Makalah Tun Sandy Beoang
Makalah Tun Sandy Beoang
Makalah Tun Sandy Beoang
OLEH:
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah inimembahas tentang ”
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar ke
depannya saya mampu menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………….
Daftar Isi…………………………………………………………….
BAB I Pendahuluan……………………………………………….
A. Latar Belakang…………………………………………………
B. Rumusan Masalah…...…………………………………………
C. Tujuan…………………………………………………………..
D.Manfaat Penelitian………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan………………………………………………
B.Saran……………………………………………………….
Daftar Pustaka…………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam berinterkasi satu sama lainnya dalam kehidupan masyarakat sering
menimbulkan konfilk. Konflik ini adakalanya dapat diselesaikan secara damai, tetapi
adakalanya konflik tersebut menimbulkan ketegangan yang terus- menerus sehingga
menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Agar dalam mempertahankan hak masing-
masing pihak itu tidak melampaui batas-batas dari norma yang ditentukan maka perbuatan
sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan. Apabila para pihak merasa hakhaknya
terganggu dan menimbulkan kerugian, maka orang yang merasa haknya dirugikan dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri dengan prosedur yang berlaku.
Menurut Darwin Prints, Gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak
atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya, guna memulihkan
kerugian yang diderita oleh Penggugat melalui putusan pengadilan. Sementara itu Sudikno
Mertokusumo mengemukakan bahwa gugatan itu adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang
bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
perbuatan main hakim sendiri (eigenrighting).
Perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan ke pengadilan yang didalamnya
terdapat konflik atau sengketa yang meminta hakim untuk mengadili dan memutus siapa
diantara pihak-pihak yang bersengketa atau berkonflik 1 H. Abdul Manan, Penerapan
Hukum Acara Perdata (di Lingkungan Peradilan Agama), Jakarta, Kencana, 2005, Hal 1 2
tersebut yang benar. Perkara gugatan disini termasuk dalam lingkup perkara perdata yang
diatur tersendiri oleh hukum acara perdata.
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrighting” (main hakim sendiri). Tindakan
menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya
sendiri yang bersifat sewenangwenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang
berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Tindakan menghakimi sendiri ini
tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita.
Sengketa perdata merupakan perselisihan kepentingan yang terjadi antara subjek
hukum, baik orang pribadi (naturlijk person) maupun badan hukum (recht person), yaitu :
a. Antara orang pribadi
b. Antara individu dan badan hukum
c. Antar badan hukum
Gugatan dalam hukum acara perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu
antara pihak penggugat dan tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya pihak
tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan pihak
penggugat. Terjadinya gugatan umumnya setelah pihak tergugat melakukan pelanggaran
hak dan kewajiban yang merugikan pihak penggugat, tidak mau secara sukarela memenuhi
hak dan kewajiban yang diminta oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa
antara penggugat dan tergugat.
Dalam praktek, cukup banyak dasar hukum yang dapat dijadikan alasan untuk
mengajukan gugatan. Secara awam, dapat dicontohkan: perceraian, perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad), ingkar janji (wanprestatie), menguasai tanah tanpa izindari
yang berhak atau kuasanya atau sering disebut penyerobotan (wilde occupatie), dan
sengketa status hukum (hak/recht). Namun demikian menurut hukum acara perdata,
sebagaimana yang diatur dalam pasal 102 Rv, dapat dikelompokkan, sebagai berikut:
Tuntutan tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul karena
persetujuan (ingkar janji/wanprestasi).
Tuntutan tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul karena
undang-undang (perbuatan melawan hukum/onrechtmatige daad).
Tuntutan tentang kebendaan mengenai hak milik suatu benda tertentu atau hak
kebendaan lain.
Tuntutan campuran, yang maksudnya adalah tuntutan mengenai perorangan
dan sekaligus mengenai kebendaan, yaitu:
i) Tuntutan untuk mendapatkan warisan;
ii) Tuntutan untuk pembagian harta benda;
iii) Tuntutan pemisahan harta bersama;
iv) Tuntutan untuk memberi batas antara dua bidang tanah yang
berdampingan.
Suatu gugatan yang diajukan oleh penggugat agar dapat diterima oleh pengadilan
haruslah mempunyai alasan-alasan yang kuat, yang mana salah satu alasan yang harus
dipenuhi adalah adanya pelanggaran hak dan telah merugikan penggugat. Apabila dalam
gugatan yang diajukan oleh penggugat ke pengadilan tidak mempunyai alasan-alasan yang
kuat tentang terjadinya peristiwa, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat
dinyatakan tidak dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya.
Pada asasnya suatu surat gugatan tidak dimaksudkan untuk kemudian diubah setelah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Tetapi tidak mustahil penggugat dalam
menyusun gugatannya membuat kesalahan, sehingga ia berkepentingan bahwa gugatannya
diubah agar berhasillah tuntutannya.
Suatu perubahan gugatan akan mempengaruhi gugatan, karena dengan perubahan itu
tergugat mungkin akan dipersulit dalam pembelaannya atau jalannya peradilan akan
dihambat, sehingga merugikan pihak tergugat. Oleh karena itu, bagi tergugat akan lebih
baik apabila tidak diadakan perubahan gugatan, sehingga ia berhak untuk menyatakan
keberatannya terhadap perubahan gugatan oleh penggugat.
HIR maupun Rbg sebagai peraturan perundang-undangan hukum acara perdata di
Indonesia, tidak mengatur perubahan gugatan. Oleh karena itu, berdasarkan HIR atau Rbg,
tidak ada ketentuan mengenai perubahan gugatan. Padahal berdasarkan kenyataannya,
perubahan gugatan merupakan kebutuhan dalam proses penyelesaian perkara. Apalagi
ditinjau dari asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, perubahan gugatan sangat
efektif dan efisien mempercepat pemeriksaan. Oleh karena itu, tepat yang dikemukakan
Soepomo meskipun HIR tidak mengatur perubahan tuntutan, ini tidak berarti bahwa
perubahan tuntutan tidak diperbolehkan.
Jika praktek peradilan tidak membenarkan perubahan gugatan, proses pemeriksaan
tidak efektif dan tidak efisien. Untuk mengubah dan memperbaiki kesalahan pengetikan
(clerical error), terpaksa penggugat mencabut gugatan. Atau untuk memperbaiki kesalahan
perhitungan (error in computation), harus mencabut gugatan serta mengajukan gugatan
baru. Beruntung bagi penggugat jika pencabutan disetujui tergugat. Penggugat akan
bermasalah, apabila tergugat tidak menyetujui pencabutan. Di dalam kondisi ini, terpaksa
penggugat bertarung di sidang pengadilan dengan gugatan yang mengandung kesalahan
yang dapat merugikan dirinya.
Praktik peradilan dapat berpaling kepada pasal 127 RV sebagai landasan rujukan
berdasarkan prinsip demi kepentingan beracara atau process doelmatigheid. Supomo telah
memperlihatkan, bahwa landraad Purwojero pada 1937 telah menjadikan pasal 127 Rv
tersebut sebagai pedoman menyelesaikan perubahan tuntutan.
Berdasarkan pasal 127 Rv, perubahan gugatan dibenarkan sepanjang tidak mengubah
atau menambah pokok gugatannya. Perubahan itu hak penggugat dan hakim tidak boleh
melarangnya. Hak tersebut dapat dipergunakan Penggugat selama proses persidangan
berlangsung sampai kesimpulan sidang sudah dilalui. Yang penting harus diingat bahwa
perubahan gugatan itu jangan sampai merugikan tergugat, jangan menjurus kepada perkara
baru yang dalil gugatan lain dengan gugatan semula, tidak menyimpang dari kejadian
materiil (recht feiten). Jika perubahan gugatan dilaksanakan penggugat, maka hakim
memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada tergugat untuk membela diri, tergugat
harus diberikan kesempatan yang patut untuk mengajukan pendapat dan menanggapi
perubahan gugatan itu.
Meskipun dalam pasal 127 Rv dikemukakan bahwa perubahan gugatan itu hak
penggugat, tetapi hak tersebut harus disejajarkan dengan serasi dengan kepentingan
tergugat, dan hakim tidak boleh menerapkan ketentuan tentang perubahan gugatan ini
secara sewenang-wenang.
Yurisprudensi Mahkamah Agung menetapkan bahwa perubahan gugatan atau
penambahan gugatan diperkenankan asal tidak mengubah dasar gugatan dan tidak
merugikan kepentingan tergugat dalam pembelaan kepentingannya. Dengan kata lain
pengertian surat gugatan yang diperbolehkan itu ialah apabila tuntutan yang dimohonkan
perubahan itu tetap berdasarkan pada hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan
semula. Jadi perubaha gugatan itu tidak merubah kejadian material yang menjadi dasar
gugatan.
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membuat suatu skripsi
dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERUBAHAN SURAT GUGATAN
PADA PRAKTEK PERADILAN PERKARA PERDATA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dirumuskan permasalahan permasalahan
dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap perubahan surat gugatan?
2. Bagaimana akibat hukum dari perubahan surat gugatan yang tidak diterima
Tergugat?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1) Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap perubahan surat gugatan
2) Untuk mengetahui akibat hukum dari perubahan surat gugatan yang tidak
diterima Tergugat.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat yang diharapkan dapat diambil bagi
penulis sendiri maupun bagi pihak lain adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembangan ilmu hukum dan sebagai tambahan wacana referensi acuan
penelitian yang sejenis dari permasalahan yang berbeda. Serta diharapkan dapat
memajukan perkembangan ilmu di bidang Hukum Acara Perdata khususnya
mengenai perubahan surat gugatan.
2. Manfaat Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi,
Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti, dengan penulisan skripsi
ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam
bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi masyarakat
pada umumnya dan para pembaca, khususnya mengenai perubahan surat gugatan
pada praktek peradilan perkara perdata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
A.Kesimpulan
Pasal 1 angka 5 menentukan bahwa gugatan adalah permohonan yang berisikan tuntutan
terhadap Badan / Pejabat TUN dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan.
Pada dasarnya dalam suatu gugatan harus memuat dua hal pokok, yaitu apa yang disebut
POSITA dan PETITUM.
Posita merupakan dasar suatu gugatan, sehingga harus dimuat/diuraikan tentang hal-hal
yang menjadi sebab dan dasar sehingga penggugat dapat mengajukan gugatan terhadap
tergugat. Sedangkan Petitum, merupakan tuntutan dari pihak penggugat kepada dengadilan
agar member putusannya.
Gugatan adalah suatu tuntutan hak dari setiap orang atau pihak (kelompok) atau badan
hukum yang merasa hak dan kepentingannya dirugikan dan menimbulkan perselisihan,
yang ditujukan kepada orang lain atau pihak lain yang menimbulkan kerugian itu melalui
pengadilan negeri.
Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan
bagaimanakah hukum yang diterapkan dalam suatu perkara, yaitu bagaimana hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih yang berperkara itu dapat diselesaikan dimuka hukum.
Agar segala apa yang di tetapkan oleh hakim di pengadilan, dapat diterapkan dengan
paksaan.
Pengajuan permohonan gugatan atas adanya pelanggaran hak dalam suatu perkara sudah
barang tentu mengandung suatu sengketa yang dihadapi oleh para pihak yang sedang
berperkara yang harus diselesaikan oleh hakim dalam persidangan pengadilan. Sedangkan
mengenai tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa umumnya berupa permohonan
hak yang diajukan oleh seseorang atau beberapa orang dengan maksud untuk mendapatkan
hak keperdataan sesuai dengan permohonannya.
Perbuatan melawan hukum atau yang dikenal dengan istilah Onrechmatige Daad diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1365 yang berbunyi “ Tiap perbuatan
melanggar hukum , yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut”.
B.Saran
Dari Penulisan makalah ini, maka penulis mengharapkan masukan untuk membangun dan
menambahkan kekurangan dari materi yang penulis Ulaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA