HanafiGobek - 22222010043 (UAS Teknologi Bahan Konstruksi)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Nama : Hanafi Gobek

NIM : 22222010043
Jurusan : Teknik Sipil
Non Reguler

UAS TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI

1. Terjadinya bleeding pada beton karena campuran air ( mixing water) naik kepermukaan
beton sesaat setelah beton selesai dicor dan partikel agregat kasar turun kebawah.
Faktor yang membuat terjadinya bleeding pada beton adalah :
- Campuran terlalu basah (W/C ratio terlalu tinggi) atau adanya penambahan air pada
saat pengecoran
- Rancangan campuran beton yang kurang baik sehingga tidak cukup material halus
untuk menahan laju air kepermukaan beton.

2. Langkah yang dilakukan untuk mengurangi bleeding jika pada saat akan melakukan
pengecoran, namun kondisi lokasi dalam keadaan terik adalah :
- Mengkombinasi pasir kasar dengan pasir yang lebih halus atau dengan abu batu
dengan tujuan dari penambahan ini agar campuran beton lebih kohensif
- Menaikan jumlah semen (sampai batas tertentu), dari penambahan ini maka
admixture yang dibutuhkan untuk menjaga workbilitas akan bertambah.

3. Arti test slump adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa kental
adukan beton yang akan diproduksi. Tujuannya agar beton yang diproduksi dapat mencapai
kuat tekan beton rencana.
Cara untuk slump test adalah :
- Basahi cetakan dan letakkan di atas permukaan datar, lembab, tidak menyerap air
dan kaku. Cetakan harus ditahan secara kokoh di tempat selama pengisian, oleh
operator yang berdiri di atas bagian injakan. Dari contoh beton yang diperoleh menurut
Butir 6, segera isi cetakan dalam tiga lapis, setiap lapis sekira sepertiga dari volume
cetakan. Sepertiga dari volume cetakan slump diisi hingga keketebalan 67 mm , dua
pertiga dari volume diisi hingga ketebalan 155 mm.
- Padatkan setiap lapisan dengan 25 tusukan menggunakan batang pemadat. Sebarkan
penusukan secara merata di atas permukaan setiap lapisan. Untuk lapisan bawah akan
ini akan membutuhkan penusukan secara miring dan membuat sekira setengah dari
jumlah tusukan dekat ke batas pinggir cetakan, dan kemudian lanjutkan penusukan
vertikal secar spiral pada seputar pusat permukaan. Padatkan lapisan bawah
seluruhnya hingga kedalamannya. Hindari batang penusuk mengenai pelat dasar
cetakan. Padatkan lapisan kedua dan lapisan atas seluruhnya hingga kedalamannya,
sehingga penusukan menembus batas lapisan di bawahnya.
- Dalam pengisian dan pemadatan lapisan atas, lebihkan adukan beton di atas
cetakan sebelum pemadatan dimulai. Bila pemadatan menghasilkan beton turun
dibawah ujung atas cetakan, tambahkan adukan beton untuk tetap menjaga adanya
kelebihan beton pada bagian atas dari cetakan. Setelah lapisan atas selesai
dipadatkan, ratakan permukaan beton pada bagian atas cetakan dengan cara
menggelindingkan batang penusuk di atasnya. Lepaskan segera cetakan dari beton
dengan cara mengangkat dalam arah vertikal secara-hati-hati. Angkat cetakan dengan
jarak 300 mm dalam waktu 5 ± 2 detik tanpa gerakan lateral atau torsional.
Selesaikan seluruh pekerjaan pengujian dari awal pengisian hingga pelepasan cetakan
tanpa gangguan, dalam waktu tidak lebih dari 2 ½ menit.
- Setelah beton menunjukkan penurunan pada permukaan, ukur segera slump dengan
menentukan perbedaan vertikal antara bagian atas cetakan dan bagian pusat
permukaan atas beton. Bila terjadi keruntuhan atau keruntuhan geser beton pada satu
sisi atau sebagian massa beton, abaikan pengujian tersebut dan buat pengujian baru
dengan porsi lain dari contoh.

4. Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap pencampurannya adalah terdiri
atas semen, air, pasir (agregat halus) dan kerikil (agregat kasar) yang dicampur dengan
perbandingan tertentu dan untuk menghasilkan kekuatan tertentu pula. Kekuatan yang diukur
pun biasanya hanya kuat tekannya saja yang diuji pada standar umur 28 hari. Beton yang
dibuat secara konvensional umumnya mempunyai kuat tekan antara 18 – 32 MPa. (N/mm2)
dan berat 2,4 ton/m3, biasanya disebut sebagai beton normal / konvensional, sedangkan
beton yang mempunyai kuat tekan di atas 35 MPa biasanya disebut dengan beton mutu tinggi.
Selain kualitas dan gradasi agregat halus dan kasar, kualitas beton yang dibuat juga
bergantung pada nilai perbandangan berat penggunaan air dengan semen, yang disebut
sebagai faktor air semen (fas). Nilai fas ini juga akan mempengaruhi tingkat kemudahan
pengerjaan (workability) dari beton yang dibuat.
Disamping itu, untuk keperluan tertentu terkadang campuran beton tersebut masih
ditambahkan bahan tambah berupa zat-zat kimia tambahan (chemical additive) dan
mineral/material tambahan. Zat kimia tambahan tersebut biasanya berupa serbuk atau cairan
yang secara kimiawi langsung mempengaruhi kondisi campuran beton. Sedangkan
mineral/material tambahan berupa agregat yang mempunyai karakteristik tertentu.
Penambahan zat-zat kimia atau mineral tambahan ini diharapkan dapat merubah performa dan
sifat-sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan, serta dapat pula
sebagai bahan pengganti sebagian dari material utama penyusun beton. Standar pemberian
bahan tambahan beton ini pun sudah diatur dalam SNI S-18-1990-03 tentang Spesifikasi
Bahan Tambahan pada Beton.

5. Sifat fisik agregat :


- Ukuran butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar
sampai yang berukuran kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai
semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.
- Gradasi agregat
Gradasi agregat adalah pembagian (distribusi) dari variasi ukuran butir agregat yang
dinyatakan dalam persen dari berat total. Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan
bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing
masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu.
- Kebersihan Agregat
Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang buruk pada kualitas perkerasan
jalan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena
banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut.
- Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama
proses produksi dan operasionalnya di lapangan.
- Bentuk butir agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antar agregat (agregates inter
locking) yang baik yang dapat menahan perpindahan agregat yang mungkin terjadi.
Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari
satu bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat yang paling baik.
- Tekstur permukaan agregat
Tekstur permukaan agregat selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid
resistance) pada permukaan perkerasan, juga merupakan faktor lainnya yang menentukan
kekuatan, workabilitas dan durabilitas campuran beraspal.
- Daya serap agregat
Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat.
Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang penting
yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal.
- Kelekatan terhadap aspal
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima,
menyerap dan menahan lapisan aspal.
6. Sketsa gambar Slump Test untuk mengukur workability campuran beton adalah sebagai
berikut :

Berdasar PBI 1971 N.I.-2


Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat sebagai berikut :
a. Kerucut Abrams :
• Kerucut terpancung, dengan bagian atas dan bawah terbuka
• Diameter atas 10 cm
• Diameter bawah 20 cm
• Tinggi 30 cm
b. Batang besi
penusuk :
• Panjang 60 cm
• Diameter 16 mm
• Ujung dibulatkan
c. Alas : rata, tidak menyerap
air
Berdasar SNI 1972:2008
Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat sebagai berikut :
a. Kerucut Abrams :
• Kerucut terpancung, dengan bagian atas dan bawah terbuka
• Diameter atas 102 mm
• Diameter bawah 203 mm
• Tinggi 305 mm
• Tebal plat min 1,5 mm
b. Batang besi
penusuk :
• Panjang 60 cm
• Diameter 16 mm
• memiliki salah satu atau kedua ujung berbentuk bulat setengah bola dengan diameter
16 mm
c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku

Workability beton segar pada umumnya diasosiasikan dengan :


 Homogenitas atau kerataan campuran adukan beton segar (homogenity)
 Kelekatan adukan pasta semen (cohesiveness)
 Kemampuan alir beton segar (flowability)
 Kemampuan beton segar mempertahankan kerataan dan kelekatan jika dipindah
dengan alat angkut (mobility)
 Mengindikasikan apakah beton segar masih dalam kondisi plastis (plasticity)

Sketsa gambar Compaction Faktor Test untuk mengukur workability campuran beton
adalah sebagai berikut :
Compacting Factor Test
Uji faktor pemadatan beton bekerja berdasarkan prinsip menentukan tingkat pemadatan
yang dicapai oleh jumlah pekerjaan standar yang dilakukan dengan membiarkan beton
jatuh melalui ketinggian standar. Ini dirancang khusus untuk penggunaan laboratorium,
tetapi jika keadaan mendukung, tes ini juga dapat dilakukan di lokasi kerja/proyek.

Uji faktor pemadatan beton lebih tepat dan sensitif daripada uji kemerosotan beton (test
slump). Oleh karena itu lebih menguntungkan dan berguna untuk beton yang bisa
dikerjakan atau beton kering yang umumnya digunakan ketika beton akan dipadatkan oleh
getaran.
Menurut ‘A.M. Neville '(Penulis Properti Properti Beton), deskripsi tingkat kemampuan
kerja beton dan faktor pemadatannya adalah sebagai berikut:
 Jika faktor pemadatan adalah 0,78 maka dianggap sebagai daya kerja beton yang
sangat rendah,
 Jika faktor pemadatan adalah 0,85 maka dianggap sebagai rendahnya daya kerja beton,
 Jika faktor pemadatan adalah 0,92 maka dianggap sebagai kemampuan kerja beton sedang,
 Jika faktor pemadatan adalah 0,95 maka dianggap sebagai kemampuan kerja beton
yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai