LAPORAN PENDAHULUAN Campak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS PASIEN CAMPAK (MORBILI)


PRAKTIK PROFESI NERS KERPERAWATAN STASE ANAK

Disusun Oleh :

HERIZA FEBRIYANA ZAKIYA

SN 202014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN 2021/2022
HALAMAN JUDUL

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi
Campak disebut juga Morbili. Morbili adalah penyakit akut yang
sangat menular yang disebabkan oleh infeksi virus. (Nanda
2015). Campak merupakan penyakit infeksi virus akut serius yang sangat
menular. Campak disebabkan oleh Paramyxovirus dan ditularkan
terutama melalui udara (airborne).  Attack rate penularannya lebih dari
90% dari individu yang terinfeksi sejak 4 hari sebelum sampai 4 jam
setelah munculnya ruam. Masa inkubasi penyakit ini terjadi pada 7-18
hari (Alam & Iriani, 2019).
Penyakit Campak adalah penyakit menular akut yang disebabkan virus
Campak/Rubella. Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai
dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium
konvalesensi. Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung
dengan pasien. Virus ini terdapat dalam darah, air seni, dan cairan pada
tenggorokan. Itulah yang membuat campak ditularkan melalui
pernapasan, percikan cairan hidung ataupun ludah
2. Etiologi
Penyakit Campak (morbili) disebabkan oleh infeksi virus yang
sangat menular, yaitu paramiksovirus. Virus morbili yang berasal dari
sekret saluran pernafasan, darah dan urine dari orang yang terinfeksi.
Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang
yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode
yang sangat menular adalah dari hari pertama hingga hari ke 4 setelah
timbulnya rash (pada umumnya pada stadium kataral) (Ranuh, 2013)
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Nanda,2015) menifestasi klinis atau tanda gejala
campak (morbiliti) memiliki masa tunas/inkubasi penyakit
berlangsung kurang lebih 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-
gejala yang dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
a. Stadium prodromal (Catarrhal)
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam,
malaise, batuk, konjungtivitis, koriza, terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dikelilingi oleh
eritema, terletak di mukosa bukalis berhadapan dengan molor
bawah, timbul dua hari sebelum munculnya rash.
b. Stadium erupsi
Koriza dan batuk–batuk bertambah, terjadi eritema yang
berbentuk macula papula disertai meningkatnya suhu badan. Mula
mula eritema muncul dibelakang telinga, di bagian atas lateral
tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang –
kadang terdapat perdarahan ringan di bawah kulit, pembesaran
kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah belakang
leher.
c. Stadium konvalensi
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna
lebih (hiperpigmentasi) yang akan menghilang dengan sendirinya.
Selanjutnya diikuti gejala anorexia, malise, limfadenopati.
4. Komplikasi
Menurut IDAI (2010), komplikasi yang bisa terjadi pada anak dengan
morbilli adalah, sebagai berikut:
a. Laringitis akut
Timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya.
Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor.
Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan
menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi
bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas dan
adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila
disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari
lagi.
c. Ensefalitis
Biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam.
Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan
mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui
mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus
campak ke dalam otak.
d. Otitis media
penyebaran virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi
pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase
prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada
lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi
otitis media purulenta.
e. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke
dalam sel mukosa usus.
f. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang
ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak
mata, lakrimasi dan fotopobia. Kadang-kadang terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat
dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit.
5. Patofisiologi dan pathway
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup dropletdi udara yang
berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran
pernapasan dan melekat di sel-sel epitel saluran napas. Setelah
melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran ke kelenjar
limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul
multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan
kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal
melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia
sekunder di seluruh tubuh terutama di1q a2 kulit dan saluran
pernapasan. Pada hari 5 ke-11 sampai hari ke-14, virus ada di darah,
saluran pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian
virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-sel
endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag (Nanda, 2015).
Menurut (Ranuh, 2013) Lesi esensial akibat campak sehingga
menimbulkan rush di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus dan
saluran cerna dan pada konjungtiva yang tersebar oleh virus morbili
melalui udara. Proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear terjadi sekitar kapiler. Terjadi reaksi inflamasi
berupa peningkatan suhu tubuh dan metabolisme tubuh sehingga
terjadi resiko defisit volume cairan. Virus morbilli menyebar ke
berbagai organ melalui hematogen. Reaksi radang menyeluruh berupa
bercak koplik berwarna kelabu dikelilingi eritema pada mukosa bukal
dan faring. Pada saat reaksi radang pada saluran cerna maka hygiene
harus sangat dijaga agar tidak menyebabkan diare pada anak. Reaksi
inflamasi akan meluas ke dalam jaringan limfoid dan membrana
mukosa trakeobronkial ditandai dengan pilek, batuk serta peningkatan
frekuensi nafas. Hal tersebut dapat menjadi komplikasi berupa
bronkopneumonia oleh infeksi bakteri sekunder.
6. Penatalaksaan (Medis dan Keperawatan)
Menurut Suriadi (2012), Untuk tahap penyembuhan sebenarnya tidak ada
obat yang spesifik. Berikut beberapa penanganan yang dilakukan jika
terinfeksi:
a. Pemberian farmakologi:
1) Pemberian vitamin A :
< 6 bulan = 50.000 IU/hari ≥ 2 hari
6-11 bulan = 100.000 IU/hari ≥ 2 hari
> 12 bulan = 200.000 IU/hari ≥ 2 hari
2) Pemberian antipiretik (antidemam)
3) Pemberian antibiotik pada anak-anak yang berisiko tinggi atau
terdapat infeksi sekunder.
4) Pemberian obat batuk.
5) Pemberian sedativium
b. Pengobatan rawat jalan atau pengobatan dirumah dikarenakan
penyakit campak merupakan penyakit yang ringan (jika
menyerang anak-anak dan dewasa), teruntuk anak-anak yang
terkena campak, orang tua yang menangani anak tersebut di
rumah, dengan penangan menjaga suhu tubuh anak dengan
memberikan kompres saat anak demam, pemberian nutrisi dan
minuman yang sering dan berikan pakaian yang ringan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Bayi dan anak-anak yang terkena morbili biasanya yang
belum mendapatkan imunisasi atau telah mendapatkan
imunisasi campak tapi kemungkinan besar vaksinnya tidak
tersimpan dengan baik sehingga mengakibatkan kualitas
vaksin menurun atau pemberian dosis yang tidak tepat dan
pernah kontak dengan penderita morbili
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan awal yang muncul pada anak terkena campak
(morbilli) yaitu:
a) Suhu tubuh meningkat
b) Malaise, batuk sputum, fotopobia, konjungtivitas,
coryza
c) Eritma muncul dari belakang telinga ke sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga mungkin didapati salah satu
anggota keluarga ada yang menderita campak (morbili)
yang dapat ditularkan melalui sekret saluran
pernafasan,darah dan urin.
4) Riwayat imunisasi
Kelengkapan imunisasi anak terhadap penyakit yang
disebabkan oleh imunisasi yang belum diberikan seperti
BCG, DPT I, II, III, hepatitis, polio dan campak
b. Pola Gordon
1) Kebutuhan nutrisi
Pada anak dengan morbili pola nutrisi umumnya
mengalami perubahan karena adanya bercak pada daerah
mulut sehingga anak tidak nafsu makan, mual, muntah dan
berat badan menurun.
2) Kebutuhan eliminasi
Pada anak dengan morbii biasanya akan mengalami
diare dikarenakan virus yang menyerang sistem
pencernaan anak.
3) Aktivitas
Pola aktivitas anak dengan morbili biasanya terganggu,
karena anak mengalami anak malaise, keadaan umum
lemah dan dari tindakan isolasi pada anak.
4) Kebutuhan istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat dan tidur pada anak yang terkena
morbili pasti terganggu dikarenakan adanya demam,
potopobia, konjungtivitas dan gatal akibat adanya rash
pada kulit.
5) Personal hygiene
Pada anak dengan morbili pada umumya merasa gatal
dan adanya rash pada kulit sehingga personal hygiene anak
harus tetap dijaga.
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Keadaan umum lemah
b) Kesadaran komposmentis
c) Adanya ruam kemerahan diseluruh tubuh seperti
wajah, telinga, leher dan pada badan.
d) Konjungtiva anemis
e) Fotopobia
f) Turgor kulit tidak elastis
g) Mukosa bibir kering
h) Peningkatan produksi secret

2) Palpasi
Teraba pembesaran kelenjar getah bening pada sudut
mandibula dan daerah leher belakang
3) Perkusi
a) Kadang terdapat distensi abdomen
b) Peristaltik usus meningkat
4) Auskultasi
Pada anak dengan morbili biasanya mengalami
komplikasi broncopneumonia, sehingga hasil auskultasi
didapatkan suara ronchi.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Test elisa (Ig m dan Ig g meningkat)
b) Leukosit menurun (leukopenia)
2) Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax, didapatkan gambaran infiltrate yang
menunjukkan adanya broncopneumonia
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital dalam
menentukan asuhan keperawatanyang sesuai untuk membantu klien
mencapai kesehatan yang optimal.maka dibutuhkan standar diagnosis
keperawaan yang dapat menerapkan secara nasional di indonesia
dengan mengacu pada standar diagnosis internasioanal yang telah
dibakukan sebelumnya (PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang
mungkin terjadi pada anak dengan campak (morbilli) menurut Suriadi
(2010) adalah, sebagai berikut:
a. Gangguan integritas kulit b.d perubahan hormonal d.d adanya
ruam pada kulit diseluruh tubuh (D.0129)
b. Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal
yaitu 39⁰C (D.0130)
c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d
pembesaran kelenjar getah bening disekitar leher (D.0019)
d. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d peningkatan produksi
sputum d.d batuk tidak efektiftidak mampu batuk, sputum berlebih
dan adanya Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering. (D.0001)
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut Deswani (2009), intervensi keperawatan adalah
panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan
untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan. Intervensi
keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas.
Pengelompokan seperti bagaimana, kapan, dimana, frekuensi dan
besarnya, menunjukan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi
keperawatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu mandiri (dilakukan oleh
perawat) dan kolaboratif (yang dilakukan bersama dengan memberi
perawatan lainnya).
Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan SDKI (2017), SLKI (2018), dan SIKI (2018)
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan tindakan
 Pertahankan kuku anak tetap pendek
perubahan hormonal d.d keperawatan  Jelaskan kepada keluarga agar anak tidak
adanya ruam pada kulit selama 3 x 24 jam diharapkan, menggaruk rash
diseluruh tubuh (D.0129) gangguan intergritas kulit teratasi  Berikan anthistamin sesuai intruksi dokter dan
dengan KH : monitor efek
Ruam-ruam pada kulit berkurang sampingnya
Klien tampak tenang  Monitor permukaan kulit secara keseluruhan
Bebas dari infeksi sekunder terhadap tanda-tanda
Kulit tetap bersih, kering dan bebas iritasi atau adanya kerusakan pada jaringan
iritasi kulit lainnya
 Anjurkan pada orang tua agar menjaga kulit
tetap utuh, bersih dan kering
 Anjurkan pada orang tua agar anak memakai
pakaian yang longgar
 Anjurkan pada orang tua untuk menjaga agar
pakaian dan laken tetap bersih dan kering
2 Hipertermi b.d proses penyakit Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia (1.15506)
d.d suhu tubuh diatas normal keperawatan Observasi
yaitu 39⁰C (D.0130) selama 3 x 24 jam diharapkan, suhu identifikasi penyebab hipertermi (mis.
tubuh kembali normal, dengan KH: Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh dalam rentang normal penggunaan inkubator)
Nadi dan RR dalam rentang normal monitor suhu tubuh
Tidak ada perubahan warna kulit monitor kadar elektrolit
Tidak ada pusing monitor komplikasi akibat hipertermi
Tidak merasa mengigil Terapuetik
sediakan lingkungan yang dingin
longgarkan atau leapaskan pakain
basahi dan kipasi permukaan tubuh
beriakan cairan oral
berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
anjurkan tirah baring
kolaborasi
kolaborasi pemberian cairan Regulasi
Temprature

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (1. 03119)
ketidakmampuan menelan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
makanan d.d pembesaran diharapkan, Defisit Nutrisi kembali Identifikasi status nutrisi
kelenjar getah bening disekitar normal, dengan KH: Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
leher (D.0019)  Konjungtiva an-anemis Identifikasi makanan yang disukai
 Nafsu makan anak bertambah Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Anak mengkonsumsi makan yang Identifikasi perlunya penggunaan selang
tepat dengan jumlah yang cukup nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU

Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan Tindakan 1. Latihan Batuk Efektif (1.01006)
Efektif b.d peningkatan produksi keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Observasi:
sputum d.d batuk tidak jalan nafas pasien paten dengan KH: Identifikasi kemampuan batuk
efektiftidak mampu batuk,  Suara nafas bersih, tidak ada Monitor adanya retensi sputum
sputum berlebih dan adanya dypsnoe, dan tanda tanda sianosis Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
Mengi, wheezing dan / atau  Jalan nafas bersih, pasien tidak Monitor input dan output cairan
ronkhi kering. (D.0001) merasa tercekik Terapeutik:
 Irama nafas teratur, frekuensi Atur posisi semi – fowler atau fowler
nafas Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
dalam rentang normal Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu selama 8 detik
Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam hingga
3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
Tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

2. Manajemen jalan napas (1.01011)


Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalama, usaha
napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Mengi,
wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari, jika tidak
kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian
proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan Tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah
tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada
komponen kognitif, afektif,psikomotor, perubahan fungsi dan tanda
gejala yang spesifik (Yustiana & Ghofur, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Alam, A., & Iriani, Y. (2019). Infeksi Campak. Retrieved from IDAI website:
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/apakah-infeksi-campak

Deswani. (2009). Proses keperawatan dan berfikir kritis.Jakarta: Salemba Medika


Nurarif, H, A., Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Jogja
Pudiastuti, Ratna, Dewi.(2011). Waspadai penyakit pada anak. Jakarta: Indeks
Ranuh. (2013). Beberapa kesehatan anak. Jakarta: Sagung seto
Suriadi,Yuliani, Rita. (2012). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: CV.Sagung
Seto
Soedarmo, P,S,S., Garna, Herry., Hadinegoro, Sri., & Satari, Hindra. (2010). Buku
ajar infeksi & pediatri tropis.Jakarta:IDAI
TIM Pokja SIKI PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
TIM Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
TIM Pokja SDKI PPNI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Yustiana Olfah & Abdul Ghofur (2016) Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai