Referat Kolesistitis NMS
Referat Kolesistitis NMS
Referat Kolesistitis NMS
KOLESISTITIS
HALAMAN JUDUL
Oleh:
Nanda Maharani Saqadifa, S.ked - 04054822022154
Pembimbing
dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH
Referat
KOLESISTITIS
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode Juni 2020 – Juli 2020
Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan anugerah-Nyalah referat yang berjudul
“KOLESISTITIS” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun sebagai syarat ujian di bagian Ilmu Penyakit Dalam. Tujuan
disusunnya referat ini agar dapat mengetahui mengenai kolesistitis. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada dr. Vidi Orba Busro, Sp.PD, KGEH yang telah
membimbing dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat
di bagian ilmu penyakit dalam yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis.
Akhir kata, referat ini hanyalah sebentuk kecil tulisan yang masih mengharapkan
banyak kritik dan saran sehingga dalam perkembangannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Semoga bermanfaat.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati1.
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP dikenal juga sebagai, bacterial liver abscess, merupakan kasus
yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.1
Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang
jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di
negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara
endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Abses hati piogenik relatif
lebih jarang dibandingkan abses hati amebik tetapi jika penanganannya terlambat
akan lebih berbahaya karena sering terjadi komplikasi sepsis atau peritonitis
sekunder akibat dari rupturnya abses ke rongga pleura maupun peritoneum.1
Dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek
epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai
pengelolaan serta prognosisnya.
Penanganan abses hati sebaiknya dilakukan secara tepat dan dalam waktu
secepatnya, karena keterlambatan atau tidak tepatnya penanganan dapat berakibat
terjadi komplikasi fatal. Komplikasi abses hati mencakup sepsis, empiema dan
rupturnya abses hati ke rongga peritoneum, rongga pleura maupun rongga
retroperitoneum.2
Penatalaksanaan abses hati meliputi terapi konservatif dan terapi agresif.
Terapi konservatif pada abses hati adalah dengan pemberian terapi
medikamentosa, sedangkan yang termasuk terapi agresif adalah tindakan drainase
pus (nanah) maupun operasi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kolesistitis adalah reaksi inflamasi akut atau kronis dinding kandung
empedu. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut merupakan penyakit yang serius dan cenderung timbul
setelah terjadinya cedera, pembedahan, luka bakar, sepsis, penyakit-penyakit
yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat infus dalam
jangka waktu yang lama). Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari
dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri
perut yang tajam dan hebat. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan
angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun.
Idrus alwi, simon salim, rudy hidayat, juferdy kurniawan dkk. Penatalaksanaan di
bidang ilmu penyakit dalam : Panduan Praktis Klinis. 2015 p 256-260
2.2 Epidemiologi
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum di
daerah tropis dan subtropik. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering
pada etnik Hispanik dewasa (92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti
pada wanita dan jarang terjadi pada anak-anak. Amebiasis merupakan infeksi
tertinggi ketiga penyebab kematian setelah schistosomiasis dan malaria. Daerah
endemisnya meliputi Afrika, Asia Tenggara, Meksiko, Venezuela, dan
Kolombia.lnsiden abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0,05 %
sedangkan di India dan Mesir mencapai 10%-30%.2
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis
hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah
sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia
menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang
tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan
dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria
dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai
berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.
Infeksi E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan
tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.5
2.3 Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus). Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis
akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak
lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan
supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup
lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi
penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.
Sumber: ipd
2.4 Patogenesis
Penularan
Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat
minimal dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan
nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang
hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, icterus dan
kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertaei tanda Murphy
positif, dapat menyokong menegakkan diagnosis.
Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastik,
karsinoma kolon kanan, pankreatitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlu
dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukan kolesistektomi.
Sumber:ipd
Gejala yang paling umum dari kolesistitis akut adalah nyeri perut bagian atas.
Karakteristik berikut dapat dilaporkan:
- Tanda-tanda iritasi peritoneum mungkin ada, dan rasa sakit dapat menjalar
ke bahu kanan atau scapula
- Nyeri sering dimulai di daerah epigastrium dan kemudian melokalisasi ke
kuadran kanan atas (RUQ)
- Nyeri awalnya mungkin kolik tetapi hampir selalu menjadi konstan
- Mual dan muntah umumnya muncul, dan demam dapat dicatat
Pasien dengan kolesistitis akalkulus dapat datang dengan demam dan sepsis saja,
tanpa riwayat atau temuan pemeriksaan fisik yang konsisten dengan kolesistitis
akut.
Sumber: medscape
Sumber: ipd
Kolesistitis kronik :
a. Gangguan pencernaan menahun
b. Serangan berulang namun tidak mencolok.
c. Mual, muntah dan tidak tahan makanan berlemak
d. Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) disertai dengan sendawa. Faktor
risiko Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
anamnesis
Nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah pundak,
skapula kanan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda, disertai demam.l
Nyeri dapat dirasakan tengah malam atau pagi hari, penjalaran dapat ke sisi kiri
menstimulasi angina pektoris. Nyeri timbul dipresipitasi oleh makanan tinggi
lemak, palpasi abdomen, atau yawning. 2
Pemeriksaan Fisik
Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan adanya infeksi kuman. Posisi pasien
akan menekuk badannya, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai
tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu ekstra hepatikl
Cholescintigraphy
Kriteria Diagnosis Kolesistitis Akut dengan Batu :2
. Tanda Murphy (+)
. Ultrasonografi :
- Penebalan dinding kandung empedu (> 5 mm)
- Distensi kandung empedu
- Adanya cairan di perikolesistik
- Adanya edema subserosa (tanpa asites)
- Adanya udara intramural
- Kerusakan membran mukosa
- Kolesistisis (+)
Sumber: ppk ipd
DIAGNOSIS kronik
Anamnesis
Gejala sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di
epigastrium, dan nausea setelah makan makanan berlemak. Perlu ditanyakan
riwayat batu empedu dalam keluarga, ikterus, kolik berulang,2
Pemeriksaan Fisik
- Ikterus, nyeri tekan pada daerah kandung empedu, tanda Murphy (*)'
- Ultrasonografi: melihat besal bentuk, penebalan dinding kandung empedu,
batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan
USG mencapai 90-95%
- MRCP (Magnetic Resonance Choledochopancreaticography): melihat
adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus
- ERCP (Endoscopy Retrogade Choledochopancreaticography): bisa
digunakan juga untuk terapi
- Kolesistografi oral: gambaran duktur koledokus tanpa adanya gambaran
kandung Empedu
Sumber: ppk ipd
2.9 Tatalaksana
A
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet
ringan, obat penghilan grasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian
antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis,
kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazole
cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada
kolesistitis akut seperti E.coli, Strep. Faecalis dan klebsiella.
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah
sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi
konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan
membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan,
timbulnya gangrene dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat
dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat
ditekan. Sementra yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena
proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. Sejak
diperkenalkan tindakan bedak kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal
1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat-pusat bedah digestif. Di luar
negeri tindakan ini hampir mencapai 90% dari seluruh kolesistektomi. Konversi
ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A dkk, sebesar 1,9%
kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang
disebabkan perleketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu.
Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu
(7%), perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah
tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan
seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara
kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan
mempercepat aktifitas pasien
Sumber:ipd
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung
empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk
kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai
penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.
Sumber:ipd
Sumber:ipd
a. Angina pectoris
b. Appendisitis akut
c. Ulkus peptikum perforasi
d. Pankreatitis akut
sumber: ppk primer
Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptic
perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal2
Sumber: ppk ipd
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara
cepat menjadi gangrene, empyema dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses
hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic
yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75
tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.
Sumber: ipd
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA