Akhlak Terhadap Orang Tua
Akhlak Terhadap Orang Tua
Akhlak Terhadap Orang Tua
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
Pengantar
Anak-anak, sayangkah kamu kepada orangtuamu? Lalu bagaimanakah
bentuk kasih sayangmu terhadap mereka? Apakah sikapmu itu membuat mereka
bangga, atau malah kecewa?
Setiap kita pasti memiliki orangtua. Keberadaan mereka sangat berarti
dalam hidup kita. Sebab, merekalah yang membesarkan dan mendidik kita
sehingga bisa berdiri, kuat, mampu berpikir, bahkan bisa sekolah seperti saat ini.
Tetesan teringat bahkan darah menghiasi perjuangan dan pengorbanan mereka
dalam membesarkan dan mendidik kita. Lalu apa yang sudah kita perbuat untuk
mereka?
Islam sebagai ajaran yang sarat dengan moral juga mengajarkan kita agar
berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidain). Bagaimanakah bentuk akhlak
dan batasan-batasannya yang perlu kita ketahui dan terapkan? Pada pelajaran ini
kita akan memahami surat Luqman ayat 12-15 dan an-Nur ayat 58 tentang akhlak
kepada orang tua. Baca dan pahamilah maknya, lalu berupayalah
mengamalkannya!
a. Arti Kata-kata:
Ibunya melihat Telah mengandungnya Kepada orang tuanya Manusia dan Kami
perintahkan
Hanya kepada-Ku Dan kepada dua orangtuamu Bersyukurlah padaku Bahwasanya Dua tahun
Dan pergauilah keduanya Maka jangan mentaatinya Ilmu Bagimu dengannya Sesuatu yang bukan
b. Arti lengkap
15. dan jika keduanya
Kerjakanmemaksamu untuk
Apa yang kamu mempersekutukan
Maka kuberitakan padamudengan aku
Kembalimu
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
3. Memahami isi Qs. Luqman/31: 14-15 tentang Pengabdian kepada Allah dan Berbakti
kepada Kedua Orang Tua
Ayat 14; berbuat baik kepada orang tua
3
Ayat ini memang tidak menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa
ibu. Menurut M. Quraish Shihab, hal ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk
tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Di sisi
lain, “peranan bapak” dalam konteks kelahiran anak, lebih ringan dibanding dengan
peranan ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian
oleh ibu. Bukan hanya sampai masa kelahirannya, tetapi berlanjut dengan
penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang ayat pun bertanggung jawab
menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat,
tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu.
Betapapun peranan ayat tidak sebesar peranan ibu dalam proses kelahiran
anak, namun jasanya tidak diabaikan karena itu anak berkewajiban berdoa kepada
keduanya; ayah dan ibunya. Perhatikanlah doa yang diajarkan al-Qur’an:
....
..."Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil". (Qs. Al-Isra’/17: 24)
Kemudian dijelaskan pula bahwa kondisi ibu ketika hamil itu dalam keadaan
wahnan ala wahnin, lemah di atas kelemahan, atau kelemahan yang kian
bertambah. Semakin bertambah usia janin dalam rahimnya, maka semakin
bertambahlah kesusahan yang dialami oleh sang ibu. Kondisi ini seharusnya
memberi peringatan keras kepada setiap anak agar tidak durhaka kepada orang
tuanya. Kebaikan apa pun yang kita lakukan, sesungguhnya tidak sebanding
dengan jasa ibu ketika mengandung, apalagi jasa lainnya, termasuk menyusui
hingga dua tahun.
Oleh karena itu, Allah menegaskan “bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
kedua ibu bapakmu”. Sebab Allah-lah yang menciptakan kita, namun penciptaan itu
Allah libatkan kedua orang tua kita. Kedua orang tua tersebut dijadikan Allah
sebagai penyebab keberadaan kita, keduanya telah merawat dengan baik,
meskipun mengalami berbagai macam kesulitan sehingga kita dapat tegak dan
kuat. Dan semua perbuatan kita kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan
Allah, sebab semuanya akan kembali kepada-Nya.
Lalu, bagaimanakah cara bersyukur kepada orang tua? Salah satu bentuk
syukur itu adalah berbuat baik kepada mereka. Dalam hal ini, perlu pula dipahami
firman Allah dalam surat al-Isra’/17 ayat 23:
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.
Menurut al-Maraghi, setidaknya ada lima hal yang menjadi akhlak mulia
kepada orang tua yaitu:
1) Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah
satu dari orangtua atau oleh kedua-duanya yang mungkin dapat menyakitkan
hati orang lain, tetapi bersabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua
orang itu pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil.
4
duniawi kepada orang tuanya yang telah kafir tersebut. Kata ma’rufan (معروفا )
mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat baik, selama tidak bertentangan
dengan akidah Islamiyah. Dalam konteks ini, diriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu
Bakr Shiddiq pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih musyrikah. Asma’
bertanya kepada Nabi bagaimana seharusnya bersikap. Maka Rasulullah SAW
memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan memberinya
hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya.
Akhir ayat ini juga mengingatkan bahwa semua kita akan kembali kepada
Allah untuk mempertanggungjawabkan segala apa yang kita lakukan di dunia ini.
Maka sebesar apapun kasih sayang dan cinta kita kepada kedua orang tua tidak
boleh mengalahkan cinta kita kepada Allah SWT; maka pilihlah jalan Allah agar
memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki.
Kisah
Pada umumnya, orang-orang yang masuk Islam itu kebanyakan miskin, para
mustadh’afin, yang berasal dari keluarga sengsara, kecuali Mash’ab bin Umair. Mash’ab
adalah anak seorang keluarga elite. Orang tuanya kaya raya. Ibunya sangat sayang
kepadanya sehingga dia selalu diber pakaian yang bagus-bagus dan indah-indah.
Ketika dia masuk Islam, ibunya marah-marah dan tidak mau menerimanya lagi.
Mash’ab diusir dari rumahnya. Ibunya pun pernah mogok makan dan hanya mau makan
bila Mash’ab kembali lagi memelik agamnya semula. Tetapi ia bertahan dan akhirnya
ibunya menghentikan mogok makannya. Mash’ab bin Umair sangat mencintai ibunya tetapi
dia lebih mencintai Allah. Dia mendahulukan kesetiaan kepada Allah daripada kesetiaan
kepada keluarganya.
5
2. Melaksanakan janji orang tua. Selama orang tua masih hidup terkadang
memiliki sebuah janji, wasiat, keinginan tertentu dan sebagainya, maka bagi
para putra diharuskan memenuhi janji tersebut khususnya yang berkaitan
dengan wasiat, semisal berwasiat infak ke masjid, pendidikan Islam dan lainnya.
3. Memuliakan teman dekat kedua orang tua. Semasa hidup orang tua biasanya
memiliki teman dan sahabat dekat, baik di tempat kerja, jamaah masjid, majlis
dzikir dan sebagainya. Maka, sepeninggal orang tua, para putra dianjurkan
melanjutkan hubungan dan relasi dengan sahabat-sahabat orang tuanya.
4. Melanjutkan hubungan keluarga kedua orang tua. Kerabat yang dimiliki oleh
kedua orang tua harus dilanjutkan jalinan silaturrahmi kepada mereka. Dan
hendaknya para orang tua memperkenalkan kerabat-kerabatnya kepada para
putranya. Sebab dengan mengenal kerabat dapat mempermudah jalinan
silaturrahmi.
7