PTK Agama Hindu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 47

PTK agama Hindu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah


Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa
serta menjamin perkembangan suatu bangsa yang bersangkutan. Sistem pendidikan negara
Indonesia merupakan perluasan ilhami dari UUD  1945 pada Bab XIII pasal 31 ayat 2
menyatakan bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan oleh
pemerintah sebagai suatu sistem pengajaran nasional. Pengertian suatu sistim pengajaran
nasional dijelaskan selanjutnya dalam UU RI No. 20 tahun 2003 yang diperluas menjadi suatu
sistim pendidikan nasional. Adanya pengertian perluasan ini akan memungkinkan Undang-
Undang ini perhatiannya tidak terbatas pada unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dalam
pertumbuhan kepribadian Indonesia, yang secara keseluruhan merupakan suatu bangsa yang
beradab dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti kemanusiaan serta
memegang teguh cita-cita moral rakyat luhur sesuai dengan Pancasila dalam bidang
pendidikan.
Pendidikan nasional berdasar atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi
pekerti, memperluas kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri, serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan manusia. Dalam sistim pendidikan
nasional setiap warga negara diberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya, dengan
demikian suatu lembaga pendidikan, peserta anak didik tidak membeda-bedakan atas dasar
jenis kelamin, ras, suku, latar belakang sosial maupun tingkat kemampuan ekonomi, terkecuali
memang lembaga pendidikan sekarang ini memiliki kekhususan yang terus diperhatikan seperti
sekolah yang materi pelajarannya menekankan pada substansi agama tertentu, peserta didik
adalah agama tertentu pula.
Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tertinggi
kwalitasnya dan mampu mandiri. Pemberian dukungan ini bagi masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna
terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham ideologi yang bertentangan
dengan Pancasila. Dari pengertian di atas bahwa sistim pendidikan nasional adalah alat dan
tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita.
Pendidikan adalah salah satu alat yang strategis dalam meningkatkan Sumber Daya
Manusia yang handal  dan berkualitas. Mutu pendidikan tercermin dari mutu Sumber Daya
Manusia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut hampir mencakup semua komponen pendidikan
seperti: meningkatkan kualitas guru dengan mengadakan seminar-seminar, work shop,
pengadaan sarana prasarana dan manajemen pendidikan, mengadakan dan menjamin kualitas
guru melalui sertifikasi guru.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional semua pihak perlu berusaha
untuk menciptakan suasana lingkungan yang mendukung baik dari jalur pendidikan formal
maupun informal. Pendidikan keluarga sebagai bagian dari pendidikan informal mempunyai
peranan yang cukup penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pengalaman seumur hidup. Sedangkan pembelajaran di sekolah memerlukan suatu iklim
pembelajaran yang kondusif dengan pembelajaran iklim yang kondusif yang dimaksud adalah
penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar mengajar. Kita ketahui
berhasil tidaknya suatu usaha atau kegiatan banyak tergantung pada tujuan yang hendak
dicapai oleh orang atau lembaga yang melaksanakannya.
Rendahnya prestasi siswa khusus bidang agama Hindu dapat juga penulis kemukakan
berdasarkan nilai tes Ulangan Harian (UH) untuk kelas VI-A. Khusus materi agama Hindu,
menunjukkan bahwa baru sekitar 61% siswa yang mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM)
dari 75 KKM yang di tetapkan. Hal ini menyebabkan sekitar 39% siswa perlu meningkatkan
pelaksanaan pembelajaran. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih perlu ada
upaya-upaya yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil identifikasi penyebab rendahnya prestasi  belajar siswa, ada beberapa
faktor diantaranya adalah:
1.         Siswa kelas VI-A sebagian besar masih cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar Agama
Hindu, sehingga ingatan siswa pada pembelajaran hanya sekejap. Selama kegiatan belajar
mengajar, siswa jarang sekali yang mengajukan pertanyaan, gagasan ataupun menanggapi
pertanyaan serta memberikan respon dalam proses pembelajaran. Interaksi antara siswa
dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungannya sangat kurang.
2.         Tidak ada pola Kooperatif (kerjasama) antar siswa dalam proses pembelajaran. Padahal dalam
konsep CTL (Contekstual Teaching and Learning) terdapat elemen  pembelajaran yang
disebut Learning Community atau masyarakat belajar. Konsep ini menghendaki terjadinya pola
saling membantu antar siswa dalam proses pembelajaran sebagai wujud siswa telah
mengaplikasikan ajaran Tri Hita Karana  yaitu tentang hubungan yang harmonis baik dengan
lingkungan dengan sesama teman maupun dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam
kehidupan sehari-hari;
3.         Menurunnya prestasi belajar  peserta didik kelas VI-A  karena Kurangnya motivasi belajar
siswa terhadap pelajaran agama;
4.         Lemahnya pemahaman konsep terhadap pelajaran agama sehingga kesadaran siswa sangat
kurang dalam  memahami dan menghayati inti pelajaran yang telah diberikan oleh guru;
5.         Anak tidak mampu membangun kerjasama dalam kelompok;
6.         Partisipasi siswa masih rendah;  
7.         Kurang tepatnya metode yang digunakan dalam proses pembelajaran;

Berdasarkan temuan tersebut, perlu dicarikan alternatif pemecahan masalah  dengan


memperbaiki proses pembelajaran,  yaitu menerapkan model pembelajaran Kooperatif agar
interaksi antar siswa semakin baik yang dapat meningkatkan keterampilan kooperatif yang pada
akhirnya nanti diharapkan dapat meningkatkan keterampilan kooperatif siswa dan pemahaman
konsep siswa.
Fenomena tersebut menjadi tantangan bagi guru untuk dapat melakukan suatu
perubahan dalam proses pembelajaran yang optimal. Untuk itu guru harus dapat menciptakan
pembelajaran yang berlangsung secara aktif, inoVI-atif, kreatif, efektif dan menarik. Syaiful
Sagala (2007:173) dikatakan untuk mengerti suatu hal dalam diri seseorang, terjadi suatu
proses yang disebut sebagai proses belajar, melalui metode mengajar yang sesuai dengan
kebutuhan proses belajar itu.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tampaknya menuntut adanya
pengembangan model pembelajaran agama Hindu secara terpadu sejak Sekolah Dasar.
Tujuannya agar model pembelajaran tersebut mampu menyesuaikan dengan perkembangan
prilaku peserta didik  yang terus berubah. Menyikapi tentang beberapa alternatif tersebut maka
penulis mencoba menerapkan model pembelajaran yang mengakomodasikan seluruh alternatif
tersebut melalui Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi
Belajar Pendidikan Agama Hindu Pada Siswa Kelas VI-A Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Learning di SD Bali Public School, Kecamatan
Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2012/2013.”

1.2   Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah


1.2.1    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas, maka beberapa masalah yang ditemukan
di kelas VI-A SD Bali Public School dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Apakah benar penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning dapat meningkatkan
prestasi dan kooperatif siswa Kelas VI-A  SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur,
Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2012/2013?
2.    Apakah benar penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa pada materi Mengenal Ajaran Cadhu Sakti pada siswa Kelas VI-A SD
SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran
2012/2013?
1.2.2    Pemecahan Masalah
Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dan pemahaman konsep siswa
khususnya pada materi mengenal ajaran Cadhu Sakti, pada mata pelajaran Agama Hindu
digunakan penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning, dimana siswa agar
memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan mampu lebih aktif belajar mandiri di dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Penggunaan model pembelajaran Kooperatif dalam pembelajaran agama Hindu
memungkinkan terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar
bekerjasama secara efektif dalam interaksi belajar mengajar di dalam kelas untuk
mengaktualisasikan sikap, perilaku, dan kemampuannya dalam bekerjasama. Untuk itu guru
hendaknya memberikan pengarahan dan membimbing siswa di dalam membentuk kelompok
belajarnya agar kelompok yang  terbentuk  mencerminkan kondisi kehidupan masyarakat di
dalam kelas.
Melalui penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning, siswa dilatih untuk
mampu mengembangkan sikap dan perilaku-perilaku sosial yang memungkinkan dirinya untuk
memahami sedini mungkin realita kehidupan masyarakat yang akan dilakoninya. Untuk
mengaktifkan peran siswa, seorang guru perlu memberikan pembinaan semaksimal mungkin,
suatu interaksi antara siswa dan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

1.3  Tujuan Penelitian
                   Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.3.1   Untuk meningkatkan prestasi dan keterampilan kooperatif siswa melalui penerapan model
Pembelajaran Cooperative Learning.
1.3.2   Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi mengenal Ajaran Cadhu
Sakti melalui penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning.

1.4   Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang  diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.4.1   Bagi Siswa
Dengan adanya temuan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
pemahaman konsep agama Hindu sehingga prestasi atau nilai siswa dapat memenuhi standar
KKM yang telah ditentukan dan dapat melatih keterampilan kooperatif siswa maka siswa akan
memperoleh gambaran   bahwa belajar agama dapat lebih mudah dipahami dengan
bekerjasama dalam kelompok. Selain itu pula, melalui model pembelajaran ini, siswa dapat
mengikuti proses belajar mengajar yang lebih efektif dan tidak membosankan.
1.4.2   Bagi Guru
Penelitian ini berusaha mengungkap beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan prestasi belajar dan pemahaman konsep agama   khususnya pada materi
Mengenal Ajaran Cadhu Sakti. Apabila ternyata terungkap bahwa strategi pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman konsep agama (prestasi) dan
ketrampilan kooperatif siswa, maka informasi ini akan merupakan masukan yang berharga bagi
para guru Agama Hindu dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan
situasi kondisi di sekolah, dan materi yang diajarkan.
Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat
dijadikan alternatif bagi masyarakat di daerah terpencil memanfaatkan hasil penelitian ini
dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Khusus untuk guru juga diharapkan dapat
memiliki pedoman baru tentang pembelajaran dan membina proses belajar mengajar yang lebih
efektif, efesien serta dapat memberikan kontribusi yang positif untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa.
1.4.3   Bagi Sekolah
Temuan bahwa model pembelajaran kooperatif  dapat meningkatkan pemahaman
konsep agama dan meningkatkan keterampilan kooperatif siswa, dapat memberikan masukan
kepada sekolah untuk memasukan model pembelajaran ini sebagai salah satu model
pembelajaran agama Hindu yang dapat dipilih. Dan tidak hanya terbatas pada mata pelajaran
agama Hindu saja, jika memungkinkan untuk dapat pula digunakan pada mata pelajaran yang
lain, sesuai dengan karakteristik mata pelajarannya.

 BAB II
LANDASAN TEORI  DAN  KAJIAN  PUSTAKA

2.1  Pengertian Pendidikan Agama Hindu


Pengertian pendidikan agama Hindu dapat diketahui dalam beberapa pustaka agama
antara lain :
Dalam kitab Silakrama dijelaskan:
Yang dimaksud dengan pendidikan agama Hindu adalah untuk memberikan bekal
kepada sisya berupa ilmu kerohanian untuk mencapai kesempurnaan hidup dan kesucian
bathin yang berupa kebajikan, keluhuran budi yang disebut dengan Dharma (Punyatmadja,
1992:10).

Jika dikaji, dapatlah dimengerti bahwa seorang guru pada saat mengajarkan ilmu
kepada sisyanya, diberikan pendidikan yang optimal baik berupa pendidikan jasmani maupun
rohani adalah berupa penyucian bathin, yang dapat dijalankan dengan Pranayama, selalu
bertingkah laku yang baik mau bersedekah kepada orang yang memerlukan, atau selalu berbuat
kebajikan dan perbuatan-perbuatan yang luhur lainnya.
Dari pengertian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa; Pendidikan agama Hindu
adalah suatu pendidikan yang diberikan oleh seorang guru atau beberapa orang guru yang
dalam aguron-guron disebut dengan acarya kepada anak didik atau sisya untuk mencapai
tingkat kedewasaan yang berbudhi luhur.
Dalam kepustakaan Seminar Kesatuan Tafsir I-IX, pengertian pendidikan agama Hindu
dibedakan atas dua macam yaitu: Pendidikan agama Hindu di luar sekolah dan pendidikan
agama Hindu di sekolah.
Pendidikan agama Hindu di luar pendidikan sekolah merupakan suatu upaya untuk membina
pertumbuhan jiwa masyarakat dengan sejarah agama itu sendiri sebagai pokok materinya.
Sedangkan pendidikan agama Hindu di sekolah yaitu suatu upaya untuk membina
pertumbuhan jiwa, raga anak didik dengan ajaran agama Hindu (Tim, 2003: 23).

Berdasarkan pengertian pendidikan agama Hindu tersebut, maka dapat disimpulkan


bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama Hindu itu adalah suatu usaha yang
dilaksanakan secara luas, berencana, terarah dan terus menerus untuk mencapai kepribadian
yang tinggi dan sikap yang baik, budhi pekerti yang luhur serta melaksanakan amal ketuhanan.
Dari uraian pendidikan di atas, maka dapat disimak bahwa pendidikan agama Hindu
adalah penerapan ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Ida Sahyang Widhi Wasa yang
kekal abadi serta mengandung petunjuk-petunjuk tentang perbuatan baik yang patut
dilaksanakan oleh umat Hindu dan menghindari perbuatan yang tercela dan menjauhkan diri
dari perbuatan yang melanggar norma-norma keagamaan sehingga tercapai kesempurnaan
hidup jasmani dan rohaninya dan pada akhirnya mencapai tujuan hidupnya. Dan jika dikaitkan
dengan nilai-nilai pendidikan agama Hindu dapatlah disampaikan bahwa suatu proses kegiatan
mendidik yang disengaja oleh orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa atau anak didik
dalam usaha untuk menanamkan nilai-nilai budhi pekerti yang baik yang dilandasi oleh ajaran
agama Hindu sehingga anak didik menjadi dewasa baik dalam tatanan etika, prilaku, maupun
rohani dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan agama Hindu yang dimaksud dalam
konteks ini adalah proses perubahan yang terjadi pada peserta didik di Sekolah Dasar dalam
rangka pembentukan ahlak dan moral yang dilandasi oleh srada dan bakti kepada Ida Sang
hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dengan mengaplikasikan ajaran-ajaran suci yang
diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang kekal abadi “Sanatana Dharma” serta
mengandung petunjuk-petunjuk tentang perbuatan-perbuatan baik yang patut dilaksanakan
oleh umat Hindu, serta menghindari perbuatan yang tercela dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang melanggar norma-norma keagamaan, sehingga tercapai kesempurnaan hidup
jasmani dan rohani.
Sehubungan dengan pernyataan di atas, pendidikan agama Hindu dilaksanakan secara
berkesinambungan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, pada jalur formal, informal, dan
non formal yang bertujuan untuk menanamkan ajaran agama Hindu, menuju masyarakat
pancasilais, menyelaraskan keseimbangan pelaksanaan tattwa, susila, dan upacara, serta hidup
rukun antara sesama manusia (Tri hita karana).
Pendidikan agama Hindu yang dimaksud dalam konsep ini adalah pendidikan agama
Hindu yang merupakan  salah satu mata pelajaran di Sekolah yang diupayakan secara sadar dan
terencana oleh guru dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari melalui proses perubahan
dengan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik yang terjadi pada peserta didik di Sekolah
Dasar dalam rangka pembentukan akhlak dan moral yang dilandasi
oleh Srada dan bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
Dari uraian tentang pengertian pendidikan agama Hindu tersebut di atas, yang akan
dikaji pada penelitian tindakan kelas ini adalah upaya yang dilakukan oleh seorang guru untu
meningkatkan prestasi belajar siswa di SD Bali Public School melalui penerapan model
pembelajaran Cooperative Learning.

2.2  Prestasi Belajar   


     Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional didasarkan pada klarifikasi hasil belajar. Menurut Taksonomi
Bloom yang dikemukakan oleh Benyamin S.Bloom. Bloom membagi klarifikasi hasil belajar
dalam tiga ranah atau bagian yaitu: (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif, dan (3) ranah
psikomotor.
Ranah kognitif perubahan dimana siswa mengembangkan ketrampilannya, dan ranah
afektif yaitu perubahan sikap oleh siswa terhadap pelajarannya yang diberikan pengembangan
adalah ranah kognitif dan psikomotor ditandai dengan kemampuan dan ketrampilan yang
dimiliki oleh siswa yang dimiliki sebelumnya. Terkait dengan tersebut, maka sudah merupakan
suatu kewajaran pada setiap akhir proses belajar seorang mengalami perubahan pada dirinya.
Perubahan itu terlihat dalam cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan
dalam menjalani proses belajar. Sejauh mana seseorang mampu mencapai tujuan belajar dapat
diketahui setelah dilakukan penilaian. Dengan penilaian yang dimaksudkan untuk mengetahui
berhasil tidaknya seseorang dalam mencapai tujuan belajar, dan hasil belajar tersebut lazim
disebut prestasi belajar.
Prestasi belajar adalah taraf kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
ketrampilan. Prestasi belajar dianggap hasil belajar, bukan saja sejumlah pengetahuan tetapi
juga sejumlah ketrampilan kerja.
Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1994: 9) dinyatakan bahwa: “prestasi belajar
adalah berupa kapabilitas setelah orang memiliki ketrampilan pengetahuan sikap dan nalar”.
Menurut Nawawi (1981: 100) dinyatakan bahwa: “pengukuran terhadap kegiatan belajar yang
telah dicapai dalam suatu pelajaran tertentu”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran
yang ditujukan dengan adanya perubahan tingkah laku berupa kapabilitas atau kemampuan
siswa. Kapabilitas itu meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor atau ketrampilan siswa.
Perubahan ini terjadi sebagai pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan.

2.2.1  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar        


Selain cara belajar ada faktor-faktor yang lain mempengaruhi belajar. Marilah kita tinjau
faktor-faktor tersebut.
a.  Kemampuan pembawaan
Kita ketahui bahwa tidak ada dua orang yang berpembawaan sama. Juga di dalam
kemampuan tiap orang mempunyai potensi kemampuan sendiri-sendiri. Kemampuan
pembawaan ini akan mempengaruhi belajarnya anak. Anak yang mempunyai kemampuan
pembawaan yang lebih akan lebih mudah dan lebih cepat belajar dari pada anak yang
mempunyai kemampuan yang kurang. Tetapi di dalam hal ini kita tidak mengatakan bahwa
kemampuan pembawaan ini adalah faktor yang paling penting atau faktor yang paling dominan
dalam belajar. Kekurangan di dalam kemampuan pembawaan ini masih dapat diatasi dengan
banyak cara, misalnya dengan membuat latihan-latihan yang banyak. Jadi faktor pembawaan
ini hanyalah satu faktor dari belajar.
b.  Kondisi fisik orang yang belajar
            Orang yang belajar tidak terlepas dari kondisi phisiknya. Maka adanya anak yang
sering sakit prestasinya menurun. Anak yang cacat misalnya kurang pendengaran, kurang
penglihatan prestasinya juga kurang apabila dibandingkan dengan anak yang normal. Maka
perlulah diperhatikan kondisi phisik anak yang belajar.

c.  Kamauan belajar


            Kemauan ini memegang peranan yang sangat penting di dalam belajar. Adanya
kemauan dapat mendorong belajar dan sebaliknya tidak adanya kemauan dapat memperlemah
belajar. Di dalam individu yang belajar harus ada dorongan dalam dirinya yang dapat
mendorongnya ke suatu tujuan. Yang berarti kemauan belajar ini sangat erat hubungannya
dengan keinginan dan tujuan individu. Ini berbeda dalam masing-masing individu, maka untuk
memberi dorongan pada masing-masing orang berbeda-beda pula caranya. Untuk dapat
memberi dorongan seseorang harus ditemukan: perhatiannya, latar belakangnya,
kemampuannya dengan cara membuat hubungan pribadi. Apabila pendidikan sudah
mendapatkan itu semua, maka dapatlah ia membuat pelajaran yang diberikan itu sedemikian
rupa sehingga orang yang belajar merasa bahwa pelajaran itu sangat berarti baginya dan ia
merasa bahwa ia dapat mencapainya, maka terbentuklah keinginan belajar (Mustaqim, dkk.
1991: 63).
Pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang sistimatik dan sengaja oleh
pendidik untuk menciptakan kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam
kegiatan terjadi interaksi yang edukatif, yaitu antara peserta didik (siswa  peserta larihan dan
lain sebagainya) yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik (guru, pelatih, dan
sebagainya) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Di dalam proses pembelajaran
diperlukan adanya upaya-upaya pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Terkait dengan hal tersebut, dalam proses pembelajaran harus tercipta suasana yang
menggairahkan dan menantang. Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk meningkatkan
mutu pendidikan tersebut diantaranya adalah pemilihan metode yang tepat yaitu: 1) metode
ceramah, 2) metode tanya jawab, 3) metode kelompok, 4) penerapan model pembelajaran
inquiri, 5)  penerapan model Pembelajaran Cooperative Learning.
Kegiatan belajar dan pembelajaran yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi 
adalah sebagai suatu proses dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengajar dengan sadar
berusaha mengatur lingkungan belajar agar begariah bagi si pembelajar. Salah satu usaha guru
dalam mengatur proses pembelajaran agar bergairah adalah memilih model yang tepat.
Menentukan model mengajar yang dirasa tepat memanglah sulit. Oleh karena itu, guru dan juga
siswa diharapkan memahami berbagai macam model belajar pembelajaran. Model mengajar
yang akan digunakan sangat tergantung pada tujuan intruksional itu sendiri. Guru harus
memandang mengajar sebagai suatu proses untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga
terjadi belajar yang efektif dan efisien. Dalam hal ini siswa harus mampu mengatur dan menata
seperangkat nilai-nilai dan kepercayaan yang mempengaruhi pandangan terhadap realitas
sekelilingnya.
Suatu model yang dipilih, adalah model mengajar yang mampu mengungkapkan
berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan macam pandangan hidup yang dihasilkan
atas kerjasama antara guru-guru dan siswa. Model mengajar yang merupakan hasil dari suatu
pemilihan sebenarnya bukanlah model mengajar yang sempurna. Yang dapat memecahkan
semua masalah pengajaran sehingga bukanlah dimaksudkan untuk melaksanakan berbagai gaya
belajar siswa. Tindakan menentukan model mengajar di dalam suatu asumsi hanya ada model
belajar tertentu yang sesuai untuk ditangani dengan model mengajar tertentu pula. Apabila
guru menginginkan siswa menjadi produktif dan kreatif, guru harus memberi kesempatan yang
seluas-luasnya bagi perkembangan siswa sesuai dengan gaya yang dimilikinya dan penerapan
model mengajar harus  disesuaikan dengan kebutuhan siswa (Sri Anitah Wirawan, dkk. 1992:
63).
2.2.2  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: faktor yang datang dari dalam
diri (faktor internal), dan faktor yang datang dari luar diri atau faktor lingkungan (faktor
eksternal). Menurut pendapat Gone Lekas (dalam Tabrani dan Daryani, 1992: 22) dinyatakan
bahwa: “hasil belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: 1) bakat yang dimiliki,
2) waktu yang tersedia untuk belajar, 3) waktu yang diperlukan untuk belajar, 4) kwalitas
pengajaran, dan 5) kemampuan individu dalam belajar”.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan faktor-faktor tersebut sebagai berikut;

1.              Faktor internal, faktor yang timbul dari dalam diri peserta didik, seperti:
a)  Faktor biologis, yaitu kesehatan, badan yang sehat berarti tidak mengalami gangguan penyakit
tertentu, cukup vitamin dan seluruh badan berfungsi dengan baik, sehingga mempengaruhi
belajarnya.
b)  Faktor minat mempengaruhi terhadap prestasi belajar. Tanpa minat sulit menimbulkan
perhatian siswa terhadap pelajaran, sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar.
c)  Faktor bakatnya, seringkali orang tua memaksakan supaya anaknya ke pola yang tidak sesuai
dengan bakatnya, sehingga mengalami kesulitan belajarnya.
2.   Faktor eksternal, faktor yang timbul dari luar diri sendiri, seperti:
a)  Faktor orang tua yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan prestasi anaknya. Kurangnya
perhatian orang tua terhadap belajar anak-anaknya, kemudian terlalu memanjakan anak-anak
berakibat pada fatalnya prestasi anak didik.
b)  Faktor suasana rumah, suasana rumah yang terlalu ribut orang tua yang sering bertengkar dan
kurang harmonis dalam keluarga akan berakibat patal pula terhadap prestasi belajar anak didik.
c)  Faktor lingkungan, teman bermain anak didik dalam masyarakat yang kurang baik sangat besar
pengaruhnya dalam pertumbuhan mental. Siswa tidak dapat menilai teman yang baik dan tidak
dapat mengendalikan dirinya, dia akan terganggu prestasi belajarnya.
d) Faktor sekolah, sekolah merupakan lembaga formal pertama setelah keluarga yang bertugas
mendidik serta mengarahkan anak untuk mengalami suatu perobahan sikap dan tingkah laku.

2.3  Konsep Dasar Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) ini dikembangkan berdasarkan
teori belajar kognitif-konstruktivisme. Teori kontruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya bila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Zahorik
(1995) dalam Depdiknas (2003,3) dinyatakan bahwa: Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu melalui proses asimilasi dan akomodasi dan memberi makna memalalui
pengalaman nyata. Esensi dari pandangan konstruktivisme adalah siswa harus menemukan dan
mentranformasikan suatu informasi komplek ke situasi lain. Dengan dasar ini, pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Pandangan
konstruktivisme ini berkembang berdasarkan teori belajar kognitif yaitu teori belajar menurut
Piaget, Vygotsky, dan teori Bruner.
Menurut Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai bayi yang baru lahir sampai
menginjak usia dewasa akan mengalami empat tingkat perkembangan Kognitif. Empat tingkat
perkembangan kognitif tersebut adalah : sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit
dan operasional formal (Slavin,1994 dalam Wartono, 2004). Tahap operasional formal (usia 11
tahun – dewasa) anak telah mengembangkan kemampuan terlibat dalam berbagai aktivitas
yang berkaitan dengan situasi-situasi hipotesis dan memonitor jalan pikirannya sendiri.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar
anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Implikasi penting teori
Piaget dalam pembelajaran agama  adalah  diperlukan pemusatan perhatian guru terhadap
proses belajar siswa bukan semata-mata berorientasi pada hasil belajar, diperlukan juga
peranan dan inisiatif siswa keterlibatan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, serta guru
diharapkan memahami akan perbedaan kemajuan perkembangan intelektual siswa.
Menurut Vygotsky, fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam
percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu diserap
kedalam individu tersebut. Vygotsky lebih jauh yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak
bekerja atau belajar menangani tugas-tugas tersebut berada pada Zone of proximal
development. Zone of proximal development adalah perkembangan sedikit diatas tingkat
perkembangan seseorang saat ini. (Slavin, 1994 dalam Wartono, 2004).
Dalam pembelajaran sangat penting adanya kerjasama antar individu untuk secara
bersama-sama membangun pengetahuan baru. Belajar penemuan (discovery learning) dari
Jerome Brunner adalah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan kepada
pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip kontruktivis. Di dalam discovery
learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Brunner menyebutkan
(Soemanto Wasty, 1987) hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya
untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dalam
pembelajaran diharapkan siswa lebih banyak menemukan konsep secara mandiri dengan
bahasa yang dimengerti oleh mereka dalam kelompoknya, sedangkan guru berusaha
menciptakan situasi belajar yang mendorong kegiatan penemuan tersebut.
Ketiga teori belajar yang sudah diuraikan memberikan landasan bagi perkembangan
pandangan konstruktivisme tentang pembelajaran. Menurut pandangan Konstruktivisme,
dalam proses pembelajaran tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan dan menerapkan idenya sendiri dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi
mereka sendiri dalam belajar. Jadi menurut teori konstruktivisme sangat diperlukan aktivitas
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dalam pemikirannya sendiri melalui interaksi
dengan lingkungan belajarnya, dan dalam bimbingan guru. Pada pengembangan model
pembelajaran, teori konstruktivisme  ini paling banyak memberikan sumbangan terhadap
pengembangan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning/CL).
Secara akademik, model pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bekerja
bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual
mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi belajar kooperatif
adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja
bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok
tersebut (Hasan, 1996).
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja  dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang dimana struktur kelompoknya bersifat heterogen. Keberhasilan kerja dari
kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggotanya baik secara individu maupun
secara kelompok. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar  belajar kelompok atau kelompok
kerja, karena dalam cooperative learning harus ada “ Struktur dorongan dan tugas yang bersifat
kooperatif “ sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-
hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok ( Slavin,1990).
Disamping itu, pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif
tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara
individual dan sumbangsih dari anggota lainnya.
Cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistim kerjasama
dalam mencapai suatu hasil yang optimal  dalam belajar. Strategi pembelajaran ini berangkat
dari asumsi bahwa “ Raihlah yang lebih baik secara  bersama-sama “ (Slavin,1992). Dalam
aplikasinya didalam pembelajaran di kelas, strategi pembelajaran  ini mengetengahkan realita
kehidupan masyarakat yang di rasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya dalam
bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan di kelas.
Strategi pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-
mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak  lain yang terlibat dalam
pembelajaran itu,  yaitu teman sebayanya. Keberhasilan belajar menurut  model belajar ini
bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan  individu secara utuh,  melainkan perolehan
belajar itu akan semakin baik bilamana dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-
kelompok belajar kecil yang terstruktur  dengan baik. Dengan belajar kepada teman yang sebaya
dan dibawah bimbingan guru maka proses penerimaan  dan pemahaman siswa akan semakin
mudah dan cepat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka pengembangan kualitas diri siswa terutama asfek
afektif diri siswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan 
prinsif  belajar kooperatif  sangat baik digunakan untuk mencapai  tujuan belajar  baik yang
bersifat kognitif, afeksi maupun konatif (Hasan, 1996). Suasana belajar yang berlangsung dalam
interaksi yang saling percaya, terbuka dan rilek  diantara anggota kelompok memberikan
kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan diantara mereka untuk
mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan moral serta keterampilan yang ingin
dikembangkan dalam pembelajaran. 
Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif diantara sesama antara kelompok
menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar  hal ini terjadi
karena dalam Cooperative learning siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk
memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya  untuk melengkapi dan memperkaya
pengetahuan  yang dimilikinya dari anggota kelompok belajar lainnya dan guru. 
Proses pengembangan kepribadian yang demikian, membantu pula mereka yang kurang
berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (Stahl  1994).   Pada konteks pembelajaran
kooperatif siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oleh siswa lainnya yang
mempunyai gairah yang lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang
telah dipelajarinya.  Belajar secara kelompok  dalam model pembelajaran ini merupakan
miniature masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas  yang akan melatih siswa
untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
Pada konteks pembelajaran dengan model kooperatif, siswa yang kurang bergairah
dalam belajar akan dibantu oleh siswa lainnya yang mempunyai gairah yang lebih tinggi dan
memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Dalam Suasana belajar
yang demikian di samping proses belajar itu berlangsung lebih efektif juga akan terbina nilai-
nilai yang sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu nilai    gotong royong kepedulian, saling
percaya, kesediaan menerima dan memberi, dan tanggungjawab siswa baik terhadap dirinya
maupun terhadap anggota kelompoknya. Dalam kelompok belajar itu sikap, nilai dan moral
dikembangkan secara mendasar (Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model
pembelajaran ini merupakan miniature masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas
yang akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota
masyarakat yang baik.
Penggunaan model pembelajaran Kooperatif dalam pembelajaran agama
memungkinkan terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar
bekerjasama secara efektif dalam interaksi belajar mengajar di dalam kelas untuk
mengaktualisasikan sikap, perilaku, dan kemampuannya dalam bekerjasama. Untuk itu guru
hendaknya memberikan pengarahan dan membimbing siswa di dalam membentuk kelompok
belajarnya agar kelompok yang  terbentuk  mencerminkan kondisi kehidupan masyarakat di
dalam kelas. Hal ini dianggap penting, karena apa yang dilakukan dan dilatih siswa dalam
interaksi belajarnya di kelas merupakan bekal dan konsepsi penting dalam memahami dan
melakoni kehidupan masyarakat yang sebenarnya.
Melalui model belajar ini siswa dilatih untuk mampu mengembangkan sikap dan
perilaku-perilaku sosial yang memungkinkan dirinya untuk memahami sedini mungkin realita
kehidupan masyarakat yang akan dilakoninya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan model pembelajaran ini adalah peran guru dalam merancang struktur kelompok
belajar yang akan diterapkan pada siswanya. Karena salah satu prasyarat penggunaan model
belajar ini adalah struktur kelompok itu harus bersifat heterogen. Sehingga pengenalan dan
pemahaman guru terhadap siswa dan kelasnya sangat menentukan efektivitas dan produktivitas
model ini, baik dalam perolehan belajar maupun proses pelatihan dan pengembangan
ketrampilan sosial siswa.

2.4 Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif


Meskipun berbagai prinsip pembelajaran Kooperatif tidak berubah, ada 4 model
pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru (Arends, 1998; Abdurrahman & Bintoro, 2000).
Keempat model yang dimaksud adalah :
2.4.1   Model STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Robert Slavin dan kawan-kawannya mengembangkan model pembelajaran ini sebagai
model pembelajaran yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran
Kooperatif. Model pembelajarannya dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)        Untuk mengajarkan informasi akademik baik melalui penyajian verbal maupun  tertulis.
2)        Para siswa didalam kelas di bagi menjadi beberapa kelompok atau tim.
3)        Masing- masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa
4)        Keanggotaan tim bersifat heterogen (jenis kelamin, ras, suku, maupun kemampuannya)
5)        Tiap anggota tim menggunakan lembaran kerja akademik dan saling membantu menguasai
bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.
6)        Secara individu atau tim tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk
mengetahui tingkat penguasaan akademik mereka.
7)        Skor diberikan secara individu atau tim, yang memperoleh prestasi tinggi diberikan
penghargaan.
2.4.2 Model Jigsaw
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Elliot dan kawan-kawannya dari
Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Langkah-langkah
yang dapat ditempuh dalam menggunakan model pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
1)        Kelas dibagi menjadi beberapa tim atau kelompok
2)        Setiap kelompok terdiri dari 5 atau 6 siswa
3)        Karakteristik dari anggota kelompok bersifat heterogen baik dari segi kemampuan jenis
kelamin suku dan sebagainya.
4)        Bahan akademik yang disajikan kepada siswa dalam bentuk Teks
5)        Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari atau bagian dari bahan akademik tersebut.
6)        Para anggota dari berbagai tim memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian
akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji baagian
bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam ini disebut “kelompok pakar” (expert group).
7)        Selanjutnya kelompok pakar kembali ke kelompok semula (Home Tiam) untuk mengajar
anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
8)        Setelah ada pertemuan dan diskusi dalam (Home Tiam) para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
9)        Penskoran dilakukan secara individu atau kelompok, dan yang memperoleh skor tertinggi di
berikan penghargaan oleh guru.
2.4.3  Model GI (Group Investigation)
Model pembelajaran ini dirancang oleh Herbert Thelen selanjutnya diperluas dan
diperbaiki oleh Shran dan kawan-kawannya dari universitas Tel Aviv.  Adapun langkah-langkah
dalam menggunakan model pembelajaran GI adalah sebagai berikut :
1)        Seleksi topik, artinya para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah
umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (taks  oriented 
groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok hetrogen  baik dalam jenis
kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
2)        Merencanakan kerjasama, artinya para siswa beserta guru merencanakan  berbagai prosedur
belajar khusus, tugas dan tujuan umum (Goals) yang konsisten dengan berbagai topik dan sub
topik yang telah dipilih pada langkah di atas.
3)        Implementasi, para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b.
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktifitas dan keterampilan dengan variasi yang luas
dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber belajar baik yang terdapat
didalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan setiap
kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4)        Analisis dan sistesis para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang
diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian
yang menarik di depan kelas.
5)        Penyajian hasil akhir, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan oleh
guru.
6)        Evaluasi, guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap
siswa individual atau kelompok atau keduanya.
2.4.4  Model Struktural
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawannya.
Model pembelajaran ini hampir sama dengan model pembelajaran lainnya diatas, namun lebih
menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola
interaksi siswa. Think-pair-share salah satu struktur yang dapat digunakan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Lyman menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1)        Langkah 1 Berpikir (thinking).
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran  dan  siswa diberikan
waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
2)    Langkah 2 Berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan  mengenai apa
yang telah dipikirkan. Interaksi antara periode ini dapat menghasilkan jawaban  bersama jika
suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama telah diidentifikasi. Biasanya
guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3)    Langkah 3- Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja
sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada
langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu kepasangan
yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut  memperoleh
kesempatan untuk melapor.
Dari keempat model pembelajaran tersebut diatas dalam pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya memiliki kesamaan yaitu adanya saling ketergantungan positif diantara siswa,
interaksi tatap muka, akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar
pribadi. Namun kalau dibandingkan masing-masing model pembelajaran tersebut dapat dilihat
dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Perbandingan model pembelajaran kooperatif STAD, Jigsaw, Group Investigation dan Struktur
   MODEL
KOOPER
   ATIF GROUP
STAD JIGSAW STRUKTURAL
INVESTIGATION
UNSUR

TUJUAN Informasi Informasi Informasi Info akademik


KOGNITIF akadimik aakademik akademik-tingkat sederhana
sedehana sederhana & keterangan
inkuiri
TUJUAN Kerjasama Kerjasama Kerjasama dalam Ketermpilan
SOSIAL dalam dalam kelompok kelompok dan
kelompok kelompok kompleks sosial
STRUKTUR Kelompok Kelompok Kelompok Bervariasi,
KELOMPOK hitrogen hitrogen homogen dengan berdua,
dengan 4-5 dengan 5-6 5-6 orang bertiga,
orang anggota orang anggota anggota kelomok
dan dengan 5-6
menggunakan orang anggota
kelompok asal
dan ahli
PEMILIHAN Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru
TOPIK
TUGAS Siswa dapat Siswa Siswa Siswa
UTAMA menggunakan mempelajari menyelesaikan mengerjakan
SISWA LKS dan saling materi dalam inkuiri kolmpleks tugas-tugas
membantu kelompok ahli yang diberikan
menuntaskan kemudian baik sosial
materi membantu dan kognitif
belajarnya kelompok asal
mempelajari
materi itu
PENILAIAN Tes mingguan Bervariasi Menyelesaikan Bervariasi
misalnya tes proyek dan
mingguan menulis laporan,
dapat
menggunakan tes
essay

PENGAKUAN Lembaran Publikasi lain Lembar Bervariasi


pengakuan pengakuan dan
dan publikasi publikasi lain
lain

  
Dari uraian tentang model pembelajaran STAD,  JIGSAW, GROUP INVESTIGATION,
dan STRUKTURAL tersebut di atas, maka model pembelajaran yang akan digunakan penulis
pada penelitian tindakan kelas ini adalah model pembelajaran STAD. Penulis menggunakan
model pembelajaran STAD karena pola dan pelaksanaannya cukup sederhana dan langsung
berdekatan dengan pembelajaran kooperatif. 
2.5  Prosedur Pembelajaran Koopearatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar
dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda (Wartono, 2004).
Dalam penentuan anggota kelompok sedapat mungkin diusahakan terdapat beberapa siswa
yang kemampuannya tinggi, sedang dan rendah. Untuk itu sebelum penentuan anggota
kelompok  diperlukan data tentang kemampuan masing-masing siswa berupa nilai test
sebelumnya. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan
membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.
Untuk memaksimalkan keterampilan-keterampilan kooperatif yang dilakukan siswa,
diperlukan langkah-langkah utama dalam pembelajaran. Terdapat enam langkah utama atau
tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai
dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti
oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya
siswa dikelompokkan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat
siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran
kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah
mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Enam fase pembelajaran kooperatif dapat dirangkum sebagai berikut :
Tabel 2.2
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
1 2
Fase 1.Guru menyampaikan tujuan
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
dan memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memonivasi siswa
belajar
Fase 2.
menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Fase 3.
Mengorganisasikan   siswa Guru menjelaskan kepada siswa cara
ke dalam kelompok- membentuk kelompok belajar dan membantu
kelompok belajar setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase 4.
Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok
bekerja dan belajar belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.

Fase 5.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.

Fase 6.
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.

(Wartono, 2004).
Dalam penelitian ini penulis tidak khusus menggunakan salah satu jenis model
pembelajaran kooporatif, tetapi memodifikasi implementasi model pembelajaran kooperatif
implementasi sesuai dengan sintak model pembelajaran ini yang ditemukan oleh Wartono dkk.

2.6 Keterampilan Kooperatif


Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja namun siswa juga
harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan
hubungan kerja dapat dibangun mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok.
Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas dilakukan dengan membagi tugas
antar anggota kelomnpok selama kegiatan. Keterampilan –keterampilan kooperatif antara lain
sebagai berikut (Lundgren, 1994).
1.     Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi:
a.    Menggunakan kesepakatan
b.    Menghargai kontribusi
c.    Mengambil giliran dan berbagai tugas
d.   Berada dalam kelompok
e.    Berada dalam tugas
f.     Mendorong partisipasi
g.    Mengundang orang lain untuk berbicara
h.    Menyelesaikan tugas pada waktunya
i.      Menghormati perbedaan individu
2.    Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi:
a.    Menunjukkan penghargaan dan simpati
b.    Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
c.    Mendengarkan dengan aktif
d.   Bertanya
e.    Membuat ringkasan
f.     Menafsirkan
g.    Mengatur dan mengorganisir
h.    Menerima tanggung jawab
i.      Mengurangi ketegangan

3.    Keterampilan kooperaktif tingkat mahir, meliputi :


a.    mengelaborasi
b.    memeriksa dengan carmat
c.    menanyakan kebenaran
d.   menetapkan tujuan
e.    berkompromi
Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti maka tidak seluruh keterampilan
kooperatif dapat diteliti dalam penelitian ini. Adapun keterampilan kooperaktif yang akan
ditiliti melalui observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran adalah keterampilan:
a.    Mengambil giliran dan berbagai tugas
b.    Berada dalam kelompok
c.    Berada dalam tugas
d.   Mendorong partisipasi
e.    Mengundang orang lain untuk berbicara
f.     Menyelesaikan tugas  pada waktunya
g.    Menghormati perbedaan individu
h.    Mendengarkan dengan aktif
i.      Bertanya dan membuat ringkasan

2.7  Kerangka Berpikir


Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama
dan merevisinya bila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu melalui proses asimilasi dan akomodasi dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Esensi dari pandangan konstruktivisme adalah siswa harus menemukan dan
mentranformasikan suatu informasi komplek ke situasi lain. Dengan dasar ini, pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Model
pembelajaran yang dapat diimplementasikan agar sesuai dengan teori ini adalah yang
memusatkan pada aktivitas siswa mengkontruksi pegetahuan sendiri. Sedangkan guru hanya
menempatkan diri sebagai mediator dan fasilitator yang kreatif.
Terbatasnya sarana dan prasarana dalam pembelajaran agama Hindu mengakibatkan
guru lebih banyak memilih metode ceramah dalam proses pembelajaran. Metode ini menjadi
pilihan yang secara terus menerus dipergunakan guru sehingga berakibat rendahnya aktivitas
siswa dalam belajar dan cendrung siswa hanya sebagai pendengar yang diharapkan “menerima”
begitu saja materi pelajaran.
Melalui diskusi kelompok dalam menjawab soal kelompok siswa saling membantu untuk
menyempurnakan jawaban dan mengeluarkan ide-idenya sesuai dengan analisisnya, hal ini
sesuai dengan pendapatnya Vygotsky yang menyatakan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi
pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu sebelum fungsi
mental yang lebih tinggi itu diserap ke dalam individu tersebut. Vygotsky lebih jauh yakin
bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas tersebut
berada pada zone of proximal development. zone of proximal development adalah
perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan seseorang saat ini  (Slavin, 1994 dalam
Wartono, 2004). Dalam pembelajaran sangat penting adanya kerjasama antar individu untuk
secara bersama-sama membangun pengetahuan baru.
Berdasarkan kerangka teoretis yang telah diuraikan di atas diduga pengimplementasian
model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan
kooperatif siswa.

2.8 Hipotesis Tindakan


Bertolak dari permasalahan dan kerangka berpikir yang didasarkan pada kerangka teori
serta didukung oleh bukti-bukti empirik yang relevan, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah “penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diharapakan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mengenai pemahaman konsep agama Hindu
dan keterampilan kooperatif  siswa kelas VI-A SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar
Timur, Kota Denpasar.

 BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Setting Penelitian


Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada semester I (Ganjil) tahun pelajaran
2012/2013  bertempat di SD Bali Public School pada bulan September sampai dengan bulan
Oktober  2012. Pemilihan waktu penelitian ini didasarkan pada usaha yang dilakukan peneliti
untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Pemilihan lokasi ini karena peneliti bertugas
sebagai guru agama Hindu di SD Bali Public School sehingga sekaligus dapat mempraktekan
model pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sebagai upaya untuk
meningkatkan prestasi hasil belajar.

3.2  Subjek Penelitian


Subjek penelitian adalah siswa kelas VI-A SD Bali Public School dengan jumlah siswa
yang beragama Hindu 18 orang yang terdiri dari 10 orang siswa laki-laki dan 8 orang siswa
perempuan. Dipilihnya kelas ini, karena ditemukan permasalahan rendahnya pemahaman
konsep siswa pada mata pelajaran agama Hindu khususnya pada pemahan konsep Cadhu Sakti.
Di samping hal tersebut, siswa kelas VI-A sebagian besar masih cenderung  pasif dalam kegiatan
belajar. Selama kegiatan belajar mengajar, siswa jarang sekali yang mengajukan pertanyaan,
gagasan atau menanggapi pertanyaan serta memberikan respons dalam proses pembelajaran.
Interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungannya sangat
kurang. Tidak ada pola kooperatif (kerjasama)  antar  siswa dalam proses pembelajaran. Obyek
penelitian ini adalah keterampilan kooperatif siswa dan pemahaman konsep siswa tentang
materi Cadhu Sakti.

3.3 Sumber Data


Data dalam penelitian ini tergolong data  primer yang diperoleh langsung dari siswa.
Dengan demikian yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI-A SD
SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data


3.4.1 Teknik Observasi
 Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keterampilan kooperatif siswa
dan data pemahaman konsep siswa. Data keterampilan kooperatif siswa diambil dengan
menggunakan lembar pengamatan keterampilan kooperatif siswa  dengan melibatkan seorang
guru pengamat yaitu I Gusti Lanang Suardana, S.Pd yang dilaksanakan ketika proses observasi
di tiap-tiap siklus.
3.4.2 Teknik Tes 
Teknik pengumpulan data tentang pemahaman konsep siswa  dalam penelitian ini
menggunakan teknik tes. Alat pengumpulan data berupa tes agama  pada materi  Mengenal
Ajaran Cadhu Sakti dalam bentuk Pilihan Ganda, Isian Singkat dan Uraian (Essay).  Soal dalam
bentuk uraian (Essay) yaitu suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk mengingat dan
mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajari dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis
(Depublikbud, 1999); (Hamzah, et. Al, 2001).

3.5 Validasi Instrumen


Agar data yang didapat dari hasil penelitian ini mencerminkan prestasi belajar siswa yang
diharapkan, maka instrumen tes sebagai alat evaluasi sudah dijamin validitasnya,  untuk itu
peneliti menyusun tes sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang
tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD Bali Public School dan
sebagimana yang dihimpun oleh teman sejawat lewat forum KKG.

3.6 Analisis Data


Data penelitian didapatkan dari data keterampilan kooperatif siswa dan pemahaman
konsep siswa tentang mengenal Ajaran Cadhu Sakti. selanjutnya dianalisis dan hasilnya
dipergunakan untuk mengetahui efektivitas hasil pembelajaran Cooperative Learning pada
pelajaran agama Hindu dalam materi mengenal ajaran Cadhu Sakti. Data dianalisis dengan
analisis Deskriptif Kualitatif.

Adapun teknik analisa data yang dilakukan  adalah sebagai berikut:


a.     Data keterampilan kooperatif ini dianalisis dengan menghitung jumlah skor ketempilan
kooperatif untuk setiap  siswa, kemudian dihitung nilai keterampilan kooperatif siswa dengan
rumus :
Skor yang diperoleh siswa
keterampilan Kooperatif siswa =                                                 X 100
                                                           Skor Maksimum

Selanjutnya dilakukan penghitungan rata- rata keterampilan kooperatif siswa dengan rumus:
Rata-rata =    jumlah nilai keterampilan kooperatif
siswa  X 100%
             jumlah seluruh siswa
pada tabel 3.1 berikut ini diberikan tehnik menentukan kategori rata-rata keterampilan
kooperatif siswa (diadaptasi dari wartono : 2004). Rata-rata keterampilan kooperatif siswa
setelah pelaksanaan tindakan, kemudian di tentukan kategorinya berdasarkan tabel tersebut.
Tabel 3.1
Kategori keterampilan kooperatif siswa
NO RENTANGAN KATEGORI
1 0-25 Tidak terampil
2 26-50 Kurang terampil
3 51-75 Terampil
4 76-100 Sangat terampil
                                                                                  
 (diadaptasi dari Wartono; 24)
b. Data tentang pemahaman konsep siswa di analisis dengan menggunakan                  1. Rata-rata

kelas  ( ) dengan rumus :   


                                                                        = Nilai rata-rata                      

                                                    = Jumlah skor hasil belajar siswa


                                                                N         =  Jumlah seluruh siswa

2.  Daya serap (DS) dengan rumus


     DS =   1%

      3.  Prosentase siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM)  
dengan rumus :   Jumlah siswa yang memenuhi KKM   X
100%
    Jumlah siswa

3.7 Indikator Kinerja
Untuk melihat efektivitas pembelajaran kooperatif dalam upaya meningkatkan
keterampilan kooperatif dan pemahaman konsep Agama pada konsep mengenal Ajaran Cadhu
Sakti, perlu ditetapkan indikator kinerja.  Di samping itu penetapan indikator kinerja dapat
dipakai sebagai target pencapain dalam penelitian. Keberhasilan penelitian ini dilihat dari
peningkatan keterampilan kooperatif siswa, daya serap (DS) dan KKM.
Target penelitian ini adalah rata-rata nilai keterampilan kooperatif siswa minimal berada
pada katagori terampil, daya serap (DS)  75% dan prosentase siswa yang memenuhi KKM  75%.
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran Agama kelas VI sesuai dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP SD Bali Public School adalah 75. Bila siswa sudah
mencapai kriteria tersebut, siklus akan diberhentikan dan dianggap tindakan sudah berhasil.

3.8 Prosedur Penelitian


Penelitian ini menerapkan desain penelitian tindakan dari Stephen Kemmis &  Mc Taggart
(Wartono, 2004). Adapun desainnya sebagai berikut:
Gambar 3.1

Desain Penelitian Kemmis & Mc Taggart


 
                                                                                      
 

                                                                                                                   
 

 
                                                                                     

                                                                                                                     

Gambar 3.1 Alur PTK


Penjelasan alur di atas adalah:
1.    Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan
masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrument penelitian
dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya
membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya
model pembelajaran kooperatif.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direfisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat


rancangan yang direfisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam dua putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing-masing
putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok
bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran.
Penelitian yang dirancang terdiri dari dua siklus dengan alokasi waktu  dan materi
sebagai berikut:

Tabel 3.2
Materi Pelajaran dan Alokasi waktu Tiap Siklus

Siklus I Siklus II
* Mengenal Ajaran Cadhu Sakti -  Menjelaskan arti dari
Materi
* Pengertian Cadhu Sakti masing-masing
* Bagian-bagian Cadhu Sakti bagian Cadhu Sakti
* Arti dari masing-masing
bagian Cadhu Sakti
Alokasi waktu 4 jam pelajaran (4 X 35 mnt) 2  jam pelajaran
    (2 X 35 mnt)

Berdasarkan desain penelitian tersebut, rancangan  prosedur penelitian ini adalah :


a.    Siklus I
1.    Rencana
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 September 2012. Hal-hal yang dilakukan dalam
tahap rencana adalah sebagai berikut:
a.    Membuat silabus yang akan dipergunakan dalam pembelajaran
b.    Menentukan materi yang akan disajikan dan menguraikan menjadi sub topik- sub topik.
c.    Menyusun RPP untuk siklus I
d.   Menyiapkan instrumen pengumpulan data yaitu data ketrampilan kooperatif siswa, tes Ulangan
Harian (UH) untuk siklus I  dan buku  untuk mencatat temuan-temuan selama penelitian.
e.    Menyiapkan materi dengan model pembelajaran Kooperatif
2.    Tindakan
Hal-hal yang dilakukan dalam tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut;
a.    Melakukan orientasi model pembelajaran kooperatif dengan menyampaikan  setting atau pola
pembelajaran yang akan diterapkan.
b.    Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
c.    Kelas dibagi kedalam 6 kelompok heterogen (setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa) sub pokok
bahasan adalah mengenal Ajaran Cadhu Sakti.
d.   Setiap kelompok menjawab soal yang sama dengan kelompok lain.
e.    Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif,
skenario, proses pembelajaran sesuai dengan RPP.
3.    Observasi
Hal-hal yang di observasi adalah sebagai berikut :
a.    Proses tindakan yang mencakup kesesuaian tindakan dengan perencanaan atau perubahan
rencana tindakan dalam pelaksanaan tindakan
b.    Pengaruh tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Pengaruh tindakan, nampak
dari prilaku siswa atau aktifitas siswa serta pencapaian siswa dalam proses pembelajaran.
c.    Kendala Tindakan, yaitu bagaimana kendala-kendala tersebut menghambat tindakan yang
dilaksanakan yang dilakukan.
d.   Kondisi yang mendukung tindakan.
4.    Refleksi
Dalam refleksi, hasil observasi di evaluasi. Hasil evaluasi dapat berupa sebagai berikut:
a.    Rangkuman kendala-kendala yang dihadapi selama pelaksanaan tindakan.
b.    Peluang atau kemungkinan penerapan tindakan pada siklus II.
c.    Gambaran mengenai pencapaian siswa dan keberhasilan tindakan pada siklus I.
d.   Konskuensi yang timbul akibat penerapan tindakan pada siklus I.
e.    Rekomendasi sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada
siklus II.

b.   Siklus II
1.    Rencana yang direvisi
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah sbb:
a.    Menyusun RPP untuk siklus II.
b.    Menyiapkan instrumen pengumpulan data berupa data keterampilan kooperatif siswa dan tes
Ulangan Harian (UH) untuk siklus II.
c.    Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif,
skenario, proses pembelajaran sesuai dengan RPP.
Perencanaan yang disusun disesuaikan dengan rekomendasi yang dihasilkan pada siklus I.
2.    Tindakan
Hal-hal yang dilakukan dalam tindakan adalah sbb:
a.    Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam        proses pembelajaran.
b.    Melaksanakan scenario, memberikan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran di tulis dipapan tulis agar lebih jelas.
c.    Kelas dibagi menjadi  delapan  kelompok  namun tetap heterogen tiap kelompok terdiri dari 3-4
orang siswa dan pembagian kelompok  diawasi oleh  guru.
d.   Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.
e.    Memberikan soal ulangan pada akhir siklus.
3.    Observasi
Pelaksanaan observasi dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar pedoman
observasi yang telah disiapkan untuk pengambilan data mengenai keterampilan kooperatif
siswa (terlampir). Hal-hal yang di observasikan adalah sbb:
a.    Proses tindakan yang mencakup kesesuaian tindakan dengan perencanaan, atau perubahan
rencana tindakan dalam pelaksanaan tindakan.
b.    Pengaruh tindakan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Pengaruh
tindakan, nampak dari prilaku siswa atau aktifitas siswa serta pencapaian siswa dalam proses
pembelajaran.
c.    Kendala tindakan, yaitu bagaimana kendala-kendala tersebut menghambat tindakan yang
dilaksanakan dan masalah-masalah yang timbul akibat tindakan yang dilakukan.
d.   Kondisi yang mendukung pelaksanaan tindakan.
4.    Refleksi
Dalam refleksi, hasil observasi dievaluasi. Hasil evaluasi dapat berupa hal-hal sbb:
a.    Rangkuman kendala yang dialami selama pelaksanaan tindakan
b.    Gambaran mengenai pencapaian siswa dan keberhasilan tindakan pada sisklus II.
c.    Konsekuensi yang timbul akibat penerapan pada siklus II
d.   Rekomendasi sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan.

 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah menetapkan metode penelitian khususnya mengenai metode pengumpulan


data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penelitian untuk memperoleh sejumlah data.
Data yang telah terkumpul kemudian akan di analisis sesuai dengan metode analisis data yang
telah ditetapkan yakni dengan analisis deskriptif  kualitatif. Digunakannya metode deskriptif, 
karena tujuan penelitian tindakan kelas ini hanya untuk mendiskripsikan mengenai hasil
prestasi belajar pendidikan agama Hindu pada siswa kelas VI-A melalui penerapan model
pembelajaran Cooperative Learning di SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur,
Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2012/2013.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penelitian tindakan kelas mengenai
hasil prestasi belajar pendidikan agama Hindu pada siswa kelas VI-A, mengambil lokasi
penelitian di SD Bali Public School Denpasar yang beralamat di Jalan Drupadi Nomor 52
Renon, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Tahun Pelajaran 2012/2013.

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


                   SD Bali Public School beralamat di Jalan Drupadi Nomor 52 Renon, Kecamatan Denpasar
Timur, Kota Denpasar. SD Bali Public School berdiri di bawah Yayasan Ananda Vidya Bali sejak
tahun 2005. Letak sekolah sangat startegis dan berada di wilayah perkotaan. Kemajuan
kemampuan taraf ekonomi masyarakat, khususnya orang tua yang putra/putrinya sudah
berumur rata-rata 6.5 tahun atau sudah berusia sekolah dasar memicu semangat untuk
menyekolahkan putra/putrinya di SD Bali Public School. Mengimbangi kemajuan pertumbuhan
perekonomian  masyarakat diperlukan kwalitas pendidikan yang memadai. Kualitas pendidikan
yang memadai akan didapatkan tentunya jika dimulai dari bagaimana siswa belajar dan
bagaimana guru mengajar di kelas.

4.2 Deskripsi  Awal Kondisi Siswa  


Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan sebelum penelitian, diperoleh
beberapa hal diantaranya:
(1).  Siswa kelas VI-A sebagian besar masih cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar
Agama. Selain kegiatan belajar mengajar, siswa jarang sekali yang mengajukan pertanyaan,
gagasan atau menanggapi petanyaan serta memberikan respons dalam proses pembelajaran.
Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa dengan lingkungannya sangat kurang.
Tidak ada pola kooperatif (kerjasama) antar siswa dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung
kompetitif dalam belajar, artinya yang memiliki kemampuan akademis lebih tinggi jarang
bekerjasama dengan siswa yang kemampuan akademisnya rendah. Proses pembentukan
pengetahuan siswa jarang melalui proses menemukan sendiri.
(2). Siswa hanya dijejali materi dan ceramah seolah-olah tanpa makna dan abstrak anak SD sangat
memerlukan contoh-contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang cendrung
abstrak akan mengakibatkan menurunnya motivasi belajar siswa.  
Dengan kondisi seperti yang telah dipaparkan di atas, berimplikasi terhadap rendahnya
hasil belajar Agama. Rendahnya hasil belajar siswa khususnya dalam bidang agama dapat di
kemukakan berdasarkan nilai tes Ulangan Harian (UH) untuk kelas VI-A.  Khusus materi agama
menunjukkan bahwa baru sekitar 61% siswa yang mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM)
dari 75 yang  ditetapkan. Hal ini menyebabkan sekitar 39% siswa perlu mengikuti remedial pada
Ulangan Harian (UH). Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih perlu ada upaya-
upaya yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Upaya pemecahan
masalah-masalah pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep dan
meningkatkan keterampilan kooperatif siswa dilakukan dengan mengimplementasikan model
pembelajaran kooperatif.           
4.3 Deskripsi Siklus I (Pertama)
4.3.1 Perencanaan
Penelitian untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 13 September 2012. Perencanaan ini
terdiri dari :
1) Menentukan materi yang akan disajikan dan menguraikan menjadi sub  topik-sub topik yaitu
pengertian Cadhu Sakti, bagian-bagian Cadhu Sakti dan arti dari masing-masing bagian Cadhu
Sakti.
2)  Silabus yang dipergunakan dalam pembelajaran
3) Menyusun rencana pembelajaran untuk siklus I.
4)  Menyiapkan intrument pengumpulan data yaitu data keterampilan  kooperatif siswa, tes
Ulangan Harian (UH) baik kelompok maupun individu,  untuk mencatat temuan-temuan
selama penelitian.
5). Menyiapkan materi pembelajaran yang sesuai dengan model   pembelajaran  Cooperative
Learning
4.3.2  Pelaksanaan Tindakan
Pada pertemuan pertama dilakukan pengenalan terhadap cara belajar di kelas yang harus
dilakukan siswa, bahwa siswa tidak akan diceramahi materi, tidak dibuatkan catatan, namun
guru akan mengimplementasikan model pembelajaran Koooperatif. Adapun pelaksanaan
tindakan ini adalah :
1).   Kegiatan pendahuluan; terutama menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong
siswa memfokuskan dirinya agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hal yang
utama pada kegiatan pendahuluan adalah mengecek kehadiran siswa, memotivasi siswa dengan
pertanyaan  pembelajaran sebelumnya yaitu tentang Cadhu Sakti menanyakan tentang
pengertian Cadhu Sakti. Menuliskan judul materi pelajaran “Mengenal Cadhu Sakti”,
menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator pembelajaran.  
2). Kegiatan inti; Kegiatan ini adalah implementasi pembelajaran dengan model
pembelajaran cooperatif learning melalui pendekatan learning community. Kegiatan inti
diawali dengan pembagian kelompok. Kelas dibagi kedalam 6 kelompok heterogen (Setiap
kelompok terdiri dari 5-6 siswa) Sub Pokok Bahasan adalah Mengenal ajaran Cadhu Sakti. 
Kelompok siswa diminta untuk memahami isi bacaan tentang Cadhu Sakti pada buku paket dan
LKS.  Setiap  kelompok menjawab soal yang sama dengan kelompok yang lain. Mengobservasi
dan membimbing kelompok seandainya ada yang kurang jelas tentang materi.  Memandu
jalannya diskusi,  Setelah selesai menjawab perwakilan  kelompok kedepan mempresentasikan
hasil diskusi dan kelompok lain menanggapi. Sementara siswa lain dapat mengajukan
pertanyaan, atau mengomentari kelompok presentasi dengan membuat rekaan interpretasi
permasalahan melalui analisisnya. (bila selesai dilanjutkan dengan presentasi kelompok lain),
dan 
3)    Kegiatan penutup; meliputi kegiatan evaluasi dengan memberikan tes Ulangan Harian (UH),
pemberian penghargaan kepada kelompok yang kerjanya paling baik (ditentukan berdasarkan
nilai keterampilan kooperatif siswa pada saat berdiskusi) dan pemberian tugas rumah.

4.3.3  Hasil Pengamatan


Pada tahap ini dilakukan pengamatan yang  dilakukan oleh observer yaitu Ida Ayu Ika
Trisna Dewi, S.Pd dan I Gusti Lanang Suardana, S.Pd selaku teman sejawat, terhadap
pelaksanaan tindakan, baik menyangkut guru dan siswanya. Observasi memungkinkan
mengetahui kesesuaian antara harapan dan kenyataan dari penelitian tindakan kelas. Observasi
dilakukan secara konprehensif dalam kelas. Tujuan dilaksanakan pengamatan adalah :
1)  Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran yang mana patut dipertahankan, diperbaiki,
atau dihilangkan sehingga proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model
pembelajaran kooperatif melalui pendekatan Learning Community benar-benar berjalan sesuai
dengan kaidah yang ada;
2) Menganalisis setiap siswa untuk mencatat sejauhmana model pembelajaran yang dipakai
mempengaruhi motivasi belajar siswa,  
3) Memberikan catatan penting kepada peneliti tentang siswa dikelas, dan
4)  Membantu peneliti untuk menyempurnakan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
tersebut. Setelah diadakan pengamatan dan dievaluasi proses pembelajaran, dilanjutkan dengan
mengevaluasi hasil pembelajaran dengan menggunakan tes.
Dari hasil tes, diperoleh rata-rata pemahaman konsep siswa 78.2 dengan daya serap
78.2% dan prosentase siswa yang memenuhi KKM sebanyak 72% dengan nilai maksimum 93
dan nilai minimal 57, sedangkan rata-rata nilai keterampilan kooperatif siswa berada pada
katagori terampil. Hasil ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa belum memenuhi
indikator kinerja yang telah ditetapkan Sehingga memerlukan siklus berikutnya.
4.3.4  Refleksi
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan pemahaman konsep siswa tentang mengenal
Ajaran Cadhu Sakti pada siklus I belum menunjukkan hasil sesuai dengan indikator kinerja
yang telah ditetapkan. Target penelitian ini adalah rata-rata nilai keterampilan kooperatif siswa
minimal berada pada Katagori terampil, daya serap (DS) > 75% dan prosentase siswa yang
memenuhi KKM > 75%. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran Agama kelas
VI dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) SD Bali Public School adalah 75. Bila
siswa sudah mencapai kriteria tersebut, siklus akan diberhentikan dan dianggap tindakan sudah
berhasil. Sedangkan hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tindakan pada siklus I ini adalah
diperoleh rata-rata pemahaman konsep siswa tentang mengenal Ajaran Cadhu Sakti sebesar
78.2  dengan daya serap 78.2% Dan prosentase siswa yang memenuhi KKM sebanyak 72%.
Sedangkan rata-rata nilai keterampilan kooperatif siswa berada pada katagori terampil. Setelah
diadakan refleksi terhadap hasil yang diperoleh, diputuskan untuk memperbaiki beberapa
langkah dalam pembelajaran. Masalah yang ditemui berdasarkan hasil observasi tim peneliti
dalam siklus I antara lain :
(1)   Kebanyakan siswa yang duduk dibelakang tidak memperhatikan dan berbicara dengan teman
didekatnya, ketika siswa yang ditunjukkan guru melakukan presentasi didepan kelas,  
(2) Pada saat siswa berdiskusi ada beberapa siswa yang tidak mampu untuk memahami maksud
pertanyaan,
(3) Suasana kelas agak gaduh karena ada yang berbicara dengan temannya untuk menanyakan
jawaban,
(4) Pada saat diskusi kelompok beberapa anggota dari kelompok ada yang tidak berperan. Pada saat
presentasi kelompok yang berperan hanyalah moderator dan pemakalah sedangkan anggota
yang lain tidak ikut berperan, dan
(5) Pada saat presentasi kelompok, pertanyaan siswa dari kelompok lain sangat jarang dan hanya
pada aspek ingatan.
Pada akhir siklus I siswa diberikan untuk mengungkapkan pendapatnya secara langsung
tentang model pembelajaran yang diimplementasikan. Dari pendapat siswa dapat diketahui
bahwa sebagian besar siswa merasa senang dengan model pembelajaran ini dengan alasan :
Lebih mudah belajarnya dan lebih mudah dimengerti penjelasannya lebih kuat dan jelas,
Terbentuknya kerjasama dan saling membantu dalam belajar. Akan tetapi ada beberapa siswa
yang menyatakan tidak senang karena ada saja teman yang tidak mau bekerja sama dengan
kelompok dan pasif. Refleksi ini untuk mengkaji kelemahan – kelemahan yang  di temukan
pada pelaksanakan tindakan. Hasil refleksi ini digunakan untuk menetapkan langkah-langkah
siklus berikutnya.

4.4 Deskripsi Siklus II (Kedua)


4.4.1 Perencanaan
Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi masalah/kelemahan yang ditemukan pada siklus
I penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 September 2012. Tahap perencanaan meliputi :
(1). Silabus yang  digunakan dalam pembelajaran,  
(2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Agama Hindu untuk siklus II, dan
(3) Menyiapkan instrumen pengumpulan data yaitu data keterampilan kooperatif siswa, tes Ulangan
Harian (UH) untuk siklus II dan buku untuk mencatat hal-hal yang penting dalam proses
belajar mengajar. Menyiapkan materi dengan menggunakan model  pembelajaran Kooperatif.
4.4.2 Pelaksanaan Tindakan
Pada pertemuan pertama dilakukan pengenalan terhadap cara belajar di kelas yang
harus dilakukan siswa sesuai dengan model pembelajaran pada siklus I tetapi dalam
menyajikan materi lebih diperjelas dan lebih tegas supaya siswa lebih bersemangat.  Kegiatan
yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah :
1. Kegiatan pendahuluan; terutama menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong
siswa memfokuskan dirinya agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hal yang
utama dalam kegiatan pendahuluan adalah memotivasi siswa dengan memberikan apersepsi
dengan beberapa pertanyaan tentang pembelajaran di siklus I yaitu menunjuk salah satu teman
sebangku termasuk pada bagian apa dalam Cadhu Sakti. Menuliskan judul materi pelajaran “
Mengenal pengertian masing-masing bagian Cadhu Sakti” menyampaikan indikator dan tujuan
pelajaran.
2.  Kegiatan inti; Kegiatan ini adalah implementasi pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif melalui pendekatan learning community. Kegiatan inti diawali dengan Guru
meminta siswa duduk dalam tatanan belajar kooperatif dengan pertukaran anggota kelompok,
anggota kelompok dikurangi jumlahnya menjadi 3-4 orang siswa pembagian kelompok diawasi
dan diatur oleh guru, Setelah pengaturan anggota kelompok langsung  menyampaikan
keterampilan kooperatif apa yang akan dilatih. Sub pokok bahasan adalah mengenal pengertian
masing-masing bagian Cadhu Sakti.  Kelompok siswa diminta untuk memahami isi bacaan
tentang pengertian masing-masing bagian Cadhu Sakti pada buku paket dan LKS.  Setiap 
kelompok menjawab soal yang sama dengan kelompok yang lain. Mengobservasi dan
membimbing kelompok seandainya ada yang kurang jelas tentang materi mendekati dan
mengawasi setiap kelompok dalam bekerja.  Memandu jalannya diskusi, Setelah selesai
pekerjaannya salah satu kelompok kedepan mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok lain
menanggapi. Sementara siswa lain dapat mengajukan pertanyaan, atau mengomentari
kelompok presentasi dengan membuat rekaan interpretasi permasalahan melalui analisisnya.
(bila selesai dilanjutkan dengan presentasi kelompok lain). 
3.  Kegiatan penutup adalah mengevaluasi siswa dengan memberikan tes tertulis menyangkut
indikator yang ingin dicapai. Memberikan penghargaan kepada kelompok yang kerjanya paling
baik (ditentukan berdasarkan nilai keterampilan kooperatif siswa pada saat berdiskusi).

4.4.3   Hasil Pengamatan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan yang  dilakukan oleh observer terhadap
pelaksanaan tindakan, baik menyangkut guru dan siswanya. Observasi memungkinkan
mengetahui kesesuaian antara harapan dan kenyataan dari penelitian tindakan kelas. Observasi
dilakukan secara konprehensif dalam kelas. Tujuan dilaksanakan pengamatan adalah untuk
mengetahui langkah-langkah pembelajaran yang mana patut dipertahankan, diperbaiki, atau
dihilangkan sehingga proses pembelajaran dengan mengimplementasikan model pembelajaran
kooperatif melalui pendekatan Learning Commonity benar-benar berjalan sesuai dengan
kaidah yang ada.  Setelah diadakan pengamatan dan dievaluasi proses pembelajaran,
dilanjutkan dengan mengevaluasi hasil pembelajaran dengan menggunakan tes.
Setelah siklus II dijalankan yang mengacu pada refleksi dan pemecahan masalah pada
siklus I diperoleh rata-rata pemahaman konsep siswa tentang mengenal Cadhu
Sakti mengalami peningkatan ketuntasan rata-rata belajar siswa tentang mengenal pengertian
masing-masing bagian Cadhu Sakti sebesar 93.8 dengan daya serap sebesar 93.8% dan
prosentase siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 100%. Dengan
nilai maksimum 100 dan nilai minimum 87. Sedangkan rata-rata keterampilan kooperatif siswa
berada pada katagori sangat  terampil.

4.4.4  Refleksi
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa dan nilai rata-
rata keterampilan kooperatif siswa sudah memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Adapun indikator kinerja dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai keterampilan kooperatif
siswa minimal berada pada katagori terampil, daya serap (DS) > 75% dan prosentase siswa
memenuhi KKM > 75%. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran Agama kelas
VI sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) SD Bali Public School adalah 75.
Bila siswa sudah mencapai nilai tersebut, siklus akan diberhentikan dan dianggap tindakan
sudah berhasil. Sedangkan hasil yang diperoleh pada siklus II adalah diperoleh rata-rata
pemahaman konsep siswa tentang mengenal Ajaran Cadhu Sakti sebesar 93.8 dengan daya
serap sebesar 93.8% dan prosentase siswa yang memenuhi KKM sebanyak 100%. Sedangkan
rata-rata nilai kooperatif siswa berada pada katagori sangat terampil. Hasil tindakan pada siklus
II sudah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan sehingga siklus diberhentikan dan
dianggap tindakan sudah berhasil.
4.5    Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis pada masing-masing siklus menunjukkan peningkatan
pemahaman konsep siswa  siklus I ke siklus II sebesar 28% yakni dari 72% ke 100%.
Peningkatan nilai rata-rata kemampuan kognetif siswa menunjukkan peningkatan sebesar 15.6
yakni dari rata-rata 78.2 ke 93.8. Peningkatan nilai rata-rata keterampilan kooperatif siswa dari
kategori terampil menjadi kategori sangat terampil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
melalui implementasi model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dapat
meningkatkan pemahaman konsep (prestasi) siswa dan keterampilan kooperatif siswa kelas VI-
A di SD Bali Public School, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Peningkatan pemahaman konsep siswa  pada penelitian ini diakibatkan oleh
penggunaan tehnik atau cara belajar  dengan mengimplementasikan model
pembelajaran Cooperative Learning,  siswa berusaha  untuk  membaca  materi pelajaran untuk
mencari konsep-konsep penting kemudian menghubungkan dengan konsep-konsep yang sudah
ada dalam pikirannya. Melalui kegiatan ini siswa menyusun sendiri konsep-konsep yang
dipelajari dan tidak diberikan begitu saja oleh guru. Hal ini sesuai dengan pandangan
kontruktivisme yang menyatakan bahwa konsep-konsep generaliasi  ditemukan dan dibentuk
sendiri oleh siswa, guru hanya berfungsi sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran.
Model pembelajaran ini memberikan ruang gerak yang bebas kepada siswa untuk saling
bekerja sama dalam kelompoknya, Bagi siswa yang belum memahami berusaha menggali
informasi melalui bertanya langsung kepada teman dalam kelompoknya, Siswa yang memiliki
kemampuan lebih memberikan penjelasan, karena memiliki tanggung jawab untuk secara
bersama-sama berusaha meraih predikat kelompok yang terbaik dan mendapat penghargaan.
Peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan kooperatif siswa diakibatkan oleh
suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rilek
diantara anggota kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh dan
memberi masukan diantara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan
moral serta ketermpailan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran. Secara umum pola
interaksi yang bersifat terbuka dan langsung diantara anggota kelompok sangat penting bagi
siswa  untuk meperoleh keberhasilan dalam belajarnya, karena setiap saat mereka akan
melakukan diskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan serta saling
mengoreksi antar sesama dalam belajar.
Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif diantara sesama anggota kelompok
menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi
karena dalam cooperative learning siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk
memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya
pengetahuan yang dimilikinya dari anggota kelompok lainnya dan guru. Suasana belajar dan
rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang diantara sesama anggota kelompok
memungkinkan siswa untuk mengerti dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik.
Proses pengembangan kepribadian yang demikian, membantu pula mereka  yang kurang
berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar.
Pada konteks pembelajaran  model kooperatif, siswa yang kurang bergairah dalam
belajar akan dibantu oleh siswa lainnya, yang mempunyai gairah yang lebih tinggi dan memiliki
kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Dalam suasana belajar yang
demikian  disamping proses belajar itu berlangsung lebih epektif  juga akan terbina nilai-nilai
lain yang sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu nilai gotong royong, kepedulian, saling
percaya,  kesediaan menerima dan memberi, dan tanggung jawab siswa baik terhadap dirinya 
maupun terhadap anggota kelompoknya.
Penggunaan model pembelajaraan kooperatif disamping membantu siswa untuk lebih
berhasil dalam belajar, juga memungkinkan bagi siswa untuk melatih keterampilan-
keterampilan kooperatif seperti keterampilan mengemukakan pendapat, menerima saran dan
masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan menekan timbulnya prilaku-
prilaku menyimpang dalam kehidupan kelas (Slavin, 1992).    Disamping itu strategi
pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan
ketrampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Hal ini terjadi
karena setiap anggota kelompok belajar memiliki dua tangguing jawab dasar yang harus dia
lakukan, yaitu mempelajari dan memahami materi dan membantu teman belajrnya untuk
mkampu memahami dan mengerti sebagai mana yang ada pada dirinya.
 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama dua siklus, hasil seluruh
pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Penerapan model pembelajaran kooperatif memang benar memiliki dampak yang positif dalam
meningkatkan keterampilan kooperatif  siswa yang ditandai dengan keterampilan kooperatif
siswa pada siklus I rata-rata  78.2 keterampilan kooperatif siswa berada pada  kategori terampil,
dan siklus II  keterampilan kooperatif siswa rata-rata 93.8 berada pada kategori sangat
terampil.
2.      Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan  pemahaman konsep siswa
pada materi mengenal Ajaran Cadhu Sakti ditandai dengan pemahaman konsep siswa pada
siklus I rata-rata 78.2, daya serap 78.2%, prosentase siswa yang memenuhi Kreteria Ketuntasan
Minimal 72%,  pada siklus II rata-rata 93.8, daya serap 93.8% prosentase siswa yang memenuhi
Kreteria Ketuntasan Minimal 100%.

5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Pendidikan Agama Hindu lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi
siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut :
1.    Berdasarkan keberhasilan implementasi model pembelajarn kooperatif dengan
pendekatan learning community dalam meningkatkan ketrampilan kooperatif siswa dan
pemahaman konsep siswa, maka disarankan kepada guru untuk mencoba
mengimplementasikan dengan perencanaan yang lebih baik lagi dengan melihat berbagai aspek
dan sudut pandang siswa.
2.    Disarankan pada saat guru mengimplementasikan model ini, siswa lebih banyak menyediakan
buku pelajaran yang relevan untuk mendukung proses belajar mengajar sehingga proses belajar
mengajar dapat berlangsung lebih baik.  Guru hendaknya memberikan motivasi dan dorongan
pada siswa,  agar siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan
keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.
3.    Sekolah diharapkan menyediakan fasilitas belajar bagi siswa dan gurunya sehingga
pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat diimplementasikan.

 DAFTAR PUSTAKA
hmadi, Abu. H. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara

ikunto, S. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Komang, 2006. SKRIPSI Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Upacara Ngaben Masirig di Banjar
Pancaseming Desa Batuagung Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana – Bali  Denpasar:
IHD Negeri Denpasar.

dikbud 1999. Pengelolaan Pengujian bagi Guru Mata Pelajaran. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah


Umum.

4. Metodologi Penelitian Kualitatif  Malang: UMM PRESS

qbal, 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya Jakarta: Ghalia Indonesia.

U et.al. 2001. Pengembangan Intrumen untuk Penelitian. Jakarta : Dilema Press.

endropuspito, D.O.C, 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta : Kanisius

hson. B. Elaine. 2002. Contextual And Learnig. Corwin California

arda, 2007. Sistem Pendidikan Agama Hindu. Penerbit Paramita Surabaya.

ggart R.1989. The Action Research Planner. Victoria : Deakin University Press

gren, L. 1994. Cooperative Learning in the Science Classroom. New York : Mc Graw-Hill.

akalah PTK pada pembinaan Guru Agama Hindu Tahun 2009

Muslich, 2007.    Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.Jakarta: Bumi Akasa.

ur, M 2005. Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral


Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Jawa Timur.

ur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.

ur, M 2002. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Guru PAH
ur, M 2005. Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Jawa Timur.

ka Punyatmaja, I.B. 1984. Panca Sradha. Denpasar : PHDI Pusat.

ka Punyatmadja, IB. 1993. Pañca Śraddha Denpasar: Upada Sastra.

k Rai, 2001.     Upadesa Tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu. Paramita Surabaya.

ardika, 2004. Menata Bali Kedepan Kebijakan Cultural Pendidikan dan Agama. Denpasar : CV. Bali Media
Adhi Karsa.

to, W. 1987.     Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan). Jakarta : PT. Bina Aksara.

dayat. 2005.     Keunikan Intelegensi Manusia. Surabaya Usaha Nasional.

.B Putu 1998.   Ajaran Agama Hindu (Budi Pekerti). Denpasar Dharma Acharya.

parma, 2007. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Bali

warno, 1992. Pengantar Umum Pendidikan  Jakarta: Renika Cipta.

aiful Sagala. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta

yusun, 1994. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Hanuman Sakti.

-------,  2002. Buku Panduan Usulan Penelitian dan Skripsi Denpasar: Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri
Denpasar

-------, 2006. Semara Ratih Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Sekolah Dasar Kelas III  Denpasar: Tri
Agung

Bagus 1987. Teori Tentang Simbol. Denpasar : Penerbit Widya Dharma UNHI.

ardani, IGAK, 2007 dalam Penelitian Tindakan Kelas.

artono, 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Sains Buku 4. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional


Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

isnu, Wardana, 2008. Pendidikan Agama Hindu. Tri Agung.

Nurul. 2005. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai