Kue Mayit Kuliner Jawa Barat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

KUE “MAYIT” KULINER JAWA BARAT

Oleh
Sadikun Citra Rusmana
Dosen Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan

Indonesia merupakan “surga” kuliner. Di negeri ini makanan apa pun bisa dibuat oleh
masyarakatnya untuk dinikmati oleh penghuni dunia. Berbagai jenis kuliner yang tersedia di
sini, baik makanan maupun minuman, memberikan rangsangan kepada manusia untuk
mencicipinya. Ahli kuliner dunia Anthony Bourdain dalam bukunya Kitchen Confidential :
Adventures in Cullinary Underbelly (2007) menyatakan bahwa kuliner sudah memberikan
kehidupan bagi umat manusia di dunia. Menurutnya, “...food may not be the answer to world
feace, but it’s start. I think food, culture, people and landscape are all absolutelly
inseperable.
Salah satu jenis kuliner yang banyak disukai masyarakat dunia adalah makanan
berbentuk kue. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI.online), kue adalah penganan
yang dibuat dari bahan yang bermacam macam dalam berbagai bentuk. Wikipedia
mendefinisikan secara bebas kue adalah kudapan atau makanan ringan yang bukan makanan
utama, biasanya bercita rasa manis atau ada pula yang gurih dan asin. Makanan kue bercita
rasa ini berlimpah di Indonesia, berciri tradisi dan etnik daerah masing-masing.
Wilayah Jawa Barat merupakan salah satu pusat kudapan nasional. Setiap kota di
wilayah eksotis ini memiliki makanan khas tradisional. Bandung dikenal dengan serabi,
combro, misro, bandros, nagasari, putri noong, jalabria, gurandil. Kota lainnya memiliki moci
(Cianjur), tahu (Sumedang), kue Unyil (Bogor), tape ketan (Kuningan), galendo (Ciamis),
kolontong dan ladu (Tasikmalaya), dan lain-lain. Kota Garut juga tidak kalah oleh kota
lainnya dalam pemilikan khasanah makanan tradisional. Kota Intan ini terkenal dengan
dodol, angleng, dorokdok kulit, dan burayot di Kecamatan Leles dan Kadungora. Dua
kecamatan ini merupakan wilayah yang dipenuhi usaha mikro kreatif. Letak geografisnya
yang berbatasan dengan Bandung memudahkan masyarakatnya untuk mengikuti dinamika
masyarakat Bandung, terutama dalam hal penciptaan produk-produk kuliner yang variatif.
Salah satu produk kuliner kue yang saat ini menjadi perbincangan publik di media
sosial adalah “Kue Mayit”. Kue ini dibuat oleh pengrajin makanan di Desa Karang Tengah,
Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut. Terbuat dari bahan dasar tepung beras ketan putih
diisi kelapa parut dan gula merah (enten). Nama Mayit (Mayat, Ind) memberikan kesan
menyeramkan atau menjijikan, karena sepintas bentuknya seperti mayat berkafan putih (?).
Justeru dengan nama kue mayit, konsumen menjadi penasaran ingin mencoba menikmatinya.
Gita Ramadia, peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyebutkan
bahwa kue mayit ini layak dikembangkan sebagai makanan khas dari Desa Banyuresmi,
selain dari Desa Karang Tengah, Garut. Pengembangan kue mayit sebagai produk unggulan
UMKM desa Karang Tengah dikaji oleh Tim Peneliti dari Program Studi Manajemen dan
Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan. Hasilnya menunjukan bahwa
pengembangan bisa dilakukan melaluii pendekatan teknik bauran pemasaran. Menurut kajian
peneliti Dr. Wasito Harjo dan M. Iqbal Baihaki, survei terhadap tiga pengusaha, kue mayit
berada dalam kondisi positif dan memiliki bobot nilai yang baik dalam faktor kekuatan
(strength) maupun faktor peluang (opportunity). Kondisi tersebut memberikan indikasi usaha
kue mayit bisa tumbuh dan berkembang. Sebagai cara memperbaiki kelemahan internal
(weakness), perlu dilakukan evaluasi produksi, layanan, dan pemasaran. Saat ini pemasaran
tiga pengusaha kue mayit masih terbatas di wilayah desa dan kecamatan, dan proses produksi
berdasarkan pesanan untuk memenuhi permintaan kebutuhan pesta warga setempat.
Perluasan pasar melalui segmentasi, target, dan posisi perlu didukung oleh promosi melalui
jejaring sosial atau media sosial beraplikasi. Untuk melakukan ini para pelaku UMKM
memerlukan pengetahuan tentang penggunaan multimedia dan kemauan untuk mengubah
cara promosi. Ini merupakan faktor hambatan (threat) yang perlu disiasati dengan pengenalan
dan penjualan produk secara daring, seperti Tik-tok dan Instagram.
Operasi bisnis, saat ini dan ke depan, akan banyak terpengaruh oleh peningkatan
kekuatan teknologi. Teknologi informasi dan digitalisasi akan mendorong UMKM untuk
beradaptasi pada situasi baru dan penggunaan metode baru berbisnis. Khusus bagi usaha
kuliner, operasi bisnis juga akan dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan bahan baku dan
teknologi pengolahan pangan. Desa sebagai lokasi UMKM berproduksi harus mampu
menyediakan bahan baku untuk kepentingan keberlanjutan usaha. Masyarakat harus
meningkatkan literasi ekonomi dalam pembenahan rantai pasokan bahan baku yang tersedia
di wilayahnya – tidak tergantung dari pasokan luar. Dengan demikian karakter UMKM,
termasuk usaha kue mayit bukan hanya bersikap “business as usual”, tapi harus lebih
entrepreneurial.
Kue Mayit (Kumparan.co) Kue Mayit (Youtube)

Anda mungkin juga menyukai