Teori Lokasi Perdagangan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Teori Lokasi dan Teori Ekonomi Modern

Written By Tasrif Landoala on Senin, 08 Juli 2013 | 10.13

A. Teori Lokasi
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi
kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang
konsisten dan logis. Lokasi dalam ruang dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Lokasi absolut.
Lokasi absolut adalah lokasi yang berkenaan dengan posisi menurut koordinat garis
lintang dan garis bujur (letak astronomis). Lokasi absolut suatu tempat dapat diamati pada
peta.

2. Lokasi relatif.
Lokasi relatif adalah lokasi suatu tempat yang bersangkutan terhadap kondisi wilayah-
wiayah lain yang ada di sekitarnya. Ada beberapa teori lokasi antara lain :
a. Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) dari Walter Christaller.
b. Teori Lokasi Industri (Theory of Industrial Location) dari Alfred Weber.
c. Teori Susut dan Ongkos Transpor (Theory of Weight Loss and Transport Cost).
d. Model Gravitasi dan Teori Interaksi (the Interaction Theory) dari Issac Newton.

Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang
langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain
(activity). Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti:
bahan baku lokal (local input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan
(transferred input); dan permintaan luar (outside demand). (Hoover dan Giarratani, 2007).

Teori Klasik
Menurut Reksohadiprojo-Karseno (1985) Teori sewa dan lokasi tanah, pada dasarnya merupakan bagian
dari teori mikro tentang alokasi dan penentuan harga-harga faktor produksi. Seperti halnya upah yang
merupakan “harga” bagi jasa tenaga kerja, maka sewa tanah adalah harga atas jasa sewa tanah.
David Ricardo, berpendapat bahwa penduduk akan tumbuh sedemikian rupa sehingga
tanah-tanah yang tidak subur akan digunakan dalam proses produksi, dimana sudah tidak
bermanfaat lagi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang berada pada batas minimum
kehidupan. Sehingga, sewa tanah akan sama dengan penerimaan dikurangi harga faktor
produksi bukan tanah di dalam persaingan sempurna dan akan proporsional dengan selisih
kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya.
Berkenaan dengan kota, biasanya tingginya nilai tanah bukanlah tingkat kesuburan tanah
tersebut, tetapi lebih sering dikaitkan dengan jarak atau letak tanah (Reksohadiprojo-Karseno,
1985:25).
VonThunen, tanah yang letaknya paling jauh dari kota memiliki sewa sebesar 0 dan sewa
tanah itu meningkat secara linear kearah pusat kota, dimana proporsional dengan biaya
angkutan per ton/km. Semua tanah yang memiliki jarak yang sama terhadap kota memiliki
harga sewa yang sama (Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).

Teori Neo Klasik


Menyebutkan bahwa suatu barang produksi dengan menggunakan beberapa macam
faktor produksi, misalnya tanah, tenaga kerja dan modal. Baik input maupun hasil dianggap
variabel. Substitusi diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan. Agar
dicapai keuntungan maksimum, maka seorang produsen akan menggunakan faktor produksi
sedemikian rupa sehingga diperoleh keuntungan maksimum.

Beberapa pendapat para ahli mengenai Teori Lokasi :


1. Teori Lokasi Von Thunen (1826)
Von Thunen mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar
perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling
mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan
sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan
(selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang
berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin
besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan
lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat
kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.

2. Teoro Lokasi Alfred Weber (1909)


Alfred Weber menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi
industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung
pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di
mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan
yang maksimum.
Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari tulisannya yang berjudul
“Uber den Standort der Industrien” pada tahun 1909. Prinsip teori Weber adalah: “bahwa
penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau ongkosnya
paling murah atau minimal (least cost location)”. Asumsi Weber yang bersifat prakondisi
antara lain :
a. Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. Keadaan penduduk
yang dimaksud adalah menyangkut jumlah dan kualitasnya.
b. Ketersediaan sunberdaya bahan mentah. Invetarisasi sumberdaya bahan mentah sangat
diperlukan dalam industri.
c. Upah tenaga kerja. Upah atau gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni untuk
membayar para tenaga kerja.
d. Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik sangat ditentukan oleh bobot bahan
mentah dan lokasi bahan mentah.
e. Persaingan antar kegiatan industri.
f. Manusia itu berpikir rasional.

Weber menyusun model yang dikenal dengan sebutan segitiga lokasional


(locational triangle). Menurut Weber, untuk menentukan lokasi industri ada tiga faktor
penentu yaitu:
a. Material.
b. Konsumsi.
c. Tenaga Kerja.

Ketiga faktor di atas oleh Weber diukur dengan ekuivalensi ongkos transport. Weber
juga masih mengajukan beberapa asumsi lagi yaitu :
a. Hanya tersedia satu jenis alat transportasi.
b. Lokasi pabrik hanya ada di satu tempat.
c. Jika ada beberapa macam bahan mentah maka sumbernya juga berasal dari beberapa tempat.

Biaya transportasi menurut Weber tergantung dari dua hal pokok yaitu bobot barang dan
jarak yang harus ditempuh untuk mengangkutnya.

3. Teori Lokasi Walter Christaller (1933)


Christaller pertama kali mempublikasikan studinya yang berkaitan dengan masalah
tentang bagaimana menentukan jumlah, ukuran dan pola penyebaran kota-kota. Asumsi-
asumsi yang dikemukakan antara lain:Suatu lokasi yang memiliki permukaan datar yang
seragam.
a. Lokasi tersebut memiliki jumlah penduduk yang merata.
b. Lokasi tersebut mempunyai kesempatan transpor dan komunikasi yang merata.
c. Jumlah penduduk yang ada membutuhkan barang dan jasa.

Prinsip yang dikemukakan oleh Christaller adalah:


a. Range
Adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu aktivitas pasar yang menjual
kebutuhan komoditi atau barang. Misalnya seseorang membeli baju di lokasi pasar
tertentu, range adalah jarak antara tempat tinggal orang tersebut dengan pasar lokasi tempat
dia membeli baju. Apabila jarak ke pasar lebih jauh dari kemampuan jangkauan penduduk
yang bersangkutan, maka penduduk cenderung akan mencari barang dan jasa ke pasar lain
yang lebih dekat.

b. Threshold
Adalah jumlah minimum penduduk atau konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang
kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam
penyebaran penduduk atau konsumen dalam ruang (spatial population distribution).

Dari komponen range dan threshold maka lahir prinsip optimalisasi pasar
(market optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi
asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat (central place).
Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barng dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila
sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk lingkaran, bertemu dengan pusat
yang lain yang juga memiliki range dan threshold tertentu, maka akan terjadi daerah yang
bertampalan. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki
kesempatan yang relatif sama untuk pergi kedua pusat pasar itu. Keterbatasan sistem tempat
pusat dari Christaller ini meliputi beberapa kendala, antara lain:
a. Jumlah penduduk.
b. Pola aksesibilitas.
c. Distribusi.

Perubahan penduduk yang besar akan menjadikan pola tidak menentu terhadap pola segi
enam yang seyogyanya terjadi. Keterbatasan aksesibilitas transportasi ke suatu wilayah akan
menjadi kebiasan pola segi enam, terutama bila terdapat keterbatasan fisik wilayah. Dalam
kenyataannya, konsumen atau masyarakat tidak selalu rasional dalam memilih barang atau
komoditi yang diinginkan. Berikut di bawah ini gambar sistem segi enam Christaller.

4. Teori Lokasi D.M. Smith


D.M. Smith memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan
konsep average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait
dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka dapat dibuat kurva biaya
rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan lokasi. Selisih antara average revenue
dikurangi average cost adalah tertinggi maka itulah lokasi yang memberikan keuntungan
maksimal.
5. Teori Lokasi Isard (1956)
Menurut Isard masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang
dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Isard (1956) menekankan pada faktor-
faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan
keputusan lokasi. Richardson (1969) mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung
untuk berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang
diambil guna meminimumkan risiko. Dalam hal ini, baik kenyamanan (amenity) maupun keuntungan
aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi yang penting, yang menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi
bagaimanapun juga menghasilkan konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.

Teori Ekonomi Modern

Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu yang harus
dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era
sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan
membedakan diantaranya antara yang bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural
terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya
oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan
kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan un-natural tak
berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir
yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah
perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral.
Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.
Pemikiran dari para ahli filsafat telah mempengaruhi pemikiran para ekonom
sesudahnya. Teori ekonomi telah dibangun selama berabad-abad dan terus disempurnakan
hingga saat ini. Para ahli filsafat telah mengupas dasar-dasar pemikiran ekonomi yang kelak
akan dianut, diuji dan diperbaharui oleh para ilmuwan di masa selanjutnya. Ilmu ekonomi
sendiri bukan dimulai oleh Adam Smith (1723-1790) yang dikenal sebagai bapak ilmu
ekonomi, akan tetapi ilmu ekonomi telah dirintis jauh sebelumnya.
Pemikiran teori ilmu ekonomi telah dirintis oleh para ahli filsafat, dimulai dari ahli
filsafat Yunani. Adam Smith (1723-1790) sendiri sebenarnya adalah seorang ilmuwan di
bidang filsafat. Sebenarnya ilmu ekonomi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ilmu
filsafat. Jadi ilmu ekonomi merupakan perkembangan dari ilmu filsafat. Oleh karenanya
sangat perlu mempelajari pemikiran dari para ahli filsafat untuk menambah khazanah
pengetahuan.
Xenophon (440-355 B.C.) dan Plato (427-347 B.C) berkontribusi pada awal pemikiran
teori ekonomi mengenai untung ruginya pembagian pekerjaan. Dalam karya Plato (427-347
B.C) berjudul Republic mendukung negara-kota ideal yang dikuasai oleh kumpulan raja yang
bijaksana. Pemikiran dari para ahli filsafat inilah yang memulai pemikiran awal mengenai
ekonomi, di dalam uraian Plato (427-347 B.C) dikemukakan bahwa dengan adanya
pembagian kerja maka dapat memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih
pekerjaan yang sesuai dengan pembawaanya.
Seperti disiplin ilmu lainnya, ekonomi tidak berkembang dalam ruang hampa. Gagasan
ilmu ekonomi dikembangkan oleh mereka yang menanggapi masalah dan isu-isu penting
pada masanya. Pemahaman terhadap sejarah sangat diperlukan untuk memahami fungsi ilmu
ekonomi dan bagaimana para ahli ekonomi di masa lampau merespons isu-isu pada
zamannya.
Pemikiran dari para ahli filsafat inilah yang memulai pemikiran awal mengenai ekonomi,
di dalam uraian Plato (427-347 B.C) dikemukakan bahwa dengan adanya pembagian kerja
maka dapat memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih pekerjaan yang sesuai
dengan pembawaanya.
EKONOMI REGIONAL : 2. TEORI LOKASI DAN
ANALISIS SPASIAL
1. Faktor Penentu Pemilihan Lokasi Kegiatan Ekonomi
Formulasi teori lokasi dan analisa spasial dilakukan dengan memeperhatikan faktor-
faktor utama yang menentukan pemilihan lokasi kegiatan ekonomi, baik pertanian,
industri dan jasa. Disamping itu, pada umumnya faktor yang dijadikan dasar
perumusan teori adalah yang dapat diukur agar menjadi lebih kongkrit dan
operasional. Secara garis besar terdapat 6 faktor utama yang mempengaruhi
pemilihan lokasi kegiatan ekonomi yang masing-masing diuraikan berikut ini.

1. Ongkos Angkut
Ongkos angkut merupakan faktor atau variabel utama yang sangat penting dalam
pemilihan lokasi dari suatu kegiatan ekonomi. Alasannya adalah karena ongkos
angkut tersebut merupakan bagian yang cukup penting dalam kalkulasi biaya
produksi. Hal ini terutama sangat dirasakan pada kegiatan industri pertanian
maupun pertambangan yang umumnya, baik bahan baku dan hasil produksinya
kebanyakan merupakan barang yang cukup berat sehingga pengangkutannya
memerlukan biaya yang cukup besar.

Untuk kemudahan perumusan Teori Lokasi, kebanyakan ongkos angkut ini


diasumsikan konstan untuk setiap kilometernya. Namun demikian, dalam realitanya
hla ini tidak selalu benar karena seringkali dalam angkutan dengan jarak lebih jauh
akan mengahsilkan ongkos angkut untuk setiap ton kilometernya yang lebih rendah.
Dengan kata lain, dalam kenyataanya sering terdapat penghematan angkut rata bila
jarak yang ditempuh lebih jauh.

2. Perbedaan Upah Antar Wilayah


Sudah menjadi kenyataan umum bahwa upah buruh antar wilayah tidak sama.
Perbedaan ini dapat terjadi karena variasi dalam biaya hidup, tingkat inflasi daerah
dan komposisi kegiatan ekonomi wilayah. Bagi negara sedang berkembang, diamana
fasilitas angkuttasi msih belum tersedia keseluruh pelosok daerah dan mobilitas
barang dan faktor produksi antar wilayah belum begitu lancar, maka perbedaan
upah antar wilayah akan menjadi lebih besar. Upah yang dimaksudkan dalam hal ini
bukanlah upah nominal, tetapi upah riil setelah diperhitungkan produktivitas tenaga
kerja.

Perubahan upah ini mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan ekonomi karena


tujuan utama investor dan pengusaha adalah untuk mencari keuntungan secara
maksimal. Bila upah di satu wilayah lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain,
maka pengusaha kan cenderung memilih lokasi diwilayah tersebut karena akan
dapat menekan biaya produksi sehingga keuntungan menjadi lebih besar. Sebalinya,
pengusaha akan cemderung tidak memilih lokasi pada suatu wilayah bila upah
buruhnya relatif lebih tinggi.

3. Keuntungan Aglomerasi
Faktor ketiga yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiattan ekonomi adalah besar
kecilnya keuntungan aglomerasi yang dapat diperoleh pada lokasi tertentu.
Keuntungan aglomerasi muncul bila kegiatan ekonomi yang saling terkait satu sama
lainnya terkonsentrasi pada suatu tempat tertentu. Keterkaitan ini dapat berbentuk
kaitan dengan bahan baku dan kaitan dengan pasar (Forward Linckages). Bila
keuntungan tersebut cukup besar, maka pengusaha akan cenderung memilih lokasi
kegiatan ekonomi terkonsentrasi dengan kegiatan lainnya yang saling terkait.
Pemilihan lokasi akan cenderung tersebar bila keuntungan aglomerasi tersebut
nilainya relatif kecil.

Keuntungan aglomerasi tersebut dapat muncul dalam 3 bentuk. Pertama, adalah


keuntungan skala besar yang terjadi karena baik bahan baku maupun pasar sebagian
telah tersedia pada perusahaan yang terkait yang ada pada lokasi tersebut. Kedua,
adalah keuntungan lokalisasi (Localisation Economies) yang diperoleh dalam bentuk
penurunan (penghematan) ongkos angkut baik untuk bahan baku maupun hasil
produksi bila memilih lokasi pada konsentrasi tertentu. Ketiga, adalah keuntungan
karena penggunaan fasilitas secara bersama seperti listrik, gudang, armada
angkatan, air dan lainnya. Biasanya keuntungan ini diukur dalam bentuk penurunan
biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan fasilitas tersebut secara bersama.

4. Konsentrasi Permintaan
Faktor keempat yang ikut pemilihan lokasi kegiatan ekonomi adalah konsentrasi
permintaan antar wilayah (Spatial Demand). Dalam hal ini pemilihan lokasi akan
cenderung menuju tempat dimana terdapat konsentrasi permintaan yang cukup
besar. Bila suatu perusahaan berlokasi pada wilayah dimana terdapat konsentrasi
permintaan yang cukup besar, maka jumlah penjualan diharapkan akan dapat
meningkat. Disamping itu, biaya pemasaran yang harus dikeluarkan perusahaan
menjadi lebih kecil karena pasar telah ada pada lokasi dimana perusahaan berada.
Keadaan ini selanjutnya akan dapat pula meningkatkan volume penjualan yang
selanjutnya akan dapat pula memperbesar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh
oleh perusahaan bersangkutan.

Konsentrasi permintaan antar wilayah merupakan hal yang wajar terjadi. Untuk
barang konsumsi, keadaan ini terutama terjadi karena konsentrasi penduduk pada
wilayah-wilayah tertentu misalnya didaerah perkotaan, daerah pertambangan,
pertanian, didekat pelabuhan dan lainnya. Sedangkan untuk barang setengah jadi,
konsentrasi prmintaan antar wilayah ini menjadi karena adanya konsentrasi industri
yang menggunakan barang setengah jadi tersebut. Pada negara sedang berkembang,
dimana fasilitas angkuttasi belum menyebar luas keseluruh pelosok daerah, maka
konsentrasi permintaan antar wilayah ini akan cenderung lebih tinggi.

5. Kompetisi Antar Wilayah


Persaingan antar wilayah yang dimaksudkan disini adalah persaingan sesama
perusahaan dalam wilayah tertentu atau antar wilayah. Bila persaingan ini sangat
tajam, seperti pada pasar persaingan sempurna, maka pemilihan lokasi perusahaan
akan cenderung terkonsentrasi dengan perusahaan lain yang menjual produk yang
sama. Hal ini dilakukan agar masing-masing perusahaan akan mendapatkan posisi
yang sama dalam menghadapi persaingan sehingga tidak ada yang dirugikan karena
pemilihan lokasi perusahaan yang kurang tepat. Sebaliknya, bilamana persaingan
tidak tajam atau tidak ada sama sekali seperti halnya pada pasar monopoli, maka
pemilihan lokasi perusahaan akan cenderung bebas, karena pembeli akan tetap
datang dimana saja perusahaan beralokasi.
Persaingan dalam ilmu ekonomi dapat diukur dengan perbandingan harga jual
produk yang sama antar perusahaan yang bersaing. Suatu perusahaan dapat
dikatakan mempunyai daya saing tinggi bila harganya lebih rendah dari harga
produk saingan dan sebaliknya. Tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut harga diamana,
apakah harga pabrik atau harga di tempat pembeli.

6. Harga dan Sewa Tanah


Faktor keenam yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan ekonomi adalah
tinggi rendahnya harga atau sewa tanah. Dalam rangka memaksimalkan
keuntungan, perusahaan akan cenderung memilih lokasi dimana harga atau sewa
tanah lebih rendah. Hal ini terutama akan terjadi pada perusahaan atau kegiatan
pertanian yang memerlukan ttanah relatif banyak dibandingkan dengan perusahaan
inddustri atau perdagangan. Pemilihan lokasi dalam hal ini menjadi penting karena
harga tanah biasanya bervariasi antar tempat. Harga tanah akan tinggi bila terdapat
fasilitas angkuttasi yang memadai untuk angkutan orang atau barang.

Disamping itu, khusus untuk daerah perkotaan, harga tanah bervariasi menurut
jarak ke pusat kota. Bila sebidang tanah beralokasi dekat dengan pusat kota, maka
harga per meter perseginya akan sangat mahal. Sebaliknya harga tanah tersebut
akan jauh lebih murah bila tanah tersebut terletak jauh dipinggir kota. Karena itu,
faktor harga tanah ini juga merupakan faktor penting dalam penentuan lokasi
penggunaan tanah (land-use) untuk kegiatan ekonomi dan perumahan di daerah
perkotaan.

2. Perluasan Teori Weber


Teori ini tujuannya untuk menemukan atau menjelaskan lokasi optimal (lokasi
terbaik secara ekonomis). Dan kebanyakan ekonom sependapat bahwa lokasi
optimal adalah memberikan keuntungan maksimal, artinya keuntungan tertinggi
yang diperoleh dengan cara mengeluarkan biaya paling rendah. Dan kenyataannnya
yang ada di lapangan sulit ditemukan lokasi yang dapat mengakomodasikan
keinginan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal, karena lokasi industri
dibagi ke dalam least cost location dan maksimum revenue location.
Isi Pokok Teori Weber adalah memilih lokasi industri yang biayanya paling minimal
(prinsip least cost location) dan untuk mendapatkan enam pra – kondisi tersebut
perlu diasumsikan :

a) Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduk (berkaitan
dengan ketrampilan).

b) Sumber daya atau bahan mentah yang terdapat di tempat tertentu saja.

c) Upah Buruh yang telah baku, artinya sama dimanapun juga.

d) Biaya transportasi yang tergantung dari bobot bahan mentah yang diangkut dan
dipindahkan.

e) Terdapatnya kompetisi antara industri.


f) Manusia itu berpikir rasional.

Teori-Teori Pemilihan Lokasi Industri

Berdasarkan pengembangan dari pendapat Robinson dalam Daldjoeni (1997:58)


ada sejumlah faktor yang ikut menentukan keberadaan lokasi industri, yaitu:

a)Faktor geografis; termasuk lokasi bahan baku, suplai air, dll.

b)Faktor sosial-budaya; termasuk suplai tenaga kerja, daerah pemasaran, aktivitas


ekonomi, dan keadaan politik.

c) Faktor teknologi; termasuk rekayasa/pengolahan produk, teknologi sumber daya


energi,dan kemudahan fasilitas transportasi.

Menurut Hasvia (2000) dasar-dasar pemikiran yang dikemukakan oleh Weber lokasi
yang optimal bagi kegiatan industri adalah tempat dimana biaya yang minimal (least
cost location) tersebut digunakan dalam kondisi sebagai berikut :
a) Adanya keseragaman keadaan topografi

b) Adanya ketersediaan bahan mentah yang tersedia dimana-mana

c) Adanya upah buruh yang seragam di tiap-tiap wilayah

d) Biaya transportasi

e) Adanya kompetisi antar industri.

f) Serta adanya manusia yang berfikir rasional.

Adapun syarat yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri
antara lain :

a)Ketersediaan bahan baku.

b)Ketersediaan sumber tenaga kerja yang memiliki keterampilan.

c)Adanya modal usaha yang cukup operasionalisasi.

d)Adanya jaringan pemasaran dan modal transportasi yang cukup.

e)Mempunyai manajemen organisasi perusahaan yang efisien dan efektif.

C. Teori Market Area


Berdasarkan pemilihan lokasi ideal pada luas pasar yang data dikuasai berdasarkan
kompetisi antar tempat dengan asumsi

1. Konsumen tersebar secara relative


2. Prodduk homogeny
Contoh ; Po harga pabrik

Pd tempat pembeli

Td perbedaan ongkos angkut dalam membawa barang kepasar

Maka persamaan special demand functionnya adalah

Qd= P0 + tidi, ti di> o

Terdapat descrese yakni konsenttrasi permintaan sehingga formulasi melakukan


penjumlahan permintaan pada masing-masing konsentrasi yang secara umum sbb

Berikut peremumpamaan perusahaan A dan B dengan special kompetitif sehingga


persamaan

Ta dan tb ongkos angkut dan da db adalah jarak sehingga obtimal masing masing
perusahaan adalah tahap Vdan harga pabrik dan ongkos angkut adalah samamaka
luas pasar dikuasai oleh kedua wilayah.

Keadaan diatas adalah kondisi keseimbangan antar pasar.

A melakukan perubahan teknologi produksi dan system pemasaran dan biaya


produksi turun dan ongkos tetap sehingga pasar perusahaan A luas dan B berkurang.

Terdapat Hexagonal dimana pasar dapat dimanfaat secara maximal namun


keadaadn sebenarnya tidak namun bias dikatakan sebaai arah yang keseimbangan
luar pasar m( Market Area Equilibrium)

3. Teori Bid rent dan tata guna lahan


Berdasarkan pengembangan dari pendapat Robinson dalam Daldjoeni (1997:58)
ada sejumlah faktor yang ikut menentukan keberadaan lokasi industri, yaitu:

a) Faktor geografis; termasuk lokasi bahan baku, suplai air, dll.

b) Faktor sosial-budaya; termasuk suplai tenaga kerja, daerah pemasaran, aktivitas


ekonomi, dan keadaan politik.

c) Faktor teknologi; termasuk rekayasa/pengolahan produk, teknologi sumber daya


energi,dan kemudahan fasilitas transportasi.
Menurut Hasvia (2000) dasar-dasar pemikiran yang dikemukakan oleh Weber lokasi
yang optimal bagi kegiatan industri adalah tempat dimana biaya yang minimal (least
cost location) tersebut digunakan dalam kondisi sebagai berikut :
a) Adanya keseragaman keadaan topografi, keadan iklim dan demografi yang
berkaitan dengan keterampilan dan permintaan akan produksi.

b) Adanya ketersediaan bahan mentah yang tersedia dimana-mana, kecuali bahan


tambang yang hanya terbatas pada lokasi tertentu.

c) Adanya upah buruh yang seragam di tiap-tiap wilayah tetapi ada juga perbedaan
upah karena persaingan antar penduduk.

d) Biaya transportasi yang berasal dari bobot bahan baku yang diangkut atau
dipindahkan serta jarak sumber bahan baku dengan lokasi pabrik.

e) Adanya kompetisi antar industri.

f) Serta adanya manusia yang berfikir rasional.

Namun pada perkembangan selanjutnya teori yang dikemukakan Weber ini


mendapat kritikan karena melebih-lebihkan arti penting transportasi saja,
kemudian Weber memodifikasikan teorinya dengan penambahan memperhatikan
faktor ketersediaan tenaga kerja yang murah (least labour cost) untuk
pabrik/industri yang yang mempunyai kebutuhan buruh yang banyak melokasikan
pabriknya di daerah yang mempunyai supply tenaga kerja dengan upah yang relatif
murah (dalam Daldjoeni, 1997:75).
Selanjutnya Renner (1957, dalam Hasvia,2000:13-14) menekankan aturan lokasi
industri manufaktur akan lebih menguntungkan apabila dekat dengan sumber bahan
baku apabila dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar. Adapun syarat yang
diperlukan untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri antara lain :

a) Ketersediaan bahan baku.

b) Ketersediaan sumber tenaga kerja yang memiliki keterampilan.

c) Adanya modal usaha yang cukup operasionalisasi.

d) Adanya jaringan pemasaran dan moda transportasi yang cukup.

e) Mempunyai manajemen organisasi perusahaan yang efisien dan efektif.

William Alonso (dalam Yunus, 2000:77) membahas tentang teori bid–rent


analysis (sewa tanah), dimana penyebaran keruangan kegiatan industri berlokasi
diantara perumahan dan retail. Semakin dekat dengan pusat kota (pusat
perdagangan) maka harga (sewa ) tanah semakin tinggi, begitu juga
sebaliknya. Dengan kata lain, sewa yang ditawarkan orang untuk membayar tanah
per meter perseginya, menurun mengikuti jaraknya dari pusat kota
(komersial/perdagangan). Hal ini disebabkan oleh sewa tanah atau harga tanah yang
murah dengan konpensasi aksebilitas yang tinggi walaupun jauh dari perkotaan agar
perusahaan dapat menerima dengan mudah pasokan bahan baku dan memasarkan
produknya. Seperti digambarkan dalam kurva berikut ini :
Gambar 1 Kurva Bid Rent:

Menurut Losch (dalam Daldjoeni,1997:78) teori lokasi industri yang optimal


berdasarkan permintaan (demand) sebagai salah satu alasan melokasikan industri
disuatu daerah agar perusahaan tersebut dapat menguasai wilayah pemasarannya
sehingga dapat menghasilkan paling banyak pendapatan (maximum revenue).
Pertimbangan lain yang sangat menentukan pemilihan lokasi perumahan adalah
nilai tanah, seperti diungkapkan oleh Richard M Hurds dalam Haikal Ali (1996)
dengan teori Bid-rent yang menyatakan bahwa nilai lahan sangat tergantung pada
kemauan dan kemampuan untuk membayar karena faktor ekonomi dan keinginan
tinggal di lokasi dan kedekatan.

Teori ini muncul karena semakin mahalnya harga lahan di perkotaan, untuk
mendapatkan harga lahan yang murah maka penduduk bergerak kearah pinggiran
kota. Dengan kata lain seamakin jauh lokasinya dari pusat kota, semakin menurun
permintaan akan tanah. Dan apabila tanah banyak, maka sewa yang ditawarkan
orang untuk membayar tanah per meter bujur sangkarnya menurun mengikuti
jaraknya dari pusat kota. Dengan demikian tanah dipinggiran luar kota,
persaingannya berkurang dan harga yang ditawarkan untuk tanah perumahan lebih
tinggi harganya dibandingkan tanah tersebut ditawarkan untuk pendirian toko,
karena tanah dipinggiran kota lebih banyak diperuntukan bagi perumahan.

Berry dan Harton dalam Nasucha (1995) menjelaskan hubungan antara harga tanah
dengan pencapaian atau aksesibilitas yang diukur dengan jarak dari pusat kota.
Pencapaian atau akses akan semakin menurun secara bertahap kesemua arah dari
pusat kota, sehingga harga tanah akan semakin berkurang seiring dengan makin
jauhnya lokasi tersebut terhadap pusat kota. Tanah yang berada di sepanjang jalan
utama harga sewanya akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa tanah yang
tidakberada di jalanutama.
Goodall (1972) menyebutkan bahwa beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh
suatu keluarga dalam memilih sebuah rumah yaitu :

a) suasana kehidupan di lingkungan

b) lokasi perumahan

c) keadaan fisik rumah

d) kelengkapan fasilitas rumah

e) nilai prestisius

f) harga rumah
g) pendapatan keluarga

Suharsono (Wonosuprojo dkk, 1995) mengemukakan yang perlu diperhatikan dalam


menentukan lokasi permukiman dari sudut geomorfologi adalah :

a) relief, meliputi kemiringan dan besar sudut lereng,

b) tanah, meliputi daya dukung tanah dan tekstur,

c) proses geomorfologi, meliputi tingkat erosi, kenampakan gerakan masa kedalam


saluran dan kerapatan aliran.

d) batuan, meliputi tingkat kelapukan batuan dan kekuatan batuan,

e) hidrologi, meliputi kedalaman air tanah pada sumur gali,

f) klimatologi, meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara relatif,


kecepatan dan arah mata angin,

g) penggunaan lahan,

h) jaringanan jalan dan jembatan, saluran pembuangan limbah, dan drainase,

i) kependudukan dan sosial ekonomi.

Prayogo Mirhard (Wonosuprojo dkk, 1993) membahas tentang pengadaan


perumahan bagi berbagai tingkat pendapatan dan penentuan lokasi permukiman
yang baik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Aspek Teknis Pelaksanaan

1) Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan gali dan urug,
pembongkaran tonggak kayu, dan sebagainya.

2) Bukan daerah banjir, gempa, angin ribut, perayapan

3) Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti

4) Kondisi tanah baik, sehingga konstruksi bangunan direncanakan semurah


mungkin

5) Mudah mendapat air bersih, listrik, pembuangan air limbah/ kotoran/ hujan

6) Mudah mendapat bahan bangunan


7) Mudah mendapat tenaga kerja

b) Aspek Tata Guna Tanah

1) Tanah secara ekonomis lebih sukar dikembangkan secara produktif

2) Tidak merusak lingkungan yang telah ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya

3) Sejauh mungkin mempertahankan fungsi sebagai reservoir air tanah,dan


penampung air hujan.

c) Aspek Kesehatan

1) Lokasi sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat mendatangkan polusi

2) Lokasi sebaiknya tidak terlalu terganggu kebisingan

3) Lokasi sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatkan air minum, listrik,
sekolah, puskesmas dan lainnya untuk kepentingan keluarga

4) Lokasi sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja penghuni

d) Aspek Politik Ekonomis

1) Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitarnya

2) Dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat disekitarnya untuk


membangun rumah dan lingkungan yang sehat

3) Mudah menjualnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan mendapat
keuntungan yang wajar.

Dasra (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor dominan dalam penentuan lokasi


perumahan adalah :

a) Arah perkembangan kota, dengan faktor penentu adalah keadaan fisik kota
(seperti adanya sungai, topografi tanak dsb)

b) Ketersediaan lahan dan harga tanah

Tersedianya lahan yang belum terbangun, semakin mahal harga tanah maka biaya
unit satuan perumahan akan semakin tinggi.

c) Kondisi sosial budaya


Kecenderungan perkembangan penduduk (kepadatan, jumlah dan pertumbuhan
penduduk) menentukan kebutuhan akan rumah.

d) Aksesibilitas

Tersedianya sarana transportasi, baik skala lokal maupun regional.

e) Transportasi dan utilitas

Tersedianya pola jaringan jalan, jariingan listrik, jaringan telepon, jaringan drainase
serta jaringan air bersih.

Ò G 8 : Hubungan LR produksi pertanian dg biaya transportasi. Setiap


komoditas memp. bid-rent curve tergantung karakteristik ko-moditas. Unit usaha
susu mendekati pasar. Kentang dan kapas bisa jauh dari pasar.

Location rent nilainya berkurang dengan makin jauh-nya jarak kegiatan ekonomi dr
pasar atau core. Biaya transportasi mening-kat dg makin jauhnya jarak kegiatan
ekono-mi dari pasar/core (G 8). Jarak bisa diukur dengan cara fisik (satuan jarak)
atau waktu tempuh dan biaya transportasi

Ò G 9 : Dalam ruang wilayah perkotaan-hinterland, pola penggunaan tanah


ditentukan oleh jarak lokasi kegiatan dari core meliputi daerah perdagangan
(komersial), industri, permukiman, dan pertanian.
Ò Perdagangan mempunyai bid-rent curve yang curam, artinya lokasinya mendekati
core,

Ò Industri dan permukiman lokasinya agak jauh dari core.

Pertanian bid-rent curvenya landai artinya lokasinya jauh dari core

Anda mungkin juga menyukai