Membaca Sastra
Membaca Sastra
Membaca Sastra
Sub materi ini akan diawali dengan pandangan Montaigne: “Orang buta
huruf tidak mengetahui abjad, orang terpelajar tidak mengetahui pengertian”.
Pernyataan ini menekankan pentingnya pemahaman dalam membaca melalui
proses berpikir. Antara membaca dan berpikir tidak dapat dipisahkan, karena
berpikir akan mampu mendorong manusia pada kemajuan peradaban. Banyak
bacaan yang dapat dipelajari, misalnya: kejadian-kejadian, atau pengalaman-
pengalaman yang dituangkan pengarang melalui karya prosa, drama, maupun
puisi.
Setiap karya sastra yang benar-benar dibaca akan membekas di dalam diri
pembaca, sehingga pembaca terpengaruh dengan apa yang telah dibacanya.
Agustian (2001:186) mengemukakan bahwa “Begitu banyak paham, teori dan
paradigma yang ditawarkan oleh orang-orang pintar lewat buku-buku yang ada
di pasaran. Kadang ucapan ataupun pemikiran tersebut begitu mempengaruhi
alam bawah sadar kita”. Pandangan ini mengharuskan kita untuk memahami
dengan baik apa yang dibaca, sehingga pengaruh yang dihasilkan merupakan
pengaruh positif, bukan pengaruh negatif. Lagi-lagi pemahaman merupakan
kunci yang harus diutamakan ketika kita membaca. Jika tidak, maka kita akan
termasuk pada golongan “orang terpelajar tidak mengetahui pengertian”.
Memahami setiap karya sastra diperlukan teknik yang tepat agar pesan
atau makna yang ada dapat diperoleh. Untuk itu, di bawah ini dipaparkan
beberapa teknik membaca yang diharapkan dapat membantu pembaca
memahami beberapa bentuk karya sastra, yaitu puisi, cerita pendek, novel, dan
drama.
Membaca novel atau cerpen memerlukan teknik yang tepat agar pembaca
dapat memahami isinya. Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda ketika
melakukan aktivitas membaca terhadap novel atau cerpen. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk membaca cerpen dan atau novel dikemukakan oleh Adler
dan Charles (2012: 244-246) yakni: 1) sebuah cerita harus dibaca satu waktu; 2)
bacalah secara cepat dan dengan keterlibatan penuh; 3) menengok kembali
cerita itu setelah ia merampungkan kegiatan membacanya; dan 4) memahami
hubungan peristiwa dan urut-urutannya dalam cerita tersebut.
Membaca cerita dan novel bisa dengan penerapan beberapa model yang
berikut ini:
1.Model Induktif
Model Induktif diciptakan oleh Hilda Taba. Model Taba sangat dekat gaya
penalaran induktif. Di samping itu, model ini juga merupakan pengejawantahan
dari teori belajar konstruktif dan inkuiri. Model ini diorientasikan kepada
pembelajaran berorientasi pemrosesan informasi. Langkah-langkahnya adalah:
Berikut ini contoh tugas membaca cerita pendek dengan model Induktif -
novel karya Mochtar Lubis yang berjudul “Jalan Tak ada Ujung”.
4.Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau tidak, guru meminta
siswa untuk membaca beberapa bab novel itu yang ditentukan oleh guru sendiri.
Bab-bab itu harus berisi poin penting yang dapat menjawab secara menyeluruh
tentang isi novel itu. Selanjutnya siswa membandingkan jawabannya dengan
apa yang mereka baca dan menarik kesimpulan.
2. Model Analisis
Pencipta model analisis adalah S.H. Burton. Model ini menekankan pada
proses analisis terhadap sesuatu, dan kemudian menentukan unsur-unsur yang
dianalisisnya. Model tersebut dapat diterapkan di bentuk karya sastra mana pun.
Strategi yang digunakan di kelas melalui model ini ditempuh melalui tiga
tahapan, yakni:
a) membaca untuk mendapatkan kesan pertama. Kesan ini akan berbeda
antarindividu. Penyebabnya, pengalaman awal individu pun berbeda-
beda;
b) menganalisis untuk mendapatkan kesan objektif. Kesan beragam yang
pertama muncul dapat diarahkan kepada kesan objektif setelah secara
menyeluruh dilakukan analisis; serta
c) menanggapi untuk mendapatkan sintesis atas kedua kesan di awal. Kesan-
kesan tersebut memiliki nilai yang amat tinggi. Perpaduan antara dua
kesan itulah yang akan melahirkan pengalaman baru bagi siswa.
3.Model Sinektik
Pencipta model Sinektik adalah William J. Gordon. Orientasi utama dari model
ini adalah pembentukan kreativitas pada siswa. Gordon menggunakan tiga jenis
proses kreatif, yakni:
Misalnya, guru dapat memberikan satu bab dari novel “Harimau! Harimau!”
karya Mochtar Lubis, yaitu adegan ketika tokoh Pak Haji menceritakan tentang
kejahatan-kejahatan yang dia lakukan sebelum istrinya meninggal dunia.
4.Model Simulasi
Latihan membaca naskah drama meliputi dua langkah pokok, yaitu: (1)
latihan dasar, meliputi: kelenturan tubuh, pernafasan, kelenturan vokal,
pembentukan warna suara, ekspresi, konsentrasi, dan pengembangan imajinasi;
(2) latihan membaca naskah, meliputi: penghayatan naskah, dan mengubah
dialog menjadi gerak.
Pencipta model bermain peran adalah Torrance. Model ini amat mirip
dengan pementasan drama sederhana. Namun, peran di dalam bermain peran
diambil dari kehidupan nyata, bukan kehidupan imajinasi. Langkah-langkah
penerapannya di dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) memotivasi kelompok
b) pemilihan pemain
c) penyiapan pengamat
d) penyiapan tahap dan peran
e) pemeranan
f) diskusi dan evaluasi (tahap I)
g) pemeranan ulang
h) diskusi dan evaluasi (tahap II)
i) pembagian pengalaman dan generalisasi.
Kegiatan paling awal dalam membaca puisi adalah memilih puisi yang
akan dibacakan. Puisi yang akan dibacakan seharusnya mengandung nilai-nilai
kesastraan yang tinggi, dengan ciri-ciri: mengandung totalitas sajak, memiliki
kejelasan dan kekuatan ide, pokok persoalan, dan tema, serta penyair memiliki
kekhasan dalam hal ekspresi penyampaian.
6. Model Stratta
Model ini diciptakan oleh Leslie Stratta. Terdapat tiga tahapan di dalam
pembelajaran bersastra dengan model Stratta, yakni:
- setelah dibaca contoh puisi yang diberikan, guru dapat meminta siswa
mengidentifikasi peristiwa yang pernah diindranya (dilihat, didengar, dirasakan,
dicium, diraba), catatan pribadinya, atau cerita yang pernah dibacanya;
Sebagai contoh dapat digunakan puisi “Pahlawan Tak Dikenal” karya dari
penyair angkatan tahun 1950-an Toto Sudarto Bachtiar.
Pahlawan Tak Dikenal
Tomkins, G.E. 2010. Literacy for the 21st Century, A Balanced Approach.
Boston: Allyn Bacon.