PROGRAM PPI Larsi PRINT PPI 1 (D) & PPI 3 (A)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

PROGRAM PPI

RUMAH SAKIT UMUM JATI HUSADA


KARANGANYAR
2022
1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang


telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga kita dapat menyusun Program PPI
di Rumah Sakit Umum Jati Husada Karanganyar Tahun 2022.
Perlu disadari bahwa masih kurangnya kualitas dan kuantitas pengendalian
infeksi di rumah sakit sangat terkait komitmen pimpinan rumah sakit serta memerlukan
dukungan dari para klinisi di rumah sakit. Infeksi silang pada prinsipnya dapat dicegah,
walaupun mungkin tidak dapat dihilangkan sama sekali. Untuk itu telah disusun
Program PPI sehingga diharapkan penyelenggaraan pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit dapat dilakukan dengan baik dan lebih optimal.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada Direktur Rumah
Sakit Umum Jati Husada Karanganyar dan seluruh Tim PPI RSU Jati Husada
Karanganyar yang mendukung kelancaran dan terlaksananya program-program PPI
selama ini.

Karanganyar, Juni 2022

Tim PPI

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
BAB II LATAR BELAKANG ……………………………………………………. 2
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT
A. TUJUAN …………………………………………………………….. 3
B. MANFAAT …………………………………………………………. 3
BAB IV PEMBAHASAN 4
BAB V PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI……………………….. 11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar yang telah ditentukan, diantaranya melalui Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada pelayanan kesehatan
difokuskan pada fasilitas pelayanan kesehatan sehingga perlu mengembangkan rencana kerja
tahunan untuk menilai dan mempromosikan pelayanan kesehatan yang baik, tindakan pencegahan
dan isolasi yang tepat, penanganan peralatan, pelatihan staf, survey epidemiologi dan lainnya.
Berbeda dengan kewaspadaan standar, kewaspadaan berbasis transmisi merupakan
kewaspadaan terhadap pasien rawat inap dengan tanda infeksi baru yang ditentukan berdasar kriteria
klinis dan epidemiologis sebelum hasil laboratorium mengkonfirmasi diagnosis. Kewaspadaan
berdasar transmisi dibagi menjadi 3, yaitu kewaspadaan kontak (contact), kewaspadaan percikan
(droplet) dan kewaspadaan udara (airborne). Kewaspadaan transmisi melalui kontak bertujuan
menurunkan risiko timbulnya HAIs karena kontak langsung atau tidak langsung, misalnya kontak
langsung dengan permukaan kulit yang terbuka dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi maupun
kontak tidak langsung berupa kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan
melalui tangan petugas yang belum dicuci atau benda di sekitar pasien. Untuk menekan infeksi,
hindari menyentuh permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien.
Sedangkan jenis kewaspadaan transmisi melalui percikan dilakukan dengan menempatkan pasien di
ruang rawat terpisah untuk membatasi terjadinya kontaminasi serta bila diperlukan, setiap kali
keluar ruangan, pasien diberi respirasi dan etika batuk. Pada tingkat kewaspadaan transmisi melalui
udara, perlu dilakukan cuci tangan (hand hygiene) sebelum menggunakan APD serta bagi pasien
diberikan masker bedah dan masker N95 bagi petugas.

1
BAB II
LATAR BELAKANG

Rumah sakit menjadi salah satu sumber infeksi terbesar dalam dunia kesehatan, dimana
infeksi dapat berasal dari pasien, petugas, maupun pengunjung dengan obyek yang terkontaminasi
berupa darah, saliva, sputum, cairan nasal, cairan dari luka, urin dan eksresi. Guna menekan
terjadinya infeksi, ada baiknya kita meningkatkan kewaspadaan isolasi (isolation precautions) yang
merupakan kombinasi dari kewaspadaan standar (standard precautions) dan kewaspadaan berbasis
transmisi (transmission-based precautions). Kewaspadaan standar merupakan gabungan dari
kewaspadaan universal (universal precautions) dan isolasi tubuh (body substance isolation) yang
berlaku untuk semua pasien. Kewaspadaan standar yang wajib dipersiapkan oleh pihak rumah sakit
untuk mencegah terjadinya infeksi antara lain dengan menjaga kebersihan tangan; menggunakan
Alat Perlindungan Diri (APD) berupa sarung tangan, masker, goggle, face shield, maupun gaun;
sterilisasi peralatan perawatan pasien; pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen; memberikan
perlindungan dan kesehatan karyawan; penempatan pasien sesuai kebutuhan; hygiene respirasi/etika
batuk; praktek menyuntik aman; serta praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi.
Berdasarkan hal diatas dan dengan harapan terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu
serta dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi serta dapat melindungi petugas, pasien, keluarga serta masyarakat maka
diperlukan adanya Program Kerja Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

2
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengurangi resiko infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada
pasien,petugas baik staf klinis/non klinis, pengunjung dan masyarakat sekitar Rumah
Sakit Umum Jati Husada Karanganyar
2. Tujuan Khusus
a. Terlaksananya praktik kebersihan tangan.
b. Terlaksananya praktek penggunaan APD dengan baik dan benar
c. Terlaksananya praktek kewaspadaan transmisi dan penempatan pasien
d. Terlaksananya kebersihan lingkungan rumah sakit.
e. Terlaksananya pengelolaan Linen Rumah Sakit
f. Terlaksananya pengelolaan Peralatan dan Alkes lainnya
g. Terlaksananya praktek Etika Batuk
h. Terlaksananya pengelolaan Limbah Rumah Sakit
i. Terlaksananya perlindungan kesehatan petugas Rumah Sakit
j. Terlaksananya penyediaan makanan di Rumah Sakit Terlaksananya pengelolaan
kamar jenazah di Rumah Sakit
k. Terlaksananya praktek Bundles HAIs
l. Terlaksananya surveilens Infeksi Rumah Sakit.
m. Terlaksananya Pendidikan dan latihan PPI

B. MANFAAT
a. Memandu aktifitas pengendalian resiko infeksi di Rumah Sakit Umum, baik bagi pasien,
petugas, pengunjung dan lingkungan Rumah Sakit Umum.
b. Memandu aktivitas meminimalkan resiko Rumah sakit untuk peningkatan mutu
pelayanan pasien.

3
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PROGRAM KERJA
Melalui surveilans yang digiatkan dan terus ditingkatkan baik intensitas maupun
kualitasnya infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat dicegah dan dikendalikan melalui
langkah-langkah yang sesuai dengan standart precaution (kewaspadaan standar). dimana
standard precaution tersebut ada 12 standar :
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu
bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci
tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada
saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah
memakai sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:
a) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
b) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
c) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membrane mukosa dari resiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
4
d) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
e) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
f) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai saruntangan sambil
menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.
3. Kewaspadaan transmisi dan penempatan pasien
a) Transmisi Airborne
1) Penempatan Pasien. Tempatkan pasien di isolasi yang memiliki syarat
sebagai berikut ;
a) Ruangan bertekanan udara negatif dibandingkan dengan ruangan sekitarnya
b) Bila ruangan dengan tekanan negatif penuh, tempatkan pasien di ruangan
ventilasi alami dengan pertukaran udara 6 sampai 12 kali per jam
c) Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang memadai atau
memiliki sistem penyaringan udara yang efisien sebelum udara
disirkulasikan ke ruang lain. Pintu harus selalu tertutup dan pasien tersebut
ada di dalamnya. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien
bersama dengan pasien lain yang terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang
sama, kecuali bila ada rekomendasi lain. Dilarang menempatkan pasien
dengan pasien jenis infeksi lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan
perawatan gabung tidak diinginkan, konsultasikan dengan petugas
pengendalian infeksi sebelum menempatkan pasien.
2) Perlindungan Pernafasan (Masker). Gunakan masker partikulat N-95 bila
memasuki kamar pasien yang diketahui atau dicurigai menderita airborne disease
(Tbc, Varicela, rubella dll). Orang-orang yang sensitif dilarang memasuki kamar
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita airborne disease. Petugas yang
kebal pada measles (rubeola) atau varicella tidak perlu memakai perlindungan
pernafasan. Pasien harus selalu menggunakan masker medik/bedah.
3) Pemindahan Pasien. Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang
khusus tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang
dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet dengan
memakaikan masker bedah pada pasien bila memungkinkan
5
b) Transmisi Droplet.
1) Penempatan Pasien. Pasien dengan droplet diseases bisa ditempatkan
disemua ruang perawatan kecuali ruang isolasi dengan kamar tersendiri. Bila tidak
tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien
yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak memungkinkan
ditempatkan dengan pasien kasus yang sama maka tempatkan pasien bersama dengan
pasien dengan kasus yang lain (kecuali pasien dengan airborne diseases) tetapi
dengan jarak sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m) dengan pasien lainnya dan pengunjung.
Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap
terbuka
2) Masker. Gunakan masker bedah bila bekerja dalam jarak kurang dari 1 m
dari pasien.
3) Pemindahan Pasien. Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar
yang khusus tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila
memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet
dengan memakaikan masker bedah pada pasien, bila memungkinkan.
c) Transmisi kontak
1) Penempatan Pasien. Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan.
Tempatkan pasien di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri,
tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan
mikroorganisme yang sama. tetapi bila tidak memungkinkan dengan jarak
sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 meter) dengan pasien lainnya dan pengunjung.
Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi khusus, dan pintu boleh tetap
terbuka.
2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan. Pakailah sarung tangan (bersih dan tidak perlu
steril) saat memasuki kamar dan merawat pasien, ganti sarung tangan setelah
menyentuh bahan-bahan terinfeksi yang kira-kira mengandung mikroorganisme
dengan konsentrasi tinggi (faeces dan drainase luka). Lepas sarung tangan
sebelum meninggalkan lingkungan pasien dan segera lakukan kebersihan tangan
dengan cuci tangan atau handrub.
3) Gaun. Pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar pasien

6
4) Pemindahan Pasien. Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk hal
yang sangat penting saja. Bila memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi,
pastikan kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran
mikroorganisme ke pasien lain dan kontaminasi permukaan lingkungan dan
peralatan.
a) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien
(kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain
yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara
tempat tidur minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan
dalam satu ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim
PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan
jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne).
e) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
seyogyanya dipisahkan tersendiri.
f) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne)
agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
g) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB
4. Kebersihan Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya
perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan
konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada
pasien, petugas dan pengunjung.
5. Pengelolaan Linen
a) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah
tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
b) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh
c) Pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
7
d) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan
petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan tidak
boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.
e) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus,
dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar
tidak terjadi kebocoran.
f) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau toilet
dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius.
Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi
dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan tidak lepas
ikatan selama transportasi. Kantong tidak perlu ganda.
g) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry TERPISAH
dengan linen yang sudah bersih.
h) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya
langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
i) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2
tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit
(Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah
tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
6. Pengelolaan peralatan untuk perawatan pasien dan alat kesehatan lainnya
Penggunaan peralatan non-kritikal hanya untuk satu pasien saja (atau digunakan
bersama dengan pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi dengan patogen yang sama
yang membutuhkan kewaspadaan) untuk mencegah penggunaan bersama dengan pasien
lain. Bila penggunaan bersama tidak dapat dihindari, maka bersihkan dan desinfeksi
peralatan tersebut sebelum digunakan oleh pasien lain.
7. Etika Batuk/ bersin
a) Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis transmisi
airborne dan droplet.
b) Fasyankes harus menyediakan sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air
mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah infeksius dan masker bedah.

8
c) Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus
melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah etika batuk atau bersin.
8. Pengelolaan limbah hasil pelayanan kesehatan
RS dan fasyankes lain sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya
orang sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, juga
menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit
9. Perlindungan Kesehatan Petugas
a) Pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga kesehatan
maupun tenaga non kesehatan
b) Fasyankes harus mempunyai kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum
atau benda tajam bekas pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang harus
dihubungi saat terjadi kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan
oleh petugas yang bersangkutan
c) Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah terjadinya
trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai
d) Setelah prosedur, saat membersihkan instrument dan saat membuang jarum.
e) Alur penanganan luka tertusuk jarum

10. Penyediaan makanan


a) Koordinasi PPI dengan Instalasi Gizi
b) Revisi bersama regulasi Instalasi Gizi
c) Sosialisasi regulasi ke unit terkait
9
d) Audit kepatuhan Gizi
e) Melaksanakan rapat koordinasi Komite PPI dan Instalasi Gizi tentang
Regulasi dan monitoring Instalasi Gizi yang sesuai prinsip- prinsip PPI
f) Rekap hasil audit
g) Berikan feed back ke unit terkait
h) Buat ICRA Penyediaan makanan
11. Penerapan bundle HAIs
a) Revisi Pedoman /Panduan Penerapan Bundles HAIs
b) Sosialisasi Regulasi
c) Audit kepatuhan Bundles HAIs
d) Analisa data dari hasil audit bundles HAIs.
e) Membuat RTL dari hasil Audit bundles HAIs.
f) Memberikan feed back ke uni
g) Buat ICRA penerapan BundlesHAIs
12. Surveilans
a) Koordinasi revisi regulasi Surveilens
b) Melaksanakan Surveilen HAIs (Plebitis, IDO, ISK, VAP, IADP dan HAP)
c) Monitoring kepatuhan input data PPI di SIMRS
d) Analisa data HAIs yang didapat dari hasil surveilans melalui SIMRS
e) Membuat laporan data HAIs dan rekomendasi tindak lanjut
f) Koordinasi IPDE untuk pengembangan SIMRS PPI
g) Studi banding data HAIs dengan 2 RS yang setara
h) Buat ICRA Surveilens
13. Edukasi, Pendidikan dan Pelatihan
a) Sosialisasi, edukasi pasien, pengunjung dan masyarakat
b) Edukasi, sosialisasi, orientasi, In House Training, pelatihan petugas,
mahasiswa, tenan, vendor
c) Buat ICRA Edukasi, Pendidikan dan Pelatihan

10
BAB V
PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN

A. PENCATATAN
1) Setiap hari IPCN yang dibantu IPCLN mencatat data infeksi rumah sakit di unit-unit
pelayanan (surveilens) dengan menggunakan SIMRS, mendokumentasikan hasil monitoring
kepatuhan kebersihan tangan, kepatuhan APD dan penerapan PPI di semua unit.
2) Data yang terkumpul dibuatkan analisa data oleh Komite PPI.

B. PELAPORAN
1) Setiap1(satu) bulan sekali data surveilens dikumpulkan dan dibuatkan laporan oleh IPCN
untuk didiskusikan dengan Komite PPI dan selanjutnya setiap 3 (tiga )bulan laporan dikirim
ke Direktur RSU Jati Husada Karanganyar dan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien (PMKP)
2) Audit unit dikumpulkan selama periode 3 bulan, dianalisa dan didiskusikan dengan Komite
PPI, selanjutnya dibuatkan laporan dan rekomendasi yang dikirim ke Direktur RSU Jati
Husada Karanganyar

C. EVALUASI
1) Evaluasi Proses
a) Semua kegiatan program berjalan sesuai jadwal.
b) Formulir monitoring/audit terisi sesuai jadwal.
2) Evaluasi Hasil
Hasil kegiatan program PPI setiap 3 (tiga ) bulana kan diberikan feed back oleh Direktur
untuk dilakukan tindaklanjut oleh Komite PPI dan unit terkait

11

Anda mungkin juga menyukai