Urbanisasi Dan Migrasi Pedesaan - Perkotaan Teori Dan Kebijakan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“URBANISASI DAN MIGRASI PEDESAAN-PERKOTAAN:


TEORI DAN KEBIJAKAN”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengantar Ekonomi


Pembangunan AR-A

Dosen Pengampu: M. Syafii, Dr., SE., SPd., M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 6

1. Grace Areetha 190503080


2. Masbulan Pane 200503026
3. Carlyncia 200503061
4. Christabella P. 200503063

Program Studi S1 Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i


URBANISASI DAN MIGRASI DESA-KOTA: .......................................................... 1
TEORI DAN KEBIJAKAN .......................................................................................... 1
1. Dilema Migrasi dan Urbanisasi .......................................................................... 1
1.1 Urbanisasi: Tren dan Proyeksi .................................................................... 1
2. Peranan Kota ...................................................................................................... 5
2.1 Distrik Industri ............................................................................................ 6
2.2 Skala Perkotaan yang Efisien ..................................................................... 7
3. Masalah Raksasaisme Perkotaan........................................................................ 9
3.1 Bias Kota Utama ......................................................................................... 9
3.2 Penyebab Timbulnya Kota Raksasa ........................................................... 9
4. Sektor Informal Perkotaan ............................................................................... 10
4.1 Kebijakan bagi Sektor Informal Perkotaan ............................................... 10
4.2 Perempuan di Sektor Informal .................................................................. 12
5 Migrasi dan Pembangunan ............................................................................... 12
6 Menuju Teori Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota........................................ 12
6.1 Deskripsi Verbal Model Todaro ............................................................... 13
6.2 Lima Implikasi Kebijakan ........................................................................ 13

i
URBANISASI DAN MIGRASI DESA-KOTA:
TEORI DAN KEBIJAKAN

1. Dilema Migrasi dan Urbanisasi


Salah satu dilema proses pembangunan yang paling rumit dan peka yaitu gejala
perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari kawasan pedesaan ke kota-kota yang
semakin banyak bermunculan di Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang belum pernah
terjadi sebelumnya dalam sejarah. Jumlah penduduk dunia pada tahun 2050
diperkirakan akan mencapai lebih dari 9 miliar dan pertumbuhan penduduk yang
dramatis akan lebih banyak terjadi di berbagai kota di negara-negara berkembang.
Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa dunia akan
menjadi lebih didominasi kota ketimbang desa pada tahun 2008.

1.1 Urbanisasi: Tren dan Proyeksi

Peraga 1.1 Penduduk Perkotaan dan Pendapatan Per Kapita di Beberapa Negara
Terpilih per tahun 2018

1
Faktanya, urbanisasi dan pendapatan per kapita memiliki hubungan yang
positif. Umumnya, semakin maju suatu negara berdasarkan pendapatan per kapita,
semakin besar jumlah penduduk yang mendiami kawasan perkotaan. Namun,
meskipun suatu negara menjadi lebih urban ketika berkembang, Negara-negara
termiskin sekarang lebih urban daripada negara-negara maju sekarang ketika dahulu
berada pada tingkat pembangunan yang setara sebagaimana yang diukur dengan
pendapatan per kapita; dan rata-rata negara berkembang sekarang mengalami
urbanisasi lebih cepat.

Urbanisasi terjadi di semua negara serta tidak jadi soal apakah negara itu
berpendapatan tinggi atau rendah dan apakah pertumbuhan itu positif atau negatif.
Bahkan ketika garis-garis itu mengarah ke kiri, yang menunjukkan adanya penurunan
pendapatan per kapita dalam periode tersebut, semua garis itu umumnya mengarah ke
atas, mengindikasikan masih berlanjutnya urbanisasi.

Laju urbanisasi negara-negara berkembang pada akhir abad kedua puluh dan
awal abad kedua puluh satu menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan semakin
besar pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
dahulu terjadi di negara-negara maju pada tahap yang setara. Contohnya, urbanisasi di
Afrika yang tidak berkaitan dengan industrialisasi seperti dahulu dialami negara-negara
yang sekarang maju.

2
Peraga 1.2 Proporsi Penduduk Perkotaan Menurut Wilayah, 1950 – 2020

Informasi di atas menunjukkan bahwa penduduk dunia akan terus tumbuh dari
waktu ke waktu. Dengan tingkat pertumbuhan terbesar terjadi di daerah Asia dan
Amerika Latin.
Meski mayoritas pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan negara
berkembang akan ditemukan di kota-kota yang jumlah penduduknya kurang dari 5 juta
orang, pertumbuhan penduduk di kota-kota yang berpenduduk lebih dari 5 juta orang
berlangsung lebih cepat ketimbang pertumbuhan penduduk di kota-kota yang lebih
kecil (berpenduduk di bawah 500.000 orang) di negara berkembang. Bahkan, menurut

3
perkiraan PBB, pada tahun 2025 hanya separuh dari penduduk perkotaan yang tinggal
di kota-kota yang berpenduduk kurang dari setengah juta orang, yang merupakan
jumlah terendah yang pernah terjadi.
Ukuran aglomerasi perkotaan ini memunculkan pertanyaan: bagaimana semua
kota ini akan mengelola konsentrasi penduduk sebesar itu secara ekonomi, lingkungan,
dan politik. Sekalipun benar bahwa kota besar dapat memberikan keunggulan efisiensi
biaya yang disebabkan ekonomi aglomerasi serta skala ekonomi dan kedekatan
(proximity) serta berbagai eksternalitas ekonomi dan sosial, beban biaya sosial
penyediaan perumahan dan layanan sosial yang terus membengkak serta meningkatnya
kejahatan, polusi, dan kepadatan mungkin akan melebihi manfaat yang selama ini
menjadi keunggulan kawasan perkotaan. Pernyataan ini didukung oleh Mantan
Presiden Bank Dunia, Rob McNamara.
Urbanisasi yang berlangsung cepat dan bias perkotaan (urban bias) dalam
strategi pembangunan telah menyuburkan pertumbuhan perkampungan miskin dan
kumuh yang besar. Bias perkotaan merupakan suatu gagasan bahwa hampir semua
pemerintah negara berkembang menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih
berpihak pada sektor perkotaan, sehingga menimbulkan kesenjangan besar antara
perekonomian perkotaan dan perekonomian pedesaan.

4
Peraga 1.4 Pertumbuhan Penduduk Perkotaan dan Pemukiman Kumuh per tahun 2015

Meski pertumbuhan penduduk dan migrasi desa-kota (rural-urban migration)


yang terus meningkat merupakan penyebab utama ledakan kawasan perkampungan
kumuh perkotaan, pemerintah juga turut bertanggung jawab karena kebijakan
pemerintah dalam perencanaan perkotaan yang salah arah dan peraturan tentang
bangunan yang ketinggalan zaman sering kali berarti bahwa 80-90% perumahan baru
di perkotaan adalah “illegal”.
Dengan meluasnya ketidakpuasan terhadap pertumbuhan perkotaan yang cepat
di negara-negara berkembang, maka pemerinta perlu merumuskan kebijakan
pembangunan yang benar-benar bisa memberikan dampak pasti bagi tren dan karakter
pertumbuhan kawasan perkotaan.

2. Peranan Kota
Secara umum, kota terbentuk karena memberikan keunggulan atau keuntungan
efisiensi biaya bagi para produsen dan konsumen melalui ekonomi aglomerasi
(agglomeration economy). Ekonomi alomerasi merupakan keunggulan atau efisiensi

5
biaya yang diperoleh produsen dan konsumen dari lokasi dalam kota besar atau sedang,
yang berwujud ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi.

Walter Isard mengemukakan bahwa ekonomi aglomerasi ini memiliki dua wujud,
yaitu:
1. Ekonomi urbanisasi (urbanization economy)
Ekonomi urbanisasi adalah akibat aglomerasi yang berkaitan dengan
pertumbuhan umum wilayah geografi yang terkonsentrasi.
2. Ekonomi lokalisasi (localization economy)
Ekonomi lokalisasi adalah akibat aglomerasi yang diperoleh sektor-sektor
ekonomi, seperti pembiayaan dan kendaraan bermotor, ketika sektor itu tumbuh
dan berkembang dalam satu kawasan. Ekonomi lokalisasi sering berkaitan ke
hulu dan ke hilir.

2.1 Distrik Industri


Definisi ekonomi tentang kota adalah suatu kawasan yang kepadatan
penduduknya relatif tinggi, dan memiliki sejumlah aktivitas yang sangat berkaitan.
Perusahaan-perusahaan umumnya lebih suka berada di lokasi yang memungkinkan
mereka belajar dari perusahaan lain yang melakukan pekerjaan serupa baik dalam
bentuk hubungan formal (usaha patungan) maupun secara informal (saran dari
perbincangan dalam perkumpulan sosial atau makan siang). Imbas pengetahuan ini
merupakan manfaat ekonomi aglomerasi, bagian dari manfaat lokalisasi yang disebut
Alfred mashall sebagai “distrik industri” dan sangat berperan sebagai “kelompok-
usaha” dalam teori keunggulan bersaing/kompetitif Michael Porter. Contoh: Banyak
perusahaan komputer inovatif yang berlokasi di Silicon Valley, California.
Para produsen di sebuah desa akan lebih baik jika mengelompokkan industri
mereka berdasarkan spesialisasi tertentu ketimbang memproduksi sendiri berbagai
jenis produk, dalam beberapa kasus spesialisasi yang sifatnya tradisonal itu
berkembang menjadi kelompok usaha yang lebih maju berukuran sedang dengan

6
pembagian kerja lebih rinci. Akhirnya, kelompok usaha itu memungkinkan akan
memperluas cakupan usahanya dan berkembang menjadi sebuah distrik industri.
Dorothy McCormick dalam studinya terhadap enam kelompok usaha
representatif di Afrika menyimpulkan bahwa kelompok usaha dasar menyiapkan jalan;
kelompok industrialisasi memprakarsai proses spesialisasi, diferensiasi, dan
pengembangan teknologi; dan kelompok industri canggih menghasilkan produk
kompetitif di pasar yang lebih luas. Akan tetapi, perlu dikemukakan bahwa tidak semua
keuntungan efisiensi kolektif dari adanya distrik industri dapat terwujud melalui lokasi
pasif. Keuntungan lainnya tercipta melalui investasi patungan dan aktivitas promosi
perusahaan-perusahaan dalam distrik tersebut. Salah satu faktor yang menentukan
dinamisme sebuah distrik adalah kemampuan semua perusahaan di distrik itu untuk
menemukan mekanisme tindakan kolektif tersebut. Meski pemerintah menyediakan
bantuan keuangan dan layanan penting lainnya untuk memfasilitasi pengembangan
kelompok usaha, faktor yang juga penting adalah modal sosial.
Modal sosial merupakan nilai-nilai produktif dalam norma dan lembaga sosial
– mencakup kepercayaan kelompok, perilaku kooperatif yang diharapkan berikut
dengan sanksi atas penyimpangan yang terjadi, serta berbagai pengalaman tindakan
kolektif yang berhasil – yang memperbesar harapan akan partisipasi dalam upaya
bersama di masa depan.

2.2 Skala Perkotaan yang Efisien


Ekonomi lokalisasi tidak mengatakan bahwa efisiensi tercapai ketika semua
industri di sebuah negara dipusatkan ke sebuah kota. Efisiensi ini akan tercapai bagi
industri yang berkaitan erat, tetapi tidak berpengaruh pada industri yang tidak berkaitan
dalam lokasi yang sama kecuali adanya imbas teknologi yang diadaptasikan ke industri
lain. Akan tetapi, terdapat juga beberapa biaya pemupukan. Pemupukan merupakan
tindakan yang dilakukan seorang agen perekonomian yang memperlemah dorongan
bagi agen lainnya untuk melakukan tindakan serupa.

7
Kekuatan memusat atau sentripetal dari ekonomi aglomerasi perkotaan
ditentang oleh kekuatan menjauh dari pusat atau setrifugal dari disekonomi yang
menampilkan biaya yang semakin tinggi ketika pemusatan semakin besar, karena
beberapa faktor produksi, seperti lahan, bersifat tidak bergerak. Lahan dapat diciptakan
lebih banyak di pusat kota dengan membangun gedung pencakar langit, tetapi hanya
sampai skala tertentu dan dengan biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu, biasanya
suatu negara memiliki kota yang ukurannya bergantung pada skala industri yang
ditopangnya dan cakupan ekonomi aglomerasi yang didapatkan bagi industri atau
kelompok industri tersebut.

Dua teori terkenal mengenai ukuran kota, yaitu:


1. Model hierarki kota (teori tempat pusat/central place theory)
August Losch dan Wlater Christaller mengemukakan bahwa pabrik di berbagai
industri memiliki karakteristik radius pasar yang timbul dari saling
berkaitannya skala ekonomi produksi, biaya transportasi, dan bagaimana
permintaan lahan yang tersebar terhadap tempat yang tersedia. Semakin besar
skala ekonomi produksi dan semakin rendah biaya transportasi maka semakin
besar radius wilayah yang harus dilayani industri untuk meminimalkan biaya,
dan sebaliknya. Pendekatan ini lebih baik diterapkan dalam industri nonekspor
ketimbang dalam industri ekspor.
2. Model bintang datar terdiferensiasi (differentiated plane model)
Afred Weber, Walter Isard, dan Leon Moses mengemukakan terbatasnya
jumlah rute transportasi yang menghubungkan berbagai industri dalam suatu
negara akan memainkan peran penting. Model ini memperkirakan konsentrasi
perkotaan pada titik-titik persilangan rute transportasi yang langka (nodus
internal). Hierarki ukurang kota bergantung pada pola nodus dan bauran
industri.

8
3. Masalah Raksasaisme Perkotaan
Kota inti yang menjadi terlalu besar akan menimbulkan kesulitan
mempertahankan biaya industry pada tingkat minimum di lokasi tersebut. Kemudia,
rute transportasi utama di negara-negara berkembang umumnya adalah warisan zaman
kolonial yang dalam banyak kasus, ibu kota berlokasi dekat pintu keluar sistem
pengurasan sumber daya yaitu di tepi pantai laut. Jenis sistem ini diacu sebagai sistem
hub-and-spoke. Pendekatan bidang datar terdiferensiasi mengedepankan dampak
warisan sejarah ini sehingga dapat menjelaskan cara menemukan kota-kita yang terlalu
besar di negara berkembang dan menyarankan kebijakan desentralisasi perkotaan yang
dapat diterapkan untuk membantu memecahkan masalahnya.
Di negara-negara berkembang, pemerintah cenderung kurang terlibat dalam
penyebaran aktivitas ekonomi dengan ukurang yang lebih dapat dikelola atau
pemerintah mungkin berupaya menyebarkan industri tanpa mempertimbangkan sifat
aglomerasi ekonomi; dengan memberikan insetif untuk mewujudkan penyebaran,
tetapi tidak ada upaya mengelompokkan sejumlah industri yang berkaitan.

3.1 Bias Kota Utama


Kota terbesar menerima bagian investasi publik dan insentif swasta dalam
proporsi lebih besar dibandingkan dengan yang diberikan bagi kota lainnya. Akibatnya,
kota utama memiliki jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi yang jauh lebih besar dan
tidak efisien dibandingkan dengan kota lainnya.

3.2 Penyebab Timbulnya Kota Raksasa


Semakin meraksasanya kota merupakan akibat dari
1. Kombinasi sistem transportasi hub-and-spoke dan lokasi modal politik di kota
terbesar yang juga diperkuat oleh budaya politik perburuan rente dan kegagalan
pasar modal yang membuat upaya pembangunan pusat-pusat kota baru tidak
dapat dilakukan oleh pasar.
2. Konsekuensi dari upaya pemimpin negara diktator untuk tetap berkuasa.

9
3. Faktor ekonomi politik di mana perusahaan akan lebih diuntungkan untuk
berada pada lokasi di mana mereka memiliki akses yang mudah kepada pejabat
pemerintah, untuk memperoleh keistimewaan politik dari rezim penguasa yang
dapat digunakan untuk mendapatkan bantuan khusus dengen memberikan
imbalan atau dengan menyuap pejabat pemerintah agar dapat beroperasi

4. Sektor Informal Perkotaan


Fokus teori pembangunan adalah pada sifat dualitis perekonomian negara-
negara berkembang. Analisis dualitis ini juga diterapkan secara spesifik dalam
ekonomi perkotaan, yang terbagi menjadi sektor formal dan informal.
Sektor informal adalah sektor ekonomi yang berorientasi padat karya dan terdiri
atas unit usaha berskala kecil, yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan
jasa, dengan tujuan utama menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan memperoleh
pendapatan bagi para pelakunya.
Keberadaan sektor informal memainkan peran penting di Negara-negara
berkembang. Di banyak Negara berkembang, seperti Indonesia, Kolombia,
Bangladesh, sekitar setengah dari penduduk perkotaan bekerja di sektor informal.

4.1 Kebijakan bagi Sektor Informal Perkotaan


Sektor informal saling terkait dengan sektor formal perkotaan. Sektor formal
bergantung pada sektor informal perkotaan untuk mendapatkan input murah dan upah
barang bagi pekerjanya. Sedangkan sektor informal bergantung pada pertumbuhan
sektor formal untuk mendapatkan bagian pendapatan dan pelanggannya yang cukup
besar.
Kebijakan pengembangan sektor informal lebih diarahkan pada pemberdayaan
ekonomi rakyat. Dalam hal ini, keterlibatan Pemerintah Daerah sangat penting sebagai
upaya untuk memberdayakan potensi daerah, termasuk ekonomi kerakyatan, terutama
usaha kecil dan sektor informal. Hal itu tidak hanya berarti materi, tetapi juga
keharusan untuk memperhatikan aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah

10
Daerah perlu melakukan sejumlah langkah strategis yang harus ditempuh demi
peningkatan sektor informal. Langkah-langkah tersebut adalah:
a) Sumber daya lokal (local resources) harus dijadikan basis utama,
Salah satu karakter sektor informal adalah melakukan proses efisiensi dengan
”mendekatkan” sumber bahan baku.

b) Pembentukan infrastruktur pendamping yang dapat membantu pelaku sektor


informal
Infrastruktur pendamping dalam menghadapi lembaga pembiayaan,
mengadopsi teknologi, dan mengakses pasar luas.

c) Hadirnya lembaga penjamin kredit dari pemerintah daerah


Hal ini merupakan pilihan tepat, karena rendahnya aksesibilitas sektor informal
terhadap lembaga pembiayaan berpangkal dari ketiadaan agunan. Strategi lain
ialah menggencarkan produk pembiayaan alternatif berbasis syari’ah, seperti
mudlarabah (bagi hasil).

d) Penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan lokal


Penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan local memiliki biaya yang
relatif lebih rendah dibanding teknologi asing yang berbiayai tinggi.

e) Pemerintah daerah harus menyediakan informasi bagi pelaku sektor informal


Informasi terkait dengan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi.
Berikut beberapa alasan mengapa sektor informal harus didukung, terlebih oleh
pemerintah:
- Sektor informal menghasilkan surplus yang dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi perkotaan.
- Sektor informal memiliki intensitas modal yang rendah
- Sektor informal dapat berperan penting dalam pembentukan modal manusia
- Sektor informal menyerap tenaga kerja semiterampil, maupun tidak
terampil.

11
- Sektor informal lebih mungkin menggunakan teknologi yang sesuai dan
sumber daya lokal.
- Sektor informal berperan penting dalam daur ulang sampah.
Namun, disamping faktor pendukung, ada juga kelemahan dari upaya peningkatan
sektor informal, yaitu kuatnya hubungan antara migrasi dari desa ke kota dengan
penyerapan tenaga kerja sektor informal.

4.2 Perempuan di Sektor Informal


Perempuan mendominasi para migran desa-kota di beberapa wilayah di dunia,
seperti Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Hanya sedikit kaum migran yang dapat
bekerja di sektor formal, yang didominasi oleh kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan
perempuan sering kali menjadi bagian terbesar yang berkerja di sektor informal.

5 Migrasi dan Pembangunan


Migrasi memperburuk ketidakseimbangan struktural antara desa dan kota
melalui dua cara langsung, yaitu:
1. Sisi Penawaran
2. Sisi Permintaan

Oleh sebab itu, ketidakseimbangan antara besarnya jumlah orang-orang yang


bermigrasi dan terbatasnya lapangan pekerjaan merupakan gejala keterbelakangan.
Namun di sisi lain, migrasi desa-kota juga merupakan migrasi yang penting
karena adanya potensi manfaat pembangunan dari aktivitas ekonomi kota-kota besar
karena ekonomi aglomerasi dan sejumlah faktor lainnya.

6 Menuju Teori Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota


Ketika Negara-negara berkembang mengalami migrasi besar-besaran
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran sehingga mengurangi
kesahihan pembangunan dua-sektor Lewis. Sebuah teori menjelaskan hubungan yang

12
bersifat paradoks mengenai adanya migrasi desa-kota dalam konteks meningkatnya
jumlah pengangguran di perkotaan, yaitu model migrasi Todaro.

6.1 Deskripsi Verbal Model Todaro

 Model migrasi Todaro


Model migrasi Todaro adalah sebuah teori yang menjelaskan bahwa migrasi
desa-kota adalah proses yang secara ekonomi rasional, terlepas dari tingginya
pengangguran di perkotaan. Para Migran berkalkulasi (Dalam nilai sekarang)
pendapatan yang diharapkan dari bekerja di kota melebihi pendapatan rata-rata di
pedesaan.
 Model Harris-Todaro (bentuk ekuilibriumnya)
Model Harris Todaro adalah sebuah versi ekuilibrium berdasarkan model
migrasi todaro yang memprediksi bahwa pendapatan yang diharapkan adalah hasil
perbandingan antara sektor pedesaan dan sektor perkotaan ketika ikut
memperhitungkan aktivitas sektor informal dan pengangguran terbuka.
Model migrasi Todaro memiliki 4 karateristik dasar, yaitu:
1) Migrasi didorong pertimbangan ekonomi yang rasional tetapi juga
mempertimbangkan aspek psikologis.
2) Keputusan bermigrasi bergantung kepada selisih/perbedaan antara upah pedesaan
dan upah perkotaan.
3) Lapangan pekerjaan di kota berbanding terbalik dengan tingkat pengangguan di
perdesaan
4) Tingkat pengangguran yang tinggi diperkotaan merupakan akibat dari tidak
seimbangnya kawasanekonomi di desa dan di perkotaan.

6.2 Lima Implikasi Kebijakan

1) Ketimpangan kesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi karena
para migran diasumsikan akan tanggap terhadap adanya selisih-selisih

13
pendapatan,maka ketimpangan kesempatan ekonomi antara segenap sektor
perkotaan dan pedesaan harus dikurangi
2) Pemecahan masalah pengangguran di perkotaan tidak cukup hanya dengan
penciptaan lapangan kerja di kota. Meskipun lapangan kerja di daerah
perkotaan telah ditambah, tingkat pengaggurannya tetap saja meningkat
3) Perluasan pendidikan yang dilakukan secara serampangan akan mendorong
lebih banyak orang yang bermigrasi dan membengkaknya pengangguran
4) Subsidi upah dan penetapan harga tradisional atas faktor yang langka boleh jadi
akan kontraproduktif.
5) Program-program pembangunan di pedesaan harus didorong.

14

Anda mungkin juga menyukai