Asuhan Keperawatan Kehilangan Dan Kecemasan Keperawatan Jiwa
Asuhan Keperawatan Kehilangan Dan Kecemasan Keperawatan Jiwa
Asuhan Keperawatan Kehilangan Dan Kecemasan Keperawatan Jiwa
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dibentuknya makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan pada klien jiwa dengan kehilangan dan kecmasan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kehilangan
A. Definisi
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian dan keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
S. Sundeen (1995 : 426) menyatakan :
Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang dianggap
penting ) , merupakan kehilangan yang mencakup kehilangan nyata atau hanya
khayalan ( yang diakibatkan presepsi seorang terhadap kejadian), seperti kasih
sayang, kehilangan orang yang berarti, fungsi fisik, harga diri. Banyak situasi
kehilangan dianggap sangat berpengaruh karena memiliki makna yang tinggi. Dapat
pula mencakup kehilangan teman lama, kenangan yang indah, tetangga yang baik.
Kemampuan seseorang untuk bertahan, tetap stabil, dan bersikap positif terhadap
kehilangan, merupakan suatu tanda kematangan pertumbuhan.
B. Proses kehilangan
1. Stressor internal atau eksternal – Gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna positif – melakukan kompensasi kegiatan positif – perbaikan ( beradaptasi
dan merasa nyaman).
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu member
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke
dalam diri – muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi - diekspresikan ke
dalam diri – kompensasi dengan perilaku konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan
merasa nyaman).
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi - diekspresikan ke
dalam diri – kompensasi dengan perilaku destruktif – merasa bersalah –
ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon)
dan kompensasi yang positif ( konstruktif).
2
C. Fase – Fase Kehilangan
1. Fase pengingkaran ( denial )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan
“Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “itu tidak mungkin”. Bagi
individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal akan terus menerus
mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi tersebut cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa tahun.
2. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan individu menunjukan perasaan yang meningkat yang sering di
proyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang-orang tertentu atau
ditunjukan pada diri sendiri. Tidak jarang ia menunjukan perilaku agresif, bicara
kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat tidak becus.
Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase tawar menawar ( bergaining )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marah secara intensif, maka
ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan. Respon
ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa ditunda,
maka saya akan sering berdo’a”. apabila proses berduka ini dialami oleh
keluarga dapat kenyataan sebagai berikut sering dijumpai, “kalau saja yang sakit
bukan anak saya”.
4. Fase depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau bicara, kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau
dengan ungkapan yang menyatakan keputusan, perasaan tidak berharga. Gejala
fisik yang sering diperhatikan adalah menolak makan, susah tidur, letih,
mendorong libido menurun.
5. Fase penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan fisik. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya.
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Klien Kehilangan
A. Pengkajian
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang memengaruhi tentang respon kehilangan adalah :
3
Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempengaruhi
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
Kesehatan mental
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kekanak-
kanakan akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sudeen,1991)
Sruktur keperibadian
Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasapercaya diri yang rendah diri yang rendah tidak objektif
terhadap setresd yang dihadapi.
Faktor presipitasi
Setress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata,
ataupun imanjinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik
pribadi seperti: kehilangan harta beda atau orang yang dicintai, kehilangan
kewarganegaraan, dan sebagainya.
Perilaku
4
Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan anatara lain:
denial, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyesi yang
digunakan untuk menghindari intesitas stress dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering di temukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan
dan tidak tepat.
B. Diagnosa keperawatan
1. Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian
ibu.
2. Fiksasi terbuka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.
3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses
berduka sebelumnya yang tidak tuntas.
C. Perencanaan
Tujuan jangka panjang : agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara
tuntas,
Tujuan jangka pendek: pasien mampu:
1. Mengungkapkan perasaan duka.
2. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek.
3. Membagi rasa dengan orang yang berarti.
4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.
5. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru.
5
- Menunjukan sikap menerima, iklhas dan mendorong pasien untuk
membagi rasa.
- Memberikan jawaban yang jujur terhadap pernyataan pasien
tentang sakit, pengobatan, dan kematian.
b. Fase marah
Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c. Fase tawar menawar
Membantu pasien mengidetifikasi rasa bersalah dan persaan takutnya
d. Fase depresi
- Mengidentifiksi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
- Membantu paisen mengurangi rasa bersalah
e. Fase penerimaan
Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakkan.
Diagnosa keperawatan :
Potensial terjadi proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan
kematian ibu, pada anak usia 5 tahun.
6
1. Anak dapat mengerti arti - membina hubungan saling percaya antara
sakit dan kematian anak, keluarga, dan petugas dengan sikap
jujur,menerima, ikhlas, dan empati.
- Menunjukan perhatian dan kasih sayang
anak baik melalui kata-kata maupun denga
sikap.
- Menanyakan kepada anak pengalamannya
tentang kematian (orang/binatang)
- Menjelaskan kepada anak bahwa ibunya
meninggal bukan tidur.
- Menjelaskan kepada anak bahwa roh orang
yang meninggal, yang menghadap tuhan
bukan tubuhnya.
2. Anak dapat - Meminta kepada keluarga/orang yang
mengungkapkan berarti agar menemani anak selama masa
perasaannya. berduka bila perlu mengizinkan untuk
tinggal bersama merek.
- Mendorong anak untuk mengungkapkan
perasaannya dengan menanyakan apa yang
dipikirkan selama ibunya sakit sampai
sekarang.
3. Anak dapat mengurangi - Menjelaskan kepada anak bahwa ibunya
rasa bersalah. sakit dan meninggal bukan karena dia nakal
atau bukan karena kesalahnnya.
4. Melalui proses berkabung - Menjelaskan kepada anak bahwa orang
dengan melihat perilaku yang sering sedih dan menangis bila ada
orang dewasa. yang meninggal.
- Mengajak anak mengikuti upacara
pemakaman dan mengunjungi rumah duka.
- Menjelaskan kepada anak urutan upacara
dan apa yang harus dilakukan oleh anak,
sebelum upacara dan pelayat datang.
Diagnosa keperawatan
H. Evaluasi :
1. apakah pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan?
2. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap
kehidupannya ?
3. Apakah pasien mempunyai sistem pendukung untuk mengungkapkan perasaanya
(teman, keluarga, lembaga atau perkumpulan lain) ?
4. Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan ?
5. Apakah pasien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lan objek lain ?
2.3 Ansietas
A. Definisi
Ansietas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif,
yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang
menggambarkan keadaan khawatiran, gelisah yang tak menentu, kecemasan, takut tidak
tentram, kadang-kadang disertai keluhan fisik.
B. Rentang respons
Rentang respon ansietas berfluktuasi antara respon adaktif dan maladaktif
C. Tingkat ansietas
Beberapa teori membagi ansietas menjadi 4 tingkat :
a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-
hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati
dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
8
b. Ansietas Sedang
Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurut. Individu lebih
memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
c. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.
Individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan,
untuk dapat memuaskan pada area lain.
d. Panik
Pada tingkat ini lahan persepsi sudah sangat sempit sehingga individu tidak dapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah
diberikan pengarahan / tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan aktivitas
motorik menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan
pemikiran yang rasional.
2.4 Asuhan Keperawatan pada Klien Ansietas (kecemasan)
a. Pengkajian
1) Faktor predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah :
a. Teori psikoanalitik
Ansietas merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu “Id dan super ego”. Id melambangkan dorongan insting dan
implus primitive, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Sedang ego atau aku
digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego, ansietas
berfungsi untuk memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu
diatasi.
b. Teori interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga
dihubungkan dengan trauma pada masa perkembangan seperti kehilangan,
perpisahan menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang
mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami
ansietas yang berat.
c. Teori perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Kajian biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiafines.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.
9
2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi pada gangguan ansietas berasal dari sumber eksternal dan
internal seperti dibawah ini :
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidak mampuan fisiologis atau
menurunnya kemampuan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistim diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan
integrasi fungsi sosial.
3) Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku
secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam
upaya mempertahankan diri dari ansietas. Intensitas dari perilaku akan meningkat
sejalan dengan peningkatan ansietas.
Sistem Respons
Kardiovaskuler Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meningkat
denyut nadi menurun
Rasa mau pingsan
Pingsan
Saluran pernafasan Nafas cepat
Pernafasan dangkal
Rasa tertekan pada dada
Pembengkakan pada
tenggorokan
Rasa tercekik
Terengah-engah
Neuromuskuler Peningkatan reflek
Reaksi kejutan
Insomnia
Ketakutan
Gelisah
Wajah tegang
Kelemahan secara umum
Gerakan lambat
Gerakan yang janggal
10
Diare
Saluran kemih Tidak dapat menahan kencing
Sering kencing
Sistem kulit Rasa terbakar pada muka
Berkeringat banyak pada telapak
tangan
Gatal-gatal
Perasaan panas atau dingin pada
kulit
Muka pucat
Berkeringat seluruh tubuh
b. Masalah Keperawatan
1) Masalah keperawatan
Suatu pengkajian keperawatan yang lengkap harus mencakup semua
responmaladaptif klien. Banyak masalah keperawatan tambahan akan teridentifikasi
dengan cara dimana ansietas klien secara nyata akan mempengaruhiaspek sehidupan
sehari- hari.
2) Diagnose keperawatan lengkap
1. Ansietas berat berhubungan dengan perubahan proses fikir
2. Ansietas sedang berhubungan dengan perasaan takut menghadapi oprasi
3. Depresi berat berhubungan dengan koping individu inefektif
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ansietas berat
5. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
6. Depresi berat berhubungan dengan ketidak berdayaan
3) Perencanaan tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan dengan ansietas berat dan panik.
Tujuan umum :
klien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan.
Tujuan khusus :
Klien mampu :
Membina hubungan saling percaya
Melakukan aktivitas sehari-hari
Mengidentifikasi dan mengekspresikan tentang ansietasnya
Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas
Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya
Klien terlindungi dari bahaya
Prinsip Rasional Tindakan keperawatan
Membina hubungan Mengurangi ancaman Dengarkan klien
saling percaya yang dapat ditimbulkan Dukung klien
oleh perawat pada klien mendiskusikan
11
dengan ansietas berat perasaannya
Jawab pertanyaan
klien secara
langsung
Tunjukkan sikap
menerima klien
tanpa pamrih
Hargai pribadi
klien
Menyadari dan Ansietas harus Bersikap terbuka
mengontrol perasaan dikomunikasikan sesuai dengan
sendiri secara interperpersonal, perasaan
apabila perawat dalam Terima perasaan
kondusi ansietas maka positif maupun
hubungan terapeutik negative termasuk
akan tercapai perkembangan
ansietasnya
Pahami perasaan
anda dengan cara
yang terapeutik
Mengidentifikasi Perilaku klien mungkin Tunjukkan sikap
situasi yang dapat dapat dimodifikasi yang tenang
menimbulkan ansietas dengan merubah Ciptakan situasi
pada klien interaksi klien dengan dan lingkungan
lingkungannya yang tenang
Batasi interaksi
klien untuk
mengurangi
rangsangan-
rangsangan yang
dapat
menimbulkan
ansietas
Identifikasi dan
modifikasi situasi
yang
menyebabkan
klien ansietas
Berikan bantuan
terapi fisik seperti
mandi hangat atau
massage
12
4) Evaluasi
1. Ancaman terhadap integritas fisik dan harga diri klien sudah menurun.
2. Tingkah laku klien merefleksikan tingkat ansietas ringan atau sedang
3. Sumber koping dikaji dan digunakan
4. Klien mengenal ansitasnya dan menyadari perasaan tersebut
5. Klien menggunakan respon koping yang adaptif
6. Klien mempelajari strateg adaptif yang baru untuk menurunkan ansietasnya
7. Klien menggunakan ansietas untuk meningkatkan perkembangan dan
pertumbuhan diri.
13
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian dan keseluruhan.
Fase kehilangan terdiri dari fase pengingkaran, fase marah, fase tawar menawar, fase
depresi dan fase penerimaan.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang
menggambarkan keadaan khawatiran, gelisah yang tak menentu, kecemasan, takut tidak
tentram, kadang-kadang disertai keluhan fisik. Tingkat ansietas terdiri dari ansietas
ringan, sedang, berat dan panik.
3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan dapat lebih teliti dalam membuat asuhan keperawatan
pada klien dengan kehilangan dan kecemasan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Yani, Achir. 2000. Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta :
Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung : Rafika Aditama
15