Bab 1-4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Infodatin, 2016).

Proses menuanya pada lansia di tandai dengan hilangnya kemampuan jaringan untuk

mempertahankan struktur dan fungsi pada tubuh sehingga tidak dapat tahan terhadap suatu

penyakit. Secara umum, kemunduran biologi yang terjadi pada lansia antara lain, kulit mulai

mengendur, rambut mulai memutih dan gerakan menjadi sangat lambat serta kurang lincah.

Kisaran umur lansia adalah pra lansia (45-49) dan lansia (60 ke atas). Lansia akan mengalami

perubahan dalam diri baik fisik maupun psikis. Perubahan yang terjadi akan memberikan

pengaruh dari setiap aspek kehidupan terutama pada kesehatan lansia sendiri. Indonesia

merupakan salah satu Negara yang memiliki penduduk yang usia harapan hidup (UHH) dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Berdasarkan data tahun 2010-2014 UHH di Indonesia mencapai 70,73 tahun yang mana usia

harapan hidup di masyarakat Indonesia tahun 2010-2014 rata-rata sampai usia 70-an (Badan

Pusat Statistik, 2014).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa jumlah penduduk lansia di

Indonesia pada tahun 2016 mencapai 8,69% dari populasi penduduk. Pada tahun 2020, jumlah

lansia mengalami peningkatkan mencapai 9,92% atau 26,82 juta jiwa. Pemerintah mencatat Jawa

Timur merupakan salah satu kota yang memiliki penduduk lansia tertinggi di Indonesia

diperkirakan mencapai 13,38% dari jumlah penduduk. Di Kabupaten Malang, jumlah lansia pada

tahun 2020 mencapai 14,20 juta jiwa dari jumlah penduduk (BPS, 2020). Meningkatnya jumlah

1
populasi lansia membuat pemerintah perlu membuat suatu kebijakan dan program yang

ditujukan pada kelompok lanjut usia sehingga dapat berperan dalam membangun kesehatan

masyarakat. Salah satu program pemerintah yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan di

Puskesmas seperti pelayanan kepada lanjut usia di Posyandu Lansia.

Posyandu lansia merupakan pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lansia di wilayah

tertentu. Posyandu lansia sangat efektif di gunakan sebagai sarana dan fasilitas kesehatan lansia

untuk bisa memonitor kesehatan agar semakin meningkat. Tujuan dari posyandu lansia adalah

meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat serta mendorong lansia untuk

tetap aktif, produktif, dan mandiri serta meningkatkan komunikasi diantara masyarakat lansia

(Erpandi, 2015). Jumlah posyandu lansia di Kota Jawa Timur sebanyak 54.522. Di Kabupaten

Malang, jumlah posyandu lansia sebanyak 1.715 posyandu (Infodatin, 2016). Kegiatan posyandu

dilaksanakan setiap satu kali sebulan dalam satu tahun. Pelayanan kesehatan pada lansia terdiri

dari 5 upaya kesehatan, yaitu promotif, preventif, diagnosa dini dari pengobatan, serta

pembatasan kecatatan dan pemulihan (Dahlan dkk, 2018). Kegiatan yang dilakukan pada saat

posyandu antaranya pengukuran BB dan TB, tendi dan nadi, serta urine (reduksi, protein), serta

konseling dan penyuluhan.

Menurut Suseno (2012), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan

lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu diantaranya pengetahuan, dukungan keluarga,

motivasi, keluhan fisik dan keaktifan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tingakat

pengetahuan lansia tentang manfaat posyandu masih kurang, sebagian besar responden kurang

mendapatkan dukungan keluarga, motivasi lansia juga kurang, dan keluhan fisik lansia lebih

banyak dalam keluhan sedang. Lansia yang terdaftar diposyandu lansia tidak aktif mengikuti

kegiatan posyandu sebanyak 60% dan yang aktif 40%, dan dibuktikan dengan data bahwa faktor

2
dukungan keluarga merupakan faktor paling kuat yang dapat mempengaruhi keaktifan lansia

dalam mengikuti kegiatan posyandu. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Citra

(2014) yang menyatakan bahwa ada pengaruh peran kader terhadap rendahnya pemanfaatan

posyandu lansia dengan nilai p-value = 0,005, ada pengaruh pengetahuan lansia terhadap

rendahnya pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p-value = 0,009, serta ada pengaruh

dukungan keluarga terhadap rendahnya pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p-value =

0,006. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara pengaetahuan, dukungan

keluarga, dan peran kader terhadap rendahnya pemanfaatan posyandu lansia.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin membahas lebih dalam tentang pengetahuan lansia,

dukungan keluarga, dan peran kader dalam tingkat partisipasi lansia dalam mengikuti kegiatan

posyandu lansia di masa pandemi covid-19. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Terdapat 6 tingkatan dalam

suatu pengetahuan, yaitu tahu diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah di

pelajari, memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan materi yang diketahui secara benar, aplikasi merupakan kemampuan

seseorang yang telah memahami suatu materi atau objek dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui, analisis merupakan suatu kemampuan seseorang

untuk menjabarkan materi atau objek tertentu ke dalam komponen-komponen yang terdapat

dalam suatu masalah dan berkaitan satu sama lain, sintesis merupakan suatu kemampuan

seseorang untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian suatu objek tertentu ke dalam

bentuk keseluruhan yang baru, dan evaluasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk

melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Berdasarkan hasil penelitian yang

di lakukan oleh Suseno (2012), hasil penelitian mengenai pengetahuan lansia, tentang manfaat

3
posyandu lansia menunjukan tingkat pengetahuan responden kurang dikarekan terbatasnya

informasi mengenai manfaat posyandu lansia, kurang optimalnya kader dalam memberikan

informasi, imbauan, bujukan dan ajakan terhadap lansia yang tidak aktif membuat responden

semakin tidak aktif untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Dari 12 kali pertemuan dalam

setahun, responden sebagian besar berkunjung kurang dari 6 kali. Hasil penelitian Citra (2014),

juga menunjukan bahwa pengetahuan kurang dikarenakan kurangnya penyuluhan tentang

bagaimana cara hidup sehat.

Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh

keluarga baik dalam bentuk dukungan emosi, penghargaan, informasi, dan instrumental.

Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga, yaitu dukungan emosi mencakup ungkapan

empati, kepedulian dan perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan, dukungan informasi keluarga sebagai sebuah kolektor dan

disseminator (penyebar) informasi tentang dunia, dukungan instrumental keluarga merupakan

sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkrit, dan dukungan penghargaan, keluarga bertindak

sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan mempengaruhi pemecahan masalah

dan sebagai sumber dan validatoridentitas (Friedman, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Suseno

(2012), hasil penelitian tentang dukungan keluarga menunjukan keluarga tidak meluangkan

waktu untuk mengantar lansia ke posyandu lansia, dan juga jarak tenpat diadakannya posyandu

dengan rumah lansia yang jauh yang membuat para lansia tidak aktif. Hasil penelitian dari Citra

(2014) juga menunjukan hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan antara dukungan

keluarga dengan pemanfaatan posyandu lansia. Hal ini disebabkan karena keluarga tidak

memberikan informasi yang berupa sarana pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara

4
memecahkan masalah antara lain keluarga mengetahui anggota keluarga yang menghadapi

masalah penyakit.

Kader posyandu adalah tenaga inti dalam posyandu yang bertujuan menyebarkan inovasi

kesehatan modern kepada masyarakat. Ada tiga peran antaranya penggerakan masyarakat,

penyuluhan, dan pemantauan. Hasil penelitian Citra (2014), ada pengaruh peran kader kesehatan

terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Hal ini disebabkan karena para kader kurang aktif dalam

mengajak masyarakat untuk aktif dalam kegiatan posyandu.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suseno,Muhlisin,Maliya (2012) menunjukan bahwa

: 72 responden (72%) memiliki pengetahun yang kurang, 73 responden (73%) kurang

mendapatkan dukungan keluarga, 65 responden (65%) memiliki motivasi kurang, dan 56

responden (56%) memiliki keluhan fisik sedang. Faktor dukungan keluarga merupakan faktor

yang paling kuat mempengaruhi keaktifan responden dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia

dengan nilai koefisien faktor 0,326 dengan P= 0,04. Hasil penelitian Citra (2014) menunjukan

bahwa : Ada pengaruh peran kader terhadap rendahnya pemanfaatan posyandu lansia X 2 hitung

sebesar 10,749 dengan nilai p-value = 0,005, ada pengaruh pengetahuan lansia terhadap

rendahnya pemanfaatan posyandu lansia dengan X2 hitung sebesar 9,431 dengan nilai p-value=

0,009, dan ada pengaruh dukungan keluarga terhadap rendahnya pemanfaatan posyandu lansia

dengan X2 hitung sebesar 10,205 dengan nilai p-value = 0,006.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, peneliti mendapat data bahwa dari

tahun 2019 sampai tahun 2020 tidak diadakan kegiatan posyandu lansia dikarenakan adanya

pandemic covid-19. Jumlah lansia yang ada di posyandu permadi lansia RW 02 Tlogo suryo

adalah sebanyak 140 orang. Pada tahun 2021, kegiatan posyandu lansia hanya di laksanakan

5
pada bulan juni, dan lansia yang ikut dalam kegiatan tersebut sebanyak 35 orang. Lansia yang

aktif mengikuti kegiatan posyandu sebanyak 54 orang.

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik untuk mengambil judul : Analisis

Faktor Determinan Rendahnya Tingkat Partisipasi Lansia Dalam Mengikuti Posyandu

Pada Masa Pandemi covid-19

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah apa saja faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam mengikuti kegiatan posyandu ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan umum

Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi lansia dalam

mengikuti posyandu .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis faktor pengetahuan lansia dengan tingkat partisipasi lansia di

posyandu.

2. Menganalisis faktor dukungan keluarga dengan tingkat partisipasi lansia di

posyandu.

3. Menganalisis faktor peran kader dengan tingkat pastisipasi lansia di posyandu

6
1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan yang lebih

mendalam tentang pengaruh faktor determinan terhadap rendahnya tingkat partisipasi

lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu dan pengembangan ilmu pengetahuan

terlebih khusus pada ilmu kesehatan .

2. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah acuan, sumber informasi, dan bahan

referensi bagi peneliti selanjutnya agar bisa dikembangkan menjadi lebih baik lagi

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.2.1 Pengertian Lansia

Berdasarkan UU No 4 Tahun 1965 menyebutkan bahwa yang termasuk lansia

tersebut adalah orang yang telah mencapai umur 55 tahun ke atas dan usia 55 tahun

dijadikan batas pensiun bagi seorang pekerja, akan tetapi menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4)

UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 tahun. Pada lanjut usiaakan terjadi proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi

dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).

Menurut Mickey (2006) proses menjadi tua disebabkan faktor biologik yang terdiri

dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif

mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel, komposisi terkecil tubuh

manusia. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan berkesinambungan

yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada

jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara

keseluruhan. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multidimensional yang

dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan system.

Sementara Notoatmodjo (2007) mengemukakan, bahwa lansia merupakan tahap akhir

siklus kehidupan. Lansia juga merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami

8
oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak

dapat dihindari.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan

menurunya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh

terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada

system kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan , pencernaan, endokrin dan lain

sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadinya

perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut

pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan

berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).

2.2.2 Batasan-Batasan Lansia

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokan lansia menjadi 3

kelompok yaitu :

1. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakan

kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).

2. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masausia lanjut

dini (usia 60-64 tahun).

3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenerative (usia > 65

tahun)

Batasan-batasan lansia menurut WHO (dalam Nugroho 2000), mengelompokan

lansia menjadi empat kelompok yaitu meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.

9
2. Usia lanjut (erderly), ialah kelompok antara usia 60-70 tahun.

3. Usia lanjut tua (old), ialah kelompok antara usia 70-75 tahun.

4. Usia sangat tua (very old), ialah kelompok usia diatas 90 tahun.

2.2 Posyandu Lansia

2.3.1 Pengertian Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lansia diwilayah

tertentu yang sudah disepakati, yang digerakan oleh masyarakat untuk mendapat

pelayanan kesehatan. Posyandu lansia adalah bentuk dari pelayanan kesehatan yang

bersumber daya masyarakat atau UKBM yang dibentuk oleh masyarakat sekitar.

Menurut Notoatmodjo (2007), posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi

kaum lansia, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kaum usia yang menitik beratkan pada

pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.

Sementara menurut pedoman pengelolaan kesehatan dikelompok usia lanjut, Depkes RI

(2003) pelayanan kesehatan dikelompokan usia lanjut meliputi pemeriksaan kesehatan

fisik dan mental emosional.

Sementara menurut pedoman pelaksanaan posyandu lanjut usia, Komisi Nasional

Lanjut Usia (2010) disebutkan bahwa pos pelayanan terpadu (Posyandu) lanjut usia

adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses

pembentukkan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama bersama lembaga

swadaya masyarakat (LSM) lintas sektor pemerintahan dan non-pemerintah,

swasta,organisasi sossial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan

kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan,

diposyandu lanjut usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,

10
keterampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut

usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan

kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi

diri.

2.3.2 Tujuan Posyandu Lansia

Menurut Depkes RI (2003), tujuan umum dibentuknya posyandu lansia secara

garis besar untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia lanjut untuk

mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan

masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Sedangkan tujuan khusus pembentuknya

posyandu lansia antara lain :

1. Meningkatkan kesadaran para usia lanjut untuk membina sendiri kesehatannya.

2. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam

menghayati dan mengatasi kesehatan usia lanjut.

3. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia lanjut.

4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.

5. Mendekatkan keterpaduan pelayanan lintas program dan lintas sector serta

meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan.

6. Mendorong dan memfasilitasi lansia untuk tetap aktif, produktif, dan mandiri serta

meningkatkan komunikasi diantara masyarakat lansia.

Posyandu lansia diselenggarakan dengan sasaran seluruh penduduk yang berusia 60

tahun ke atas (Depkes, 2002). Tiga upaya yang dilakukan dalam posyandu lansia antara

lain:

11
1. Upaya meningkatkan dukungan klien, tenaga professional dan masyarakat terhadap

praktek kesehatan yang baik.

2. Upaya preventif (pencegahan) meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

Yang merupakan pencegahan primer adalah program imunisasi, konseling,

dukungan nutrisi, latihan, keamanan didalam dan sekitar rumah, manajemen stress

dan menggunakan medikasi yang tepat.

3. Rehabilitatif, terdapat prinsip-prinsip yaitu:

a Pertahanan lingkungan

b Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktivitas dan mobilitas

c Pertahankan kecukupan gizi

d Pertahankan fungsi pernapasan

e Pertahankan aliran darah

f Pertahankan fungsi pencernaan

2.3.3 Sasaran Posyandu Lansia

Menurut pedoman pembinaan kesehatan usia lanjut bagi petugas kesehatan I

kebijakan program (Depkes, 2000), sasaran pelaksanaan pembinaan kelompok usia lanjut

dibagi menjadi dua antara lain :

1. Sasaran langsung, meliputi pra lansia (usia 45- 59 tahun), lansia (usia 60-69 tahun)

dan lansia risiko tinggi (usia > 70 tahun).

2. Sasaran tidak langsung, antara lain a.) keluarga lansia; b.) masyarakat lingkungan

lansia; c.) organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan lansia; d.)

petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia; e.) petugas lain yang menangani

kelompok lansia; dan f.) masyarakat luas.

12
Sedangkan jenis pelayanan kesehatan pada posyandu lansia menurut Depkes RI

(2003), dikelompokan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi kegiatan

dasar dalam kehidupan seperti makan atau minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik

turun tempat tidur, buang air besar atau kecil dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional,

dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. Pemeriksaan status mental

dilakukan karena proses mental lansia sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya

mereka mengeluh sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru, juga merasa

tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk mental mereka seolah

tertidur dengan keyakinan bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal

tertentu sehingga mereka menarik diri dari semua bentuk kegiatan.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan dan dicacat pada grafik indeks massa tubuh (IMT).

4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta

penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, sahli atau cuprisulfat.

6. Pemeriksaan adanya gula darah dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit

gula (diabetes mellitus).

7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal

adanya penyakit ginjal.

8. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan atau kelainan pada

pemeriksaan butir a sampai g.

13
9. Penyuluhan bila dilakukan di dalam maupun diluar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan gizi sesuai dengan masalah kesehatan

yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia;

10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok lansiayang

tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (Public Health

Nursing).

2.3.4 Partisipasi Lansia Dalam Kegiatan Posyandu

Partisipasi merupakan kesadaran mengenai kontribusi yang dapat diberikan oleh

pihak lain untuk suatu kegiatan. Mardikanto dan Soebiato (2017:81), menyatakan bahwa :

Partisipasi, khusunya partisipasi yang tumbuh karena pengaruh atau karena tumbuh

adanya rangsangan dari luar, merupaka gejala yang dapat diindikasikan sebagai proses

perubahan sosial yang eksogen (exsogenous change). Menurut Sastropoetro (2011:01),

partisipasi adalah : “ keterlibatan mental atau pikiran dan perasaan seseorang di dalam

situasi kelompok yang mendorong untuk memberi sumbangan kepada kelompok dalam

usaha mencapai tujuan tertentu serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang

bersangkutan.

Partisipasi lansia merupakan keikutsertaan masyarakat yang tergolong lansia dalam

mengikuti suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan lansia. Kegiatan yang dimaksud

adalah kegiatan posyandu lansia. Dimana masyarakat yang berumur 60 tahun ketas ikut

serta ambil bagian dalam kegiatan posyandu yang telah diselenggarakan. Prinsip

partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan

program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perecanaan, pelaksanaan, dan

14
pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk

meterill (PTO PNPM PKK, 2007).

2.3 Faktor Determinan Tingkat Partisipasi Lansia Dalam Kegiatan Posyandu

2.4.1 Dukungan Keluarga

Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara

alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik dari fisik, biologis, maupun mentalnya.

Hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya sehingga perlu adanya

peran serta dan dukungan dari keluarga dalam penanganannya. Sebab dukungan keluarga

merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal yang melindungi seseorang dari efek

stress yang buruk, ikatan kekeluargaan yang sangat kuat membantu ketika lansia

menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya

dengan lansia. Dukungan keluarga akan berpengaruh kepada lansia, hal tersebut

disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya kesibukan dari anggota keluarganya,

kemiskinan, dan tingkat pendidikan yang rendah anggota keluarganya, keluarga tidak

meu direpotkan dengan berbagai permasalahan dan penyakit yang umumnya diderita oleh

lansia (Friedman, 1998).

Menurut Kuntjoro (2002) dukungan yang diberikan keluarga pada lansia dalam

merawat dan meningkat status kesehatan adalah memberikan pelayanan dengan sikap

menerima kondisinya. Menurut Bomar (2004) menjelaskan bahwa dukungan keluarga

adalah suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk

dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental. Dukungan sosial keluarga

mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu

yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Dukungan bisa atau tidak digunakan

15
tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Beberapa tugas dari sebuah

keluarga menurut Friedman,(1998) adalah:

1. Mengenal masalah, keluarga dituntut mampu mengenali masalah kesehatan yang

terjadi dikeluarga.

2. Mampu mengambil keputusan yang tepat bila menemukan masalah pada keluarga

tersebut.

3. Merawat anggota keluarga.

4. Memelihara lingkungan.

5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang besifat mendukung, selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Terdapat empat dimensi dari

dukungan keluarga yaitu:

1. Dukungan emosional, mencangkup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

orang-orang yang bersangkutan kepada anggota kelurga yang mengalami masalah

kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga.

2. Dukungan informasi, keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator

(penyebar) informasi tentang dunia (Friedman,1998). Apabila individu tidak dapat

menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara

memberi informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah.

Keluarga juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan

pemberian dukungan semangat, serta pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari.

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi

16
tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat

digunakan mengungkap suatu masalah.

3. Dukungan instrumental, keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

kongkrit (Friedman, 1998). Dukungan ini bersifat nyata dan bentuk materi bertujuan

untuk meringankan beban bagi individu yang membentuk dan keluarga

memenuhinya, sehingga keluarga merupakan sumber pertolongan yang praktis dan

kongkrit yang mencangkup dukungan atau bantuan seperti uang, peralatan, waktu

serta modifikasi lingkungan.

4. Dukungan penghargaan, keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan mempengaruhi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan

validatoridentitas anggota (Cohen, 1999). Terjadi lewat ungkapan hormat atau positif

untuk pasien, misalnya : pujian atau reward terhadap tindakan atau upaya

penyampaian pesan ataupun masalah, keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan

balik seperti dorongan bagi anggota keluarga.

Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh keluarga

sebagai sesuatu yang dapat di akses diadakan untuk keluarga (dukungan bisa atau tidak

digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan keluarga

dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami istri atau dukungan

dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal. Menurut Friedman (1998)

dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat

dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan.

Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga membuat

17
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sebagai akibatnya. Hal

ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

2.4.2 Peran Kader

Dalam posyandu ada satu komponen yang sangat penting peranannya yakni kader

disamping komponen yaitu dokter dan para medis. Dalam kader disebut agent change

(agen pembaharu). Agen pembaharu adalah orang agen yang aktif berusaha menyebarkan

inovasi kedalam suatu system sosial. Dia adalah tenaga profesional (petugas) yang

mewakili lembaga pembaharuan (posyandu) dimana berusaha mengadakan pembaharuan

masyarakat dengan jalan menyebarkan ide-ide baru yaitu kesehatan modern kepada

masyarakat desa. Singkatnya agen pembaharu itu adalah orang yang mempengaruhi

putusan inovasi system sosial menurut arah yang diingikan oleh lembaga pembaharu

yakni posyandu.

Salah satu agen pembaharu adalah kader kesehatan. Kader posyandu adalah mata

rantai yang menghubungkan posyandu dengan masyarakat. Agen pembaharu itu bisa

orang pemerintah, swasta atau tenaga sukarela seperti kader posyandu. Kader posyandu

adalah tenaga inti dalam posyandu yang bertujuan menyebarkan inovasi kesehatan

modern kepada masyarakat mengadakan perubahan-perubahan dimasyarakat menurut

pandangan posyandu dengan jalan menyebarkan inovasi kesehatan. Menurut rogers

(2001) ada tujuh tugas utama yang harus ditempuh oleh seorang agen pembaharu (kader)

dalam menyebarkan inovasi kepada masyarakat yaitu :

1. Menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan.

2. Membina suatu hubungan dalam rangka perubahan.

3. Mendiagnosa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

18
4. Menciptakan keinginan perubahan dikalangan klien.

5. Menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata.

6. Menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop out.

7. Mencapai suatu terminal hubungan.

Bagi seorang kader dalam mendifusikan inovasi kesehatan modern penting dalam

menyesuaikan langkah-langkah kegiatannya dengan tahap-tahap yang dilalui oleh lansia

dalam proses penerimaan inovasi kesehatan modern diantaranya keder memperkenalkan

kesehatan modern. Agar lansia mengetahui dan sadar akan pentingnya kesehatan. Kader

menjelaskan kesehatan modern, agar tumbuh minat dan mencari informasi misalnya

datang ke posyandu. Kader memperagakan kesehatan modern. kader mengadakan

latihan-latihan serta membantu dalam melayani serta mangadopsi inovasi kesehatan.

Kader menarik diri setelah lansia mampu menjadikan kesehatan sebagai bagian yang

penting dalam kehidupannya.

2.4.3 Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2008) kata tahu memiliki arti antara lain mengerti sesudah melihat (menyaksikan,

mengalami, dan sebagainya), mengenal dan mengerti. Mubarak (2011), pengetahuan

merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman manusia itu

sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan proses pengalaman yang

dialaminya.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari tahu

dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek.

19
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, indera pendengaran,

penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian pengetahuan manusia

didapat melalui mata dan telinga.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan pengetahuan

merupakan segala sesuatu yang dilihat, dikenal, dimengerti terhadap suatu objek

tertentu yang ditangkap melalui pancaindera yakni, indera pendengaran, penglihatan,

penciuman, perasaan dan perabaan.

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo

(2012) mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah

dipelajari dan diterima dari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah

dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan suatu

materi secara benar. Misalnya, seorang siswa mampu menyebutkan bentuk

bullying secara benar yakni bullying verbal, fisik dan psikologis. Untuk

mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan

sebuah pertanyaan misalnya : apa dampak yang ditimbulkan jika seseorang

melakukan bullying, apa saja bentuk perilaku bullying, bagaimana upaya

pencegahan bullying di sekolah.

20
2) Memahami (comprehension)

Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan materi yang diketahui secara benar. Orang yang telah

paham terhadap suatu materi atau objek harus dapat menyebutkan, menjelaskan,

menyimpulkan, dan sebagainya. Misalnya siswa mampu memahami bentuk

perilaku bullying (verbal, fisik dan psikologis), tetapi harus dapat menjelaskan

mengapa perilaku bullying secara verbal, fisik maupun psikologis dapat

merugikan diri sendiri dan orang lain.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang yang telah memahami suatu materi

atau objek dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui

tersebut pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya,

seseorang yang telah paham tentang proses penyuluhan kesehatan, maka dia

akan mudah melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan dimana saja dan

seterusnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi atau

objek tertentu ke dalam komponen - komponen yang terdapat dalam suatu

masalah dan berkaitan satu sama lain. Pengetahuan seseorang sudah sampai pada

tingkat analisis, apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas

21
objek tertentu. Misalnya, dapat membedakan antara bullying dan school

bullying, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan

sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian suatu objek tertentu ke dalam bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya,

dapat meringkas suatu cerita dengan menggunakan bahasa sendiri, dapat

membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca atau didengar.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada. Misalnya, seorang guru dapat menilai atau menentukan siswanya yang rajin

atau tidak, seorang ibu yang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana,

seorang bidan yang membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak

yang kekurangan gizi, dan sebagainya.

3. Sumber Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh melalui proses kognitif, dimana seseorang harus

mengerti atau mengenali terlebih dahulu suatu ilmu pengetahuan agar dapat

mengetahui pengetahuan tersebut. Menurut Rachman (2008), sumber pengetahuan

terdiri dari:

22
1) Pengetahuan Wahyu (Revealed Knowledge)

Pengetahuan wahyu diperoleh manusia atas dasar wahyu yang diberikan oleh

tuhan kepadanya. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya pengetahuan

tersebut berasal dari luar manusia. Pengetahuan wahyu lebih banyak

menekankan pada kepercayaan.

2) Pengetahuan Intuitif (Intuitive Knowledge)

Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat dia

menghayati sesuatu. Untuk memperoleh intuitif yang tinggi, manusia harus

berusaha melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek

tertentu. Intuitif secara umum merupakan metode untuk memperoleh

pengetahuan tidak berdasarkan penalaran rasio, pengalaman, dan pengamatan

indera. Misalnya, pembahasan tentang keadilan. Pengertian adil akan berbeda

tergantung akal manusia yang memahami. Adil mempunyai banyak definisi,

disinilah intusi berperan.

3) Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge)

Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan

rasio atau akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-

peristiwa faktual. Contohnya adalah panas diukur dengan derajat panas, berat

diukur dengan timbangan dan jauh diukur dengan materan.

4) Pengetahuan Empiris (Empirical Knowledge)

Empiris berasal dari kata Yunani “emperikos”, artinya pengalaman. Menurut

aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui sebuah pengalamannya

sendiri. Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti penginderaan yakni, indera

23
penglihatan, pendengaran, dan sentuhan-sentuhan indera lainnya, sehingga

memiliki konsep dunia di sekitar kita. Contohnya adalah seperti orang yang

memegang besi panas, bagaimana dia mengetahui besi itu panas ? dia

mengetahui dengan indera peraba. Berarti dia mengetahui panasnya besi itu

melalui pengalaman-pengalaman indera perabanya.

5) Pengetahuan Otoritas (Authoritative Knowledge)

Pengetahuan otoritas diperoleh dengan mencari jawaban pertanyaan dari orang

lain yang telah mempunyai pengalaman dalam bidang tersebut. Apa yang

dikerjakan oleh orang yang kita ketahui mempunyai wewenang, kita terima

sebagai suatu kebenaran. Misalnya, seorang siswa akan membuka kamus untuk

mengetahui arti kata-kata asing, untuk mengetahui jumlah penduduk di

Indonesia maka orang akan melihat laporan biro pusat statistik Indonesia.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2011), ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang, yaitu :

1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan seseorang agar dapat memahami suatu hal. Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin

mudah orang tersebut menerima informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya

dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi,

maka orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya.

24
2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk memenuhi

kebutuhan setiap hari. Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai tenaga medis akan lebih

mengerti mengenai penyakit dan pengelolaanya daripada non tenaga medis.

3) Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Dengan

bertambahnya umur individu, daya tangkap dan pola pikir seseorang akan lebih

berkembang, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

4) Minat

Minat merupakan suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu hal. Minat

menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni, sehingga seseorang

memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5) Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang pada masa lalu.

Pada umumnya semakin banyak pengalaman seseorang, semakin bertambah

pengetahuan yang didapatkan. Dalam hal ini, pengetahuan ibu dari anak yang

pernah atau bahkan sering mengalami diare seharusnya lebih tinggi daripada

pengetahuan ibu dari anak yang belum pernah mengalami diare sebelumnya.

6) Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

25
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada didalam

lingkungan tersebut. Contohnya, apabila suatu wilayah mempunyai sikap

menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan.

7) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pada umumnya semakin mudah

memperoleh informasi semakin cepat seeorang memperoleh pengetahuan yang

baru.

5. Pengetahuan tentang Bullying

Pengetahuan (knowledge) adalah kumpulan suatu informasi yang dimiliki oleh

seseorang setelah melihat (menyaksikan, mengalami), mengenal, dan mengerti

melalui mata dan telinga. Pengetahuan di dapat dari pengalaman langsung maupun

pengalaman orang lain. Pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan

bervariatif sesuai dengan proses pengalaman manusia yang dialami (Mubarak, 2011).

Sedangkan bullying dapat didefinisikan perilaku negatif yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok secara berulang-ulang yang dapat merugikan diri sendiri

maupun orang lain. Contoh perilaku bullying antara lain mengejek, menyebarkan

rumor, menghasut, mengucilkan, mengancam, menindas, atau menyerang secara fisik

(mendorong, menampar, atau memukul). Sebagian orang mungkin berpendapat

bahwa perilaku bullying adalah hal sepele atau bahkan normal dalam tahap

kehidupan manusia atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun faktanya, perilaku

bullying jika dilakukan secara terus menerus pada akhirnya akan menimbulkan

26
dampak serius dan fatal (Novan, 2013). Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan bullying merupakan sekumpulan informasi tentang

bullying yang didapat setelah seseorang tersebut melihat, mengenal dan mengerti

melalui mata dan telinga. Pengukuran pengetahuan bullying dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan

tertulis (angket) yang menanyakan tentang materi bullying yang ingin diukur dengan

objek penelitian atau responden.

2.4.4 Pelayanan Keperawatan Pada Lansia

Pelayanan keperawatan terhadap lansia menggunakan metode pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan fisik

Pendekatan fisik dilakukan dengan cara memperhatikan kesehatan objektif,

kebutuhan, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa

dicapai dan dikembangkankan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan

progresifnya. Pendekatan fisik pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu lanjut usia

yang masih aktif dan lanjut usia yang pasif. Dimana lansia mengalami keterbatasan

fisik, kemunduran fisik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh

terhadap gangguan atau infeksi dari luar. Tindakan tidak selalu menunggu adanya

keluhan dari lansia, karena tidak jarang lansia menghindari kontak yang terlalu sering

dengan tenaga kesehatan. Hal itu dapat diantisipasi dengan pengamatan yang cermat

terhadap kondisi lansia dan pendekatan fisik ini lebih ditekankan untuk pemenuhan

dasar lansia.

27
2. Pendekatan Psikis

Pada pendekatan psikis ini perawat memiliki peran penting untuk mengadakan

pendekatan edukatif, perawat juga dapat berperan sebagai pendukung (supporte),

dapat juga sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab karena

lansia sangat membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan.

3. Pendekatan Sosial

Dalam melakukan pendekatan sosial perawat bisa mengajak lansia berdiskusi,

tukar pikiran dan bercerita yang merupakan upaya untuk melakukan pendekatan

sosial. Selain itu perawat juga bisa memberi kesempatan untuk berkumpul bersama-

sama lansia yang berarti menciptakan sosialisasi mereka. Lansia juga harus diberikan

kesempatan mengadakan komunikasi dan sosialisasi dengan dunia luar seperti

mendengar berita dan rekreasi.

4. Pendekatan Spiritual

Tujuan pendekatan spiritual ini adalah untuk memberikan ketenangan dan

kepuasan batin dalam berhubungan dengan tuhan. Pada pendekatan spiritual ini

setiap lansia akan menunjukan reaksi yang berbeda-beda dalam menghadapi

peristiwa kematian dan perawat bisa memberikan support pada lansia dalam

menghadapi kematian.

BAB III
28
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Faktor predisposisi

a. Pendidikan
b. Nilai/ kepercayaan
c. Budaya
d. Umur
e. Jenis kelamin
f. Pengetahuan lansia
g. Sikap lansia

Posyandu Faktor pemungkin


Lansia lansia
a. Status pekerjaan
b. Sarana SDM
c. Jarak rumah ke Kunjungan lansia ke
posyandu
posyandu
d. Pelayanan petugas
kesehatan

Faktor penguat

a. Motivasi
b. Peranan media masa
c. Peran kader
d. Dukungan keluarga
Ket :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

: Pengaruh

Gambar 3.1 : kerangka konsep faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi lansia dalam

mengikuti kegiatan posyandu

3.2 Hipotesis Penelitian


29
H1: Ada pengaruh pengetahuan lansia dengan tingkat partisipasi lansia dalam mengikuti

posyandu.

H1: Ada pengaruh dukungan keluarga dengan tingkat partisipasi lansia dalam mengikuti

posyandu.

H1: Ada pengaruh peran kader dengan tingkat partisipasi lansia dalam mengikuti

posyandu

BAB IV

30
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif dan

analitik. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang merupakan

penelitian untuk mengetahui pengaruh variabel independen (dukungan keluarga, peran

kader, pengetahuan ) terhadap variabel terikat (partisipasi lansia dalam mengikuti

posyandu) pada saat yang bersamaan.

4.2 Kerangka Kerja

Populasi
Jumah lansia di Posyandu PERMADI LANSIA sebanyak 60 lansia

Teknik sampling
Simple random sampling

Sampel
Lansia di Posyandu PERMADI sebanyak 37 lansia

Desain Penelitian Pengumpulan Data

Pengolaan Data
Coding, editing, entry, cleaning

Analisa Data: Regresi

Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.1 : Kerangka Kerja Penelitian

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

31
Menurut Sugiyono (2014) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya. Populasi pada penelitian ini

adalah seluruh lansia Di Posyandu Lansia Permadi tahun 2020 sebanyak

4.3.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2014) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini lansia. Teknik sampling dalam

penelitian ini simple random sampling. Besar sampel (sample size) ditentukan

menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2007), sebagai berikut:

N
n= 2
1+(N (e ) )
Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = tingkat kesalahan.

Tingkat kesalahan ditetapkan 10%.

Berikut perhitungannya ukuran sampelnya :


60
n= 2
1+(60 x( 0,1) )
20
n= =37
1,6

Jadi responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 37 orang .

A. Kriteria Inklusi

32
1. Lansia yang berumur 60 tahun ke atas

2. Lansia yang tidak mengalami sakit

3. Lansia yang bersedia menjadi responden

4. Lansia yang tinggal diwilayah Posyandu Permadi

B. Kriteria Eksklusi

1. Lansia yang tidak hadir

2. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

4.3.3 Teknik Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi sampel dari

populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2013). Teknik pengambilan sampel

menggunakan teknik probability sampling yaitu sampel yang memberi peluang yang

sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 lansia dan sampel yang digunakan adalah 37

lansia. Pengambilan 37 lansia tersebut menggunakan Simple Random Sampling .

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana akan dilakukan di wilayah Posyandu PERMADI dan

pelaksanaan penelitian ini sedianya dilakukan selama 1 bulan.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel Bebas (Independent)

33
Variabel bebas merupakan Variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel terikat, jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas

penelitian ini adalah dukungan keluarga, peran kader, dan pengetahuan.

4.5.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena

adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Variabel dependent penelitian ini adalah

partisipasi lansia dalam mengikuti posyandu di Posyandu Lansia PERMADI.

4.6 Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan penelitian untuk melakukan observasi

atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Arikunto, 2015).

Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam

penelitian, sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan

ditentukan karakteristiknya. Definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Defenisi Operasional Variabel

Variable Definisi Alat ukur Indikator Skala Skor / kategori


Operasional

34
Pengetahuan Tingkat Kuesioner 1. Tahu Ordinal Mengisi pernyataan
(x1) pemahaman 2. Memahami dengan pilihan
lansia dalam 3. Apikasi jawaban :
pemeliharaan 4. Analisis 1. salah
kesehatan 5. Sintesis 2. benar
6. Evaluasi Dengan total 10 item,
dengan skor nilai :
 Skor tertinggi:
20
 Skor terendah :
10
Jumlah dari
pernyataan benar dan
salah dikategorikan :
 Baik : 16-20
 Kurang : 10-15
Dukungan Dukungan Kuesioner 1. Dukunga Ordinal Mengisi pernyataan
keluarga (x2) dari keluarga instrument dengan pilihan
yang 2. Dukungan jawaban
mendorong informasi 5= sangat setuju
lansia untuk 3. Dukungan 4= setuju
selalu aktif penilaian 3= kurang setuju
4. Dukungan 2= tidak setuju
emosional 1= sangat tidak setuju

Dengan total 5 item,


dengan skor nilai :
 Skor tertinggi: 35
 Skor terendah: 7

Dikategorikan :
 Baik : 76-100%
 Cukup : 51-75%
 Kurang: ≤50%
Peran kader Adanya peran Kuesioner 1. Penggerak Ordinal Mengisi pernyataan
(x3) kader yang masyarakat dengan pilihan
meliputi 2. Penyuluhan jawaban :
anjuran atau 3. Pemantauan 5= sangat setuju
ajaran kepada 4= setuju
lansia untuk 3= kurang setuju
mengikuti 2= tidak setuju
kegiatan 1= sangat tidak setuju
posyandu
Dengan total 5 item,
dengan skor nilai :

35
 Skor tertinggi:
35
 Skor terendah :
7
Jumlah dari
pernyataan benar dan
salah dikategorikan :
 Baik : 76-100%
 Cukup : 51-75%
 Kurang: ≤50%

4.7 Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data

4.7.1 Prosedur penelitian

Tahap-tahap prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebai berikut:

1. Meminta surat izin dari kampus untuk diberikan kepada pemimpin Posyandu

PERMADI Lansia.

2. Peneliti memberikan informasi tentang tujuan peneliti dan keikutsertaan dalam

penelitian ini kepada sampel penelitian, bagi yang setuju berpatisipasi dalam

penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetuan penelitian (informed

consent).

3. Peneliti membagikan lembar persetujuan peneliti (informed consent) kepada

responden penelitian yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk

ditandatangani.

4. Peneliti menentukan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling.

5. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi partisipasi lansia dalam mengikuti psoyandu.

6. Kuesioner yang telah lengkap terisi dilanjutkan dengan pengolahan data.

36
4.7.2 Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber penelitian.

Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara memberikan kuesioner dengan

langkah- langkah sebagai berikut :

1. Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian

2. Peneliti memberikan surat persetujuan (infom consend) kepada peneliti

3. Jika responden setuju, maka peneliti akan menjelaskan tentang cara pengisian

kuesioner

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak Posyandu Lansia Permadi dan

Kader setempat.

4.8 Prosedur Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum data dianalisa, data tersebut harus terlebih dahulu diuji validitas dan

reliabilitasnya. Data yang sudah valid dan reliable bisa digunakan untuk analisa data

selanjutnya. Untuk mengetahui sejauhmana kesamaan antara yang diukur peneliti dengan

kondisi yang sebenarnya di lapangan, maka dilakukan uji validitas terhadap kusioner yang

telah dipersiapkan dengan melihat nilai koefisien korelasi item pertanyaan dengan total

nilai pertanyaan pada setiap variabel (corrected item total correlation). Item pertanyaan

dalam kusioner dikatakan valid apabila nilai corrected item total correlation> nilai r tabel

(0,444) pada signifikasi 5%. Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian

maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kusioner yang telah dipersiapkan dengan formula

37
cronbach alpha. Item pertanyaan dalam kusioner dikatakan reliabel apabila nilai cronbach

alpha> 0,6 (Arikunto, 2010).

4.9 Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder menggunakan sistem

komputerisasi yang akan diolah melalui tahap-tahap berikut :

1. Mengkode Data (data coding)

Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden. Pemberian

kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam memasukkan data.

2. Menyunting Data (data editing)

Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul.

Pemerikasaan meliputi pengisian, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan yang

dijawab.

3. Memasukkan Data (data entry)

Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian kode jawaban selanjutnya

dimasukkan kedalam program software komputer berupa kode-kode.

4. Membersihkan Data (data cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak

ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut siap diolah dan dianalisis.

4.10 Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Semua data dalam

penelitian ini bersifat kategorik maka analisis univariat yang digunakan adalah

38
distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat yaitu uji terhadap variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi. Penelitian ini menggunakan analisa bivariat untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan antara variabel bebas dan terikat dengan menggunakan uji statistik.

Karena data penelitian berskala nominal dan ordinal maka uji statistik menggunakan

uji Chi-square dengan derajat kepercayaan 95% dan α=0,05.

Keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai p (p-value) dan nilai α

(0,05), ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut.

1. Analisis Multivariat

Analisa multivariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat hubungan beberapa

variabel (lebih dari satu) independen dengan satu atau beberapa variabel dependen

(umumnya satu variabel dependen). Dalam analisa multivariat akan diketahui variabel

independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen

(Arikunto, 2011). Analisa multivariat dalam penelitian ini adalah regresi logistik.

Analisa Regresi Logistik

Analisis regresi logistik adalah metode regresi yang menggambarkan hubungan

antara beberapa variabel independen dengan sebuah variabel respon dikotomus atau

biner. Variabel biner dalam penelitian ini adalah faktor yang berpengaruh terhadap

kunjungan lansia di posyandu , variabel respon (Y) pada metode regresi logistic

dikatakan biner karena terdiri atas dua kategori yaitu 0 dan 1.Regresi logistik

digunakan untuk analisa data respon kategorik (nominal/ordinal) dengan variabel

bebas kontinu dan kategorik (Agresti, 1990). Dianalisa dengan menggunakan sistem

39
komputerisasi (SPSS).

4.11 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan masalah etika penelitian ini

yang meliputi:

1. Respect For Person

Memuat beberapa hal penting diantaranya;peneliti menggunakan Lembar Persetujuan

(Informed Consent) yang diajukan peneliti kepada responden untuk meminta

persetujuan sebelum responden diobservasi. Selanjutnya, peneliti tidak mencantumkan

nama (Anomity) responden pada lembar observasi dan hanya menuliskan kode atau

inisial responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan. Selanjutnya; peneliti Menjaga Kerahasiaan (Confidentiality) responden

berupa informasi atau hal-hal yang terkait dengan responden harus dijaga

kerahasiaannya. Peneliti juga harus mengatakan yang sebenarnya dan tidak boleh

berbohong (Truth Telling) dalam menyampaikan informasi pada setiap responden dan

untuk meyakinkan responden dalam mengisi instrumen penelitian. Peneliti juga harus

Menghormati Privasi (Privacy) dan tidak boleh menyinggung hal pribadi responden

serta harus memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian.

2. Beneficience & Non-maleficient

PrinsipMembawa Kebaikan (Beneficence) adalah tanggung jawab untuk melakukan

kebaikan yang menguntungkan responden dan menghindari perbuatan yang merugikan

atau membahayakan responden dan peneliti.SelanjutnyaTidak Merugikan (non-

maleficence) merupakan segala tindakan yang dilakukan oleh peneliti pada responden

tidak boleh menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologik.

40
3. Justice

Prinsip Berlaku Adil (Justice) dibutuhkan dalam melakukan penelitian, perlakuannya

sama dalam artian setiap orang diberlakukan sama berdasarkan moral, martabat, dan

hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun subyek juga harus seimbang.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and

benefits)

Mengacu pada pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap peneliti yang

dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan hendaknya:

1) Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral,

kejujuran, kebebasan, dan tanggung jawab.

2) Merupakan upaya untuk mewujutkan ilmu pengetahuan, kesejatraan, martabat dan

peradaban manusia, serta terhindar dari segala sesuatu yang menimbulkan kerugian

atau membahayakan subjek penelitian atau masyarakat pada umumnya.

Pada penelitian ini peneliti selalu menghormati martabat manusia sebagai responden,

memberi kebebasan, kepercayaan, dan rasa nyaman kepada responden. Dalam penelitian

ini peneliti tidak melakukan perlakukan terhadap responden yang bersifat menyakiti, stres

ataupun menyebabkan kematian namun pada pelaksaan penelitian ini selalu

mempertimbangkan asas manfaat dari peneliti bagi responden dengan tetap menjaga

keutuhan harkat dan martabat responden sebagai manusia.

41

Anda mungkin juga menyukai