Laporan Pendahuluan Ulkus Dekubitus
Laporan Pendahuluan Ulkus Dekubitus
Laporan Pendahuluan Ulkus Dekubitus
2. Manifestasi klinis
Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut :
Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang
dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan
menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai
didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
3. Etiologi
1. Primer
a. Iskemia
b. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.
c. Dilatasi pembuluh darah.
2. Sekunder
a. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
b. Malnutrisi
c. Anemia
d. Infeksi
e. Hygiene yang buruk.
f. Kemunduran mental dan penurunan kesadaran
4. Patofisiologi
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada
batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang
pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan
daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler
masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring
berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi
beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus;
· Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya
berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas
tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan
terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang
kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat
menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih
harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema.
Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah
kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila
terkena trauma.
5. Klasifikasi
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus
dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
1. Tipe Normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC
dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6
minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan,
tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe Arteriosklerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit
pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh
dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Sedangkan berdasarkan stadiumnya dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya
reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat
eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
3. Stadium III
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur
fibril. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium IV
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh
dalam 3-6 bulan.
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk
melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama
pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu
dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa
sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi
bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin
level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang
atau MRI.
7. Penatalaksanaan medik
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah
terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus,
misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai
sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk
terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit,
dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan
lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya
diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus
dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah
terjadinya dekubitus adalah:
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang
kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu
istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun,
kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini
adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat ruasak)
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain;
· Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan
tebal sebagai alas tubuh penderita.
Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada
tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas
dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab
sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Doengoes, Marylin E., Moorhouse, Frances Mary., Aice C. 2010. Nursing Diagnosis Manual ,
Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia: Davis Company.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition and
Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwel
Hidayat, Alimul. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyaki. (ed.6).
(vol.2). Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.