Bulyng Indo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa kekerasan tampaknya kian mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Keterbukaan informasi, memberi akses mudah bagi kita untuk menyaksikan kekerasan
sebagai bahasa yang “ringan” digunakan, baik melalui liputan media di televisi, media cetak,
maupun media online baik situs (portal) berita maupun jejaring sosial. Tawuran antar warga,
tawuran pelajar, bentrok warga dan aparat, adalah bahasa kekerasan yang mudah kita lihat.
Adakah semua tontonan kekerasan itu telah dijadikan “tuntunan” oleh siswa untuk
melakukan bullying terhadap sesama pelajar di sekolah.
Bullying adalah salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan pelajar di lingkungan sekolah,
selain tawuran antar pelajar. Perilaku agresif pelajar dalam bentuk tawuran, mendapat
perhatian yang cukup, baik dari pendidik, orang tua, pemerintah dan aparat kepoisian.
Sedangkan bullying, meskipun sebenarnya sudah lama terjadi di lingkungan pendidikan,
tampaknya tidak mendapat perhatian yang memadai.
Mungkin karena bullying dianggap sebagai hal yang tidak serius, karena “hanya” dalam
bentuk mengintimidasi temannya, memalak, mengucilkan, sehingga siswa yang menjadi
korban malas pergi ke sekolah. Pelaku bullying di sekolah ternyata bukan hanya siswa, tetapi
juga berpotensi dilakukan oleh guru. Sebagai contoh, seorang guru di Watapone Sulawesi
memukul muridnya setelah sebelumnya melempar anak didiknya dengan menggunakan
sandal[1]. Seorang guru di Situbondo Jawa Timur, menempeleng satu siswanya[2]. Di
Bengkulu, seorang guru menempeleng 30 siswanya.[3] Kasus-kasus tersebut, berujung ke
ranah hukum.
Bullying dapat terjadi pada semua tingkatan sekolah, mulai dari TK sampai dengan SMA,
bahkan sampai dengan Perguruan Tinggi. Pada tingkat SLTA bullying paling sering terjadi
yaitu dalam bentuk tawuran antar pelajar. Pada tingkat ini sering terjadi bullying, karena
dalam usia remaja (sebagai masa transisi dalam perkembangan manusia), tidak jarang muncul
adanya dorongan dalam diri remaja untuk ingin kelihatan lebih dihargai, memiliki kekuasaan
dan ingin memperlihatkan jati dirinya.
1.2. Rumusan Masalah
Pada pokoknya, makalah ini hendak menjawab masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bullying?
2. Apa saja jenis bullying?
3. Apa saja yang menjadi komponen bullying?
4. Apa faktor-faktor penyebab bullying?
5. Mengapa bullying terjadi di lingkungan sekolah?
6. Apa dampak bullying?
7. Bagaimana mengatasi bullying di sekolah dan cara mencegahnya?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini, selain untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi
Pendidikan, juga untuk lebih meningkatkan kepedulian para guru agar lebih peka terhadap
bullying di sekolah sehingga dapat mencegah dan memecahkan masalah terjadinya bullying
di sekolahnya. Kepekaan tersebut diharapkan dapat membantu secara proaktif korban
bullying, sehingga efek bullying tidak berkepanjangan. Sedangkan kepada orang tua,
diharapkan peduli terhadap persoalan bullying, sehingga bisa turut membangun komunitas
anti bullying, agar dapat mencegah anak-anak dari bullying.

1.4. Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat membuka wawasan bagaimana solusi penanganan
masalah bullying, khususnya di lembaga pendidikan (sekolah).
Penulisan ini juga berharapkan agar komponen-komponen yang terkait dengan sekolah,
khususnya para pengambil kebijakan dan guru, lebih peka terhadap tindakan bullying untuk
dapat mencegah dan mengantisipasi secepatnya, sehingga dampaknya tidak berkepanjangan.
Sebagai warning kepada orang tua akan bahaya bullying, sekaligus mendorong adanya
komunitas anti bullying agar anak-anak kita terhindar dari bullying.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Bulliying

Mengutip Widya Ayu dalam buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, bullying berasal dari
bahasa Inggris yaitu bull yang berarti banteng. Secara etimologi bullying berarti penggertak,
orang yang mengganggu yang lemah.

Dalam bahasa Indonesia, bullying disebut menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi
takut, menangis, dan sebagainya), merisak secara verbal. Sementara itu, mengutip hasil ratas
bullying Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying
juga dikenal sebagai penindasan/risak.

Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja
oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Menurut Unicef, bullying bisa diidentifikasi lewat tiga karakteristik yaitu disengaja (untuk
menyakiti), terjadi secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan. Bullying bisa terjadi
secara langsung atau online.

Bullying online atau biasa disebut cyber bullying sering terjadi melalui media sosial,
SMS/teks atau pesan instan, email, atau platform online tempat anak-anak berinteraksi.

2. Jenis Bullying
Mengutip hasil ratas bullying Kementerian PPA menyebut ada enam kategori bullying, yaitu:
1. Kontak Fisik Langsung
Bullying secara fisik paling tampak dan mudah diidentifikasi. Contoh bullying fisik yaitu
memukul, mendorong, menjambak, menendang, menampar, mengunci seseorang dalam
ruangan, mencubit, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi dan merusak serta
menghancurkan barang-barang miliki anak yang tertindas, memeras, dan lain-lain.

2. Kontak Verbal Langsung


Bullying dalam bentuk verbal biasanya menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya
serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut. Contoh
bullying verbal yaitu julukan nama, celaan, fitnah, sarkasme, merendahkan, mencela atau
mengejek.

Tindakan lain yang terkategori bullying adalah mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip,
penghinaan, pernyataan-pernyataan pelecehan seksual, teror, surat-surat mengintimidasi,
tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip, dan sebagainya.

3. Perilaku Nonverbal Langsung


Bullying jenis ini seperti tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek atau mengancam, biasanya disertai oleh
bullying fisik atau verbal.

4. Perilaku Nonverbal Tidak Langsung


Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak,
sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

5. Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi,
pencemaran nama baik lewat media sosial).

6. Pelecehan Seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
3. Komponen Bullying

Ada beberapa komponen Bullying,yakni

a. Kekuatan yang tidak seimbang (power imbalance)


Ketika ada ketidakseimbangan kekuatan, sulit bagi target untuk mempertahankan dirinya
terhadap serangan pelaku. Perbedaan kekuatan ini bisa secara fisik atau psikologis. Misalnya,
dalam kasus-kasus ketidakseimbangan fisik, pelaku bullying mungkin lebih tua, lebih besar,
atau lebih kuat. Atau, mungkin ada geng pengganggu yang menargetkan korban.
Sementara itu, ketidakseimbangan psikologis lebih sulit untuk dibedakan, tetapi contohnya
termasuk memiliki status sosial yang lebih tinggi, cerewet, atau lebih banyak pengaruh di
sekolah. Akibat dari ketidakseimbangan kekuatan membuat target intimidasi terasa lemah,
tertindas, terancam, dan rentan diserang.

b. Sesuatu yang berulang (repetitive actions)


Biasanya, bullying bukanlah tindakan kejam atau perilaku kasar. Sebaliknya, itu biasanya
berkelanjutan dan terus menerus diulang. Pengganggu sering menargetkan korban mereka
beberapa kali. 

c. Tindakan yang disengaja (intentional actions)


Aspek lain yang membedakan pelaku bullying dari perilaku jahat atau kasar lainnya adalah 
pelaku bullying bermaksud untuk melukai target. Pengganggu melecehkan orang lain dengan
sengaja. 

4. Penyebab Bullying

Menurut Ariesto (2009) yang dikutip dalam jurnal Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam
Melakukan Bullying Universitas Padjadjaran, faktor-faktor penyebab terjadinya bullying
antara lain:
1. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah orang tua yang sering
menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh stres, agresi, dan
permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik
yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya.

Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia
akan belajar bahwa mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif,
dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang. Dari sini anak
mengembangkan perilaku bullying.

2. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya anak-anak sebagai
pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan
intimidasi mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain.

Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan
negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antarsesama anggota sekolah.

3. Faktor Kelompok Sebaya


anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala
terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri
merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

4. Kondisi Lingkungan Sosial


Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying. Salah
satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan tindakan bullying adalah kemiskinan.

Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan
antarsiswanya.
5. Tayangan Televisi dan Media Cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan yang mereka
tampilkan. Survei yang dilakukan salah satu media massa, memperlihatkan bahwa 56,9%
anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya 64%
dan kata-katanya 43%.

5. Bullying di sekolah

Perlakuan bullying ini biasanya sering terjadi di lingkungan sekolah atau lingkungan remaja.
Mereka yang memiliki ego dan emosi yang masih belum stabil menjadikannya merasa berani
dan superior terhadap orang-orang yang lemah. Berikut adalah penjelasan mengapa bullying
terjadi di sekolah,

a. Salah Dalam Memilih Pergaulan

Faktor yang dapat memengaruhi terjadinya bullying pada remaja di lingkungan sekolah
adalah ketika salahnya mereka memilih teman bergaul. Ketika mereka memilih untuk
berteman dengan sekumpulan anak-anak yang memiliki masalah di lingkungan sekolahnya,
otomatis mereka akan menuruti dan mengikuti jejak pergaulan mereka.

Mereka akan kehilangan sopan santun, berani mentang guru, dan bahkan berani melakukan
hal-hal yang buruk kepada siswa-siswa lainnya sebab mereka yang tidak takut lagi akan
hukuman dari gurunya. Jelas saja, karena biasanya pelaku bullying selalu bertindak
berkelompok dibandingkan sendirian, itulah yang membuat mereka lebih berani. Lalu
kemudian pembully-an seperti itu pun pada akhirnya akan terjadi terus-menerus apabila
sekolah tidak menindak tegas perbuatan mereka.

b. Kurangnya Perhatian Sekolah Terhadap Kasus Bullying

Kadang, ada saja sekolah yang sering mengabaikan perbuatan bullying yang dilakukan oleh
siswa-siswanya. Seringnya mereka berpikir bahwa hal itu hanyalah main-main belaka yang
dikemudian hari mereka akan berbaikan dan berteman seperti biasa pula. Padahal,
kenyataannya sekali melakukan penindasan, maka seterusnya mereka akan melakukan hal itu.
Sebenarnya, ada kalanya sekolah mengetahui bahwa itu merupakan tindak perundungan.
Hanya saja sekolah tidak ingin mengusut atau membesar-besarkannya sebab takut kasus itu
akan terendus ke lingkungan luar sekolah sehingga akan merusak citra sekolah yang sudah
dibangun susah payah. Pihak sekolah lebih baik mengesampingkan tindakan bullying
daripada membuat sekolah kehilangan muridnya dikemudian hari. Maka kelalaian dan
rendahnya perhatian sekolah terhadap kasus bullying itu lah yang menjadi kekuatan terhadap
pelaku bullying untuk melancarkan aksinya.

c. Mempunyai Masalah di Keluarganya

Kebanyakan pelaku bullying biasanya memiliki masalah yang sama diantara pelaku bullying
lainnya, yaitu masalah tentang ketidakharmonisannya keluarga mereka di rumah. Hal itu bisa
dipicu karena mereka yang sering mendengar orang tuanya bertengkar, adanya kekerasan
fisik dan psikis dalam keluarga, kurangnya kasih sayang sebab orang tua yang abai karena
sibuk bekerja. Alasan itu akan menimbulkan jarak dan renggangnya komunikasi antara orang
tua dan anak.

Remaja yang notabenenya masih memiliki emosi yang belum stabil akan sangat kecewa dan
pada akhirnya melampiaskan kemarahannya pada orang lain, dan memanfaatkan orang yang
lebih lemah untuk melakukan tindakan bullying tersebut.

d. Pengaruh Media Sosial

Media sosial sangat berpengaruh terhadap adanya tindakan penindasan. Apalagi tidak ada
anak zaman sekarang yang belum mengenal media sosial. Banyak video-video atau kata-kata
yang tidak baik memenuhi ruang media sosial. Dan sebagai remaja yang masih berada pada
titik transisi dan selalu ingin mencoba banyak hal yang dilihatnya akan dapat memengaruhi
sikapnya, hal itu akan dapat memicu adanya tindak kekerasan dan penindasan, apalagi jika
orang tua abai dalam mengawasi anak ketika menggunakan media sosialnya.

e. Tidak memiliki rasa peduli atau empati

Kurangnya rasa empati terhadap sesama dapat menjadi timbulnya perlakuan bullying.


Mereka tidak peduli akan perasaan yang diterima korbannya akibat dari perbuatannya. Yang
mereka pedulikan adalah mereka merasa ada kepuasan tersendiri karena merasa kuat dan
ditakuti, juga kepuasan karena rasa sakit akibat masalah yang mereka dapat di rumah
terlampiaskan dengan melakukan kekerasan dan perundungan.
Dan rasa ketidakpedulian sekitar seperti teman-teman dan guru-guru yang tidak membela dan
peduli terhadap korban bullying juga dapat menjadi salah satu faktor pelaku bullying semakin
berani dan gencar melakukan penindasan.

f. Pola Asuh yang Salah Dan Kurangnya Pengawasan Dari Orang tua

Pola asuh yang salah dalam mendidik anak juga ikut berpengaruh terhadap perkembangan
emosi dan perilaku anak yang masih remaja. Misalnya saja ketika orang tua menerapkan pola
asuh otoriter yang selalu menekan dan menuntut anaknya untuk melakukan apa yang
diinginkan orang tua nya, juga ketika orang tua terlalu keras dalam menghukum anaknya
ketika berbuat salah. Perlakuan orang tua dalam menghukum anaknya lah masalah utama
yang membuat anak bertindak berani dalam melakukan bullying. Sebab mereka merasa
tindakannya benar seperti apa yang orang tuanya lakukan kepadanya.
Lalu, kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak juga merupakan faktor lain yang
menimbulkan anak melakukan bullying di sekolah. Orang tua yang abai dalam memerhatikan
bagaimana tingkah laku anaknya terhadap teman sebayanya dapat membuat anak merasa
bebas untuk melakukan hal apapun. Terkadang, orang tua melepaskan tanggung jawab
mereka sepenuhnya kepada guru dan staf lingkungan sekolah. Mereka merasa bahwa ketika
anaknya berada di lingkungan sekolah, maka segala perlakuan yang terjadi adalah tanggung
jawab sekolah.

g. Ingin Melakukan Balas Dendam

Anak yang pernah menjadi korban bullying pasti ada kalanya mereka merasa marah dan
dendam kepada para pelaku yang menindas mereka. Maka suatu hari, jika rasa sakit dan rasa
ingin balas dendam itu semakin besar, hal itu akan menjadikan mereka anak yang kasar dan
bertindak buruk terhadap orang lain. Bahkan, rasa dendam itu tidak hanya di tuntaskan
kepada para pelaku yang bertanggung jawab membullynya dulu, melainkan juga pada orang
lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan rasa sakit mereka.

Anak yang pernah menjadi korban bullying akan berpikir bahwa lebih baik menjadi penindas
dari pada ditindas. Rasa takut dan sakit yang diterima membuat mereka gelap mata terhadap
orang lain yang tidak bersalah.
Maka dengan kejadian tersebut, akan lebih baik jika anak yang pernah menjadi korban
bullying mendapatkan konseling psikologi agar bisa menghilangkan trauma, ketakutan, dan
rasa ingin balas dendam yang mereka rasa

6. Dampak Bullying

Menurut Suyatno (2003) yang dikutip dalam buku Model Intervensi Psikologi Islam
Konseling Kelompol Tazkiyatun Nafsi: Salah Satu Bentuk Upaya dalam Menangani Siswa
Korban Bullying, menyebutkan beberapa dampak negatif yang dialami anak-anak korban
bullying yaitu:

1. Dampak bullying terhadap kehidupan individu


a. Kurangnya motivasi atau harga diri,
b. Problem kesehatan mental, misalnya kecemasan berlebihan, problem dalam hal makan,
susah tidur.
c. Sakit yang serius dan luka parah sampai cacat permanen: patah tulang, radang karena
infeksi, dan mata lebam, termasuk juga sakit kepala, perut, otot, dan lain-lain yang bertahun-
tahun meski bila ia tak lagi dianiaya.
d. Problem-problem kesehatan seksual, misalnya: mengalami kerusakan organ reproduksinya,
kehamilan yang tak diinginkan, ketularan penyakit menular seksual.
e. Mengembangkan perilaku agresif (suka menyerang) atau jadi pemarah atau bahkan
sebaliknya menjadi pendiam dan suka menarik diri dari pergaulan.
f. Mimpi buruk dan serba ketakutan, selain itu kehilangan nafsu makan, tumbuh, dan belajar
lebih lamban, sakit perut, asma, dan sakit kepala.
g. Kematian.

2. Dampak bullying terhadap kehidupan sosial


a. Pewarisan lingkaran kekerasan secara turun-temurun atau dari generasi ke generasi.
b. Tetap bertahan kepercayaan yang keliru bahwa orang tua mempunyai hak untuk
melakukan apa saja terhadap anaknya, termasuk hak melakukan kekerasan.
c. Kualitas hidup semua anggota masyarakat merosot, sebab anak yang dianiaya tak
mengambil peran yang selayaknya dalam kehidupan kemasyarakatan.
3. Dampak bullying terhadap kehidupan akademik
Bullying berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai
akademik, dan tindakan bunuh diri. Bullying juga menurunkan skor tes kecerdasan dan
kemampuan analisis siswa.

5. Cara Mengatasi Bullying di sekolah

Menurut Maryam B Gainau dalam buku Perkembangan Remaja dan Problematikanya,


berikut cara mengatasi bullying bagi remaja antara lain sebagai berikut:

1. Sekolah perlu menciptakan kultur sekolah yang aman, nyaman, dan sehat sehingga anak
dapat berinteraksi dengan teman-teman dengan baik. Sekolah juga perlu memberikan sanksi
tegas kepada anak yang melakukan bullying sehingga remaja merasa jera dan tidak
melakukan bullying lagi kepada temannya.

2. Guru dan orang tua perlu mengajarkan kepada anak/remaja untuk menyelesaikan masalah
bukan dengan cara kekerasan dan main hakim sendiri melainkan dengan pendekatan
musyawarah bersama untuk mencari solusi yang terbaik.

3. Guru perlu menanamkan nilai-nilai agama dan moral yang baik sehingga anak bisa saling
menghargai dan menghormati.

4. Guru perlu melakukan pendekatan konseling kepada anak yang mengalami bullying
sehingga anak remaja tidak memiliki trauma berkepanjangan, minder, dan takut untuk
bersosialisasi dengan orang lain.

5. Guru dan orang tua perlu bekerja sama untuk menangani bullying dengan musyawarah
yang baik sehingga dapat mencari solusi yang terbaik.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana
tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang
merasa tidak nyaman. Diperlukan pemahaman moral individu, yang menekankan pada alasan
mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan
bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Dengan adanya pemahaman moral yang tinggi, siswa akan memikirkan dahulu perbuatan
yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying
kepada temannya.

3.2. Saran
Memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa dampak bullying sangat
berpengaruh terhadap kepribadian dan mental anak, seperti anak menjadi penakut, hilang rasa
percaya diri, menjadi tertekan, malas pergi ke sekolah, hilang konsentrasi sehingga prestasi
menurun. Apabila melihat kondisi siswa seperti itu, fungsi dari pendidikan untuk menyiapkan
generasi muda bertanggungjawab terhadap tugasnya di masa mendatang, seolah sulit
diwujudkan.

Oleh karena itu, untuk membangkitkan semangat siswa dari perasaan yang menakutkan dan
tampil percaya diri, perlu direvitalisasi fungsi dan peran bimbingan dan konseling beserta
guru. Guru hendaknya dapat menainkan peran dan fungsinya dalam bimbingan dan
penyuluhan.
Pada prinsipnya, tujuan layanan bimbingan di sekolah dasar adalah untuk membantu siswa
agar dapat memenuhi tugas–tugas perkembangan yang meliputi aspek-aspek pribadi,
pendidikan dan karir sesuai tuntutan lingkungan.
Dalam rangka menanggulangi bullying di sekolah, perlu ada upaya-upaya bimbingan
konseling yang terintegrasi. Pelaksanaan pemberian bimbingan konseling kepada siswa
sebagai pelaku dan penderita bullying. Guru-guru dan staf sekolah, juga bisa memberikan
konseling kelompok atau konseling indivudual. Bimbingan kelompok diberikan kepada
semua individu (siswa), sebagai upaya tidak langsung dalam mengubah sikap dan perilaku
siswa melalui penyajian nformasi yang teliti, atau menekankan dorongan untuk berfungsinya
kemampuan- kemampuan kognitif. Selain itu bisa menggunakan media elektronik seperti
pemutaran film tentang proses tejadinya bullying dan dampak terhadap kehidupan seseorang
penderita bullying.

DAFTAR PUSTAKA

Widya Ayu buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini

Ariesto (2009) jurnal Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying
Universitas Padjadjaran,

Suyatno (2003) buku Model Intervensi Psikologi Islam Konseling Kelompol Tazkiyatun
Nafsi

Maryam B Gainau buku Perkembangan Remaja dan Problematikanya

https://dosenpsikologi.com/penyebab-terjadinya-bullying-di-sekolah

https://www.indopositive.org/2020/04/perundungan-bullying-pengertian.html

Anda mungkin juga menyukai