Gerakan Padri Pembaharuan Islam Di Minangkabau

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

GERAKAN PEMURNIAN ISLAM DI MINANGKABAU

Salman Fazli
[email protected]
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol

Abstrak
Kaum Padri berhadapan dengan amalan adat masyarakat Minangkabau yang dilarang Islam.
Walaupun Islam sudah dianut oleh masyarakat, tapi kebiasaan yang bertentangan dengan
ajaran Islam tidak ditinggalkan. Kaum Padri melakukan pembaharuan islam secara kaffah
dengan menggunakan pemahaman wahabi yang bertujuan untuk memurnikan agama Islam di
Minangkabau. Kaum Padri bersikap tegas dan kasar dalam menegakkan ajaran Islam, siapa
yang tidak mengikuti maka akan diperangi. Tokoh dari pembaharuan islam kaum Padri adalah
harimau nan salapan, yaitu Tuanku nan Renceh, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Berapi. Tuanku
Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Galung, Tuanku Biaro, Tuanku kapau. Akan
tetapi, gerakan Pembaharuan terhalang akan penolakan dari masyaraka dan kaum tua yang
tidak suka dengan ajaran tersebut karena bertentangan dengan sistem kultural masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah motode kualitatif dengan mencari informasi
dari sumber-sumber sejarah yang sudah dibukukan dan ahli sejarah yang paham dengan
gerakan pemurnian kaum Padri. Dari hasil penelitian ini, maka ditemukan bahwa, kaum Padri
merupakan gerakan dakwah melakukan pembaharuan pemahaman wahabi dengan tujuan
kembali pada syariat Islam sepenuhnya dengan cara yang tegas dan keras. Namun, gerakan
Pemurnian kaum Padri mendapat penolakan yang menimbulkan perselisihan antar saudara

Kata Kunci: Padri, Gerakan, pembaharuan, Tokoh

1
Pendahuluan
Salah satu anugerah yang sangat besar dari Allah SWT kepada manusia adalah
diberikan nikmat berupa pikiran. Pikiran merupakan salah satu aspek yang membedakan
manusia dengan makhluk Tuhan lainnya dalam kalangan umat muslim, nikmat pikiran
yang diberikan oleh Allah SWT dituntut digunakan dengan sebaiknnya.
Pemikiran-pemikiran yang jernih tentang wahyu Allah, telah memmbawa
kemajuan bagi peradapan umat manusia. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasullah
SAW, saat pertama sampai dikota Madinah tang penduduk aslinya adalah beragama
Yahudi. Untuk menciptakan perdamaiaan yang dikenal dengan “Piagam Madinah”. Hal
initersebut terbukti dapat menjadi magnet mempersatu umat beragama ketika itu,
Begitupun para ulama dan tokoh cendikiawan muslim.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannnya.
Begitulah ungkapan yang paling bijak dan tepat terkait sikap kita terhadap para pahlawan
yang rela berkorban untuk mempersatukan Indonesia dari serangan penjajah. Setiap
daerah di Indonesia tentunya memiliki sejarah tersendiri terkait dengan berbagai
peristiwa yang berkaitan dengan perlawanan terhadap bangsa asing yang pernah
menjajahnya. Begitu juga dengan Masyarakat Minangkabau Sumatera Barat. Pada abad
ke-18 masehi pernah terjadi konflik internal antara kaum adat dan kaum paderi.
Kaum Padri adalah sebua nama di daerah Padang, yang mana di daerah inilah
awal mulanya diterapkannya gerakan puritanisme di Indonesia. Gerakan puritanisme
adalah sebuah gerakan pemurnian ajaran Islam yang telah berpengaruh atau telah
tercemari oleh ajaran-ajaran yang datang dari luar Islam. Gerakan ini pertama kali
dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab, di Nejd. Berkat bantuan penguasa kelarga
su‟ud faham ini berkembang pesat di wilayah jazirah Arabia, bahkan sempat
menggoyahkan pemerintah kerajaan Turki Usmani.
Berbicara gerakan kaum Padri pada masyarakat Minangkabau tidak dapat
melepaskan tokoh-tokoh utama yang melatari gerakan Padri ini sendiri, yang terdiri atas
delapan orang ulama, yang nama atau gelarnya masih diingat sampai sekarang. Tuangku
ialah seorang ulama yang mempunyai martabat yang tinggi, lagi pula ahli dalam ilmu
kitab. Sama dengan sebutan Tengku dan Buya/Abuya dalam bahasa Minang. Mereka itu
adalah:
1. Tuangku Nan Ranceh di Kamang
2. Tuangku Lubut Aur di Cadung
3. Tuangku Berapi di Bukit (Cadung)
4. Tuangku Padang Laweh di Banuampu
5. Tuangku Padang Luar di Banuampu
6. Tuangku di Galong di Sungai Puar
7. Tuangku Banesa
8. Tuangku Kapau di Agam.

2
Beberapa orang diantaranya diburu buru oleh fanatisme yang tak kunjung
padam, yang lain didorong oleh alasan alasan pribadi. Kedelapan orang ini begitu
berbeda dari yang lain-lain dalam hal keganasan dan kekejaman, sehingga masih saja
mereka terkenal di kalangan rakyat dengan nama harimau nan salapan (Harimau yang
delapan), sebab seperti binatang buas ini, mereka pun membawa penderitaan dan
kemusnahan di mana saja mereka menampakkan diri. Dari konteks sejarah Nasional kita
telah terbiasa untuk melihat perang Padri sebagai salah satu contoh perjuangan
kemerdekaan. Tuanku Imam Bonjol, pemimpin generasi kedua dari gerakan Padri. 1
Langkah pembaharuan Islam di Minangkabau pada abad ke-18 telah dimulai oleh
beberapa tokoh yang pada tahap selanjutnya mereka mendapat kekuatan baru pada tahun
1803 M. Mereka adalah Haji Miskin dan Pandai Sikat. Haji Sumanik dari VIII Koto dan
Haji Piobang dari Lima Puluh Kota pulang dari Mekkah. Kepulangan mereka dengan
membawa semangat Islam yang diilhami oleh gerakan Wahhabi yang puritan.2 Dari
uraian diatas, maka para pejuang agama tersebut yang disebut juga dengan kaum Padri
mengadakan persatuan dan kebulatan tekad untuk memperjuangkan tegaknya syara‟ dan
membasmi kemaksiatan dengan jalan ceramah ceramah agama yang diselenggarakan di
surau-surau dan masjid-masjid.3
Pembahasan
1. Kondisi keberagamaan masyarakat Minangkabau pra Pembaharuan abad 19
Sejarah ulama-ulama besar Nusantara (Indonesia) tidak lepas dari kontribusi
ulama Ranah Minang. Harus diakui, bahwa ulama Minangkabau telah mengambil
peran besar dalam pentas sejarah pembaharuan pemikiran Islam di akhir abad 19 dan
awal abad 20, yang mencoba kembali meluruskan praktek beribadah masyarakat
Islam pada masa lalu.
Jika di lihat kembali sejarah ke belakang, pada abad 16, peran ulama
Minangkabau dalam penyebaran agama Islam di Nusantara juga tercatat dalam
sejarah. Hamka menuliskan Sejarah Raja Malewar yang bernama Sultan Mahmud
dari Pagaruyung Minangkabau telah memancangkan peradaban Melayu Islam di
Negeri Sembilan Malaysia hingga sekarang. Kemudian Raja Bagindo dari Pesisir
Pariaman, yang berangkat menuju Kepulauan Sulu (Mindanau), yang kemudian
melahirkan raja-raja Sulu hingga keturunannya masih ada, di antaranya bernama
Senator Alonto, tokoh Muslim Philipina.4 Pada kuburan Sultan Brunai pun terdapat
nama Seri Sultan Tajuddin yang menuliskan sejarah dan silsilahnya raja yang
mempunyai tahta kerajaan di negeri Brunai Darussalam yang mengakui mengambil
pusaka nobat negara genta yang beralamat Minangkabau Negeri Andalas dan
dituliskan pada nisan raja itu adalah sebagai pengikut syariat Nabi Muhammad

1
Taufik Abdullah. Sejarah Lokal di Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2010), h. 155
2
Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam. (Jakarta: Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia. 1991), h. 155
3
Sambas, Syukriadi & Aripudin, Acep. Dakwah Damai Pengantar Dakwah Antarbudaya. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2007), h. 32
4
Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1984), hal. 22.

3
hingga raja-raja terakhir. Sultan Aceh pernah mengutus tiga orang ulama
Minangkabau ke Makasar menghadap Raja Goa dan Tallo, yaitu Datuk Ribandang
(Khatib Tunggal Datuk Makmur), Datuk Patimang (Khatib sulung Datuk Sulaiman)
dan Datuk Ditiro (Syekh Nurdin Ariyani) ke. Sulawesi Selatan untuk menerangkan
hakikat ajaran Islam. Mereka inilah yang mendapat kehormatan di sana hingga
melanjutkan penyebaran agama Islam ke Kerajaan Bima Nusa Tenggara . Ulama
bertiga itu memulai babak baru penyebaran agama Islam di Makasar dan Bugis. 5
2. Tokoh Dan Gerakan pembaharuan Minangkabau Abad 19 hingga Awal abad
20
Di awal abad ke-20, modernisasi terjadi dalam setiap aspek kehidupan
Minangkabau dalam bentuk Gerakan pembaharuan Islam yang terdiri dari tiga fase
sebagai berikut :
a. Fase Tuanku Nan Tuo dari Koto Tuo
Sejak abad ke-18 ada tiga ordo sufi yang berkembang di Minangkabau, yaitu
Naksyabandiyah, Syathariyah, dan Qadiriyah. Aliran Syathariyah yang
berkembang di daerah Koto Tuo berusaha meyakinkan nagari-nagari di sekitarnya
untuk menerima hukum Islam dalam berdagang dan berhubungan dengan para
saudagar. Mula-mula, Tuanku Nan Tuo membantu para pedagang yang diculik
oleh perampok untuk kemudian dijual menjadi budak.6 Para pengikutnya
membantu mencari tempat-tempat orang-orang (pedagang) tersebut.
disembunyikan dan ditahan, lalu menyelamatkan. Sementara itu, para
perampoknya dihukum. Perampok-perampok ini menjadi takut sehingga aktivitas
mereka jadi menurun.7 Dari kondisi yang lebih kondusif ini, tercipta kemajuan
yang baik dalam urusan perdagangan. Pada tahun 1780-an, sekolah-sekolah
agama menyebar ke seluruh dataran tinggi.
Para reformis berpindah dari pengaruh sekolah lama sufi di Ulakan (dekat
pantai Pariaman) menuju Kamang, Rao, koto Gadang dan akhirnya bertahan di
Batu Tebal.8 Di akhir abad ke-18 gerakan reformis Islam menyebarkan tarekat
Naksyabandiyah, Syattariyah, dan Qadiriyah ke daerah dataran tinggi. Pada masa
ini sekolah Islam yang dikepalai oleh Tuanku Nan Tuo menjadi pusat untuk
gerakan reformis Islam. Gerakan ini berkepentingan langsung dengan persoalan-
persoalan yang menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat. Fatwa yang
dikeluarkan ditujukan kepada persolan kehidupan keluarga, seks, dan perilaku
yang dianggap pantas. Sistem pewarisan Minangkabau dan pola menetap yang

5
Anas Nafis, "Cerita Masuknya Agama Islam", dalam Koran Harian Um um lndependen Singgalang,
Padang , Ahad, tanggal 25 Juli 2004.
6
Taufik Abdullah, Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927- 1933)
7
Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 2004), 262.
8
Jeffrey Hadler, “A historiography of Violence and the Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol
and the Uses of History” The Journal of Asian Studies, vol. 67, No. 3, 2008, hlm. 977

4
bersifat matrilokal dianggap sangat bertentangan dengan hukum syariah dan
mustahil untuk diabaikan.
Wacanawacana baru para reformis ini berkepentingan langsung dengan
persoalan kehidupan individual dan hal-hal yang bersifat privat. Para reformis
Islam ini punya tujuan agar hukum Islam dijalankan secara tegas. Mereka
mendorong masyarakat untuk lebih sering menghadiri ibadah sholat Jumat,
berhenti minum tuak dan berjudi, serta menghentikan perbudakan dan
perampokan.
b. Fase Tiga Haji Beraliran Wahabi
Kepulangan tiga orang haji dari Mekah pada tahun 1803 membawa perubahan
baru. Tuanku Nan Renceh, menilai cara-cara yang dipakai Tuanku nan Tuo tidak
membawa hasil signifikan. Ia beserta pengikut-pengikutnya sepakat
menginginkan perubahan total di Minangkabau, untuk itu nagari harus dijadikan
masyarakat Islam secepat mungkin. Tanda-tanda lahiriah nagari seperti adu jago,
perjudian, penggunaan tembakau, candu, sirih, dan minuman keras harus dilarang.
Orang-orang diharuskan memakai pakaian putih sebagai lambang kesucian.
Perempuan diharuskan menutupi wajahnya, sementara para pria membiarkan
janggut mereka tumbuh, mengenakan pakaian jubah dan menutup kepala dengan
turban. Dikeluarkannya larangan memakai perhiasan emas serta menjauhi pakaian
sutra bertujuan menciptakan kebudayaan Arab di dataran tinggi Sumatera Barat.
Paderi pun menekankan pada pelaksanaan rukun Islam mengenai aturan
sembahyang lima waktu, kewajiban tersebut harus dilaksanakan. Sebagai wujud
pengukuhan identitas, mereka kemudian menyebut diri sebagai “orang putih” dan
lawan-lawan mereka sebagai “orang hitam”. Termininologi ini secara konotatif
merujuk pada moral masing-masing pihak.
Orang Eropa menginterpretasikan bahwa „putih‟ merujuk kepada jubah putih
yang dipakai orang Paderi dan „hitam‟ adalah warna pakaian tradisional yang
dikenakan oleh Penghulu. Paderi mendeklarasikan jihad melawan elite tradisional,
membakar rumah gadang, membunuh para pemimpin tradisional, dan membantai
keluarga kerajaan di tahun 1815 M. Selanjutnya, mereka berbalik menentang
reformis moderat seperti Tuanku Nan Tuo dan Syekh Jalaluddin, kemudian
menyebut tokoh-tokoh ini sebagai Rahib Tuo dan Rajo Kafir.
Minangkabau berada pada situasi yang tidak stabil selama pergolakan antara
Paderi dan golongan adat berlangsung. Hasrat memperbaiki ekonomi pasca
perang Napoleon dan iming-iming rumor tentang emas Minangkabau, membuat
Belanda berminat turut campur dalam konflik tersebut. Tahun 1821 Belanda
kembali ke pelabuh an Padang, menandatangani perjanjian dengan kelompok
ortodoks dan mengirim sebuah pasukan ke perbukitan. Belanda melakukan
serangan pada 28 April 1821 M, pertama-tama di daerah Lintau. Hingga tahun

5
1824 hanya daerah-daerah pusat seperti Pagaruyung, Saruaso, Sungai Tarab, Lima
Kaum, hanya Batipuh saja yang berhasil dikuasai oleh Belanda.
Pada tahun 1830, Belanda kembali dapat menyatukan pasukannya dengan
pasukan Jawa setelah keberhasilan terhadap Diponegoro. Pada tahun 1832
Belanda mampu menaklukkan Bonjol dan menyatukan Sumatera Barat ke dalam
daerah koloninya. Meski demikian, kekalahan Paderi juga diikuti dengan
penyatuan reformis Islam dan kelompok tradisional dalam membangun
perlawanan terhadap pendudukan asing.
Konsolidasi antara Paderi dengan kelompok tradisional adat terjadi saat
Tuanku Imam Bonjol mengadakan pertemuan dengan seluruh tuanku, hakim,
basa, dan penghulu, untuk menyatakan perjanjian damai dan tidak lagi ikut
campur dalam otoritas pekerjaan kelompok tradisional. Masyarakat pun setuju
dengan hukum, adat bersandi syarak (syariah) sebagai dasar untuk adat. Jika ada
persoalan adat maka itu akan dibawa pada tetua adat, sebaliknya jika ada masalah
dengan hukum Islam itupun akan dibawa pada pemegang otoritas Islam.
Tiga orang yang pulang dari Mekah tersebut merupakan ulama yang sudah
belajar di Mekah dan mereka membawa pemahaman pemurnian Islam Wahabi,
Ketiga ulama tersebut, dikenal dengan nama Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji
Piobang. Hal utama yang dilakukan oleh Haji miskin adalah melarang masyarakat
untuk menyabung ayam dengan pergi langsung ke tempat pengaduan ayam. Namun,
larangan tesebut tidak dihiraukan dan masyarakat menganggap bahwa Haji miskin
mengganggu dan menbuat haji miskin marah. Karena tidak dihiraukan, maka pada
malam hari Haji Miskin membakar lokasi menyabung ayam dan membuat masyarakat
marah dan melakukan pengejaran terhadap Haji Miskin. Dalam pengejaran, Haji
Miskin berhasil selamat dengan melarikan diri ke Lawas dan mendapat perlindungan
dari Tuanku Mensiangan yang dikenal dengan Tuanku Pasaman.9
Dakwah yang disampaikan oleh Haji Miskin juga ada yang diterima oleh
masyarakat, sehingga ajaran yang dibawa Haji Miskin bisa menyebar apalagi saat
Haji Miskin Bertemu dengan Tuanku Nan Receh. Hal ini menyebabkan timbulnya
keinginan untuk melawan kaum adat. Pada awalnya terdapat delapan ulama yang
bergabung, yaitu Tuanku nan Renceh, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Berapi. Tuanku
Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Galung, Tuanku Biaro, Tuanku kapau.
Sikap keras dan tegas yang dilakukan Tuanku terhadap sesuatu yang berhubungan
dengan adat membuat mereka dijuluki Harimau nan Salapan (harimau yang delapan).
Sebelumnya, Harimau nan Salapan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan
Tuanku nan Tuo. Seseorang yang mereka hormati, yang menyetujui gerakan
memurnikan ajaran Islam di Minangkabau tapi dengan syarat, harus dengan cara yang
baik dan lunak. Tuanku nan Tuo berpendapat, cara yang keras hanya akan melahirkan
kekerasan yang baru. Namun, Harimau nan Salapan tidaksetuju dan langsung

9
Haedar Nasir. Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri di Minangkabau. UNISIA, Vol. XXXI No. 69 h, 20

6
mengambil sikap untuk menjalankan dakwah yang keras dalam meweujudkan
pemurnian Islam di Minangkabau. Dari keputusan inilah, lahirnya kaum padri.10
3. Bentuk Gerakan Pembaharuan Islam di Minang Kabau abad 19 hingga Awal
Abad 20
Seperti yang kita tahu, keadaan masyarakat Minangkabau sebelumnya. Meski
sudah memeluk Islam, sudah mengakui bahwa Islam adalah agamanya, tapi
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Islam tetap dilakukan oleh masyarakat.
persoalan inilah yang akan diberantas oleh kaum padri, dengan mengembalikan
kemurnian Islam, yaitu kembali kepada ajaran Islam berdasarkan Al-Qu‟ran dan
Hadits. Dalam gerakan Padri dengan semangat pembaruan kembali kepada Islam
yang murni atau asli sebagaimana ciri kaum Wahhabi atau Salafi, memang sangat
kentara. Sjafnir Aboe Naim mempertegas watak puritanisme gerakan Padri yang
berwatak Wahhabi itu sebagai berikut: “Misi mereka adalah membersihkan berbagai
pengaruh adat yang berlawanan dengan ajaran Islam. Ide ini timbul ketika mereka
berkenalan dengan ajaran kaum Wahabi di Makah saat mereka menunaikan ibadah
haji. Target yang diinginkan ialah kembali ke agama Islam secara menyeluruh, yakni
ketaatan mutlak terhadap agama, shalat lima waktu, tidak merokok, dan berjudi serta
menyabung ayam. Ideologi yang dipegang oleh kaum Padri, menjadi pelopor utama
masuknya pemikiran wahabi di Nusantara khususnya di Minangkabau. 11
Pemahaman wahabi yang keras, tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan-
kesalahan yang melanggar Syariat Islam membuat kaum Padri bersikap yang sama
ketika berdakwah kepada masyarakat Minangkabau. Gerakan dakwah yang
diterapkan kaum padri Gerakan purifikasi yang melekat dengan perjuangan Padri dan
Islamisasi di Minangkabau memiliki keterkaitan dengan paham Wahabi (Wahhabi,
Wahhabiyyah) yang memang cukup kuat. Hamka menuliskan bahwa Haji Miskin,
Haji Piobang, dan Haji Sumanik merupakan “penggerak pertama paham Wahabi
menjadi gerakan Padri atau Pidari di Minangkabau, yang pulang dari Makkah sekitar
tahun 1803 atau setahun sebelumnya”.12
Gerakan Wahabi yang mengikuti paham Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-
1792) pelopor pembaruan (pemurnian) Islam di Arab Saudi adalah “gerakan dakwah
dengan menyeru umat mengakui dan melaksanakan ajaran keesaan Allah (tauhid),
dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya. Akan tetapi, tokoh utama dalam pergerakan
dakwah kaum Padri adalah harimau nan salapan. Ulama-ulama tersebut adalah
Tuanku nan Renceh, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Berapi. Tuanku Padang Lawas,
Tuanku Padang Luar, Tuanku Galung, Tuanku Biaro, Tuanku kapau. Ke delapan

10
Ilyas Ismail dan Prio Hotman. Filsafat Dakwah : Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban
Islam.(Jakarta : Prenada Media Group), 2011. h,28
11
Masrial. Gerakan Dakwah Kaum Padri di Minangkabau (1803-1820). (Al-Hikmah, Edisi Antar Bangsa),
h, 30
12
Ibid, h. 25

7
ulama ini, menjadi pelopor gerakan kaum Padri dalam memurnikan agama Islam di
Minangkabau. (Metode) Untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana keadaan
masyarakat Minangkabau dikala itu, seorang ulama mengatakan bahwa, “Tegas dan
keras bukan dalam arti memaksakan, tapi tidak membenarkan paham, kepercayaan
dan praktik yang bukan berasal dari ajaran Islam. Namun, masyarakat waktu itu
dianggap ajaran Islam menangkap bahwa pemahaman masyarakat di Minangkabau
waktu terbatas, masih belum mengetahui apa yang diperbolehkan dan tidak
dibolehkan dalam Islam.13
Melihat keadaan masyarakat waktu itu, menimbulkan pertanyaan. Apakah dengan
Ajaran yang keras dan tegas yang dilakukan kaum muda bisa efektif terhadap
masyarakat Minangkabau dengan keadaan sekarang, ada kelompok yang mentolerir
praktek-praktek yang berbau syirik seperti sesajen, jampi-jampi, jimat-jimat dan lain
sebagainya. Di sisi lain, ada kelompok-kelompok penyampaian lain yang tegas
namun dianggap radikal. Efektif atau tidak dakwah yang dilakukan, namun keputusan
dakwah yang dilakukan oleh kaum Padri menghasilkan keadaan yang berbeda beda.
Pertama, ajaran yang dilakukan dengan cara keras dan tegas bisa mengembalikan
kemurnian agama Islam. Namun, di sisi lain keputusan dengan berdakwah secara
keras, juga berhasil menciptakan permusuhan antar saudara. Baik itu saudara sesama
muslim, dan juga saudara sesama masyarakat Minangkabau, sehingga berhasil
menciptakan perang antar saudara selama bertahun-tahun yang dikenal dengan perang
Padri.14

KESIMPULAN

Kaum Padri lahir dari suatu keprihatinan terhadap situasi masyarakat Minangkabau yang
yang terjebak dalam ketidak tahuan larangan dan perintah di dalam Agama Islam, walaupun
secara langsung masyarakat sudah memeluk agama Islam. Tujuan utama kaum Padri adalah
menegakkan syariat Islam di Minangkabau, dengangan mengajak masyarakat meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT.
Tokoh-tokoh utama dalam pembaruan gerakan kaum Padri adalah harimau nan salapan.
Harimau melambangkan kekuatan yang tegas dan keras, sedangkan nan salapan merupakan
tokoh yang terdiri dari delapan orang. Adapaun tokoh-tokoh tersebtut adalah Tuanku nan
Renceh, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Berapi, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar,
Tuanku Galung, Tuanku Biaro, Tuanku kapau.
Idiologi yang dipegang oleh kaum Padri adalah pemahaman Wahabi dengan tujuan
pemurnian Agama Islam. Pemurnian agama Islam dengan cara keras dan memaksa, bagi yang

13
Hati Putri Citra, Dakwah pada Masyarakat Minangkabau(Studi Kasus pada Kaum Padri). Islamic
Comunication Journal Volume 3, Nomor 1, .2018, h. 30
14
Supriadi Endang.2018. Radikalisme dan Kaum Muda dalam Perspektif Sosiologi. Volume I, Nomor 1,
h.25

8
masih melaksanakan hal-hal terlarang, maka akan diperangi. Sehingga gerakan dakwah kaum
Padri banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat. Apalagi bagi kaum adat yang merasa
tidak sesuai dengan pemahaman tersebut.

DAFTRA PUSTAKA

Abdullah,Taufik, Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-
1933) (Cornell University: Modern Indonesia Project), 1971.
Abdullah, Taufik. Sejarah Lokal di Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2010).
Abdullah, Taufik. Sejarah Umat Islam. (Jakarta: Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia.
1991).
Citra, Hati Putri, Dakwah pada Masyarakat Minangkabau(Studi Kasus pada Kaum Padri).
Islamic Comunication Journal Volume 3, Nomor 1, .2018.
Endang, Supria, Radikalisme dan Kaum Muda dalam Perspektif Sosiologi. Volume I, Nomor 1,
Hadler, Jeffrey, “A historiography of Violence and the Secular State in Indonesia: Tuanku Imam
Bondjol and the Uses of History” The Journal of Asian Studies, vol. 67, No. 3, 2008.
Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta : Pustaka Panji Mas), 1984
Masrial. Gerakan Dakwah Kaum Padri di Minangkabau (1803-1820). (Al-Hikmah, Edisi Antar
Bangsa),
Nasir, Haedar, Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri di Minangkabau. UNISIA, Vol. XXXI No.
69
Nafis, Anas, "Cerita Masuknya Agama Islam", dalam Koran Harian Umum lndependen
Singgalang, Padang , Ahad, tanggal 25 Juli 2004
Reid, Anthony, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES), 2004
Ilyas Ismail dan Prio Hotman. Filsafat Dakwah : Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban
Islam.(Jakarta : Prenada Media Group), 2011.
Sambas, Syukriadi & Aripudin, Acep. Dakwah Damai Pengantar Dakwah Antarbudaya.
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007),

Anda mungkin juga menyukai