Evidence Based Practice Second
Evidence Based Practice Second
Evidence Based Practice Second
Dosen Pembimbing :
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang diampu oleh Bapak Muhamad Sahli, S.KM., M.Kes.
di Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah Wonosobo.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Muhamad Sahli, S.KM.,
M.Kes. selaku pengampu mata kuliah ini, dengan bimbingan beliau kami dapat menyusun
makalah ini dengan semaksimal mungkin. Tugas makalah yang diberikan ini semoga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terkait materi “Evidence Based Praktik (EBN) –
Nursing Pada masalah Muskuloskeletal”.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian, kami sampaikan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb
(Punyusun)
BAB 1
PENDAHULUAN
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang
diterima (Syaifuddin, 2014). Persepsi juga melibatkan kognitif dan emosional terhadap
interpretasi objek yang diterima organ sensori (indra). sensori (indra). Adanya gangguan
gangguan persepsi mengindikasikan persepsi mengindikasikan adanya gangguan proses
sensori pada organ sensori, yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, perabaan,
penciuman, penciuman, dan pengecapan. pengecapan. Untuk itu, perlu adanya pengkajian
pengkajian sistem sensori untuk mengukur derajat gangguan sistem sensori tersebut..
Adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang evidence
based nursing practice terutama pada masalah system persepsi sensori
B. Tujuan EBN
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dasar system persepsi
sensori dan diperolehnya gambaran perawat tentang Evidence Based Nursing Practice
(EBNP) terutama pada masalah system persepsi sensori.
C. Manfaat EBN
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana cara mengambil
keputusan yang tepat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien
dengan penerapan EBN, terutama pada masalah system persepsi sensori.
2. Bagi pembaca
Memberikan wawasan tentang penerapan EBNpada masalah system sensori, serta
sebagai bahan refrensi dalam pemenuhan tugas-tugas yang terkait dengan system
persepsi sensori.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem sensori berarti yang berhubungan dengan panca indra. System ini membahas
tentang organ akhir yang khusus menerima berbagai jenis rangsangan tertentu.
Rangsangan tersebut dihantarkan oleh saraf sensoris dari berbagai organ indra menuju
otak untuk ditafsirkan. Reseptor sensori merupakan sel yang dapat menerima informasi
kondisi dalam dan luar tubuh untuk dapat direspon oleh saraf pusat. Impuls listrik yang
dihantarkan oleh saraf akan diterjemahkan menjadi sensasi yang nantinya akan diolah
menjadi persepsi di saraf pusat. System persepsi sensori manusa terdiri dari organ mata,
telinga, hidung, lidah, dan kulit (syaifuddin, 2014)
Menurut Heharia et al, 2011, Indra pendengarn merupakan salah satu alat panca
indra untuk mendengar. Anatomi telinga terdiri dari bagian luar, bagian tengan, dan
bagian dalam
Hidung adalah organ penting pada wajah yang berguna untuk mengidentifikasi
seseorang dan estetika wajah karena merupakan hal pertama yang terlihat oleh mata.
Hidung memiliki peran penting sebagai organ pernapasan dan penghidung. Hidung
bagian luar tersusun atas dasar, puncak hidung, collumela. Sedangkan hidung lainnya
tersusun atas ala nasi, alar sulcus, dan nostril. Semuanya disusun oleh tulang,
kartilago, otot, dan subcutaneous fat (AlJulaih & Lasrado, 2019).
Lidah terdiri dari dua kelompok yaitu otot intrinsik melakukan gerakan halus
dan otot ekstrinsik yang melaksanakan gerak kasar pada waktu mengunyah dan
menelan. Lidah terletak pada dasar mulut, ujung,serta tepi lidah bersentuhan
dengan gigi, dan terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir yang
dapat digerakan ke segala arah. Lidah terbagi menjadi:
b. Fisiologi lidah
Seluruh rasa dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah, rasa yang dapat
dirasakan indera pengecap yaitu manis, asin, asam, dan pahit yang dikenal dengan
istilah sensasi rasa primer. Selain itu ada rasa kelima yan telah teridentifikasi
yakni umami yang dominan ditemukan pada L-glutamat. Lima rasa yang dapat
dikecap lidah yaitu:
1) Rasa manis
Hamper semua zat yang dapat menyebabkan rasa manis merupakan kimia
organic seperti gula, glikol, alcohol, keton, aida, ester, asam amino, asma
sulfonate dan asam halogen. Sedangkan zat anorganik yang dapat
menimbulkan rasa manis adalah timah hitam dan berilium. Daerah sensitivitas
rasa manis terdapat pada apex lingual
2) Rasa asam
Rasa asam disebabkan oleh golongan asam. Makin asam suatu makanan maka
sensasi rasa asamnya semakin kuat. Daeras sensitivitas rasa asam terdapat
pada sepanjang tepi lateral lidah bagian posterior
3) Rasa asin
Rasa asin ditimbulkan oleh garam terionisasi terutama konsentrasi ion sodium
antara satu garam dan garam lainnya memiliki kualitas rasa asin yang sedikit
berbeda dikarenakan beberapa jenis garam mengeluarkan asin lain disamping
rasa asin. Daeras sensitivitas rasa asin terdapat pada sepanjang tepi lateral
lidah bagian anterior
4) Rasa pahit
Zat zat yang memberikan rasa pahit semata-mata hamper semua merupakan
zat organic. Daerah sensitivitas rasa pahit terdapat pada dorsum lidah bagian
posterior
5) Rasa umami
Rasa umami mempunyai ciri khas yang jelas berbeda dari keempat rasa lain,
termasuk sincrgisme peningkat rasa antara dua senyawa umami yaitu L-
glutamat dan 5’- ribomulceotides. Umami adalah rasa yang dominan
ditemukan dalam ekstrak daging dan keju (Guyton dan Hall, 2014).
5. Anatomi dan Fisiologi Sistem peraba (kulit)
a. Anatomi kulit
Kulit adalah ‘selimut’ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar.
Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi, dengan berat 10 kg jika
dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak (Tranggono, 2007). Kulit terbagi atas
dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar dan
Dermis (korium, kutis, kulit jangat). Sedangkan subkutis atau jaringan lemak
terletak dibawah dermis.
b. Fisiologi kulit
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga
melakukan respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak
menyerap oksigen yang diambil dari aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang
diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula dengan
karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran darah dibandingkan
dengan yang diembuskan langsung ke udara (Tranggono, 2007).
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang
dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari kebutuhan
oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan
kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit yang penting. Pengambilan oksigen
dari udara oleh kulit sangat berguna bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit.
Penyerapan oksigen ini penting, namun pengeluaran atau pembuangan
karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya, karena jika CO2 menumpuk di
dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel kulit.
Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit
tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam kulit, seperti temperatur
udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke
kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam proses
metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain
1. Definisi
Menurut Ah. Yusuf, Ryski & Hanik (2015.120) Halusinasi merupakan gangguan
persepsi sensori berasal dari obyek tanpa adanya stimulus dari luar, gangguan
persepsi sensori ini mencangkup seluruh pancaindra.Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana pasien merasakan perubahan persepsi sensori, serta
sensasi–sensasi palsuakan dirasakan klien berupa suara, penglihatan, pengecapan,
penciuman atau perabaan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak nyata.
Jenis halusinasi yang sering terjadi seperti halusinasi penglihatan dan halusinasi
pendengaran.
Pasien halusinasi akan merasakan adanya ransangan yang sebenarnya tidak nyata.
Perilaku yang terlihat pada pasien yang mengalami halusinasi pendengaran yaitu
pasien seperti mendengar suara padahal sebenarnya suara tersebut tidak ada.
Sedangkan pada pasien yang mengalami halusinasi penglihatan mengatakan seperti
melihat bayangan seseorang atau sesuatu yang menyeramkan yang sebenarnya tidak
ada. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan seperti mencium bau-bauan
tertentu padahal orang lain tidak mencium bau serupa. Sedangkan pada klien yang
mengalami halusinasi pengecapan, pasien mengatakan seperti makan atau minum
sesuatu yang tidak enak atau menjijikkan. Pada pasien yang mengalami halusinasi
perabaan mengatakan merasa seperti ada binatang atau sesuatu yang merayap
permukaan kulit atau ditubuhnya.
2. Jenis-jenis halusinasi
Jenis halusinasi yang sering terjadi seperti halusinasi penglihatan dan halusinasi
pendengaran. Halusinasi pendengaran ditandai dengan tidak adanya rangsangan dari
luar, walaupun efek yang timbul dari sesuatu yang tidak nyata halusinasi
sesungguhnya adalah bagian dari kehidupan mental penderita halusinasi yang
teresepsi (Yosep, 2016)
Tanda dan gejala pasien dengan gangguan persepsi sensori menurut SDKI (2017) :
a. Faktor Biologis
Adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, serta riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
b. aktor Psikologis
Memiliki pengalaman masalalu yaitu kegagalan yang berulang. Menjadi korban,
pelaku ataupun saksi dari tindakan kekerasan serta kasih sayang yang kurang dari
orang-orang disekitar sehingga menimbulkan perilaku overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan kondisi sosial
ekonomi rendah, pasien juga memiliki riwayat penolakan dari lingkungan sekitar
pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pasen
halusinasi cenderung rendah serta memiliki riwayat kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta pengangguran atau tidak bekerja.
c. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau 16 kelainan struktur otak, adanya
riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.