Naskah Akademik Narkotika Dan Ruu Narkotika
Naskah Akademik Narkotika Dan Ruu Narkotika
Naskah Akademik Narkotika Dan Ruu Narkotika
Dosen Pengampu :
Rifah Roihanah SH, M. Kn
Disusun oleh :
Maya Sinawati (210210012)
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI MU’AMALAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masyarakat dunia dan tidak terkecuali masyarakat di Indonesia pada
dewasa ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan
akibat semakin maraknya penyalahgunaan bermacam-macam jenis Narkotika
dan Psikotropika. Di Indonesia masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba telah menunjukkan kecenderungan terus meningkat, sudah sangat
memprihatinkan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara, sebab penyebarannya bukan hanya sebagai tempat transit dalam
perdagangan dan peredaran gelap narkoba, tetapi telah menjadi tempat
pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat untuk memproduksi narkoba
secara gelap. Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya
pemakaian dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika yang telah
merebak di segala lapisan masyarakat. Dan sebagian penegak hukumnya juga
tidak steril dari penyalahgunaan narkoba, sehingga upaya pemberantasannya
tidak cukup hanya ditangani oleh pemerintah dan aparat penegak hukum
saja, melainkan perlu melibatkan seluruh potensi masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Jika hal ini tidak dilaksanakan
dengan segera, maka akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa
dan negara, karena generasi muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara
pada masa mendatang. Upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia memerlukan
upaya penanganan yang komprehensip dan multidimensional agar tercapai
hasil yang maksimal, dan upaya pemberantasannyapun harus dilaksanakan
secara bertahap, konsisten, dan terus-menerus berkesinambungan.[1]
Narkotika sebagai salah satu kejahatan yang grafiknya terus meningkat
dari waktu kewaktu. Hampir semua elemen yang terdapat
di dalam masyarakat tanpa membedakan status sosial dapat dimasuki oleh
narkotika dan psikotropika, seperti anak-anak, pelajar, mahasiswa, selebritis,
lembaga profesional dan tidak sedikit para oknum pejabat.
Narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana
yang disepakati (concensual crimes) semua pihak terlibat dalam
tindak pidana narkotika dan psikotropika. Para pihak menjadi pelaku dan
sekaligus korban. Sebagai tindak pidana yang disepakati, antara pelaku dan
korban telah bersama-sama sepakat dalam tindak pidana ini sehingga untuk
menentukan sebagai korban akan semakin rancu dan tidak jelas.
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia yang semula dijadikan
tempat transit narkotika dan psikotropika telah berkembang menjadi tempat
untuk memproduksi narkotika. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari
tahun ke tahun menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial narkotika.
Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran
potensial generasi muda telah menjangkau berbagai penjuru daerah dan
penyalahgunanya merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya
narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan
dan ilmu pengetahuan, akan tetapi penggunaan narkotika menjadi berbahaya
jika terjadi penyalahgunaan.[2]Penyalahgunaan pemakaian narkotika dapat
berakibat jauh dan fatal serta menyebabkan yang bersangkutan menjadi
tergantung pada narkotika untuk kemudian berusaha agar senantiasa
memperoleh narkotika itu dengan segala cara, tanpa mengindahkan norma-
norma sosial, agama maupun hukum yang berlaku. Dalam hal ini, tidak
mustahil kalau penyalahgunaan narkotika adalah merupakan salah satu
sarana dalam rangka kegiatan subversi.[3]
Kemudian seiring perkembangan zaman, dibuatlahUndang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang menggantikan undang-undang
sebelumnya, dengan alasan bahwa tindak pidana narkotika telah bersifat
transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang
tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan
sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda
bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang
berkembang dalam menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut.
[4]
Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat temuan baru jenis
Narkotika, Metilon sebagai derivat katinon yang secara eksplisit belum
tercantum dalam lampiranUndang-Undang nomor 35 tahun 2009, karena
ketika UU disusun zat sintetis ini belum ada. Tapi secara akal sehat tentunya
dapat disamakan dengan katinon.
Metilon, sebagai turunan dari katinon sintetis, sangat mirip dengan
ekstasi (MDMA). Sedikit perbedaan hanya pada gugusan belakang konfigurasi
struktur kimianya. Bila ekstasi (Metil Dioksi Metamfetamin) gugusan
belakangnya adalah amfetamin, maka metilon (Metilen Dioksi Metil Katinon)
gugusan belakangnya adalah katinon. Efek kedua zat ini sama bahkan
dikatakan metilon lebih dahsyat.[5] Penemuan tersebut diiringi dengan adanya
pengguna terhadap zat tersebut, sehingga ketika hukum akan menjerat
pengguna, belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian,
perlu dilakukan revisi terhadap undang-undang yang telah ada, dengan
memasukkan zat metilon menjadi salah satu jenis narkotika, dengan
konsekuensi hukum bagi yang menyalahgunaan zat tersebut. Dengan
penambahan pernyataan bahwa setiap zat yang bersifat adiksi, baik itu
narkotika, psikotripika, stimultan, maupun kelompok lainnya adalah dilarang.
2. Sistematika Naskah Akademik
1. Dasar Filosofis
2. Dasar Sosiologis
Ditengah hingar bingarnya isu globalisasi, kejahatan narkotika yang
sejak lama menjadi musuh bangsa kian menkhawatirkan. Geliat mafia seakan
tak mampu terbendung oleh gebrakan aparat penegak hukum di berbagai
belahan komitmen bersama memberantas memberantas narkotika oleh
seluruh dunia. Tak sedikit badan-badan dunia yang terlibat, namun peredaran
narkotika terus merajalela. Dari berbagai indikasi menunjukkan bahwa
kejahatan narkotika merupakan extra orginary crime. Adapun pemaknaannya
adalah sebagai suatu kejahatan yang berdampak besar dan multi-dimensional
terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu dahsyatnya dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan ini. Untuk itu extraordinary
punishment kiranya begitu menjadi relevan mengiringi model kejahatan yang
berkarakteristik luar biasa yang dewasa ini kian merambahi ke se-antero bumi
ini sebagai transnational crime.[6]
Selain narkotika dimanfaatkan untuk penelitian, narkotika juga sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan,
namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkotika secara gelap
akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupun
masyarakat khususnya generasi muda, bahkan dapat menimbulkan bahaya
yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.[7]
Munculnya berbagai pernyataan yang bernada kontroversial
tentang metilon yang merupakan derifat katinon, zat narkotika yang tidak
diatur dalam undang-undang. Cathinone (baca: katinon) merupakan alkaloid
yang diekstrak dari tanaman khat (Chata edulis), tanaman herbal yang banyak
tumbuh di Afrika bagian utara. Katinon mempunyai struktur kimia mirip obat-
obatan yang sudah kita kenal, ephedrine dan amphetamine. Perubahan
strukturkimia pada katinon menghasilkan berbagai macam turunan zat atau
komponen kimia baru yang biasa disebut katinon sintetis.[8]
Penggunaan katinon sintesis atau katinon derifatsecara akut maupun
kronis bisa berakibat buruk, bahkan membahayakan kesehatan. Penggunaan
secara akut dalam dosis efektif bisa mengakibatkan gejala palpitasi jantung,
kejang, muntah, sakit kepala, perubahan warna (discolorization) pada kulit,
hipertensi, hiper-refleksia, euforia, serta halusinasi. Bahkan pada dosis yang
sangat besar, bisa mengakibatkan kematian.[9]
Dengan demikian, derifat katinon mempunyai indikasi yang sama
dengan katinon, bahkan lebih membahayakan, maka perlu adanya
penambahanpernyataan bahwa penyalahgunaan zat yang bersifat adiksi, baik
itu narkotika, psikotropika, stimultan, maupun kelompok lainnya adalah
dilarang.
Hal ini, dilakukan dalam rangka, menepis kerancuan dan berbagai
kontroversi tentang metilon dan derifat-derifat lain yang belum
diketahui apakah termasuk narkotika atau tidak. Sehingga, ketika telah
diundang-undangkan, maka pemecahan masalah tentang penyalahgunaan
narkotika jenis metilon ini, akan semakin jelas karena mempunyai sandaran
hukum yang eksplisit.
3. Dasar Yuridis
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002
telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas
Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur
upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman
pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di
samping itu, Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai
pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta
mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya
tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan
yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi
muda pada umumnya.
Bahwa dalam sejarah Undang-Undang yang mengatur tentang narkotika
ini, sudah banyak mengalami perubahan, hal ini terjaminnya keadilan bagi
setiap masyarakat dan kesejahteraan. Perubahan yang telah terjadi beberapa
kali ini ialah dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, seperti yang di
jelaskan dalam pemaparan di latar belakang sebelumnya mengenai pendapat
Van Savigny yang mengatakan bahwa hukum selalu berkembang sesuai
dengan berkembangnya masyarakat. Undang-Undang Narkotika yang
disahkan pada 14 September 2009 merupakan revisi dari Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pemerintah menilai
Undang-Undang Nomor 22 Tahun1997 tidak dapat mencegah tindak pidana
narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif maupun kualitatif serta
bentuk kejahatannya yang terorganisir. Namun secara substansial, Undang-
UndangNarkotika yang baru tidak mengalami perubahan yang signifikan
dibandingkan dengan Undang-Undang terdahulu, kecuali penekanan pada
ketentuan kewajiban rehabilitasi, penggunaan pidana yang berlebihan, dan
kewenangan BNN yang sangat besar.[10]
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan bahwa asas-asas, materi muatan peraturan
perundang-undangan yakni asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan,
kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian
hukum dan keseimbangan, keserasian dan keselarasan.[11] Dengan demikian,
dalam rangka untuk mendapatkan kepastian hukum dalam suatu tindakan
kriminalitas penyalahgunaan narkotika, yang belum tercover dalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009, perlu adanya penambahan dan koreksi
terhadap undang-undang tersebut.
Dalam lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, disebutkan bahwa katinonamasuk dalam golongan satu narkotika.
Sedangkan turunan dari katinona adalah metilon. Sehingga, hal inilah yang
menjadi pertimbangan dalam penambahan metilon norkotika golongan
pertama, sebagai keturunan dari katinon. Dengan penyebutan hanya beberapa
dari derifat narkotika, menjadikan derifat yang tidak disebut dalam undang-
undang tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Sehingga, perlu adanya
pernyataan fleksibel bahwa penyalahgunaan zat yang bersifat adiksi, baik itu
narkotika, psikotripika, stimultan, maupun kelompok lainnya adalah dilarang.
Dengan demikian, ketika ke depan ditemukan derifat lain, maka akan tetap
mempunyai payung hukum yang jelas.
BAB IV
PROBLEMATIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA
BAB VI
MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA
DAFTAR PUSTAKA