Laporan Praktikum Kultur Jaringan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN

PENGENALAN LABORATORIUM, STERILISASI, DAN PEMBUATAN


MEDIA

Disusun oleh:
Siti Hasanatul Magfiroh (17304241015)
Desy Putri Sari (17304241018)
Latifah Uhti Fillah (17304244020)
Kelompok 10, Pendidikan Biologi A 2017

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
BAB I
PEDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap
(Tribowo, 2008). Dalam melakukan kegiatan praktikum kultur jaringan
diperlukan pengetahuan mengenai alat-alat yang digunakan dalam melakukan
praktikum kultur jaringan tumbuhan di laboratorium, maka dari itu perlu adanya
pengenalan alat sehingga praktikan paham dan mengerti fungsi dan cara
menggunakan dari alat-alat kultur jaringan yang berada di laboratorium.
Ketika akan melakukan kegiatan praktikum kultur jaringan tumbuhan
diperlukan pengenalan laboratorium dan persiapan yang nantinya akan digunakan
selama melakukan praktikum kultur jaringan tumbuhan. Pada tahap persiapan ini
perlu dilakukan beberapa kegiatan yaitu membersihkan peralatan (sterilisasi) yang
akan digunakan dan juga sterilisasi alat serta bahan yang akan digunakan dalam
proses praktikum kultur jaringan tumbuhan.
Perlakuan yang salah dalam membawa, menggunakan dan menyimpan alat
dan bahan di laboratorium dapat menyebabkan kerusakan alat dan bahan,
terjadinya kecelakaan kerja serta dapat menimbulkan penyakit. Cara
memperlakukan alat dan bahan di laboratorium secara tepat dapat menentukan
keberhasilan dan kelancaran kegiatan. Adapun perlakuan terhadap alat-alat di
laboratorium seperti membawa alat sesuai petunjuk penggunaan, menggunakan
alat sesuai petunjuk penggunaan, menjaga kebersihan alat, dan menyimpan alat.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu adanya pengetahuan tentang berbagai
peralatan yang digunakan dalam kultur jaringan dan proses persiapan alat dan
bahan yang baik dan benar.
Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu faktor utama
dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat
yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media
kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media
dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada
memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau
digunakan pada kultur.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiaka tanaman dengan metode kultur
jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada
kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. hasilkannya. Oleh karena
itu, berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Media kultur yang
memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam
kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung
berbagai macam vitamin dan ZPT.

B. TUJUAN
1. Mengetahui peralatan dan bahan, serta pembagian ruang di dalam
laboratorium kultur jaringan tumbuhan.
2. Mengetahui cara sterilisasi alat dan bahan untuk kultur jaringan tumbuhan.
3. Mengetahui cara pembuatan medium kultur jaringan tumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara
kerja serta fungsi dan alat-alat di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan
dan bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat,
praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna (Walton, 1998).
Di dalam memulai melakukan kegiatan kultur jaringan diperlukan ruang dan
peralatan. Ukuran ruang yang diperlukan dapat disesuaikan dengan volume aktivitas
kultur jaringan yang akan dilakukan. Ruang yang diperlukan untuk kegiatan kultur
jaringan yaitu laboratorium yang ideal yang memiliki: 1.)Ruang persiapan yang di
dalamnya terdapat timbangan analitik, lemari pendingin, hotplate, mikrowave, oven,
pH meter, alat-alat gelas standar (labu takar, pipet volume, erlenmeyer, gelas piala,
batang pengaduk dari gelas, dan wadah kultur), alat untuk mencuci (washtaple),
lemari untuk alat dan bahan kimia, sentrifuse, fumehood, destilator, dan kereta
dorong; 2.) Ruang transfer yang di dalamnya terdapat laminar air flow, dissecting,
mikroskop, alat diseksi, lemari tempat penyimpanan alat-alat steril, dan timbangan
kecil. 3.) Ruang kultur yang dilengkapi dengan rak kultur dan lampu fluorescent,
timer untuk mengatur lama penyinaran, AC untuk mengontrol temperatur, mikroskop
binokuler, dan shaker (Barahima, 2011). Alat-alat gelas juga memiliki kegunaan dan
fungsi masing-masing yang berguna untuk memudahkan praktikan dalam
melaksanakan praktikum (Subroto, 2000).
Sebelum melakukan praktikum, hendaknya praktikan memeriksa alat-alat
yang akan digunakan. Untuk alat-alat gelas dalam penggunaannya memerlukan
ketelitian dan kehati-hatian, misalnya praktikan memeriksa alat tersebut apa ada yang
cacat atau rusak. Untuk memindahkan zat-zat kimia yang berwujud cair kita sering
menghadapi suatu kesulitan yang mungkin disebabkan oleh tekanan biasa yang
mempengaruhi dalam menentukan volume cairan itu dengan tepat. Maka dari itu
dapat digunakan pipet dan buret yang gunanya untuk memindahkan volume cairan
(Arifin, 1996).
Dalam pengukuran harus diperhatikan dua hal yaitu kesalahan pengkuran
dengan alat ukur terutama jenis ukur, misalnya mengukur massa zat dalam satuan
gram sedangkan timbangan analitis sampai miligram. Jika sejumlah zat ditimbang
dengan kedua timbangan maka didalam jumlah angka yang berbeda. Jumlah digit dari
pengukuran yang menyangkut masalah kecermatan dan ketelitian (Syukri, 1994).
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
(Suryowinoto, 1991).
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure
murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media
tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam konsentrasi
tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai
dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Yuwono, 2008).
Sebelum membuat media, perlu dilakukan pembuatan larutan stok. Larutan
stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-bahan kimia
khususnya yang membutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu sering menimbang
karena hal ini kurang praktis. Larutan stok disimpan di dalam lemari pendingin agar
tidak mudah rusak dan mencegah terdegradasinya bahan-bahan kimia oleh mikroba
penyebab kontaminasi. Pembuatan larutan stok harus dilakukan dengan cermat, sebab
larutan stok yang terlalu pekat akan mengalami pengendapan di lemari es, dan larutan
stok yang terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi (Hendaryono dan Wijayani,
2002).
Untuk membuat media dengan zat seperti yang telah ditentukan, diperlukan
penimbanga dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan pengukuran dapat
menyebabkan terjadinya proses yang tidak dikehendaki. Pada umumnya untuk suatu
keperluan, media yang telah dirumuskan dapat diubah atau diperbaharui, dengan
mengganti zat-zat tertentu, atau menambahakan zat lain. Untuk melakukan perubahan
ini diperlukan acuan atau pengalaman (Rahardja, 1988).
Menurut Paramartha (2012), beberapa penelitian menyebutkan bahwa
kombinasi penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin
mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Jika rasio sitokinin dan auksin relatif seimbang
maka eksplan akan membentuk massa sel yang bersifat meristematik dan terus
melakukan pertumbuhan. Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan
tanaman. Hormon diperlukan dalam konsentrasi rendah untuk mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah
dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara
alami ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh (Heddy, 1991). Faktor
penting lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari
sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor kelarutan dari garam-garam penyusun media,
pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam lain, dan efisiensi
pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar
antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk, 1981).
Air kelapa sebagai cadangan makanan yang mengandung vitamin dan zat
tumbuh, sehingga dapat menstimulir perkecambahan. Air kelapa mengandung zat atau
bahan seperti; vitamin, asam amino, asam nukleat fosfor, dan zat tumbuh auksin dan
asam giberelat yang berfungsi sebagai penstimulir dalam proliferasi jaringan,
memperlancar metabolisme dan respirasi. Oleh karena itu air kelapa mempunyai
kemampuan besar untuk mendorong pembelahan sel dan proses deferensiasi.
Konsentrasi optimum air kelapa yang diberikan 15% (Tulecke et al, 1960).
Staden dan Drews (1974), melaporkan bahwa dalam air kelapa mengandung
zeatin yang diketahui termasuk dalam kelompok sitokinin. Sitokinin mempunyai
kemampuan mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu
dalam pembentukan tunas pucuk dan pertumbuhan akar. Namun demikian, peranan
sitokinin dalam pembelahan sel tergantung pada adanya fitohormon lain terutama
auksin (Hess, 1975).
BAB III
METODE
A. WAKTU DAN TEMPAT
Praktikum pengenalan laboratorium, sterilisasi, dan pembuatan media
dilaksanakan di Laboratotium Kultur Jaringan, Gedung Laboratorium Jurusan
Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Alam Universitas Negeri
Yogyakarta. Praktikum pengenalan laboratorium kultur jaringan dilaksanakan pada
hari Rabu, 29 Februari 2019, sterilisasi alat dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Februari
2019, dan pembuatan media dilaksanakan pada hari Rabu, 12 Februari 2019.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pengenalan laboratorium, sterilisasi alat,
dan pembuatan media terdiri dari timbangan analitik (BI-62/ JICA), hot plate,
erlenmeyer 500 mL dan 1000 mL, gelas ukur 10 mL, 50 mL, 100 mL, magnetic stirer
(BI-63/JICA), pipet tetes, mikropipet, tip pipet, kompor gas, autoclave (BI-65/JICA),
spatula, panci, petridish, botol jam, gelas beker, dan ph-stick.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum pengenalan laboratorium, sterilisasi alat,
dan pembuatan media teridiri dari kertas payung, plastik, karet, kertas label,
aluminium foil, aquadest, plastics wrapp, dan sabun pencuci piring. Adapun zat-zat
kimia yang digunakan dalam pembuatan media MS + 2 ppm BAP dan NP + AK
yaitu, larutan stok makronutrient media MS, larutan stok makronutrient media NP,
larutan stok mikronutrient media MS, larutan stok mikronutrient media NP, larutan
stok vitamin, larutan stok iron, BAP, dan air kelapa. Selain itu ada beberapa bahan
lain yang digunakan dalam pembuatan media antara lain, sukrosa (gula pasir), serbuk
agar-agar, dan myo-inositol, serta NaoH/HCL.

C. CARA KERJA
1. Pengenalan Laboratorium
Pengenalan laboratorium dilakukan melalui observasi langsung.
2. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan terhadap beberapa alat dan bahan yang akan digunakan
dalam pembuatan media yaitu petridish, botol jam, dan aquadest melalui proses
autoclave. Sterilisasi petridish dilakukan dengan cara, petridish yang bersih dibungkus
menggunakan kertas payung dan diikat dengan karet gelang. Setiap ikatan petridish
berisi 5 petridish. Setelah semua petridish dibungkus dengan kertas payung dan diikat
dengan karet gelang, petridish dimasukkan pada keranjang autoclave kemudian
dimasukkan dalam autoclave. Autoclave dilakukan dengan suhu 121oC dengan
tekanan 1 atm selama 30 menit.
Sebelum botol jam disterilisasi dengan autoclave, botol jam dibersihkan dahulu
dari kotoran seperti media kultur yang sudah tidak terpakai. Botol jam yang sudah
tidak terpakai diletakkan di dalam panci dan ditambahkan air serta sabun pencuci
piring kemudian direbus hingga mendidih. Setelah mendidih, media yang ada di
dalam botol jam dikeluarkan dan botol jam dicuci dengan sabun pencuci piring dan
air mengalir. Setelah itu botol jam dimasukkan dalam keranjang autoclave dan
diautoclave dengan suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 30 menit.
Sterilisasi aquadest dilakukan dengan cara aquadest dimasukkan ke dalam botol
saos sekitar 3/4 volume botol saos yang telah bersih. Kemudian botol ditutup dengan
aluminium foil, lalu plastik bening, dan diikat dengan karet gelang. Setelah itu
aquadest disterilisasi dalam autoclave dengan suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 30
menit.
3. Pembuatan Media
Media yang dibuat ialah media MS + 2 ppm BAP yang diwadahkan pada
petridish, NP+AK yang diwadahkan pada botol jam dan petridish. Media MS + 2 ppm
BAP dibuat sebanyak 400 mL dan diwadahkan pada petridish. Erlenmeyer 500 mL
diisi dengan aquadest 250 mL. Kemudian 40 mL larutan stok makronutrient MS
ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic stirer. Setelah
homogen, 2 mL iron ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunaka magnetic
stirer. Setelah homogen, 1 mL larutan stok mikronutrient MS ditambahakan dan
diaduk kembali hingga merata menggunakan magnetic stirer. Setelah homogen, 8 mL
vitamin ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic stirer.
Setelah homogen, 40 mgram myo-inositol ditambahkan dan diaduk hingga merata
menggunakan magnetic stirer. Setelah myo-inositol larut dan homogen, 8 gram
sukrosa ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic stirer.
Setelah sukrosa larut dan homogen, 2 ppm (0,8 mL) BAP ditambahkan dan diaduk
hingga merata menggunakan magnetic stirer. Setelah semua bahan larut dan
homogen, pH larutan dicek menggunakan pH-stick. Apabila pH awal larutan terlalu
basa (lebih dari 5,7 - 5,8), pH diturunkan dengan penambahan HCL. Demikian juga
jika pH awal larutan terlalu asam (kurang dari 5,7 - 5,8), pH dinaikkan dengan
penambahan NaOH. Akan tetapi, pada larutan media MS tidak diperlukan
penambahan HCL maupun NaOH karena pH larutannya sudah sesuai. Kemudian
volume larutan diatur hingga mencapai 400 mL dengan ditambahkannya aquades.
Untuk membuat media padat, 2,8 gram agar-agar ditambahakan lalu dilarutkan serta
dipanaskan menggunakan hot plate magnetic stirrer. Setelah media mendidih,
erlenmeyer yang berisi media ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet serta
diberi label. Kemudian media disterilisasi dalam autoclave dengan temperatur 121 oC
selama 15 menit. Media yang telah steril dituangkan pada petridish dimana penuangan
media dilakukan di dalam LAF. LAF disterilisasi terlebih dahulu dengan alkohol yang
disemprotkan pada LAF dan dilap hingga kering. Pinggiran petridish yang akan
dibuka dipanaskan dengan api bunsen, kemudian petridish dibuka sedikit, dan media
dituangkan di dekat api bunsen. Setelah itu petridish ditutup dan dipanaskan kembali
dengan api bunsen pada sisi pinggirnya lalu ditutup dengan plastic wrap. Setelah
semua petridish terisi dengan media, petridish dibungkus dengan plastik bening. Satu
palstik bening berisi 5 petridish. Kemudian media diberi label dan disimpan di ruang
kultur.
Media NP+AK dibuat sebanyak 400 mL lalu diwadahkan pada petridish dan
1000 mL lalu diwadahkan pada botol jam. Untuk pembuatan media NP+AK 400 mL,
Erlenmeyer 500 mL diisi dengan aquadest 200 mL. Kemudian 16 mL larutan stok
makronutrient NP ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic
stirer. Setelah homogen, 2 mL iron ditambahkan dan diaduk hingga merata
menggunakan magnetic stirer. Setelah homogen, 0,5 mL larutan stok mikronutrient
NP ditambahakan dan diaduk kembali hingga merata menggunakan magnetic stirer.
Setelah homogen, 8 mL vitamin ditambahkan dan diaduk hingga merata
menggunakan magnetic stirer. Setelah homogen, 40 mgram myo-inositol
ditambahkan dan diaduk hingga larut menggunakan magnetic stirer. Setelah myo-
inositol larut dan homogen, 8 gram sukrosa ditambahkan dan diaduk hingga larut
menggunakan magnetic stirer. Setelah sukrosa larut dan homogen, 60 mL air kelapa
ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic stirer. Setelah semua
bahan larut dan homogen, pH larutan dicek menggunakan pH-stick. Apabila pH awal
larutan terlalu basa (lebih dari 5,7 - 5,8), pH diturunkan dengan penambahan HCL.
Demikian juga jika pH awal larutan terlalu asam (kurang dari 5,7 - 5,8), pH dinaikkan
dengan penambahan NaOH. Pada pembuatan media NP untuk petridish, larutan media
NP diperlukan penambahan 3 tetes NaOH karena pH larutannya terlalu asam.
Kemudian volume larutan diatur hingga mencapai 400 mL dengan ditambahkannya
aquades. Untuk membuat media padat, 2,8 gram agar-agar ditambahakan lalu
dilarutkan serta dipanaskan menggunakan hot plate magnetic stirrer. Setelah media
mendidih, erlenmeyer yang berisi media ditutup dengan plastik dan diikat dengan
karet serta diberi label. Kemudian media disterilisasi dalam autoclave dengan
temperatur 121 oC selama 15 menit. Media yang telah steril dituangkan pada petridish
dimana penuangan media dilakukan di dalam LAF. LAF disterilisasi terlebih dahulu
dengan alkohol yang disemprotkan pada LAF dan dilap hingga kering. Pinggiran
petridish yang akan dibuka dipanaskan dengan api bunsen, kemudian petridish dibuka
sedikit, dan media dituangkan di dekat api bunsen. Setelah itu petridish ditutup dan
dipanaskan kembali dengan api bunsen pada sisi pinggirnya lalu ditutup dengan
plastic wrap. Setelah semua petridish terisi dengan media, petridish dibungkus dengan
plastik bening. Satu palstik bening berisi 5 petridish. Kemudian media diberi label dan
disimpan di ruang kultur.
Sedangkan untuk pembuatan media NP+AK 1000 mL, Erlenmeyer 1000 mL
diisi dengan aquadest 500 mL. Kemudian 60 mL larutan stok makronutrient NP
ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic stirer. Setelah
homogen, 5 mL iron ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic
stirer. Setelah homogen, 1,25 mL larutan stok mikronutrient NP ditambahakan dan
diaduk kembali hingga merata menggunakan magnetic stirer. Setelah homogen, 20
mL vitamin ditambahkan dan diaduk hingga merata menggunakan magnetic stirer.
Setelah homogen, 100 mgram myo-inositol ditambahkan dan diaduk hingga larut
menggunakan magnetic stirer. Setelah myo-inositol larut dan homogen, 20 gram
sukrosa ditambahkan dan diaduk hingga larut menggunakan magnetic stirer. Setelah
sukrosa larut dan homogen, 150 mL air kelapa ditambahkan dan diaduk hingga
merata menggunakan magnetic stirer. Setelah semua bahan larut dan homogen, pH
larutan dicek menggunakan pH-stick. Apabila pH awal larutan terlalu basa (lebih dari
5,7 - 5,8), pH diturunkan dengan penambahan HCL. Demikian juga jika pH awal
larutan terlalu asam (kurang dari 5,7 - 5,8), pH dinaikkan dengan penambahan NaOH.
kan tetapi, pada larutan media NP untuk botol jam tidak diperlukan penambahan HCL
maupun NaOH karena pH larutannya sudah sesuai. Kemudian volume larutan diatur
hingga mencapai 1000 mL dengan ditambahkannya aquades. Untuk membuat media
padat, 7 gram agar-agar ditambahakan lalu dilarutkan serta dipanaskan menggunakan
hot plate magnetic stirrer. Setelah media mendidih, media dituangkan pada botol jam
kurang lebih 1/4 volume botol jam. Botol jam yang telah berisi media disterilisasi
kembali dalam autoclave dengan temperatur 121 oC selama 15 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum kultur jaringan yang bertujuan untuk mengetahui peralatan dan
bahan, serta pembagian ruang di dalam laboratorium kultur jaringan tumbuhan,
mengetahui cara sterilisasi alat dan bahan untuk kultur jaringan tumbuhan, dan
mengetahui cara pembuatan medium kultur jaringan tumbuhan dilaksanakan pada
tanggal 29 Januari 2020, 5 Februari 2020, dan 12 Februari 2020 di laboratorium
kultur jaringan FMIPA UNY. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, ruangan
laboratorium kultur jaringan FMIPA UNY berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 3
bagian yaitu ruang persiapan (preparation area), ruang penanaman (transfer area),
ruang pertumbuhan (growing area). Skema ruangan di laboratorium FMIPA UNY
adalah sebagai berikut:

a. Ruang persiapan (preparation area)


Ruang persiapan memiliki 3 fungsi dasar yaitu untuk membersihkan alat-alat
(alat-alat gelas, petri, botol, dan lain-lain), persiapan dan sterilisasi, dan
penyimpanan alat-alat. Di laboratorium kultur jaringan FMIPA UNY, ruang
persiapan terpisah menjadi 2 (pada gambar ruang persiapan dengan nomor 1 dan
2). Pada ruangan 1 dilengkapi dengan rak untuk meletakkan alat-alat gelas seperti
petridish, gelas beker, gelas ukur, magnetic stirrer, pipet, mikropipet, tip,
enlenmeyer, labu ukur, botol jam, tabung reaksi, corong, scapel dan terdapat
wastafel untuk mencuci yang dilengkapi dengan kran dengan aliran air mengalir
untuk membersihkan alat-alat berbahan gelas. Bahan-bahan yang terdapat
diruang ini seperti tisu dan kain lap untuk membersihkan kotoran atau
membersihkan air dari alat setelah dicuci. Terdapat juga kertas payung,
alumunium foil, dan karet yang digunakan untuk membungkus atau menutup alat
pada saat proses sterilisasi. Terdapat juga wrapping plastik untuk menutup media
atau botol kultur agar tidak terkontaminasi oleh cendawan. Selain itu terdapat
meja yang permukaannya terbuat dari bahan keramik tempat meletakkan alat-alat
seperti kompor, hot plate, dan neraca analitik. Bahan keramik memudahkan meja
untuk dibersihkan. Peralatan lain yang terdapat di ruang ini adalah autoklaf.
Pada ruang persiapan 2 didesain tidak terdapat sekat dengan ruang
pertumbuhan hanya saja dibuat sedikit menjorok. Pada tempat ini terdapat lemari
es untuk menyimpan larutan stok dan beberapa media, autoklaf, pH meter, dan
rak penempatan untuk alat-alat yang telah disterilisasi.
Autoklaf berfungsi untuk sterilisasi alat, bahan, dan media. pH stik berfungsi
untuk mengukur kadar keasaman/basa pada suatu cairan. Magnetic stirer
berfungsi untuk menghomogenkan larutan dengan menggunakan gaya magnet,
juga dilengkapi dengan hot plate (lempengan pemanas) untuk memanaskan
larutan agar suhunya tetap terjaga serta untuk mempercepat proses
penghomogenan larutan. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang zat yang
butuh ketelitian tinggi dan dalam skala kecil/mikro. Botol jam dan petridish
berfungsi sebagai wadah untuk menampatkan media kultur. Mikropipet berfungsi
untuk memindahkan cairan yang bervolume cukup kecil, sedangkan tip berfungsi
untuk mencampurkan larutan yang dipompa oleh mikropipet.
Peralatan Glasswares adalah semua peralatan kecil yang terbuat dari bahan
gelas seperti gelas beacker/piala digunakan untuk menuangkan atau
mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam pembuatan medium. Labu ukur
digunakan untuk pengenceran dan tempat larutan pada penambahan aquadest.
Erlenmeyer digunakan dalam kultur jaringan tanaman sebagai sarana
menuangkan air suling atau untuk tempat larutan saat di sterilisasi. Tabung reaksi
berfungsi sebagai wadah untuk menampung reaksi kimia dalam skala medium.
Gelas ukur digunakan untuk mengukur danmenuangkan atau mempersiapkan
bahan kimia dan aquades dalam pembuatan media. Botol-botol saus, jam,
petridish dapat digunakan sebagai tempat media kultur.
Peralatan kecil lainnya terdiri dari dissecting kit (perataan untuk
memotong/mengiris), pinset, spatula dan lain-lain yang umumnya terbuat dari
bahan logam (stainlessteel). Spatula merupakan pengaduk atau digunakan untuk
mengambil bahan berupa serbuk. Pinset digunakan untuk memegang / menjepit
benda, umumnya digunakan pada saat penanaman eksplan. Scalpel adalah gagang
pisau yang dalam penggunaannya berpasangan dengan blade (pisau). Gunanya
adalah untuk mengiris/memotong, dalam hal ini bahan eksplan yang akan
ditanam.
b. Ruang penanaman (transfer area)
Ruang penanaman merupakan ruang yang digunakan untuk isolasi, inokulasi
dan subkultur (penjarangan) pada kondisi steril yang di dalamnya terdapat lemari
kaca atau kabinet yang disebut Laminar Airflow (LAF). LAF dengan daya listrik
dilengkapi dengan lampu violet (UV) yang berguna untuk membunuh
mikroorganisme serta lampu sebagai penerang. Lampu UV biasa dinyalakan 30
menit sebelum LAF digunakan dan dimatikan segera saat LAF mulai digunakan.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan meniupkan udara steril secara kontinue
melewati tempat kerja sehingga tempat kerja bebas dari, debu dan spora-spora
yang mungkin jatuh kedalam media, waktu pelaksanaan penanaman. Aliran udara
berasal dari udara ruangan yang ditarik ke dalam alat melalui filter pertama, yang
kemudian ditiupkan keluar melalui filter yang sangat halus disebut HEPA (High
efficiency Particulate Air Filter), dengan menggunakan blower (Wetherel, D. F.
1982 ).
Laminar Airflow digunakan untuk memotong eksplan, melakukan penanaman
dan subkultur. Sangat dianjurkan untuk menggunakan jas laboratorium yang
bersih selama tahap persiapan dan mensterilkan tangan dengan alkohol 96%
(Pierik, 1987). Alat-alat seperti scalpel, gunting dan alat-alat inokulasi lainnya
harus disterilkan dengan alkohol 96% dan dilanjutkan dengan pemanasan di atas
api bunsen. Lampu ultraviolet (UV) juga digunakan untuk mensterilkan ruang,
sebelum LAF digunakan. Subkultur atau tahap penjarangan juga dilakukan dalam
LAF, dan merupakan tahapan yang perlu dilakukan pada metode kultur jaringan.
c. Ruang pertumbuhan (growing area)
Growing area merupakan ruang pertumbuhan atau ruang penyimpanan hasil
kultur pada kondisi cahaya dan temperatur yang telah terkontrol. Ruang
pertumbuhan ini terdiri dari rak-rak yang terbuat dari besi dan digunakan untuk
meletakkan botol-botol kultur setelah proses penanamanan pada ruang isolasi di
dalam LAF. Semua proses morfogenesis hingga terbentuknya plantlet
berlangsung di ruang ini pada rak kultur. Rak kultur tersebut dipisahkan agar
mengurangi kontaminasinya bakteri atau jamur dengan media. Rak kultur dalam
laboratorium disusun berjajar dengan rak rak lainnya agar mudah mengamati
media yang dikultur.Rak-rak yang digunakan untuk inkubasi dilengkapi dengan
lampu flourescent di atasnya sebagai sumber cahaya serta terdapat timer yang
digunakan untuk menghidup dan matikan lampu. Lampu flourescent digunakan
karena lampu ini lebih baik dan sangat efisien dalam penggunaan energi
dibanding lampu pijar biasa karena lampu pijar biasa hampir 90% merupakan
energi panas sehingga otomatis mempengaruhi suhu ruangan. Sedangkan ruang
pertumbuhan dalam kultur jaringan dilengkapi dengan Air conditioner (AC)
untuk mengontrol suhu ruang. Umumnya suhu yang dibutuhkan berkisar 20-24
ºC karena morfogenesis dalam kultur umumnya terjadi pada kisaran suhu
tersebut. Pada suhu yang terlalu dingin kultur tidak berkembang dengan baik,
tetapi jika terlalu panas maka jamur dan bakteri akan berkembang biar dengan
cepat dan tanaman layu.
Berdasarkan hasil observasi, maka ruang laboratorium yang berada kurang
memenuhi standart internasional, karena ruang persiapan terpisah yang justru salah
satu ruang persiapannya bergabung dengan ruang pertumbuhan yang bisa
mengganggu pengondisian ruang di ruang tumbuh dan rak penyimpanan botol jam
yang telah disterilisasi digabung dengan ruang pertumbuhan sedangkan menurut teori
alat yang telah di sterilisasi disimpan di ruang pertumbuhan. Padahal menurut teori
sebaiknya alat-alat yang telah disterilkan ditempatkan di ruang penanaman agar
terjaga kesterilannya. Selain itu peralatan yang belum ada berdasarkan memenuhi
standart internasional seperti pada ruang persiapan harusnya terdapat oven, shakker,
ph meter, dan waterbath (Rindang Dwiyani, 2015).
Sebelum peralatan di gunakan, peralatan harus di sterilisasi terlebih dahulu.
Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat
pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan
bahan apa saja yang dapat tembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan dengan
suhu yang berkisar antara 110-121 ºC.
Alat dan bahan yang disterilisasi pada saat praktikum adalah botol jam, petridish,
dan aquadest. Sebelum peralatan di sterilisasi, semua peralatan dibersihkan terlebih
dahulu. Jika masih terdapat media maka dibersihkan dengan cara direbus dengan
ditambah sabun agar media leleh dan dapat dihilangkan kemudian di cuci di air
mengalir dengan menggunakan sabun lalu disterilkan. Botol-botol yang akan
disterilisasi ditutup terlebih dahulu dan petridih yang akan di sterilisasi di
kelompokkan menjadi lima-lima kemudian di bungkus kertas payung lalu dikareti
baru disterilkan. Sedangkan untuk aquadest dimasukkan ke botol saus sekitar ¾ botol
kemudian di tutup alumunium foil kemudian ditutup juga dengan plasti lalu dikareti
baru disterilisasi. Sterilisasi alat pada praktikum ini menggunakan autoklaf dengan
suhu 121ºC tekanan 1 atm selama 30 menit.
Sterilisasi dengan autoklaf adalah salah satu metode sterilisasi dengan uap air di
bawah tekanan. Kapas penyumbat, kasa, perlatan laboratorium, plastik penutup,
peralatan gelas, penyaring, air, dan media nutrisi dapat disterilisasi dengan autoklaf.
Hampir semua mikroba mati bila terkena uap yang sangat panas dari autoklaf (Torres,
1989). Autoklaf yang digunakan merupakan autoklaf yang komplit menggunakan
sumber energi dari listrik. Sebagai sumber uap, juga berasal dari air yang
ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan. Alatnya dilengkapi dengan timer dan
thermostat. Sehingga apabila sudah 30 menit maka alarm akan berbunyi yang
menandakan proses sterilisasi telah selesai. Sebagai sumber uap, juga berasal dari air
yang ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan.
Setelah melakukan pengenalan laboratorium dan sterilisasi alat kemudian
dilakukan pembuatan media. Tetapi, sebelum membuat media perlu dilakukan
pembuatan larutan stok. Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan
pengambilan bahan-bahan kimia khususnya yang membutuhkan dalam jumlah kecil,
tak perlu sering menimbang karena hal ini kurang praktis. Larutan stok disimpan di
dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak dan mencegah terdegradasinya
bahan-bahan kimia oleh mikroba penyebab kontaminasi. Pembuatan larutan stok
harus dilakukan dengan cermat, sebab larutan stok yang terlalu pekat akan mengalami
pengendapan di lemari es, dan larutan stok yang terkontaminasi tidak boleh digunakan
lagi (Hendaryono dan Wijayani, 2012).
Media pada kultur jaringan berfungsi sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi
bagi jaringan. Volume larutan stok yang dipipet tergantung dari konsentrasi stok yang
dibuat dan volume larutan stok. Yang pertama harus dicari adalah konsentrasi larutan
stok sesungguhnya. Misalnya membuat volume 500 ml stok dengan “50 x
konsentrasi”. Karena volume larutan stok adalah 500 ml, sementara yang ditimbang
adalah 50 x konsentrasi (dari komponen untuk pembuatan 1000 ml media), berarti
konsentrasi larutan stok adalah (1000/500) x 50 = 100 kali. Untuk membuat 1000 ml
media, maka yang dipipet didapat dengan rumus sebagai berikut:
V1.M1 = V2.M2
V1=1000 ml (media yang akan dibuat), M1=konsentrasi media yang akan dibuat
(dalam hal ini 1 kali), V2= volume larutan stok yang harus diambil, M2=konsentrasi
larutan stok (dalam hal ini 100 kali). Maka akan didapat V2=(1000x1)/100=10 ml.
Komposisi media dari larutan stok yang dibuat pada praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Media NP+AK 1000mL (media diletakkan di botol jam)
No
Larutan Stock Volume larutan stok yang diambil
.
1. Makronutrient 60 ml
2. Besi 5 ml
3. Mikronutrient 1,25 ml
4. Vitamin 20 ml
5. Myoinosinol 100 mg
6. Gula/Sukrosa 20 gram
7. Agar 7 gram
8. Air kelapa 150 gram

2. Media NP+AK 400 ml (media diletakkan di pedtridish)


No
Larutan Stock Volume larutan stok yang diambil
.
1. Makronutrient 16 ml
2. Besi 2 ml
3. Mikronutrient 0,5 ml
4. Vitamin 8 ml
5. Myoinosinol 40 mg
6. Gula/Sukrosa 8 gr
7. Agar 2,8 gr
8. Air kelapa 60 ml

3. Media MS 2 ppm BAP (media diletakkan di pedtridish)


No
Larutan Stock Volume larutan stok yang diambil
.
1. Makronutrient 16 ml
2. Besi 2 ml
3. Mikronutrient 1 ml
4. Vitamin 8 ml
5. Myoinosinol 40 mg
6. Gula/Sukrosa 8 gr
7. BAP 0,8 ml
7. Agar 7 gr

Penimbangan dan penakaran setiap komponen harus tepat. Ketidaktepatan


pengukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak dikehendaki. Setelah
semua ditimbang dan diukur secara akurat maka dilakukan proses pencampuran.
Prinsip dari pencampuran komponen-komponen tersebu untuk membuat suatu media
adalah setiap komponen dicampur secara beruturan dimana pemberian yang pertama
dari makronutrient, besi, mikronutrient, vitamin, myoinosinol, gula/sukrosa, ZPT dan
yang terakhir agar, di campur secara berurutan dan pencampuran dilakukan dalam
posisi dihomogenkan menggunakan hot plate magnetic stirrer. Setelah semua
komponen larut dan homogen maka penting itu memeriksa pH. Pengaturan pH ini
penting agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. pH
larutan yang dibutuhkan media sekitar 5,7-5,8 seperti pH yang dibutuhkan oleh sel
tanaman, apabila media terlalu basa maka ditambahkan HCl dan apabila terlalu asam
maka ditambahkan NaOH.
Setelah proses pencampuran, untuk media media NP+AK 1000mL yang
ditempatkan di dalam botol dituangkan terlebih dahulu ke dalam botol baru
disterilisasi. Sedangkan untuk media NP+AK 400 ml dan media MS 2 ppm BAP yang
ditempatkan dipetridish maka disterilisasi dahulu baru di tuang. Sterilisasi yang
dilakukan pada media ini menggunakan enlenmeyer dengan tutup alumunium foil dan
plastik dan dikareti. Sterilisasi dilakukan menggunakan autoklaf dengan suhu 121ºC
tekanan 1 atm selama 15 menit Penuangan media yang ditempatkan di petridish
dilakukan di dalam ruang penanaman di LAF.
Media yang dibuat semua mengandung makronutrient, besi, mikronutrient,
vitamin, myoinosiol, gula/sukrosa, agar, dan ZPT atau BAP. Unsur makronutrient
pada media NP (New Phalaenopsis) terdiri dari (NH4)2 SO4, KH3PO4, NH4NO3, KNO3,
dan Ca(NO3) 2.6H2O. Sedangkan unsur makro pada media MS (Murashige dan Skoog)
terdiri dari NHNO3, KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, KH2PO4. Hara makro adalah
unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tanaman, dari
komposisi makro kedua media tersebut terdapat unsur-unsur esensial seperti nitrogen
(N), posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). N
merupakan komponen dalam pembentukan protein dan asam amino dalam tubuh
tanaman, juga merupakan elemen pada beberapa koenzim. P merupakan komponen
pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA) serta dibutuhkan sebagai sumber energi
transfer. K dibutuhkan untuk mengatur potensial osmotik sel tanaman. Ca untuk
sintesis dinding sel, fungsi membran dan berperan dalam aktifnya signal sel. Mg
merupakan kofaktor enzim dan komponen klorofi l. S adalah komponen beberapa
asam amino dan beberapa kofaktor enzim (Rindang Dwiyani,2015).
Unsur besi pada medium tersusun dari Na 3ETDA, FeSO4. 7H2O. Unsur Fe
merupakan komponen cytochrome yang berperan dalam transfer electron. Dalam
proses fisiologi tanaman, Na+ diduga mempengaruhi pengikatan air oleh tanaman
sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan. Sementara penyerapan
Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan
pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid
tanah (Rindang Dwiyani,2015).
Universitas Unsur mikro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit oleh tanaman. Komponen penyusun unsur mikro pada media NP yang
telah dibuat adalah MnSO4.4H2O, ZnSO4.7H2O, H3BO3, KI, Na2MoO4.2H2O,
CoCl2.6H2O, CuSO4.5H2O. Sedangkan untuk media MS terdiri dari MnSO 4.H2O,
ZnSO4.4H2O, H3BO3, KI, Na2MoO4.H2O, CoCl2.6H2O, dan CuSO4.5H2O. Unsur-
unsur dari komponen tersebut seperti Mn berfungsi sebagai kofaktor enzim, Zn
berperan dalam sintesis klorofi l dan juga merupakan kofaktor enzim. Co adalah
komponen beberapa vitamin. Cu merupakan kofaktor enzim dan berperan dalam
reaksi transfer elektron. Mo juga merupakan kofaktor enzim dan komponen dari
enzim nitrate reductase. Baik hara makro maupun hara mikro, keduanya diberikan
dalam bentuk garam inorganik (Rindang Dwiyani, 2015).
Vitamin dibutuhkan tanaman sebagai katalisator dalam berbagai proses
metabolisme. Vitamin digunakan untuk pertumbuhan sel serta proses diferensiasi sel
dan jaringan yang ditanam secara in vitro. Pada media kultur jaringan yang dibuat,
vitamin tersusun dari nicotinic acid, pyridoxine HCl, thiamine HCl, glycine. Diantara
keempatnya, yang bersifat esensial adalah thiamin (vitamin B1) yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan sel tanaman. Nicotinic acid dan pyridoxine (vitamin B6)
dibutuhkan hanya oleh spesies tanaman tertentu. Sedangkan pyridoxine dan glycine
digunakan sebagai sumber vitamin yang spesifik (Rindang Dwiyani, 2015).
Myo-inositol adalah senyawa golongan karbohidrat yang ditambahkan pada
media kultur dalam jumlah sedikit untuk menstimulasi pertumbuhan sel pada banyak
spesies tanaman. Meskipun bukan tergolong vitamin, namun senyawa ini akan
terpecah menjadi vitamin C dan pectin. Myo-inositol memiliki peran dalam
pembelahan sel, digunakan dalam konsentrasi berkisar 50-5000 ppm (Rindang
Dwiyani,2015).
Jenis gula yang digunakan dalam kultur in vitro adalah sukrosa. Sebenarnya
selain sukrosa, beberapa jenis gula lainnya adalah laktosa, galaktosa, maltosa ,
glukosa dan fruktosa. Gula diberikan pada media kultur sebagai sumber karbohidrat
untuk respirasi karena tanaman kultur bersifat heterotrof, tidak dapat melakukan
fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Respirasi menghasilkan energi yang
digunakan oleh sel tanaman untuk melakukan pembelahan sel. Dengan demikian gula
ditambahkan pada media kultur sebagai sumber energi (Rindang Dwiyani,2015).
Agar berperan sebagai senyawa pemadat yang bertujuan untuk membuat
media menjadi padat maupun semi padat. Media kultur sebaiknya tidak terlalu padat
agar penyerapan nutrisi dapat berjalan baik. Demikian pula pada perkecambahan biji
secara in-vitro, diperlukan media semi padat untuk mempermudah terjadinya
perkecambahan.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam kultur in-vitro, yakni
golongan auksin dan sitokinin. Rasio kedua golongan ZPT ini akan mempengaruhi
arah morfogenesis yang terjadi pada kultur. ZPT pada media MS menggunakan BAP
(6-benzyloaminopurine). Benzylaminopurin (BAP) paling baik digunakan untuk
memacu pembentukan tunas karena BAP termasuk sitokinin yang dapat mendorong
pembelahan sel-sel meristematik (George dan Sherington, 1984). Sedangkan pada
media NP Zat tumbuh menggunakan senyawa organik alami yaitu air kelapa muda.
Air kelapa sebagai cadangan makanan yang mengandung vitamin dan zat tumbuh,
seringkali ditambahkan pada media kultur untuk menstimulasi pertumbuhan
sel/jaringan kultur.Air kelapa sebagai cadangan makanan yang mengandung vitamin
dan zat tumbuh, sehingga dapat menstimulir perkecambahan. Air kelapa mengandung
zat atau bahan seperti; vitamin, asam amino, asam nukleat fosfor, dan zat tumbuh
auksin dan asam giberelat. Selain itu air kelapa mengandung zeatin yang diketahui
termasuk dalam kelompok sitokinin. Sitokinin mempunyai kemampuan mendorong
terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan tunas
pucuk dan pertumbuhan akar. Namun demikian, peranan sitokinin dalam pembelahan
sel tergantung pada adanya fitohormon lain terutama auksin (Hess, 1975).
Medium MS yang direvisi (Murashige dan Skoog, 1962) adalah yang paling
luas penggunaannya dibandingkan dengan media dasar lainnya. Medium MS yang
direvisi-selanjutya disebut MS-banyak digunakan, terutama pada mikropropagasi
tanaman dikotil dengan hasil yang memuaskan. Hal itu dikarenakan medium MS
memiliki kandungan garam-garam yang lebih tinggi daripada media lain, disamping
kandungan nitratnya juga tinggi (Zulkarnain, 2009).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ruang di laboratorium kultur jaringan terbagi menjadi tida yaitu ruang
persiapan yang terdapat alat-alat seperti autoklaf, hot plate stirer, neraca
analitik, kompor, rak penyimpanan alat, alumunium foil, tisu, wrapping
plastic, karet, kertas payung, alat glassware dan alat-alat dissecting kit, ruang
penanaman yang terdapat LAF, dan ruang pertumbuhan yang terdapat rak
kultur yang dilengkapi AC dan lampu flourescent.
2. Sterilisasi alat dilakukan pada petridish dengan mengelompokkan menjadi
lima dan membungkus dengan kertas payung dan pada botol jam dengan
posisi ditutup yang kemudian disterilisasi pada suhu 121ºC tekanan 1 atm
selama 30 menit. Sedangkan sterilisasi bahan dilakukan pada aquadest dengan
autoklaf pada suhu 121ºC tekanan 1 atm selama 15 menit dengan cara
aquadest diletakkan di botol kemudian ditutup dengan alumunium fil, plastik
dan kareti.
3. Media yang dibuat yaitu NP+AK 400 ml(diletakkan di petridish), NP+AK
1000ml(diletakkan di botol jam), dan MS 2 ppm BAL (diletakkan di petridish)
dilakukan dengan pertama menghitung volume yang dibutuhkan dari larutan
stok yaitu mikro makronutrient, besi, mikronutrient, vitamin, myoinosinol,
gula/sukrosa, ZPT (BAL pada media MS dan zat organik berupa air kelapa
pada media NP) dan yang terakhir agar yang dicampur dengan berurutan
dalam posisi dihomogenkan dengan hot plate magnetic stirer kemudian di
hitung pHnya (5,7-5,8).

B. Saran
1. Sebaiknya pH diukur menggunakan pH meter agar hasilnya lebih akurat.
2. Sebaiknya botol jam yang sudah disterilisasi dilakukan dibuka tepat pada saat
akan menuangkan media agar terhindar dari kontaminasi.
3. Sebaiknya ruang persiapan menjadi satu ruang, tidak dicampur dengan ruang
kultur karena untuk menghindari ketidakstabilan pengkondisian lingkungan
yang telah dikondisikan di ruang kultur sekaligus mempermudah dalam
menyiapkan peralatan, bahan, maupun media kultur.
Daftar Pustaka

Arifin. 1996. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB Press.

Barahima Abbas. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Bandung: Alfabeta.

Ermavitalin, Nurfadilah, dan Paramartha. 2012. Pengaruh Penambahan Kombinasi


Konsentrasi ZPT NAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji
Dendrobium Taurulinum J.J Smith Secara In Vitro. Jurnal Sains dan Seni ITS.
1(1). 923-928.

Gamborg, O.L. dan Shyluk, J.P. 1981. Nutrition, Media and Charakteristic of Plant
Tissue Culture Method and Aplication In Agriculture. Academic Press.

George, E. K. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture;


Hand Book and Directory of Comercial Laboratories. England: Exegetics Ltd.

Heddy. 1991. Hormon Tumbuh. Jakarta: CV Rajawali.


Hendaryono, D. P dan A. Wijayani. 2012. Teknik Kultur Jaringan: Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta:
Karnius.

Hendaryono, D. P. S dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan dan Petunjuk


Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Hess, D.1975. Plant Phisiology. Springer International. New York : Student Edition.
Page 90-93.

Hess, D.1975. Plant Phisiology. Springer International. Student Edition. New York:
90-93.
Pierik, R.L.M. 1976. Anthurium andreanum planlets produced from callus tissues
cultivated in vitro. Plant Physiol. 37:80-82.

Rahardja, PE. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Rindang Dwiyani.2015. Kultur Jaringan Tanaman. Bali: Pelawa Sari.

Subroto, Joko. 2000. Buku Pintar Alat-Alat Laboratorium. Solo: CV Aneka.

Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan Terobosan Bermanfaat dalam


Bioteknologi. Yogyakarta: UGM Press.
Syukri, S. 1994. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB Press.
Torres, K.C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops. New York :
Chapman and Hall. 285 pages.

Triwibowo, Y. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

Tulecke, W., L.H. Weinstein, A. Rutner, and H.J. Laurencot. 1961. The Biochemical
Composition of Coconut water (Coconut Milk) as Related to its Use in Plant
Tissue Culture. New York: Plant Research Inc.

Walton. 1998. Kamus Istilah Kimia Analitik Indonesia. Pusat Pembinaan


Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman secara In Vitro (diterjemahkan
dari : Introduction to In Vitro Propagation, penerjemah :Koensoemardiyah dan
D. Gunawan). Semarang: IKIP Semarang Press. Hal 110.
Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman; Solusi Perbanyakan Tanaman Budi
Daya. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai