LP Kom Kehilangan Dan Cemas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMUNIKASI TERAPI CEMAS DAN KEHILANGAN

Dosen Pengampu : Fifi Alviana, S. Kep., Ns. MSN


Oleh
1) Dini Nabila Afifudin (2019270011)
2) Bella Citra H.U.K (2019270010)
3) Fahrul Hidayat (2019270012)
4) Ihsani Akmalia (2019270011)
5) Lu’lu’ul Maknun (2019270002)
6) Lutfiatul Qanita (2019270005)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN
JAWA TENGAH DIWONOSOBO
2021

PENGERTIAN
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta
saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya. Keseimbangan
yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam
mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Sebagai makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal positif. Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk
kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman
nyaman. Bila individu kehilangan kebutuhan tersebut atau tidak terpenuhi, akibatnya dapat
berupa perasaan atau perilaku yang tidak diharapkan.
Seperti kehilangan dan kecemasan. Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian dan
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Sedangkan Ansietas merupakan
reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah
sadar tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan seharihari yang
menggambarkan keadaan khawatiran, gelisah yang tak menentu, kecemasan, takut tidak tentram,
kadang-kadang disertai keluhan fisik. Maka dari itu, kelompok akan membahas tentang asuhan
keperawatan pada klien kecemasan dan kehilangan.

PEMBAHASAN
2.1 Kehilangan
A. Definisi Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian dan keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan,
sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.
B. Proses kehilangan
1) Stressor internal atau eksternal – Gangguan dan kehilangan – individu memberi makna
positif – melakukan kompensasi kegiatan positif – perbaikan ( beradaptasi dan merasa
nyaman).
2) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu member makna –
merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke dalam diri – muncul
gejala sakit fisik.
3) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna –
merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi - diekspresikan ke dalam diri –
kompensasi dengan perilaku konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
4) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna –
merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi - diekspresikan ke dalam diri –
kompensasi dengan perilaku destruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan. Inti dari
kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna
(personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang
positif ( konstruktif).

C. Fase – Fase Kehilangan


1) Fase pengingkaran ( denial ) Reaksi pertama individu yang mengalami
kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan
itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “itu
tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada
fase ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut
cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2) Fase marah (anger) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukan perasaan yang meningkat yang sering
di proyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang-orang tertentu
atau ditunjukan pada diri sendiri. Tidak jarang ia menunjukan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat tidak becus.
Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3) Fase tawar menawar ( bergaining ) Apabila individu telah mampu
mengungkapkan rasa marah secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar
menawar dengan memohon kemurahan tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering
berdo’a”. apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga dapat kenyataan
sebagai berikut sering dijumpai, “kalau saja yang sakit bukan anak saya”.
4) Fase depresi (depression) Individu pada fase ini sering menunjukan sikap antara
lain menarik diri, tidak mau bicara, kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusan, perasaan
tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperhatikan adalah menolak makan,
susah tidur, letih, mendorong libido menurun. 5. Fase penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan fisik. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya.
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Klien Kehilangan
A. Pengkajian Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang memengaruhi tentang respon
kehilangan adalah :

 Genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang


mempengaruhi riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
 Kesehatan Jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
Kesehatan mental :Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa
depan yang suram, biasanya sangat peka dalam situasi kehilangan.
Pengalaman kehilangan dimasa lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang
berarti pada masa kekanakkanakan akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa
Sruktur keperibadian : Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasapercaya diri yang rendah diri yang rendah tidak objektif terhadap setresd
yang dihadapi.
Faktor presipitasi : Setress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa
stress nyata, ataupun imanjinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi
seperti: kehilangan harta beda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan
sebagainya.
Perilaku : Individu dalam proses berduka sering menunjukan perilaku seperti: menangis
ataupun tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang- kadang ada tanda-tanda usaha
bunuh diri atau membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak
menyokong diagnosanya.

Mekanisme koping : Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon
kehilangan anatara lain: denial, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyesi
yang digunakan untuk menghindari intesitas stress dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan
disosiasi sering di temukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
B. Diagnosa keperawatan
1. Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian ibu.
2. Fiksasi terbuka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.
3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses berduka
sebelumnya yang tidak tuntas.
C. Perencanaan Tujuan jangka panjang : agar individu berperan aktif melalui proses berduka
secara tuntas, Tujuan jangka pendek: pasien mampu:
1. Mengungkapkan perasaan duka.
2. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek.
3. Membagi rasa dengan orang yang berarti.
4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.
5. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru.
D. Prinsip tindakan keperawatan pada pasien dengan respon kehilangan
1. Bina dan jalin hubungan saling percaya.
2. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan
dengan pemberian makna positif dan mengmbil hikmahnya.
3. Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka.
4. Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka.
5. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien.
6. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.
7. Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy.
8. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase

E. Prinsip keperawatan pada anak dengan respon kehilangan


1. Memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak
selama masa berduka.
2. Menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3. Membantu anak melalui proses berkebung dengan memperhatikan perilaku yang
diperhatikan oleh orang lain.
4. Mengikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
F. Prinsip keperawatan pada orang tua dengan respon kehilangan (kematian anak)
1. Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2. Menganjurkan pasien untuk memegang/melihat jenasah anaknya.
3. Menyiapkan perangkat kenangan.
4. Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5. Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat mereka
minta bantuan bila diperlukan.
G. Pelaksanaan Berikut akan diuraikan proses keperawatan pada pasien dengan respon
kehilangan. Diagnosa keperawatan : Potensial terjadi proses berduka yang tidak terselesaikan
sehubungan dengan kematian ibu, pada anak usia 5 tahun. No

Tujuan Tindakan keperawatan Tujuan jangka panjang: Anak dapat menyelesaikan masa
berkabung dengan tuntas.

1.Anak dapat mengerti arti sakit dan kematian

2.Anak dapat mengungkapkan perasaannya.

3.Anak dapat mengurangi rasa bersalah.

4.Melalui proses berkabung dengan melihat perilaku orang dewasa.


membina hubungan saling percaya antara anak, keluarga, dan petugas dengan sikap
jujur,menerima, ikhlas, dan empati. Menunjukan perhatian dan kasih sayang anak baik melalui
kata-kata maupun denga sikap. Menanyakan kepada anak pengalamannya tentang kematian
(orang/binatang) Menjelaskan kepada anak bahwa ibunya meninggal bukan tidur.
Menjelaskan kepada anak bahwa roh orang yang meninggal, yang menghadap tuhan bukan
tubuhnya. Meminta kepada keluarga/orang yang berarti agar menemani anak selama masa
berduka bila perlu mengizinkan untuk tinggal bersama merek. Mendorong anak untuk
mengungkapkan perasaannya dengan menanyakan apa yang dipikirkan selama ibunya sakit
sampai sekarang. Menjelaskan kepada anak bahwa ibunya sakit dan meninggal bukan karena dia
nakal atau bukan karena kesalahnnya.
Menjelaskan kepada anak bahwa orang yang sering sedih dan menangis bila ada yang
meninggal. Mengajak anak mengikuti upacara pemakaman dan mengunjungi rumah duka.
Menjelaskan kepada anak urutan upacara dan apa yang harus dilakukan oleh anak, sebelum
upacara dan pelayat datang.

- Diagnosa keperawatan Fiksasi pada fase pengingkaran sehubungan dengan kematian


kekasih. Tujuan Pasien dapat melalui peningkatannya dengan (tanpa kesulitan)

fase wajar

Tindakan keperawatan Mendorong pasien untuk mengungkapkan pengingkarannya tanpa


memaksa untuk menerima kenyataan. Mendengarkan dengan penuh minat dan perhatian apa
yang dikatakan oleh pasien. Menjelaskan kepada pasien, bahwa perasaan tersebut wajar terjadi
pada orang.

yang mengalami kehilangan. Membantu pasien untuk memakai mekanisme koping yang lain
seperti menangis/ bicara. Mengikutsertakan orang yang berarti bagi pasien untuk menjelaskan
apa yang telah terjadi. Meningatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan
kehilangan yang dihadapi. Member dukungan atas usaha pasien untuk mencoba menerima
kenyataan. Membantu pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya. Menjawabkan semua
pertanyaan pasien dengan singkat dan jelas. Member dukungan secara non verbal.

H. Evaluasi :
a. apakah pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan?
b. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap
kehidupannya ?
c. Apakah pasien mempunyai sistem pendukung untuk mengungkapkan perasaanya
(teman, keluarga, lembaga atau perkumpulan lain) ?
d. Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan ?
e. Apakah pasien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lan objek lain ?
PENUTUPAN
Kesimpulan Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian dan keseluruhan. Fase
kehilangan terdiri dari fase pengingkaran, fase marah, fase tawar menawar, fase depresi dan fase
penerimaan.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang
menggambarkan keadaan khawatiran, gelisah yang tak menentu, kecemasan, takut tidak tentram,
kadang-kadang disertai keluhan fisik.

DAFTAR PUSTAKA
Yani, Achir. 2015. Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Yosep, Iyus.
2013. Keperawatan Jiwa. Bandung : Rafika Aditama

Anda mungkin juga menyukai