Kebijakan Dan Prosedur Pencegahan Pneumonia Berhubungan Dengan Pemakaian Ventilator (Ventilator Associated Pneumonia)
Kebijakan Dan Prosedur Pencegahan Pneumonia Berhubungan Dengan Pemakaian Ventilator (Ventilator Associated Pneumonia)
Kebijakan Dan Prosedur Pencegahan Pneumonia Berhubungan Dengan Pemakaian Ventilator (Ventilator Associated Pneumonia)
Disusun Oleh :
Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi
2022
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Daftar Isi ii
SK Direktur Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi iii
1. PENDAHULUAN 1
2. BATASAN PNEUMONIA 2
3. MEKANISME TERJADINYA PNEUMONIA NOSOKOMIAL 2
4. FAKTOR RESIKO PNEUMONIA 2
5. PETUNJUK PENGEMBANGAN SURVEILENS PNEUMONIA 2
6. PENCEGAHAN PNEUMONIA 2
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT YASMIN BANYUWANGI
Nomor : 181/KEP/III.6.AU/D/2013
Tentang:
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENCEGAHAN PNEUMONIA BERHUBUNGAN
DENGAN PEMAKAIAN VENTILATOR (VENTILATOR ASSOCIATED
PNEUMONIA) DI RUMAH SAKIT YASMIN BANYUWANGI
Mengingat :
1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi.
2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. SK Menkes RI nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya.
5. SK Menkes RI nomor 436/3993 tentang “Berlakunya Standar Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis di Indonesia”.
6. SK Direktur nomor tentang Pedoman Pengorganisasian PPI di
Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi.
7. SK Direktur nomor tentang Pedoman Pelayanan PPI di Rumah
Sakit Yasmin Banyuwangi.
MEMUTUSKAN
RS YASMIN BANYUWANGI
Tembusan :
1. Komite Medis Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi
2. Manager Departemen Terkait
3. Tim PPI
Lampiran : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi
Nomor :
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Dan Prosedur Pencegahan Pneumonia Berhubungan Dengan Pemakaian Ventilator
A. PENDAHULUAN
Penggunaan intubasi endotraheal dan ventilasi mekanik pada pasien-pasien sakit kritis
telah diketahui sebagai kelompok dengan resiko tinggi mengalami pneumonia nosokomial.
Sayangnya pencegahan pneumonia nosokomial sulit dibuktikan dan insidennya meningkat.
B. BATASAN PNEUMONIA
Pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan bagian (ISPB) seorang pasien
dikatakan menderita pneumonia bila ditemukan satu diantara kriteria berikut :
1. Untuk dewasa dan anak > 12 bulan
a. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pendek (dullness) pada perkusi
dan salah satu diantara keadaan berikut:
Baru timbulnya sputum purulen atau terjadinya perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau
biopsi
b. Foto rontgen dada menunjukan adanya infiltrate, konsolidasi, kavitasi, evusi pleura
baru atau progresif dan salah satu diantara keadaan berikut :
Baru timbulnya sputum purulen atau terjadinya perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif dan biakan darah
Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau
biopsy
Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
Titer IgM atau IgG spesifik meningkatkan pada pemeriksaan histopatologi
2. Untuk pasien umur ≤ 12 bulan didapatkan 2 diantara keadaan berikut: apnea,
takipnea, bradikardia, mengi (wheezing), ronki basah atau batuk dan salah satu
diantara keadaan berikut :
a. Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
b. Baru timbul sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum
c. Isolasi kuman positif pada biakan darah
d. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau biopsy
e. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas
f. Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4x lipat dalam dua pmeriksaan
g. Teerdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi
3. Atau gambaran radiologi torak serial pada penderita umur < 12 bulan menunjukan
infiltrat baru atau progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura dan salah satu
diantara keadaan berikut:
a. Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat
b. Baru timbul sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum
c. Isolasi kuman positif pada biakan darah
d. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus atau biopsy
e. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen dalam virus sekresi saluran nafas
f. Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4x lipat dalam dua kali pemeriksaan
g. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi
C. MEKANISME TERJADINYA PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Tindakan pada saluran nafas seperti intubasi endotrakeal, suction dan ventilasi mekanik
mempermudah memindahkan mikroorganisme dari alat (humidifier, nebulizer, ventilator,
yang terkontaminasi) kepada pasien dan memindahkan mikroorganisme pada tangan petugas
kesehatan dari pasien ke pasien lain. Pneumonia nosokomial paling sering terjadi karena
aspirasi koloni bakteri dari orofaring atau saluran cerna bagian atas pasien. Intubasi dan
ventilasi mekanik meningkatkan risiko terbesar terjadinya infeksi karena :
a. Mengubah lapis pertama mekanisme pertahanan tubuh seperti : batuk, bersin, gag
reflex, dann gerakan membersihkan oleh silia dan mucus
b. Menciptakan hubungan langsung ke paru-paru
Pneumonia yang disebabkan oleh Legiolla sp, Aspergillus sp., dan virus influenza sering
disebabkan oleh karena inhalasi aerosol yang terkontaminasi. Respiratory septial virus
ditularkan melalui inokulasi virus pada konjungtiva atau mukosa nasal oleh tangan
terkontaminasi. Basilus gram negative patogen dengan Staphylococcus aurens cukup tinggi
di rumah sakit, terutama di Unit Perawatan Intensif. Penularan pada pasien seringkali terjadi
melalui tangan petugas yang terkontaminasi atau mengandung koloni mikroorganisme.
Mikroorganisme penyebab infeksi pneumonia berasal dari endogen tau eksogen seperti alat
atau cairan obat terkontaminsi, kurangnya teknis aseptic, atau organism yang terbawa tangan
petugas kesehatan.
Pengelolaan pra dan pasca bedah meliputi pengobatan dan instruksi medis dan
keperawatan
Cuci tangan dilakukan setiap kali kontak dengan secret saluran nafas baik dengan atau tanpa
sarung tangan. Cuci tangan juga dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang
mendapat intubasi dan trakeostomi (kategori I)
a. Nebulasi dan humidifikasi hanya boleh menggunakan cairan streil yang diberikan
secara aseptic. Cairan tersebut tidak boleh digunakan pada alat yang terkontaminasi
(kategori I). sisa cairan dalam botol yang sudah dibuka harus dibuang dalam waktu
24 jam (kategori II)
b. Bila flakton multidose digunakan untuk terapi harus disimpan dalam lemari es atau
suhu kamar sesuai aturan pakai dan tidak melewati tanggal kadaluarsa (kategori II)
a. Penampung cairan harus diisi segera sebelum dipakai. Bila cairan hendak
ditambahkan maka sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu (kategori II)
b. Air yang telah mengembun dalam pipa harus dibuang dan tidak boleh dialirkan
balik ke dalam penampung (kategori I)
c. Alat nebulisasi dinding dan penampungannya harus diganti secara rutin setiap 24
jam dengan yang streil atau didesinfeksi (kategori I)
d. Alat nebulisasi lain dan penampungnya harus diganti dengan yang steril atau sudah
didesinfeksi setiap 24 jamm (kategori II)
e. Alat pelembap udara ruangan yang dapat menimbulkan tetesan tidak boleh
digunakan (kategori I)
f. Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang harus
dibersihkan, dicuci dan dikeringkan setiap hari (kategori II)
g. Setiap pipa dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada
setiap pasien (kategori I)
h. Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan kutub ekshalasi) harus secara rutin
diganti dengan yang steril atau sudah didesinfeksi setiap 24 jam (kategori II)
i. Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka pada setiap
pergantian pasien semua sirkuit alat bantu nafas harus diganti dengan yang steril
atau sudah didesinfeksin (kategori II)
Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang
a. Setiap peralatan yang akan disterilkan atau didesinfeksi harus dibersihkan dengan
seksama untuk menghilangkan darah, jaringan, makanan atau residu lalinnya,
peralatan harus didekontaminasi sebelum atau selama proses pembersihan, bila alat
tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari pasien dengan jenis isolasi
tertentu (kategori I)
b. Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus disterilkan sebelum
dipakai pada pasien lain. Jika hal ini tidak memungkinkan alat tersebut harus
didesinfeksi kuat (high level disinfection)(kategori I)
c. Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa & katup ekshaklasi) dan semua alat yang
berhubungan dengan terapi pernfasan harus distrerilisasi atau didesinfaksi kuat
(kategori I)
d. Ruang pendingin pada alat nebulisasi ultrasonic sulit didesinfeksi secara adekuat
karena itu harus disterilkan dengan gas (etilin oksida) atau didesinfeksi kuat paling
sedikit selama 30 menit (kategori I)
e. Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan atau
didesinfeksikan secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setelah alat tersebut
potensial terkontaminasi dengan mikroorganisme berbahaya (kategori I)
f. Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien
secara bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantu nafas,
kedua alat tersebut penghubung dan alat penghubung ini harus diganti pada setiap
pemakaian pada pasien lain. Jika tidak menggunakan penghubung dan alat
pemantau langsung berhubungan dengan alat yang terkontaminasi, maka alat
pemantau tersebut harus disterilkan atau didesinfeksi kuat sebelum dipakai pasien
lain (kategori I)
g. Kantong alat resusitasi manual harus disterilkan atau didesinfeksi kuat setiap habis
dipakai (kategori I)
Pemantauan Mikroorganisme
a. Jika tidak ada kegiatan luar biasa (KLB) atau rate endemic infeksi paru
nosokomial tidak tinggi maka proses disinfeksi alat terapi pernafasan tidak perlu
dipantau dengan biakan sampel dari alat tersebut. Dengan kata lain sampel rutin
tidak perlu dilakukan (kategori I)
b. Interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan karena itu sampel
mikrobiologik rutin alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien tidak dianjurkan
(kategori I)
a. Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkakn infeksi saluran nafas,
isolasi sesuai dengan teknik muutakkhir
b. Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan langsung
pada pasien dengan resiko tinggi (missal neonatal, bayi, pasien dengan obstruksi
paru kronis, dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun (kategori III)
c. Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua pasien dan
petugas yang memberi asuhan langsung dengan menggunakan teknis isolasi
pernafasan.
RS YASMIN BANYUWANGI