4988 14425 1 PB
4988 14425 1 PB
4988 14425 1 PB
ABSTRAK
LATAR BELAKANG, Pneumonia merupakan penyebab kematian dan angka perawatan yang tinggi, baik di
dunia maupun di Indonesia. Pemeriksaan gram dan biakan sputum merupakan pemeriksaan yang sederhana,
mudah dan tidak invasif pada diagnosis pneumonia. Pada pedoman IDSA/ATS ditemukan kuman yang berbeda
dengan penelitian EPIC II di Asia pada tahun 2007. Efikasi antibiotik dipegaruhi oleh tingkat resistensi kuman
yang semakin meningkat dan perubahan pola kuman multiresisten. Pola kuman dan kepekaan serta karakteristik
pasien pneumonia di institusi lokal perlu diketahui agar dapat memberikan rekomendasi terapi empiris yang lebih
sesuai dengan kuman penyebab. METODE, penelitian deskriptif terhadap pasien pneumonia berusia lebih dari
14 tahun , tanpa intubasi dan/atau penggunaan ventilator, yang telah dikonsultasikan ke divisi Respirologi dan
penyakit kritis, dan dirawat di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sejak 1 April 2016
sampai dengan 30 Juni 2016. HASIL, 87 pasien dengan pneumonia memberikan hasil biakan sputum dengan pola
kuman yang cukup berbeda dengan pedoman IDSA/ATS, terutama pola kuman penyebab CAP. Kuman penyebab
CAP terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae (28,9%), Penyebab HCAP terbanyak adalah Acinetobacter
baumanii (19%) dan penyebab HAP terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa (23,8%). Bakteri K.pneumoniae
pada pasien HCAP resisten terhadap antibiotik golongan sefalosporin, A.baumanii pada CAP dan HAP memiliki
resistensi hingga 50% terhadap Sefalosporin generasi ke-3, dan P.aeruginosa banyak ditemukan resisten hingga
40% terhadap sefepim, namun masih sensitif terhadap meropenem. SIMPULAN, Pola kuman yang ditemukan
pada penelitian ini berbeda dengan pola yang dipaparkan oleh IDSA/ATS. Pemberian antibiotik definitif
disesuaikan dengan hasil biakan sputum dan kepekaannya, namun pemberian antibiotik empiris harus disesuaikan
dengan pola kuman dan kepekaan di institusi lokal
Kata Kunci: Pneumonia, Sputum, Pola Kuman, Resistensi.
ABSTRACT
INTRODUCTION. Pneumonia causes high mortality and morbidity around the world including Indonesia.
Sputum stain and culture is simple, easy and uninvasive way to determine causal pathogen. Guidelines such as
IDSA/ATS guideline suggest different patterns of microorganism compare to EPIC II Study in Asia. Antibiotic
efficacy were affected by increasing pathogen resistance level and changes in multi-resistance pathogens. The
needs of localized pathogen pattern and resistance level, as well pneumonia patients characteristics were to have
a proper antibiotics recommendation. METHODS. Descriptive study on over 14 years old pneumonia Patients
with no use of intubation or ventilator. Patients were consulted to critical illness and respirology division and
admitted to Internal Medicine Ward RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Study conducted since 2016, 1st April to
2016, 30th of June. RESULTS. Eighty-Seven patients were positive sputum-culture pneumonia. Patterns of
microorganism differ from guidelines, especially CAP Pathogens. Most pathogen for CAP is Klebsiella
pneumoniae (28,9%), HCAP caused mostly by Acinetobacter baumanii (19%) and casual for HAP were
Pseudomonas aeruginosa (23,8%). HCAP K.pneumoniae resistent to cephalosporin, CAP and HAP A.baumanii
had 50% resistancy to 3rd generation cephalosporin and P.aeruginosa resistant to Cefepime up to 40% but
sensitive to meropenem. CONCLUSION. Pathogen pattern discovered in this study were differ compared to those
in IDSA/ATS Guidelines. Definitive antibiotic therapy must be correspond to pathogen culture and sensitivity
results, but Empirical antibiotic must be adjusted to local pathogen and resistance.
Kata Kunci: Pneumonia, Sputum, Pola Kuman, Resistensi.Keywords: Three, Upto, Five, Words
Tunas Med J Ked & Kes, 2021;7(1):
Bandung sejak 1 April 2016 sampai dengan 30 Juni penyakit penyerta berupa kelainan autoimun
2016. memberikan hasil biakan sputum berupa Klebsiella
pneumonia (2,3%), Streptococcus viridans (4,6%)
HASIL PENELITIAN dan Escherichia coli (1,1%).
Pasien pneumonia yang dirawat di RSUP Hasan K.pneumonia pada kelompok HCAP telah
Sadikin Bandung selama periode penelitian adalah mengalami resistensi 100% terhadap golongan
165 pasien, 87 (52,7%) pasien diantaranya sefalosporin, berbeda dengan kelompok CAP (54%)
memberikan hasil biakan sputum positif. dan HAP (67%). Golongan florokuinolon
Pneumonia biakan sputum positif sebanyak 52% (Siprofloksasin) masih sensitif pada CAP (85%) ,
terjadi pada wanita (45 pasien) dengan median usia HCAP (33%), dan HAP (33%). Meropenem juga
51 tahun dan rentang usia 18 hingga 83 tahun.(tabel memberikan sensitivitas yang tinggi terutama pada
1) kelompok HAP. (gambar 1.a)
(100%), namun telah mengalami resistensi hingga Sebanyak 22 (28,20%) pasien memberikan biakan
50% pada kelompok CAP dan HCAP (gambar 1.b). sputum Candida spp. dan 8 (10,25%) pasien dengan
biakan negatif, hal ini dapat disebabkan pemberian
CAP HCAP HAP
Biakan Kuman
n=45 (%) n=21 (%) n=21 (%)
Klebsiella pneumoniae 13 (28,9) 3 (14,3) 3 (14,3)
Streptococcus viridans 9 (20) 3 (14,3) 1 (4,8)
Acinetobacter baumanii 5 (11,1) 4 (19) 2 (9,5)
Pseudomonas aeruginosa 4 (8,9) 1 (4,8) 5 (23,8)
Staphylococcus haemolyticus 2 (4,4) 3 (14,3) 2 (9,5)
Staphylococcus aureus 2 (4,4) 1 (4,8) 0 (0)
Escherichia coli 1 (2,2) 3 (14,3) 1 (4,8)
Micrococcus 1 (2,2) 0 (0) 2 (9,5)
Burkholderia cepacia 1 (2,2) 0 (0) 1 (4,8)
Enterobacter cloacae 1 (2,2) 0 (0) 1 (4,8)
Lainnya 6 (13,3) 3 (14,3) 3 (14,3)
antibiotik sebelum dilakukan pemeriksaan biakan
Tabel 2. Pola Kuman berdasarkan Klasifikasi sputum dan kualitas sputum yang tidak adekuat.9,10
Pneumonia Keterlambatan mengumpulkan dan memproses
sampel sputum dapat menyebabkan tumbuhnya
Kuman P.aeruginosa resisten terhadap ampisilin mikroorganisme komensal.9
sulbaktam, Seftriakson, Sefazolin, Kotrimoksazol Pasien CAP dan HCAP pada penelitian ini lebih
dan Tigesiklin (100%) baik pada kelompok CAP, banyak terjadi pada wanita, berbeda dengan
HCAP maupun HAP. Antibiotik antipseudomonal penelitian Park dkk (pria 74,2% pada HCAP dan
berupa Sefepim, Seftazidim dan Meropenem masih 57,7% pada CAP).11 Kelompok CAP memiliki
sensitif untuk digunakan pada kelompok CAP, median usia yang serupa dengan penelitian Almirall
HCAP maupun HAP, meskipun terdapat resistensi dkk.12 (55+21 tahun) dan Jain dkk.13 (57 tahun;46-
seftazidim dan sefepim hingga 40% pada kelompok 71 tahun). Median usia kelompok HCAP serupa
HAP (gambar 2). dengan penelitian Micek dkk. (59,8+18,5 tahun) dan
Park dkk. (65 tahun;57-71 tahun).14,11
Kelompok HAP didapatkan lebih banyak pada pria
(57%), sesuai penelitian Rotstein dkk.15 dengan
median usia lebih muda dibandingkan yang sama
(63±17 tahun) maupun dibandingan penelitian
Russel dkk. (79,5 tahun;69 - 87 tahun).15,16
Perbedaan karakteristik tersebut terjadi karena
perbedaan eksklusi penyakit penyerta, diantaranya
penyakit autoimun yang umum terjadi pada wanita
usia muda. Penyakit penyerta terbanyak pada
kelompok CAP adalah penyakit paru kronis dan
penyakit kardiovaskular, sesuai penelitian Almirall
dkk.12 Penyakit paru kronis juga banyak terjadi pada
Gambar 2. Pola resistensi kuman P. aeruginosa pasien HCAP sesuai penelitian Park dkk. (24,2%)
dan Carrabba (13,7%), meskipun penyakit ginjal
De-eskalasi antibiotik dilakukan berdasarkan kronis (19,05%) lebih banyak dan keganasan
pertimbangan hasil biakan sputum dan klinis subjek, (14,29%) lebih sedikit dibandingkan penelitian Park
didapatkan sebanyak 12 (26,6%) pasien CAP, 5 dkk. dan Carrabba.11,17 Kelompok HAP lebih
(23,8%) pasien HCAP dan 5 (23,8%) pasien HAP banyak terkait dengan keganasan (42,86%), berbeda
mendapatkan de-eskalasi antibiotik, yang umumnya dengan Nguyen dkk..18 Perbedaaan ini disebabkan
dilakukan pada hari ke-4 hingga ke-7 perawatan. perbedaan definisi penyakit penyerta yang
Sebagian besar subjek pulang dengan perbaikan digunakan.
yaitu 80% pada kelompok CAP, 66,7% pada HCAP Hasil penelitian berbeda dengan pola kuman dari
dan 71,4% pada HAP. Kematian terjadi pada 8 IDSA/ATS, sebagaimana penelitian sebelumnya di
(17,8%) pasien CAP, 6 (28,6%) pasien HCAP, dan Asia dan Indonesia yaitu banyak ditemukan bakteri
3 (14,3%) pasien HAP. gram negatif.2,7,4,5 Perbedaan mungkin disebabkan
pergeseran pola kuman akibat perbedaan respon
imun, faktor genetik, tingkat pendidikan dan
pelayanan kesehatan serta pemakaian antibiotik.
Bakteri K.pneumoniae pada pasien HCAP resisten
DISKUSI terhadap antibiotik golongan sefalosporin yang
menunjukan bakteri ini bersifat extended-spectrum menganalisis lebih lanjut keberhasilan terapi dan
beta-lactamase (ESBL), meskipun pada kelompok tidak dilakukan pemeriksaan kuman anaero, atipikal
CAP maupun HAP resistensi terhadap Sefalosporin maupun pemeriksaan virus terkait ketersediaan
masih kurang dari 70%. media biakan.
Acinetobacter baumanii merupakan bakteri gram
negatif yang banyak ditemukan di lingkungan rumah SIMPULAN
sakit, namun pada penelitian ini ditemukan pada Karakteristik pasien pneumonia di RSHS lebih
CAP dan HAP dengan resistensi hingga 50% banyak terjadi pada wanita dengan median usia 50
terhadap Sefalosporin generasi ke-3 dan mencapai tahun, berbeda dengan penelitian lain terkait
80% pada HCAP. Menurut Towner dkk., tingginya perbedaan kriteria eksklusi penelitian. Penyakit
resistensi A.baumanii berhubungan dengan penyerta terbanyak adalah penyakit paru pada CAP
mekanisme yang diperantai beta-laktamase terutama dan HCAP, serta keganasan pada HAP.
Cephalosporinase. Pada penelitian ini didapatkan Pola kuman yang ditemukan berbeda dengan pola
resistensi terhadap meropenem sebesar 20% pada yang dipaparkan oleh IDSA/ATS. Pada penelitian
CAP dan 50% pada HCAP. Pemberian meropenem ini, CAP banyak disebabkan K.pneumoniae yang
pada kasus tersebut dapat dipertimbangkan. resisten terhadap sefalosporin hingga 54%, maka
Antibiotik pilihan untuk P.aeruginosa adalah pemberian sefalosporin generasi 3-4 atau
Seftazidim, Sefepim, golongan karbapenem dan florokuinolon perlu dipertimbangkan. Kelompok
kuinolon. Pada penelitian ini, P.aeruginosa banyak HCAP banyak disebabkan oleh A.baumanii dan
ditemukan pada CAP dan HAP, yang resisten 25- K.pneumoniae ESBL, maka pemberian sefalosporin
40% terhadap seftazidim, 40% terhadap sefepim, tidak disarankan dan perlu dipertimbangkan
namun masih sensitif terhadap meropenem. pemberian florokuinolon atau karbapenem.
Angka kematian pada penelitian ini lebih tinggi Kelompok HAP banyak disebabkan P.aeruginosa
dibandingkan dengan penelitian Charles dkk. (4,6% yang masih sensitif terhadap sefalosporin
pada CAP), Park11 (19,2% pada HCAP dan 7,4% antipseudomonal, florokuinolon dan karbapenem.
pada CAP) dan Napolitano (18,8% pada HAP). Pemberian antibiotik definitif disesuaikan dengan
Dengan lama perawatan tidak jauh berbeda dengan hasil biakan sputum dan kepekaannya, namun
penelitian lain. 11,17,18 pemberian antibiotik empiris harus disesuaikan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan pola kuman dan kepekaan di institusi lokal
sehingga penelitian dengan metode analisis pelru agar angka kematian dan lama perawatan pasien
dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kuman pneumonia dapat diturunkan.
multiresisten. Selain itu, penelitian ini tidak
Daftar Pustaka
1. Richard J. Blinkhorn J. Chapter 24:Community Acquired Pneumonia. Dalam: Baum GL, editor.
Baum's Textbook of Pulmonary Diseases. Edisi ke-7th: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers;2003.
2. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et al. Infectious
Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management of
community-acquired pneumonia in adults. Clin infect dis. 2007;44 Suppl 2:S27-72.
3. Vincent JL, Rello J, marshall J, Silva E, Anzueto A, Martin CD, et al. The Extended Prevalence of
Infection in the ICU Study: EPIC II. 2007.
4. Rakhima F, Soeroto AY, Santoso P. Gambaran Pola dan Resistensi Kuman Pada Pasien Pneumonia Di
Ruang Perawatan Penyakit Dalam RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2014. Makalah Bebas
KOPAPDI-XVI. 2015.
5. Tarmidi IK, Suryadinata H, Turbawaty DK, Santoso P. Gambaran Pola Kuman dan Sensitivitas
Antibiotik pada Penderita Pneumonia di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Makalah Bebas KOPAPDI-XV.2016.
6. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-edisi 5. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2010:2196-
206.
7. IDSA/ATS. Guidelines for the management of adults with hospital-acquired, ventilator-associated, and
healthcare-associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med; 2005:388-416.
8. Departemen Patologi Klinik RSHS. Peta Bakteri dan Kepekaannya terhadap Berbagai Antibiotika di
Rumah Sakit Umum Pusat DR. Hasan Sadikin Bandung Semester II-Tahun 2013. Bandung:2013.
9. Ewig S, Schlochtermeier M, Goke N, Niederman MS. Applying sputum as a diagnostic tool in
pneumonia: limited yield, minimal impact on treatment decisions. Chest. 2002;121(5):1486-92.
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/tumed
Tunas Med J Ked & Kes, 2021;7(1):
10. Miyashita N, Shimizu H, Ouchi K, Kawasaki K, Kawai Y, Obase Y, et al. Assessment of the
usefulness of sputum Gram stain and culture for diagnosis of community-acquired pneumonia
requiring hospitalization. Int Med J Exper Clin. 2008;14(4):CR171-6.
11. Park HK, Song JU, Um SW, Koh WJ, Suh GY, Chung MP, et al. Clinical characteristics of health care-
associated pneumonia in a Korean teaching hospital. Respir Med. 2010;104(11):1729-35.
12. Almirall J, Bolibar I, Vidal J, Sauca G, Coll P, Niklasson B, et al. Epidemiology of community-
acquired pneumonia in adults: a population-based study. Eur Respir J. 2000;15(4):757-63.
13. Jain S, Self WH, Wunderink RG, Fakhran S, Balk R, Bramley AM, et al. Community-Acquired
Pneumonia Requiring Hospitalization among U.S. Adults. N Eng J Med.2015;373(5):415-27.
14. Micek ST, Kollef KE, Reichley RM, Roubinian N, Kollef MH. Health care-associated pneumonia and
community-acquired pneumonia: a single-center experience. Antimicrob chem.2007;51(10):3568-73.
15. Rotstein C, Evans G, Born A, Grossman R, Light RB, Magder S, et al. Clinical practice guidelines for
hospital-acquired pneumonia and ventilator-associated pneumonia in adults. Can J infect Dis Med
Microb.2008;19:19-53.
16. Russell CD, Koch O, Laurenson IF, O'Shea DT, Sutherland R, Mackintosh CL. Diagnosis and features
of hospital-acquired pneumonia: a retrospective cohort study. J Hosp Infect. 2016;92(3):273-9.
17. Carrabba M, Zarantonello M, Bonara P, Hu C, Minonzio F, Cortinovis I, et al. Severity Assessment of
Healthcare-Associated Pneumonia and Pneumonia in Immunosuppression. Eur Respir
J.2011;40(5):1201-12010.
18. Nguyen M, Nguyen TD. Investigation on hospital-acquired pneumonia and the association between
hospital-acquired pneumonia and chronic comorbidity at the Department of General Internal Medicine,
University Medical Center Hochiminh City. Mahidol Univ J Pharm Sci. 2015;42(4):195-202.