Tgs KLMPK 1 - AKI
Tgs KLMPK 1 - AKI
Tgs KLMPK 1 - AKI
Disusun Oleh :
Kelompok I
Nama NPM
Alisya. Z. H. Samangun 12114201190008
Antho Siahaya 12114201190021
Dewi. A. Luturmas 12114201190053
Ficka. W. Latulola 12114201190080
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2022
ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)
LAPORAN PENDAHULUAN
D. Epidemiologi
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission patient
dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif (ICU). AKI
juga menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama pasien dengan latar
belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti malaria, leptospirosis, dan
bencana alam seperti gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4 kali lipat di United
State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat 500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini
bahkan lebih tinggi dari insiden stroke. (Nian Afrian & Dhian, 2017)
E. Patofisiologi
Patofisiologi dari Acute Kidney Injury yaitu, hilangnya fungsi ginjal secara
mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renang atau disfungsi tubular
dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urine normal.
Anuria (kurang dari 50 mg perhari) dan normal haluaran urin tidak seperti oliguria.
Oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis yang umum dijumpai
pada gagal ginjal akut. Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oliguria
belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa
faktor mungkin reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat sebelum fungsi
ginjal terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah renal
dan gangguan fungsi ginjal: hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal
jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan
darah atau batu ginjal dan obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi ini
ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN,
oliguria dan tanda-tanda yang lain berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat dikurangi.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria,
periode diuresis dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri
dengan kejadian oliguria. Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam)
disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation interseluler - kalium dan
magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah
normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul,
dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi. Pada banyak pasien hal
ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen. Namun,
pasien masih mengeksresikan urin sebanyak 2 liter atau lebih setiap hari. Hal ini
merupakan bentuk non oligurik dari gagal ginjal dan terjadi trauma setelah antibiotik
nefrotoksik diberikan kepada pasien; dapat juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera
traumatik dan penggunaan anestesi halogen. (Smeltzer & Bare, 2013)
Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah
urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus nilai laboratorium
berhenti meningkat dan akhirnya menurut. Meskipun haluaran urin mencapai keadaan
normal atau meningkat fungsi, renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin
masih ada sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien
harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini jika terjadi dehidrasi,
tanda uremik biasanya meningkat. Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan
fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali
normal, meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permainan sekitar 1% sampai
3%. (Smeltzer & Bare, 2013)
G. Penatalaksanaan
Pada dasarnya tata laksana sangat ditentukan oleh penyebab Acute Kidney Injury.
Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi, upaya yang dapat dilakukan adalah tata
laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap Acute Kidney
Injury berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab Acute Kidney Injury adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi
pascarenal dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan
pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap
pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang
cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat
dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urine dan serum.
(Sinto & Nainggolan, 2010)
H. Komplikasi
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI
yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat awal.
Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan penangannya untuk
AKI : (Sinto & Nainggolan, 2010)
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Hiponatremia Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari
infuse larutan hipotonik.
Hiperkalemia Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari), hindari
diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >
15 mmol/L, pH >7.2 )
Hiperfosfatemia Batasi asupan diet fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat,
kalsium karbonat) Kalsium karbonat; kalsium
glukonat (10-20 ml larutan 10%)
Hipokalsemia Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolic
Nutrisi Karbohidrat 100 g/hari Nutrisi enteral atau
parenteral, jika perjalanan klinik lama atau
katabolik
I. Pencegahan
Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status hemodinamik
seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah penggunaan zat
nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang
dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik tidak terbukti
efektif mencegah terjadinya AKI. (Sinto & Nainggolan, 2010)
RIWAYAT
Perubahan status mental : kekacuan mental, letargi, stupor. Mual dan muntah, Anoreksia,
Pruritus, Sakit nyeri tumpul pada sudut kostovertebral, Hipertensi. Perubahan dalam harapan
keluaran urin : oliguria, anuria atau poliuria (dapat mengalami pengeluaran urin normal),
Kesulitan buang air kecil, Asteriksis dan Kejang. (Laura A & Mary, 1997)
Inspeksi
Pernafasan kussmaul’s (dengan asidosis metabolik)
Takipnea
Kulit kering
Pembesaran vena – vena leher
Twitching pada neuromuskular
Distensi abdomen
Bau uremik
Palpasi
Penurunan turgor kulit
Pembesaran ginjal dan kantung kemih dapat diraba (pada obstruksi bagian luar kandung kemih)
Edema (pada kelebihan cairan)
Perkusi
Resonansi perkusi diatsas pembesar ginjal
Garis perkusi distensi kadung kemih
Auskultasi
Desiran (pada oklusi arteri ginjal)
Pernafasan perubahan bunyi nafas
Kardiodiovaskular : takikardi, distrimia, friksi gesekkan mengindikasikan perikarditis uremik.
a. Tes radiologi : film KUB : ginjal akan normal atau mungkin membesar, pielografi dapat
menunjukan obstruksi jika penyebab kegagalan postrena.
b. Prosedur khusus : ultrasonografi ginjal dan scanning ginjal akan membukatikan hasil dari
KUB dan pemeriksaan pielografi
c. Gas darah arteri : asidosis
d. Pengawasan ditempat tidur : peningkatan CVP ; peningkatan PCWP deengan kegagalan
diakibatkan oleh penyabab instrarenal ; penurunan CVP, penurunan PCWP bila
kegagalan sehubungan dengan penyebab prerenal.
e. Pemeriksaan laboratorium : kadar BUN dan kreatin meningkat, konsentrasi natrium,
kalsium dan bikarrbonat mungkin menurun; kadar kalium, klorida, fosfat dan magnesium
serum meningkat ; rasio BUN terdapat kreatinin lebih besar dari 10 : 1 pada kegagalan
prerenal.
f. Urinalisasi : natrium kurang dan 10 mEq/L pada kegagalan prerenal, lebih dari 20 mEq/L
pada kegagalan intrarenal dan lebih dari 20 tetapi kurang dari 40 mEq/L pada kegagalan
postrenal; berat jenis lebih dari 1,020 pada tahap prerenal, 1,010 pada kegagalan
intrarental dan postrenal ; pada kegagalan intrental, terdapat hematuria, proteinuria,
serpilihan sel darah merah dan sel darah putih.
g. EKG : takikardia, distritmia dan perubahan tersebut terlihat pada hiperkalemia (contoh,
peregangan gelombang T, pelebaran QRS, depresi ST)
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Penting artinya untuk tetap fleksibel selama fase implementasi proses pengajaran
pembelajaran dan untuk mengkaji respons individu terhadap strategi pengajaran secara kontinu,
membuat perubahan dalam rencana pengajaran sesuai yang diperlukan. Kreativitas dalam
meningkatkan dan mempertahankan motivasi peserta didik untuk belajar adalah penting, dan
artinya untuk mengantisipasi kebutuhan pembelajaran baru yang mungkin timbul setelah
pemulangan dari rumah sakit atau setelah kunjungan perawatan rumah berakhir (Smeltzer &
Bare, 2013).
Fase implementasi akan selesai jika strategi-strategi pengajaran telah diselesaikan dan
jika respons peserta didik terhadap tindakan telah dicatat. Catatan ini berfungsi sebagai dasar
untuk mengevaluasi sejauh mana tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dan hasil yang
diperkirakan telah dicapai (Smeltzer & Bare, 2013).
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini
bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang. Ada dua
alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu : (Smeltzer & Bare, 2013)
1) Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2) Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Cynthia Lee Terry, Aurora Weaver, (2011). Keperawatan Kritis. Yogyakarta : ANDI
Doenges, Moorthouse, dan Geissler. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pedokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Laura A Talbot & Mary Meyers. (1997). Pengkajian Keperawatan Kritis edisi 2. Jakarta : EGC
Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al. (2007). Acute Kidney Injury Network, Improving
outcomes from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol.
Nian Afrian Nuari & Dhina Widayati, (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish
Sinto R & Nainngolan, G. (2010). Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.
Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Edisi 8. Jakarta :
EGC