Tgs KLMPK 1 - AKI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS


“Acute Kidney Injury (AKI)”

Disusun Oleh :
Kelompok I
Nama NPM
Alisya. Z. H. Samangun 12114201190008
Antho Siahaya 12114201190021
Dewi. A. Luturmas 12114201190053
Ficka. W. Latulola 12114201190080

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2022
ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Ginjal


Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperitoneal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III dan melekat langsung
pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnya
ada 2 buah yang terletak pada kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal
kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Pada umumnya ginjal laki – laki lebih
panjang dari pada ginjal wanita. (Nian Afrian & Dhian, 2017)
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan
cara membuah sisa metabolisme dan menahan zat – zat yang diperlukan oleh tubuh.
Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk homeostatis. Homeostatis amat penting dijaga
karena sel – sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. (Cynthia Lee &
Aurora, 2011)
Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu mengahasilkan urin disebut nefron.
Nefron terdiri dari 2-3 juta unit fungsional. Secara mikroskopis satu buah nefron terdiri
dari sebuah arteriol aferen yang membawa darah arteri menuju glomerulus. Glomerulus
ini merupakan jaringan kerja yang keras yang dibungkus oleh kapsula Bowman. Tugas
dari glomerulus ini adalah untuk menyaring produk sisa yang berukuran sangat kecil.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) dijadikan indikator kualitas fungsi ginjal. (Cynthia Lee &
Aurora, 2011)
LFG dipengaruhi oleh filtrasi glomerular, takanan pada kapsula Bowman, dan
tekanan onkotik plasma (takanan protein plasma). Tekanan arteri rata – rata harus
dipertahankan antara 80-100 mmHg untuk mempertahankan aliran darah ke ginjal.
Karena darah dan protein merupakan partikel yang besar untuk difiltrasi, maka darah dan
protein tetap berada di ruang intravaskular dan tidak difiltrasi. Proses filtrasi di
glomerulus merupakan awal dari produksi urin.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20 % plasma yang masuk glomerulus
tanpa menyeleksinya. Kurang lebih akan didapat 125 ml filtrate/menit atau 180 liter/hari.
Dari jumlah itu, 178,5 liter/hari akan direabsorbsi. Maka rata – rata urin orang normal 1,5
liter/hari. (Nian Afrian & Dhian, 2017)

B. Definisi Acute Kidney Injury (AKI)


Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu)
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan
ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. (Molitoris et al, 2007).
AKI adalah suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mengekrsikan sisa metobilme, menjaga keseimbangan elektrolit
dan cairan. Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal
(AKI “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease atau AoCKD).
Dahulu, hal di atas disebut sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional
yang seragam, sehingga parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan
berbeda – beda pada berbagai kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara
lain kesulitan membandingkan hasil penelitian untuk kepentingan meta-analisis,
penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat diagnosis dini dan spesifisitas kriteria
untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan prognosis pasien
(Molitoris et al, 2007)
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang
beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat
mengganti istilah ARF (Acuet Renal Failure) menjadi AKI (Acute Kidney Injury).
Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman
masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih
tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. (Molitoris et al, 2007)

C. Etilogi Acute Kidney Injury (AKI)


Acute Kidney Injury (AKI) merupakan kehilangan ginjal yang tiba – tiba dan
reversibel. Ada tiga tipe AKI ; kegagalan prarenal, intrarenal, dan pascarenal. (Cynthia
Lee & Aurora, 2011)
a. Kegagalan prarenal merupakan penurunan aliran darah atau perfusi ke ginjal.
Penyebab utamanya adalah penurunan curah jantung, dehidrasi, stenosis arteri
renalis dan syok. Semua ini menyebabkan suplai darah ginjal tidak adekuat
sehingga menstimulasi SRAA untuk tetap menahan air dan garam di dalam tubuh.
Pada akhirnya keadaan ini meningkatkan volume intravaskuler yang
meningkatkan Tekanan darah dan menurunkan keluaran urine. (Cynthia Lee &
Aurora, 2011)
b. Kegagalan intrarenal disebabkan ketika terjadi cedera di tubulus ginjal dan nefron
secara langsung. Penyebab utamanya adalah nekrosis tubular akut (ATN). ATN
ini terjadi ketika destruksi (penghancuran) sel – sel epetial tubulus menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminar sehingga menurunkan LFG dan fungsi ginjal
secara cepat. Kerusakan langsung nefron atau korteks yang disebut nekrosis
tubular akut. Debris karena pembengkakan dan nekrosis menyebabkan hambatan
aliran darah dan aliran filtrat yang lebih lanjut menyebabkan ketiadaan urine dan
nekrosis yang lebih buruk. Penyebab lain kegagalan intrarenal yaitu
glomerulonefritis akut, obat – obatan yang nefrotoksik (seperti pewarna kontras,
antibiotik aminoglikosida), dan iskemia. (Cynthia Lee & Aurora, 2011)
c. Kegagalan pascarenal pada dasarnya merupakan sejenis obstruksi. Obstruksi
dapat terjadi di mana saja baik di ginjal atau di saluran dan organ yang mengalir
ke uretra. Abnormalitas seperti batu ginjal dan tumor juga dapat menyebabkan
penyimpangan urine dan ketiadaan urine yang mengakitbatkan dilatasi sistem
urinari, peningkatkan LFG, peningkatakan edema karena reabsorpsi air dan garam
serta infeksi. Di manapun kegagalan ginjal terjadi, pada akhirnya akan
menyebabkan retensi sia – sia metabolisme, terutama nitrogen dan elektrolit, dan
asidosis metabolik yang mengarah ke gagal ginjal. (Cynthia Lee & Aurora, 2011)

D. Epidemiologi
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission patient
dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif (ICU). AKI
juga menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama pasien dengan latar
belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan
bencana alam seperti gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United
State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini
bahkan lebih tinggi dari insiden stroke. (Nian Afrian & Dhian, 2017)

E. Patofisiologi
Patofisiologi dari Acute Kidney Injury yaitu, hilangnya fungsi ginjal secara
mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renang atau disfungsi tubular
dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urine normal.
Anuria (kurang dari 50 mg perhari) dan normal haluaran urin tidak seperti oliguria.
Oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis yang umum dijumpai
pada gagal ginjal akut. Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oliguria
belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa
faktor mungkin reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat sebelum fungsi
ginjal terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal
dan gangguan fungsi ginjal: hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal
jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan
darah atau batu ginjal dan obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi ini
ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN,
oliguria dan tanda-tanda yang lain berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat dikurangi.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria,
periode diuresis dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri
dengan kejadian oliguria. Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam)
disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation interseluler - kalium dan
magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah
normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul,
dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi. Pada banyak pasien hal
ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen. Namun,
pasien masih mengeksresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini
merupakan bentuk non oligurik dari gagal ginjal dan terjadi trauma setelah antibiotik
nefrotoksik diberikan kepada pasien; dapat juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera
traumatik dan penggunaan anestesi halogen. (Smeltzer & Bare, 2013)
Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah
urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus nilai laboratorium
berhenti meningkat dan akhirnya menurut. Meskipun haluaran urin mencapai keadaan
normal atau meningkat fungsi, renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin
masih ada sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien
harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini jika terjadi dehidrasi,
tanda uremik biasanya meningkat. Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan
fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali
normal, meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permainan sekitar 1% sampai
3%. (Smeltzer & Bare, 2013)

F. Manifestasi Klinis (Smeltzer & Bare, 2013)


Hampir semua sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme
pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual
persisten, muntah dan diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi dan
napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa
lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinis Acute Kidney Injury yaitu
:
a. Perubahan Haluaran Urin
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah.
b. Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya bergantung
pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein.
Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantuan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit
c. Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium
seluler kedalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+
tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. Sumber kalium
mencakup katabolisme jaringan normal ; masukkan diet, darah disaluran
gastrointestinal; atau transfusi darah dan sumber – sumber (infus intravena,
penisilin kalium dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons terdapat adanya
asidosis metabolik).
d. Asidosis Metabolik
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme
bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan
kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga, asidosis metabolik
progresif menyertai gagal ginjal
e. Abnormalitas Ca++ dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium mungkin
menurun sebagai respons terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan
sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
f. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya saluran
gastrointestinal. Adanya bentuk eritropoetin (epogen) yang sekarang banyak
tersedia, menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama dibanding
sebelumnya.

G. Penatalaksanaan
Pada dasarnya tata laksana sangat ditentukan oleh penyebab Acute Kidney Injury.
Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi, upaya yang dapat dilakukan adalah tata
laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap Acute Kidney
Injury berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab Acute Kidney Injury adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi
pascarenal dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan
pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap
pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang
cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat
dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urine dan serum.
(Sinto & Nainggolan, 2010)

H. Komplikasi
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI
yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat awal.
Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan penangannya untuk
AKI : (Sinto & Nainggolan, 2010)

Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Hiponatremia Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari
infuse larutan hipotonik.
Hiperkalemia Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari), hindari
diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >
15 mmol/L, pH >7.2 )
Hiperfosfatemia Batasi asupan diet fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat,
kalsium karbonat) Kalsium karbonat; kalsium
glukonat (10-20 ml larutan 10%)
Hipokalsemia Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolic
Nutrisi Karbohidrat 100 g/hari Nutrisi enteral atau
parenteral, jika perjalanan klinik lama atau
katabolik

I. Pencegahan
Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status hemodinamik
seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah penggunaan zat
nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang
dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik tidak terbukti
efektif mencegah terjadinya AKI. (Sinto & Nainggolan, 2010)

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

RIWAYAT

Perubahan status mental : kekacuan mental, letargi, stupor. Mual dan muntah, Anoreksia,
Pruritus, Sakit nyeri tumpul pada sudut kostovertebral, Hipertensi. Perubahan dalam harapan
keluaran urin : oliguria, anuria atau poliuria (dapat mengalami pengeluaran urin normal),
Kesulitan buang air kecil, Asteriksis dan Kejang. (Laura A & Mary, 1997)

PENGKAJIAN FISIK (Laura A & Mary, 1997)

Inspeksi
Pernafasan kussmaul’s (dengan asidosis metabolik)
Takipnea
Kulit kering
Pembesaran vena – vena leher
Twitching pada neuromuskular
Distensi abdomen
Bau uremik

Palpasi
Penurunan turgor kulit
Pembesaran ginjal dan kantung kemih dapat diraba (pada obstruksi bagian luar kandung kemih)
Edema (pada kelebihan cairan)

Perkusi
Resonansi perkusi diatsas pembesar ginjal
Garis perkusi distensi kadung kemih

Auskultasi
Desiran (pada oklusi arteri ginjal)
Pernafasan perubahan bunyi nafas
Kardiodiovaskular : takikardi, distrimia, friksi gesekkan mengindikasikan perikarditis uremik.

Hasil pemeriksaan diagnostik (Laura A & Mary, 1997)

a. Tes radiologi : film KUB : ginjal akan normal atau mungkin membesar, pielografi dapat
menunjukan obstruksi jika penyebab kegagalan postrena.
b. Prosedur khusus : ultrasonografi ginjal dan scanning ginjal akan membukatikan hasil dari
KUB dan pemeriksaan pielografi
c. Gas darah arteri : asidosis
d. Pengawasan ditempat tidur : peningkatan CVP ; peningkatan PCWP deengan kegagalan
diakibatkan oleh penyabab instrarenal ; penurunan CVP, penurunan PCWP bila
kegagalan sehubungan dengan penyebab prerenal.
e. Pemeriksaan laboratorium : kadar BUN dan kreatin meningkat, konsentrasi natrium,
kalsium dan bikarrbonat mungkin menurun; kadar kalium, klorida, fosfat dan magnesium
serum meningkat ; rasio BUN terdapat kreatinin lebih besar dari 10 : 1 pada kegagalan
prerenal.
f. Urinalisasi : natrium kurang dan 10 mEq/L pada kegagalan prerenal, lebih dari 20 mEq/L
pada kegagalan intrarenal dan lebih dari 20 tetapi kurang dari 40 mEq/L pada kegagalan
postrenal; berat jenis lebih dari 1,020 pada tahap prerenal, 1,010 pada kegagalan
intrarental dan postrenal ; pada kegagalan intrental, terdapat hematuria, proteinuria,
serpilihan sel darah merah dan sel darah putih.
g. EKG : takikardia, distritmia dan perubahan tersebut terlihat pada hiperkalemia (contoh,
peregangan gelombang T, pelebaran QRS, depresi ST)

DIAGNOSA KEPERAWATAN (Doenges et al 2014).


1) Resiko ketidakseimbangan glukosa darah ditandai dengan ketidaktepatan pemantauan
glukosa darah.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan kadar HB.
3) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan absorbsi nutiren.
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik.
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN (Doenges et al 2014).

1) Resiko ketidakseimbangan glukosa darah ditandai dengan ketidaktepatan pemantauan


glukosa darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien
bebas dari resiko ketidakstabilan glukosa darah dengan kriteria hasil :
a. Gula darah sewaktu klien dalam rentang normal (< 140 mg/dl)
b. Porsi makan yang diprogramkan oleh tim gizi dihabiskan
c. Klien tidak ada tanda-tanda hiperglikemia : poliuria, polidipsi, polifagi, lemah dan
kelesuan.

Intervensi :

1. Observasi kadar glukosa klien.


2. Pantau tanda – tanda hiperglikemia : poliuria, polidipsi, polifagi, lemah dan
kelesuan.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan kadar HB
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan perfusi
jaringan perifer efektif dengan kriteria hasil :
a. Kadar HB dalam batas normal (11-13 g/dl)
b. Kadar ureum dalam batas normal (10-50)
c. Kadar HCT dalam batas normal (Lk : 40-48%)

Intervensi :

1. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer (akral dingin, nadi


dan pengisian CRT, warna kulit).
2. Anjurkan pasien/keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh pasien (mandi
duduk) berbaring dan mengubah posisi pasien.
3. Tata laksana pemberian obat aminefron melalui oral.
3) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan metabolisme
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi
klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b. Porsi makan yang diprogramkan oleh tim gizi dihabiskan
c. Kadar albumin dalam batas normal (3,5-5,5)
Kadar HGB dalam batas normal (14-18)
Kadar HCT dalam batas normal (40-48%)
d. Klien tidak terlihat lemas
e. Porsi selalu dihabiskan.

Intervensi :

1. Kaji adanya alergi makanan


2. Monitor kadar albumin, total protein, HB dan kadar HT
3. Monitor makanan kesukaan
4. Monitor adanya mual dan muntah
5. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
6. Tata laksana pemberian obat biocurliv melalui oral
7. Tata laksana pemberian obat ranitidine melalui iv
8. Tata laksana pemberian obat albumin melalui oral
9. Tata laksana pemberian obat asam folat melalui oral
10. Tata laksana pemberian obat kalk melalui oral
11. Tata laksana pemberian obat urda hex melalui oral
12. Tata laksana pemberian obat SNMC 20mL + NaCL 100cc melalui iv
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat
melakukan aktivitas ringan dengan kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas ringan
Intervensi :
1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan.
2. Ajarkan teknik ambulasi dan perpindahan yang aman.
3. Instrusikan pasien untuk menyangga berat badannya.
4. Berikan penguatan positif selama aktivitas.
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pengetahuan klien bertambah dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu menjelaskan pengertian dari penyakit yang dialaminya.
b. Klien dan keluarga klien mampu menyebutkan penyebab dari penyakit tersebut.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.


2. Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien, ulangi informasi bila
diperlukan.
3. Gambarkan proses penyakit, tanda, dan gejala penyakit dengan tepat.
4. Beri waktu jika pasien dan keluarga pasien ingin mengajukan pertanyaan dan
mendiskusikan permasalahannya.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk perilaku positif yang


diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang
direncanakan. Implementasi dari perencanaan dicatat dalam catatan kemajuan dan/atau flow-
sheet (Doenges et al 2014).

Pada fase implementasi proses pengajaran-pembelajaran, pasien, keluarga, dan anggota


tim keperawatan serta tim kesehatan lain, menjalankan aktivitas yang telah dibuat dalam rencana
pengajaran. Semua aktivitas dari semua individu ini dikoordinasi oleh perawat (Smeltzer & Bare,
2013).

Penting artinya untuk tetap fleksibel selama fase implementasi proses pengajaran
pembelajaran dan untuk mengkaji respons individu terhadap strategi pengajaran secara kontinu,
membuat perubahan dalam rencana pengajaran sesuai yang diperlukan. Kreativitas dalam
meningkatkan dan mempertahankan motivasi peserta didik untuk belajar adalah penting, dan
artinya untuk mengantisipasi kebutuhan pembelajaran baru yang mungkin timbul setelah
pemulangan dari rumah sakit atau setelah kunjungan perawatan rumah berakhir (Smeltzer &
Bare, 2013).

Fase implementasi akan selesai jika strategi-strategi pengajaran telah diselesaikan dan
jika respons peserta didik terhadap tindakan telah dicatat. Catatan ini berfungsi sebagai dasar
untuk mengevaluasi sejauh mana tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dan hasil yang
diperkirakan telah dicapai (Smeltzer & Bare, 2013).

Komponen tahap implementasi terbagi menjadi : (Doenges, et al 2014)

1. Tindakan keperawatan mandiri (dilakukan perawat).


2. Tindakan kolaboratif (dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya).

EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi dalam proses pengajaran pembelajaran diarahkan pada penentuan seberapa


efektifnya individu telah berespons terhadap strategi pengajaran dan sejauh mana tujuan yang
telah dicapai (Smeltzer & Bare, 2013)

Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini
bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang. Ada dua
alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu : (Smeltzer & Bare, 2013)

1) Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2) Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Cynthia Lee Terry, Aurora Weaver, (2011). Keperawatan Kritis. Yogyakarta : ANDI

Doenges, Moorthouse, dan Geissler. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pedokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Laura A Talbot & Mary Meyers. (1997). Pengkajian Keperawatan Kritis edisi 2. Jakarta : EGC

Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al. (2007). Acute Kidney Injury Network, Improving
outcomes from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol.

Nian Afrian Nuari & Dhina Widayati, (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish

Sinto R & Nainngolan, G. (2010). Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.
Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai