virus
mudah menyerang
e) Tinggal di bawah satu atap dengan anak-anak yang berusia kurang dari
10 tahun
Beberapa cara dalam pencegahan penyebaran penyakit varicella (cacar air) menurut (Fay,
2014) mengatakan bahwa:
1) Vaksin cacar air direkomendasikan untuk semua anak pada usia 18 bulan, serta untuk
anak-anak di tahun pertama sekolah menengah, jika mereka belum menerima vaksin
cacar air dan belum pernah menderita cacar air
2) Orang yang berusia 14 tahun ke atas yang kurang mempunyai kekebalan tubuh yang baik
juga disarankan untuk diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin adalah 2 dosis.
Vaksin ini sangat disarankan khususnya bagi orang yang mempunyai risiko tinggi,
seperti petugas kesehatan, orang yang tinggal dengan atau dengan anak kecil, wanita
yang berencana hamil, dan kontak rumah tangga yang mengalami imunosupresi.
3) Mulut dan hidung penderita cacar air harus ditutup saat batuk atau bersin, membuang tisu
kotor ke tempat sampah tertutup, mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun
tangan yang baik dan tidak berbagi peralatan makan,
4) Wanita hamil harus mengisolasi diri dari siapa pun yang menderita cacar air atau herpes
zoster dan harus mengunjungi dokter jika mereka telah melakukan kontak dekat dengan
seseorang yang menderita penyakit tersebut
5) Anak-anak yang menderita penyakit leukimia atau kekurangan imunitas atau sedang
menjalani kemoterapi harus menahan diri dari siapapun yang menderita cacar air atau
ruam saraf . Kuman cacar air dapat menyebabkan infeksi yang lebih parah pada anak-
anak tersebut
6) Dinjurkan untuk Mengkonsumsi makanan bergizi, Makanan bergizi membuat tubuh
sehat dan memiliki stamina yang kuat sehingga dapat menangkal infeksi kuman penyakit
7) Mencegah diri dari dekat dengan sumber penularan cacar air, Imunoglobulin varicella
zoster dapat mencegah (atau setidaknya meringankan) terjadinya cacar air, jika diberikan
dalam waktu maksimal 96 jam sebelum paparan. dan juga untuk bayi baru lahir yang
ibunya menderita cacar air beberapa waktu sebelum atau sesudah melahirkan
Menurut Ana Solikah, (2019) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tanda -gejala
varicella/cacar air seperti :
a) Awalnya penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan
lemas. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.Pada kasus yg lebih berat, bisa
didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian, muncul
kemerahan kecil pada kulit, yang biasanya pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut atau punggung dan kemudian muncul di kaki dan wajah.
b) Kemerahan pada kulit ini kemudian berubah menjadi lentingan berisi cairan dengan
dinding tipis, ruam kulit mungkin sangat menyakitkan atau gatal maka akan segera
mengering membentuk keropeng (crust) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak pada kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi).
c) Bercak yang akan memudar seiring berjalannya waktu sehingga lama kelamaan tidak
akan meninggalkan bekas lagi, lain halnya apabila lentingan atau bintik- bintik cacar air
dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga membutuhkan waktu
lebih lama untuk mengering. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi bakteri pada
bekas garukan.
d) Setelah kering bekas cacar air akan menghilangkan bekas luka yang dalam. Apalagi jika
penderitanya adalah orang dewasa atau dewasa muda, bekas cacar air akan lebih sulit
hilang. Umumnya, munculnya bintik tidak terjadi secara bersamaan. Saat kering dan
mengelupas pun juga begitu. Sebagian kering, beberapa mulai mengelupas. Bahkan ada
yang mulai mengelupas, ada juga yang baru muncul bintil-bintil baru. Rasa gatal yang
muncul biasanya membuat penderita cacar air tidak tahan untuk menggaruknya.
Akibatnya, kulit akan penuh bekas luka dan kemungkinan infeksi sekunder bisa lebih
besar. Oleh karena itu, seseorang yang menderita cacar air harus menahan diri untuk
tidakmenggaruknya.
Infeksi primer virus varicella-zoster (VZV), yang umumnya menyerang anak-anak dan
merupakan penyakit yang sangat menular. Virus masuk dan menginfeksi melalui kontak
langsung dari lesi pada kulit atau melalui droplet sekret pernapasan kemudian masuk ke
regional lymph nodes. Replikasi virus terjadi di regional lymph nodes selama 2-4 hari
diikuti dengan viremia primer. Infeksi primer menyebabkan respon imun humoral
melalui produksi imunoglobulin (Ig) A, IgM, dan IgG anti-Varicella Zoster Virus antibodi
yang kemudian berguna sebagai perlindungan terhadap infeksi ulang. Sekitar 250-500
benjolan akan muncul dan menyebar ke seluruh tubuh, termasuk wajah, kulit kepala, mulut
bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang
dari seminggu, lesi ini akan mengering dan disertai rasa gatal, dalam 1-3 minggu bekas pada
kulit yang mengering hilang. Virus Varicella Zoster yang menyebabkan cacar air ditularkan
dari satu orang ke orang lain melalui percikan air liur dari batuk atau bersin yang terinfeksi
dan ditularkan melalui udara atau melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui paru-paru dan menyebar ke tubuh melalui
kelenjar getah bening, setelah melewati masa 14 hari virus ini akan menyebar dengan cepat
ke jaringan kulit. Memang penyakit ini pasti dialami pada masa kanak-kanak dan dewasa.
Karena seringkali orang tua membiarkan anaknya terkena cacar air sejak usia dini. Varicella
umumnya menyerang anak-anak. Di negara empat musim, 90% kasus varicella terjadi
sebelum usia 15 tahun.
Pathway Varicella (Cacar Air)
Nyeri
Terjadi ulkus pada mukosa >
Kehilanagan nafsu makan
Nyeri Akut
Gangguan Rasa Nyaman
Defisit nutrisi
Bradikinin > Merangang
Reseptor nyeri > Respon
nyeri > Nyeri bagian tubuh Anoreksia
karena aktivitas
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rosyidah & Anam, (2020) menyatakan dalam penelitiannya bahwa dalam hal ini
tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, terdapat
keluhan demam, malaise, dan sakit kepala. Kemudian diikuti munculnya lesi kulit berupa
papula eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel dan disertai rasa gatal.
Dalam hal ini juga terdapat faktor risiko kontak dengan penderita varisela lain di sekolah.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda patognomonik yang khas dari
varisela. Investigasi dilakukan jika timbul komplikasi. Menurut Wijanarko, (2021)
menyebutkan bahwa ada beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila terdapat
komplikasi :
1) Pemeriksaan Tzank smear untuk mengetahui adanya sel datia berinti banyak. Hal ini
dilakukan dengan mengikis dasar vesikel, membuat apusan menggunakan pewarnaan
Giemsa, Hematoxylin Eosin, atau pewarnaan lainnya.1,2 Pemeriksaan ini tidak spesifik
dengan sensitivitas 60%.
3) Pemeriksaan kultur VZV adalah standar emas untuk mendiagnosis varisela. Isolasi virus
dapat dilakukan dalam 1-2 hari setelah timbulnya ruam. kultur membutuhkan waktu satu
minggu atau lebih. Sensitivitas kultur lebih rendah dari PCR. Kultur dapat digunakan untuk
menentukan sensitivitas terhadap antivirus. Spesimen diaspirasi dari vesikel baru dengan
cairan bening. Risiko kegagalan meningkat setelah vesikel menjadi pustula, dan tidak
pernah diisolasi dari kerak.
1) Pertahankan kebersihan yang baik termasuk mandi setiap hari, perawatan kulit yang
cermat, dan pemangkasan kuku.
5) Lini kedua adalah foscarnet (analog dari pirofosfat) terutama untuk kasus VVZ yang
tahan nukleosida. Baris ketiga adalah cidofovir. Pada kasus dengan komplikasi
pneumonia, asiklovir (dalam 36 jam rawat inap) dapat diberikan 10- 15 mg/kgBB secara
intravena (iv) setiap 8 jam selama 7-10 hari serta bantuan pernapasan. Komplikasi lain seperti
ensefalitis, meningoensefalitis, mielitis, dan komplikasi okular juga diobati dengan asiklovir
IV. Sedangkan terapi simtomatik dapat berupa analgesik antipiretik dan antihistamin
(dengan efek sedatif atau sedatif) untuk pruritus.
Antibiotik oral dapat diberikan jika ada infeksi sekunder.
J. Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Varicella (Cacar Air)
a) Pengkajian
Menurut Purwanto, (2016) Pengkajian keperawatan pada pasien meliputi :
Dalam identitas hal-hal yang perlu dikaji antara lain nama pasien, alamat pasien, usia
pasien biasanya mencakup semua usia dari anak-anak hingga dewasa, tanggal masuk
ke rumah sakit penting untuk ditinjau untuk melihat kemajuan pengobatan,
penanggung jawab pasien sehingga pengobatan dapat dilakukan dengan persetujuan
pasien dan penyedia layanan kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat
yang terinfeksi virus ini.
e) Riwayat psikososial
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam
keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.
3. Pola Kehidupan
a) Aktivitas dan istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola
akifitas pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksan menyelutuh dari kepala sampai kaki
sehingga bisa melihat tanda perubahan pada tubuh yang terkait dengan penyakit
Varicella (Cacar Air)
b) Diagnosis Keperawatan terkait Varicella (Cacar Air)
Adapun perencanaan pengambilan diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi berdasarkan buku Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), buku Standart Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016), dan buku
Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016). Berikut diagnosa berserta rencana intervensi yang dapat diambil
pada diagnosa medis anak dengan varicella/cacar air.
Diagnosa Luaran Intervensi
Nyeri Akut : D.0077 Tingkat nyeri : L.08066 Intervensi Utama
(pengalaman sensorik
(Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan atau emosional yang Manajemen Nyeri (I. 08238)
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset berkaitan dengan 1. Observasi
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang kerusakan jaringan aktual
berlangsung kurang dari 3 bulan) atau fungsional, dengan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
onset mendadak atau kualitas, intensitas nyeri
Penyebab lambat dan berintensitas Identifikasi skala nyeri
ringan hinga berat dan
Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, konstan)
Identifikasi faktor yang memperberat dan
neoplasma)
memperingan nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan) Ekspektasi : Menurun
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, Kriteria hasil :
tentang nyeri
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan 1. Kemampuan
Identifikasi pengaruh budaya terhadap
fisik berlebihan) menuntaskan aktivitas
respon nyeri
2. Keluhan nyeri
3. Meringis Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
4. Sikap protektif hidup
Gejala dan Tanda Mayor 5. Gelisah Monitor keberhasilan terapi komplementer
6. Kesulitan tidur yang sudah diberikan
Subjektif 7. Menarik diri Monitor efek samping penggunaan
8. Berfokus pada diri analgetik
(tidak tersedia) sendiri
9. Diaforesis 2. Terapeutik
10. Perasaan depresi
(teterkan) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif 11. Perasaan takut mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
mengalami cidera hypnosis, akupresur, terapi musik,
1. Tampak meringis berulang biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri) 12. Anoreksia teknik imajinasi terbimbing, kompres
3. Gelisah 13. Perineum terasa hangat/dingin, terapi bermain)
4. Frekuensi nadi meningkat tertekan Control lingkungan yang memperberat rasa
5. Sulit tidur 14. Uterus teraba nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
membulat kebisingan)
15. Ketegangan otot Fasilitasi istirahat dan tidur
16. Pupil dilatasi Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
gejala dan Minor dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
17. Muntah
18. Mual
Subjektif 3. Edukasi
19. Frekuensi nadi
20. Pola nafas
(tidak tersedia) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
21. Tekanan darah
nyeri
22. Proses berpikir
23. Fokus Jelaskan strategi meredakan nyeri
24. Fungsi berkemih Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Objektif 25. Perilaku Anjurkan menggunakan analgetik secara
26. Nafsu makan tepat
1. Tekanan darah meningkat 27. Pola tidur Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
2. pola napas berubah mengurangi rasa nyeri
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu 4. Kolaborasi
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
7. Diaforesis
2. Terapeutik
3. Edukasi
4. Kolaborasi
Intervensi pendukung
Aromaterapi
Dukungan hipnsis diri
Dukungan pengungkapan kebutuhan
Edukasi efek samping obat
Edukasi manajemen nyeri
Edukasi proses penyakit
Edukasi teknik napas
Kompres dingin
Kompres hangat
Konsultasi
Latihan pernapasan
Manajemen efek samping obat
Manajemen kenyamanan lingkungan
Manajemen medikasi
Manajemen sedasi
Manajemen terapi radiasi
Pemantauan nyeri
Pemberian obat
Pemberian obat intravena
Pemberian obat oral
Pemberian obat itopikal
Pengaturan posisi
Perawatan amputasi
Perawatan kenyamanan
Teknik distraksi
Teknik imajinasi terbimbing
Terapi akupresur
Terapi akupuntur
Terapi bantuan hewan
Terapi humor
Terapi murottal
Terapi musik
Terapi pemijatan
Terapi relaksasi
Terapi sentuhan
Transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS)
Intervensi pendukung
Edukasi analgesia terkontrol
Edukasi dehidrasi
Edukasi pengukuran suhu tubuh
Edukasi program pengobatan
Edukasi terapi cairan
Edukasi termoregulasi
Kompres dingin
Manajemen cairan
Manajemen kejang
Pemantauan cairan
Pemberian obat
Pemberian obat intravena
Pemberian obat oral
Pencegahan hipertermi keganasan
Perawatan sirkulasi
Promosi teknik kulit ke kulit
Subjektif Observasi
2. Terapeutik
3. Edukasi
2. Terapeutik
Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
3. Edukasi
Intervensi pendukung
Dukungan hipnosis diri
Dukungan pengungkapanm kebutuhan
Edukasi aktivitas/istirahat
Eduaksi efek samping obat
Edukasi keluarga : manajemen nyeri
Edukasi kemoterapi
Edukasi kesehatan
Edukasi latihan fisik
Edukasi manajemen stress
Edukasi manajemen nyeri
Eduaksi penyakit
Edukasi perawatan kehamilan
Edukasi perawatan perineum
Edukasi perawatan stoma
Edukasi teknik napas
Kompres dingin
Kompres panas
Konseling perawatan
Latihan berkemih
Latihan eliminasi fekal latihan pernapasan
Latihan rehabilitasi
Latihan rentang gerak
Manajemen efek samping obat
Manajemen hipertermia
Manajemen hipotermia
Manajemen kenyamanan lingkungan
Manajemen mual
Manajemen muntah
Manajemen nyeri akut
Manajemen nyeri kronik
Manajemen nyeri parsalinan
Manajemen stress
Manajemen terapi radiasi
Manajemen trauma perkosaan
Pemantauan nyeri
Pemberian obat
Pencegahan hipertermi keganasan
Penjahitan luka
Perawatan amputasi
Perawtan area insisi
Perawatan inkontinensia fekal
Inkontinensia urin
Perawatan kehamilan
Perawatan kenyamanan
Perawatan pascapersalinan
Perawtan perineum
Perawatan rambut
Perawatan seksio sesaria
Teknik latihan penguatan otot dan sendi
Terapi pemijatan
Terapi relaksasi
Nausea : D.0076 Tingkat nausea : Intervensi utama
(Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau L.08065 Manajemen mual (I. 03117)
lambung yang dapat mengakibatkan muntah) 1. Observasi
(perasaan tidak nyaman
Penyebab pada bagian belakang Identifikasi pengalaman mual
tenggorok atau lambung Identifikasi isyarat nonverbal ketidak
1. Gangguan biokimiawi (mis. uremia, ketoasidosis diabetik) yang dapat nyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan
2. Gangguan pada esofagus mengakibatkan muntah) mereka yang tidak dapat
3. distensi lambung berkomunikasi secara efektif)
4. Iritasi lambung Ekspektasi : menurun Identifikasi dampak mual terhadapkualitas
5. Gangguan pamkreas Kriteria hasil : hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas,
6. Peregangan kapsul limpa 1. Nafsu makan kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
7. Tumor terlolisasi (mis. neuroma akustik, tumor otak primer 2. Keluhan mual Identifikasi faktor penyebab mual (mis.
atau sekunder, metastasis tulang di dasr tengkorak) 3. Perasaan ingin muntah Pengobatan dan prosedur)
8. peningkatan tekanan intraabdominal (mis. keganasan 4. Perasaan asam di mulut Identifikasi antiemetik untuk mencegah
intraabdomen) 5. Sensasi panas mual (kecuali mual pada kehamilan)
9. Peningkatan tekanan intrakranial 6. Sensasi dingin Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi,
10. Peningkatan tekanan intraorbital (mis. glaukoma) 7. Frekuensi menelan dan tingkat keparahan)
11. Mabuk perjalanan 8. Diaforesis Monitor asupan nutrisi dan kalori
12. Kehamilan 9. Jumlah saliva
13. Aroma tidak sedap 10. Pucat 2. Terapeutik
14. Rasa makanan/minuman yang tidak enak 11. Takikardia
15. Stimulus penglihatan tidak menyenangkan 12. Dilatasi pupil Kendalikan faktor lingkungan
16. Faktor psikologis (mis. kecemasan, ketakutan, stres) penyebab mual (mis. Bau tak sedap,
17. Efek agen farmakologis suara, dan rangsangan visual yang tidak
18. Efek toksin menyenangkan)
Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
mual (mis. Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
Gejala dan Tanda Mayor Berikan makan dalam jumlah kecil dan
menarik
Subjektif Berikan makanan dingin, cairan bening,
tidak berbau dan tidak berwarna, jika
1. Mengeluh mual perlu
2. Merasa ingin muntah
3. Tidak berminat makan 3. Edukasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi yang telah di susun untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
telah terbentuk dan ditujukan pada tindakan keperawatan untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diinginkan (Siregar, 2021).
d) Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk mengetahui hasil dari perumusan diagnosa,
perencanaan intervensi dan pengambilan aksi atau implementasi yang telah dilakukan.
Tahapan evaluasi memungkinkan perawat untuk mengetahui tujuan intervensi tersebut
dapat mengatasi masalah yang muncul atau tidak (Siregar, 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Ana Solikah, J. N. I. S. (2019). Jangan diremehkan!! Cacar air dapat menghambat aktifitas
Anda (p. 8).
Aswaty, S. O., Nurdin, D., & Sabir, M. (2020). Pengaruh Sistem Imun Tubuh Terhadap
Kejadian Herpes Zoster: Laporan Kasus. Jurnal Medical Profession…,2(1).
https://jurnal.fk.untad.ac.id/index.php/medpro/article/download/341/217
CDC. (2018). Vaksin Varicella (Cacar Air) : Yang Perlu Anda Ketahui. U.S. Department of
Health and Human Services, 1–3. http://www.immunize.org/vis/indonesian_varicella.pdf
Darwin, M. (2018). Kata Pengantar. Populasi, 25(2). https://doi.org/10.22146/jp.36215
Fay, D. (2014). Cacar Air Dameria Sinaga Departemen Biomedik Dasar. Jurnal, 1– 19.
Freer, G., & Pistello, M. (2018). Varicella-zoster virus infection: Natural history, clinical
manifestations, immunity and current and future vaccination strategies. New
Microbiologica, 41(2), 95–105.
Margha, N. P. T. M., & Wardhana, M. (2020). Karakteristik Penderita Cacar Air (Varicella)
Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar Periode April 2015 - April 2016. Jurnal
Medika Udayana, 9(8), 93–96.
Nasaruddin, R. P. (2021). Antropologi Kesehatan : Pengobatan Tradisional Cacar Air Pada
Anak Di Minanga. MASOKAN : Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan Perspektif, 1(1), 52–
64.
Nurhayati, R. H. (2020). Manajemen Varisela Neonatal. Cermin Dunia Kedokteran, 46(11),
672–674. http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/408
Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah 2. Kementrian Kesehatan RI, Desember,
1–6.
Rosyidah, D. U., & Anam, Z. H. F. (2020). Laporan Kasus: Cacar Air Pada Remaja Muda
Usia 14 Tahun Di Pondok Pesantren. Proceeding Book Call for Paper Thalamus:
Medical Research For Better Health, 108–118.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/11996
Sanglah, U. P., Periode, D., & April, A. (2021). KARAKTERISTIK PENDERITA CACAR
AIR ( VARICELLA ) DI RUMAH SAKIT Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana , Bali Departemen Kesehatan Kulit Dan Kelamin
RSUP Sanglah / Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email : tizamargha@. 10(6),
50–53.
Sely, M. D., Rumaolat, W., & Lapodi, A. R. (2021). Hubungan Perilaku dengan Kejadian
Varicela pada Anak Usia 2-4 Tahun di Desa Sepa Kecamatan Amahai Kabupaten
Maluku Tengah. 2-Trik: Tunas-Tunas Riset Kesehatan, 11(Nomor 3), 185–190.
Siregar, D. (2021). Pengantar Proses Keperawatan Konsep, Teori dan Aprlikasi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1 (ed.)).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Vos, R. A., Mollema, L., van Boven, M., van Lier, A., Smits, G., Janga-Jansen, A.
V. A., Baboe-Kalpoe, S., Hulshof, K., Stienstra, Y., van der Klis, F. R. M., & de Melker, H.
E. (2020). High varicella zoster virus susceptibility in Caribbean island populations:
Implications for vaccination. International Journal of Infectious Diseases, 94(February),
16–24. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.02.047
Wicaksono, D., Respatiwulan, & Susanti, Y. (2019). Model Discrete Time Markov Chain (
DTMC ) Susceptible Infected Recovered ( SIR ) Pada Pola Penyebaran Penyakit Cacar
Air. Pola Penyebaran Penyakit Cacar Air, 1(1), 1–8.
World Health Organization. (2014). Varicella and herpes zoster vaccines: WHO position
paper, Weekly Epidemiological Record Relevé épidémiologique hebdomadaire.
89(25):265(June).
Yanti, luh prima mega, & Santiyasa, W. (2015). IMPLEMENTASI METODE
KLASIFIKASI CACAR AIR MENGGUNAKAN DECISION TREE DENGAN LVQ
(LEARNING VEKTOR QUANTIZATION). PROSIDING SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI INFORMASI & APLIKASINYA, SSN : 2302, 41–48.