Referat MPASI

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU


(MPASI) DAN KESULITANNYA

Pembimbing: dr. Andri Firdaus, Sp.A, M.Kes

Disusun oleh:
Zaimanur
030.13.019

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MPASI) DAN
KESULITANNYA
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang periode 24 Juli 2017 30 September
2017

Disusun oleh:
Zaimanur
030.12.296

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Andri Firdaus, Sp.A, M.Kes selaku dokter
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang

Karawang, Agustus 2017

dr. Andri Firdaus, Sp.A, M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat.
Referat disusun sebagai bentuk evaluasi pembelajaran selama menjalani
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Karawang.
Dalam penulisan referat, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi.
Namun berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dr. Andri Firdaus, Sp.A, M.Kes selaku pembimbing
yang telah sabar, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam
memberikan bimbingan, motivasi dan saran-saran yang sangat berharga kepada
penulis selama penulisan referat.
Penulis menyadari perlunya saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya
dibidang kesehatan.

Karawang, Agustus
2017

Penulis,

Zaimanur

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2


2.1 Anatomi ginjal .................................................................................. 2
2.2 Sirkulasi ginjal .................................................................................. 2
2.3 Struktur ginjal.................................................................................... 3
2.4 Komponen vaskular nefron ............................................................... 4
2.5 Fisiologis ginjal ................................................................................ 5
2.6 Proses filtrasi glomerulus, filtrasi tubulus dan sekresi tubulus.......... 6
2.7 Etiologi Acute Kidney Injury ............................................................ 8
2.8 Klasifikasi RIFLE ............................................................................. 14
2.9 Tatalaksana ........................................................................................ 14

BAB III KESIMPULAN............................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 22

i
BAB I
PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury/AKI (Gangguan Ginjal Akut/GnGA) adalah penurunan


fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostatis tubuh. Akibat terjadi peningkatan metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum, kreatinin dan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam-basa. Dalam klinik, gangguan ginjal akut bisa bersifat
oligurik dan non-oligurik. Pada beberapa tahun terakhir ini istilah Gagal Ginjal
Akut (GGA) dianjurkan untuk diganti dengan Acute Kidney Injury/AKI yang
diterjemahkan dengan Gangguan Ginja Akut/GnGA. Hal ini diterapkan oleh
ADQI (Acute Dialysis Quality Initiative) pada tahun 2002.1
Berdasarkan penelitian pada neonatus, insiden dari GnGA bervariasi antara
8% sampai 24% dari neonatus, dan GnGA umumnya terjadi pada bayi yang akan
menjalani operasi bedah jantung. Neonatus dengan asfiksia berat memiliki
insidensi yang tinggi dari GnGA dibanding bayi dengan asfiksia sedang. Beberapa
penelitian juga mencantumkan bahwa bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat
Rendah/BBLSR (< 1500-1000 gram), dengan APGAR skor rendah, terdapat
patent ductus arteriosus (PDA) dan ibu yang menerima antibiotik dan
mengkonsumsi obat anti inflamasi non steroid dihubungkan dengan
berkembangnya kejadian GnGA. Insidensi terjadiny GnGA pada neonatus di
negara sedang berkembang sekitar 3,9/1000 neonatus yang dirawat di ruang
perinatologi.2,3,4

1
BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI GINJAL5


Ginjal terletak di ruang peritoneal antara vertebra torakal dua belas atau
lumbal satu dan lumbal empat. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan
24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram
pada orang dewasa. Tiap ginjal terdiri atas 8 12 lobus yang berbentuk piramid.
Ginjal mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus,
tubulus proksimal, distal yang berkelok-kelok, dan duktus koligens, serta lapisan
dalam yaitu medula yang mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle,
vasa rekta, dan duktus koligens terminal. Puncak piramid medula menonjol ke
dalam disebut papil ginjal yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus
koligens bermuara pada duktus papilaris Bellini yang ujungnya bermuaradi papil
ginjal dan mengalirkan urin ke dalam kaliks minor, karena ada 18 24 lubang
muara duktus Bellini pada ujung papil yang disebut area kribrosa. Antara dua
piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang arteri renalis
disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor yang
bersatu menjadi pelvis ginjal dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Ureter
kanan dan kiri bermuara di kandung kemih/vesika urinaria. Urin dikeluarkan
dari vesika urinaria melalui uretra.

2.2 SIRKULASI GINJAL6


Tiap ginjal menerima kira-kira 25 persen isi sekuncup jantung. Dalam hal ini
ginjal merupakan suplai darah terbesar di dalam tubuh manusia. Suplai darah pada
setiap ginjal biasanya berasal daari arteri renalis yang keuar daari aorta. Arteri
renalis bercabang-cabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan melewati
medula menuju ke batas antara korteks dan medula. Arteri interlobaris akan
bercabang membentuk arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan permukaan
ginjal. Arteri interlobularis berasal dari arteri arkuata dan bercabang menjadi

2
arteriol aferen glomerulus. Sel-sel otot khusus di dinding arteriol aferen, dengan
sel lacis serta bagian dari tubulus distal yang berdekatan dengan glomerulus
(makula densa), membentuk aparat jukstaglomerular yang mengendalikan sekresi
renin. Arteriol aferen bercabang-cabang menjadi kapiler glomerulus yang
kemudian bergaabung lagi menjadi arteriol eferen.

2.3 Struktur Ginjal


Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit fungsional mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron, yang disatukan oleh jaringan ikat. Pada manusia,
pembentukan nefron selesai pada janin usia 35 minggu. Unit fungsional ini
(nefron) adalah unit terkecil di dalam suatu organ yang mampu melaksanakan
semua fungsi organ tersebut. Karena fungsi utama ginjal adalah menghasilkan
urin dan dalam pelaksanaannya, mempertahankan stabilitas komposisi CES
(Cairan Ekstra Sel), maka nefron adalah unit terkecil yang mampu membentuk
urin. Perkembangan pada ginjal paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah
lahir, oleh karena itu bila ada masa ini terjadi gangguan pada ginjal misalnya
infeksi saluran kemih atau refluks maka dapat menggangu pertumbuhan ginjal.
Susunan nefron di dalam ginjal adalah sedemikian sehingga dihasikan dua regio
berbeda, regio luar yang disebut korteks ginjal dan tampak granular dan regio
dalam medula ginjal yang tersusun oleh segitiga-segitiga bergaris piramida ginjal.

3
2.4 KOMPONEN VASKULAR NEFRON

4
2.5 Fisiologis Ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi, fungsi utama ginjal adalah menjaga
keseimbangan internal dengan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk
melaksanakan hal itu sejumlah besar cairan difiltasi di glomerulus dan kemudian
direabsorpsi dan disekresi disepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna
diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin, sedangkan
air ditahan sesuai kebutuhan tubuh kita.

Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi 2 golongan yaitu:


I. Fungsi Ekskresi
1. Ekskresi sisa metabolisme protein
Sisa metabolisme lemak dan karbohidrat yaitu CO 2 dan H2O
dikeluarkan melalui paru dan kulit. Sisa metabolisme protein yaitu
ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dikeluarkan
melalui ginjal. Jadi bila teerjadi kerusakan ginjal akan terjadi
peniCambunan zat-zat hasil metabolisme tersebut dengan akibat
terjadi azotemia, hiperkalemia, hiperosfatemia, hiperurisemia dan
lain-lain dengan segala macam akibat.
2. Regulasi volume cairan tubuh
Bilatubuh kelebihan cairan makan terdapat rangsangan melalui
arteri karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior.
Rangsangan tersebut diteruskn ke kelenjar hipofisis posterior
sehingga produksi hormon anti-diuretik (ADH) dikurangi dan
akibatnya diuresis menjadi banyak. Sebaliknya bila tubuh
kekurangan air (dehidrasi), maka produksi Adh akan bertambah
sehingga produksi urin berkurang karena penyerapan air di tubulus
distal dan duktus koligens bertambah.
3. Menjaga keseimbangan asam-basa
Keseimbangan asam dan basa tubuh diatur oleh paru dan ginjal.
Paru menjaga jumlah H2CO3 plasma dengan mengatur kadar pCO2

5
dan ginjal menjaga konsentrasi NaHCO3 dengan cara menyerap
NaHCO3 dan mensekresi H+ di tubulus.
II. Fungsi Endokrin
1. Partisipasi dalam eritropoesis
Pada penderita gagal ginjal kronik sering disertai dengan anemia
berat yang normokromik. Ternyata bahwa untuk pembentukan sel
darah merah diperlukan zat eritropoetin. Eritropoetin dirubah dari
proeritropoetin yang mungkin dibuat dalam hati oleh zat yang
diproduksi ginjal yang disebut faktor eritropoetik gnjal (kidney
erythropoetic factor)
2. Pengaturan tekanan darah
Bila terjadi iskemia ginjal misalnya oleh stenosis arteri renlis,
maka granula
3. Keseimbangan kalsium dan fosfor
Padaa gangguan ginjal kronik dapat terjadi kerusakan tlang yang
disebut osteodistrofi ginjal. Hal ini disebabkan karena ginjal
mempunyai peranan pada metabolisme vitamin D, dimana vitamin
D berfungsi untuk menyerap kalsium diusus (hipokasemia), hal ini
akan diperberat lagi dengan adanya

2.6 PROSES FILTRASI GLOMERULUS, REABSORPSI TUBULUS,


DAN SEKRESI TUBULUS
Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin : filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
Filtrasi Glomerulus
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus
melewati tiga lapisan berikut yang membentuk membran glomerulus : dinding
kapiler glomerulus, membran basal, dan lapisan dalam kapsul bowman. Secara
kolektif, lapisan-lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekuler halus yang
menahan sel darah dan protein plasma tetapi membolehkan H 2O dan zat terlarut

6
dengan ukuran molekul kecil lewat. Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu
sel endotel gepeng. Lapisan ini memiliki banyak pori besar yang menyebabkan
100 kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut daripada kapiler di bagian
lain tubuh. Membran basal adalah lapisan gelatinosa aselular (tidak mengandung
sel) yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip diantara
glomerulus dan kapsul bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, dan
glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma yang kecil. Protein plasma yang
lebih besar tidak dapat difiltrasi karen tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi
pori ini masih dapat melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun, karena
bermuatan negatif maka glikoprotein menolak albumin dan protein plasma
lainnya yang juga bermuatan negatif. Karena itu protein plasma hampir tidak
terdapat di dalam filtrat, dengan kurang dari 1% molekul albumin berhasil lolos
ke dalam kapsul bowman. Sebagian penyakit ginjal yang ditandai oleh adanya
albumin berlebih di dalam urin (albuminuria) disebabkan oleh gangguan pada
muatan negatif di membran basal, yang menyebabkan membran glomerulus lebih
permeabel terhadap albumin meskipun ukuran pori kapiler tidak berubah. Lapisan
terakhir membran glomerulus adalah lapisan dalam kapsul Bowman. Lapisan
ini terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi glomerulus. Setiap
podosit memiliki banyak foot process memanjang yang saling menjalin dengan
foot process podosit sekitar. Celah diantara foot process yang berdampingan
dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalur tempat cairan meninggalkan
kapiler glomerulus menuju lumen kapsul bowman.

Reabsorpsi Tubulus
Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua
konstituen kecuali protein plasma memiliki konsentrasi yang sama di filtrat
glomerulus dan di plasma. Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang
diserap adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan
volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus memiliki
kapasitas reabsorpsi yang besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh
dan kecil atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat. Karena itu

7
hanya sedikit konstituen plasma yang terfiltrasi dan bermanfaat bagi tubuh
terdapat di urin karena sebagian besar telah direabsorpsi dan dikembalikan ke
darah. Hanya bahan esensial, misalnya elektrolit yang berlebihan yang
diekskresikan di urin. Untuk konstituen plasma esensial yang diatur oleh ginjal,
kapasitas reabsorpsi dapat bervariasi bergantung pada kebutuhan tubuh.
Sebaliknya, sebagian produk sisa yang terfiltrasi terdapat di urin. Bahan sisa ini,
yang tidak bermanfaat dan bahkan berpotensi merugikan tubuh jika dibiarkan
menumpuk, sama sekali tidak direabsorpsi. Zat-zat ini menetap di tubulus untuk
dikeluarkan di urin. Sewaktu H2O dan bahan penting lain direabsorpsi, produk-
produk sisa yang tertinggal di cairan tubulus menjadi sangat pekat.

Sekresi Tubulus
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transport transepitel,
tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan menyedikan rute pemasukan
kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahan tertentu, sekresi tubulus : pemindahan
diskret bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, menjadi
mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi bahan-bahan ini dari tubuh.
Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, dan tidak direabsorpsi akan
dieliminasi dalam urin. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus
adalah ion hidrogen (H+),, ion kalium (K+), serta anion dan kation organik, yang
banyak di antaranya adalah senyawa yang asing bagi tubuh.

2.7 Etiologi Acute Kidney Injury 7


Acute Kidney Injury dibagi menjadi pre-renal, intra renal dan pasca renal.
a. Pre-renal Acute Kidney Injury
Terjadi ketika aliran darah menuju ginjal berkurang, dihubungkan dengan
kontraksi volume intravaskular atau penurunan volume darah. Pada pre-renal
injury secara intrinsik ginjal normal, dimana volume darah dan kondisi
hemodinamik dapat kembali normal secara reversibel. Keadaan pre-renal injury
yang lama dapat menyebabkan gangguan ginjal akut pada intrarenal yang
7-8
dihubungkan dengan hipoksia/iskemia acute tubular necrosis (ATN). Ketika

8
perfusi ginjal terganggu, terjadi relaksasi arteriol aferen pada tonus vaskular untuk
menurunkan resistensi vaskular ginjal dan memelihara aliran darah ginjal. Selama
terjadi hipoperfusi ginjal, pembentukan prostaglandin vasodilator intrarenal,
termasuk prostasiklin, memperantarai terjadinya vasodilatasi mikrovasular ginjal
untuk memelihara perfusi ginjal. Pemberian inhibitor siklooksigenase seperti
aspirin atau obat anti inflamasi non-steroid dapat menghambat terjadinya
mekanisme kompensasi dan mencetuskan insufisiensi ginjal akut. 9-10 Ketika
tekanan perfusi ginjal rendah, dengan akibat terjadi stenosis arteri renalis, tekanan
intraglomerular berusaha untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, yang diperantarai
oleh peningkatan pembentukan angiotensin II intrarenal sehingga terjadi
peningkatan resistensi eferen arteriolar. Pemberian inhibitor angiotensin-
converting enzyme pada kondisi ini dapat menghilangkan tekanan gradien yang
dibutuhkan untuk meningkatkan filtrasi dan mencetuskan terjadinya acute kidney
injury.
Pre-renal injury dihasilkan dari hipoperfusi ginjal berhubungan dengan kontraksi
volume dari perdarahan, dehidrasi, penyakit adrenal, diabetes insipidus nefrogenik
atau sentral, luka bakar, sepsis, sindrom nefrotik, trauma jaringan, dan sindrom
kebocoran kapiler. Penurunan volume darah efektif terjadi ketika volume darah
normal atau meningkat, namun perfusi ginjal menurun berhubungan dengan penyakit
seperti gagal jantung kongestif, tamponade jantung, dan sindrom hepatorenal.
Walaupun pre-renal injury disebabkan oleh penurunan volume atau penurunan
volume darah efektif, koreksi dari gangguan penyerta akan memulihkan fungsi ginjal
kembali normal.

b. Intra-renal
Pada hypoxic/ischemic GnGA ditandai oleh vasokonstriksi lebih awal diikuti oleh
patchy tubular necrosis. Penelitian terkini menduga bahwa vaskularisasi ginjal
berperan penting pada acute injury dan chronic injury, dan sel endotel telah
diidentifikasi sebagai target dari kelainan ini. Aliran darah kapiler peritubular telah
diketahui abnormal selama reperfusi, dan juga terdapat kehilangan fungsi sel endotel
normal yang dihubungkan dengan gangguan morfologi perikapiler peritubular dan
fungsinya. Mekanisme dari kerusakan sel pada Hypoxic/ishemic acute kidney injury

9
tidak diketahui, tetapi pengaruh terhadap endotel atau pengaruh nitrit oksida pada
tonus vaskular, penurunan ATP dan pengaruh pada sitoskeleton, mengubah heat
shock protein, mencetuskan respon inflamasi dan membentuk oksigen reaktif serta
molekul nitrogen yang masing-masing berperan dalam terjadinya kerusakan sel . 11
- Nephrotoxic acute kidney injury
Obat-obatan yang dihubungkan dengan kejadian acute kidney injury, saat ini
dihubungkan dengan toxic tubular injury, termasuk antibiotik golongan
aminoglikosida,media kontras intravaskular, amfoterisin B, obat kemoterapi seperti
ifosfamid dan cisplatin, asiklovir, dan asetaminofen. Nefrotoksisitas karena
amoniglikosida ditandai dengan non oliguria GnGA, dengan urinalisis menunjukkan
abnormalitas urin minimal. Insidensi dari nefrotoksisitas karena aminoglikosa
dihubungkan dengan dosis dan lama penggunaan dari antibiotik serta fungsi ginjal
yang menurun berhubungan dengan lama penggunaan aminoglikosa. Etiologi
kejadian tersebut dihubungkan dengan disfungsi lisosom dari tubulus proksimal dan
perbaikan fungsi ginjal akan tercapai jika pemakaian antibiotik dihentikan. Namun,
setelah penghentian pemakaian antibiotik aminoglikosida, kreatinin serum dapat
meningkat dalam beberapa hari, hal ini dihubungkan dengan berlanjutnya kerusakan
tubular dengan kadar aminoglikosida yang tinggi pada prenkim ginjal. Cisplatin,
ifosfamid, asiklovir, amfoterisin B, dan asetaminofen juga bersifat nefrotoksik dan
mencetuskan terjadinya acute kidney injury.
- Uric acid nephropathy dan tumor lysis syndrome
Anak dengan acute lymphocytic leukemia dan B-cell lymphoma memiliki risiko
tinggi untuk terjadinya GnGA, hal ini dihubungkan dengan uric acid nephropathy
dan atau tumor lysis syndrome. Walaupun patogenesis dari uric acid nephropathy
bersifat komplek, mekanisme penting terjadinya kerusakan dihubungkan dengan
munculnya kristal dalam tubulus, yang menyebabkan aliran urin terhambat, atau
hambatan mikrovaskular ginjal, yang mengakibatkan aliran darah ginjal
terhambat.
- Acute Interstitial Nephritis
Acute Interstitial Nephritis (AIN) dapat menyebabkan gangguan ginjal sebagaai
akhir reaksi terhadap obat atau dihubungkan dengan acute interstitial nephritis
idiopatik. Anak dengan AIN terdapat gejala rash, demam, artralgia, eosinofilia,

10
dan piuria dengan atau tanpa eosinofiluria. Obat-obatan yang dihubungkan dengan
terjadinya AIN termasuk metisilin dan golongan penisilin lainnya, simetidin,
sulfonamid, rifampin, obat anti inflamasi non-steroid, dan proton pump inhibitors.
Acute Interstitial Nephritis yang dihubungkan dengan obat anti inflamasi non-
steroid dapat ditandai dengan proteinuria bermakna serta mencetuskan sindrom
nefrotik. Penanganan spesifik yaitu penghentian obat tersebut yang menyebabkan
AIN. 12-13

c. Post-renal
Obstruksi dari saluran urin dapat menyebabkan acute kidney injury jika
obstruksi terjadi pada ginjal unilateral, bilateral ureter, atau jika ada obstruksi
uretra. Obstruksi dapat diakibatkan malformasi kongenital seperti katup uretral
posterior, bilateral ureteropelvic junction obstruction, atau bilateral obstructive
ureteroceles. Kelainan kongenital yang paling sering adalah katup uretra posterior.
Obstruksi saluran urin didapat dihasilkan dari hambatan batu ginjal atau lebih
jarang karena tumor. Ini penting untuk mengevaluasi adanya obstruksi. Di
Indonesia biasanya disebabkan oleh kristal asam jengkol (intoksikasi jengkol).
Obstruksi dapat terjadi di seluruh saluran kemih mulai dari uretra sampai ureter
dan pelvis. Sampai sekarang belum ada bukti terjadinya kristalisasi di tubulus.
Tindakan yang cepat dengan alkalinisasi urin dengan bikarbonat natrikus dapat
melarutkan kristal tersebut, tetapi pada beberapa kasus yang datang terlambat,
kadang-kadang sampai memerlukan tindakan dialisis.14 Uropati obstruktif adalah
penyebab penting GnGA dan CKD pada anak yang bersifat potensial reversibel.15
Uropati obstruktif neonatal merupakan penyebab utama GnGA pada neonatus.
Etiologi uropati obstruktif biasanya adalah kelainan kongenital saluran kemih,
kadang kadang saja didapat. Kelainan kongenital merupakan faktor predisposisi
untuk obstruksi aliran kemih yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan
stasis aliran kemih dan mudah menimbulkan infeksi saluran kemih berulang,
selanjutnya dapat mengakibatkan Chronic Kidney Disease. Obstruksi kongenital
juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan ginjal.

11
Etiologi dari penyebab umum Gangguan Ginjal Akut (GnGA)
Pre-renal
1. Hipovolemia karena:
- Gastroenteritis dehidrasi
- Perdarahan
2. Penurunan volume vaskuler efektif
- Sepsis akibat vasodilatasi
- Luka bakar/trauma akibat pengumpulan cairan diruang ketiga
- Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia dan edema
3. Penurunan curah jantung akibat
- Gagal jantung
- Kardiomiopati
- Pasca bedah jantung

Renal
1. Kelainan kongenital ginjal
- Agenesis ginjal
- Ginjal polikistik
- Ginjal hipoplastik-displastik
2. Glomerulonefritis (GN)
- Glomerulonefritis akut (GNA) biasanya pasca Streptokokus
- GN idiopatik atau mengikuti penyakit sistemik a.l Sindrom Good Pasture,
Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
3. Kelainan Vaaskuler Ginjal
- Sindroma Hemolitik Uremik (SHU)
- Trombosis vena/arteri renalis
- Vaskulitis a.l periarteritis nodosa, Purpura Henoch Schonlein
4. Nefritis Interstisialis

12
- Obat-obat nefrotoksik
- Pielonefritis
5. Kerusakan Tubulus
- Tipe iskemik : GGA pra-renal yang berlangsung lama
- Tipe nefrotoksik
Endogen : Asam urat, mioglobinuria, hemoglobinuria
Eksogen : Zat kontras radio-opaque, obat aminglikosida

Post-Renal
1. Kelainan kongenital saluran kemih
- Katub uretra posterior
- Obstruksi ureter bilateral biasanya pada hubungan ureteropelvik atau
ureterovesika.
2. Uropati obstruksi didapat
- Batu, bekuan darah
- Kristal asam jengkol, asam urat
- Tumor

2.8 Klasifikasi RIFLE


Untuk memudahkan memahami definisi dari GnGA, telah dibuat sistem
klasifikasi baru berdasarkan kriteria RIFLE (R: Risk for renal dysfunction, I:
Injury to the kidney, F: Failure of kidney dysfunction, L: Loss of kidney
function, E: End-stage renal diseases)yang telah diusulkan sebagai standart
klasifikasi pada Acute Kidney Injury di dewasa dan saat ini telah diadaptasi
untuk pasien anak. Kriteria RIFLE ditentukan berdasarkan perubahan dari
glomerular filtration rate atau kriteria urine output.16

Tabel 1. Kriteria pediatric-modified RIFLE


Perkiraan CCI Urine Output
Risk eCCI menurun 25% < 0,5 ml/kg/jam selama 8 jam

13
Injury eCCI menurun 50% < 0,5 ml/kg/jam selama 16 jam
Failure eCCI menurun 75% < 0,3 ml/kg/jam selama 24 jam
eCCI <3ml/menit/1.73m2 atau anuria selama 12 jam
Loss Persistent failure > 4 minggu
End Stage End-stage renal disease (persisten
failure > 3 bulan)
Keterangan
eCCI : estimated creatinin clearance.

Tahap Risk, contohnya bila produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam selama 6 jam pada
anak BB 20 kg = 10 ml/jam memberi arti adanya risiko terjadinya Gangguan
Ginjal Akut. Biasanya GnGA/AKI pada tahap ini masih reversibel, hingga dapat
dicegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.
Tahap Injury, telah terjadi kerusakan awal yang kalau tidak cepat ditangani bisa
menetap. Pada tahap ini sudah mulai timbul gejala klinik tetapi masih bisa terpi
konservatif.
Tahap Failure, sudah terjadi gagal ginjal dengan gejala klinik overhidrasi,
hiperkalemia, asidosis dan uremia dan sudah harus dilakukan dialisis.
Tahap Loss, dan End Stage, lebih menunjukkan kearah prognosis, oleh karena itu
Acute Kidney Injury Network (AKIN) pada tahun 2005 tidaak memasukkannya
kedalam kriteria AKI karena tidak menunjukkan tahapan penyakit. Jadi kriteria
AKIN untuk AKI hanya dibagi 3 yaitu Risk, Injury, Failure.

2.9 TATALAKSANA
Tatalaksana GnGA dibagi 2 tahap
1. Terapi Konservatif
2. Terapi Dialisis
Terapi konservatif untuk mencegah progresivitas overload cairan, kelainan
elektrolit, asam basa, penanggulangan gejala uremia.

14
Dalam penatalaksanaan GnGA pertama harus disingkirkan kemungkinan pre-renal
dan pasca renal. Pada pre-renal, dicari dengan anamnesis yang sistematik
mengenai kemungkinan etiologi (gastroenteritis, dehidrasi, syok, luka bakar,
kelainan jantung) dan pemeriksaan fisik terhadap adanya dehidrasi dan syok. Bila
ditemukan pre-renal terapi disesuaikan dengan etiologinya. Pada gastroenteritis
dehidrasi diberikan cairan Ringer Laktat atau Darrow Glukosa. Pada syok
hemoragik diberikan transfusi darah sedangkan bila penyebab hipovolemia karena
hipolbuminemia pada sindroma nefrotik diberikan infus albumin atau plasma. Bila
penyebabnya tidak jelas, diberi cairan RL 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam yang
dapat diulang sampai keadaan sirkulasi baik atau terjadi diuresis. Biasanya
diuresis terjadi setelah 2-4 jam pemberian cairan rehidrasi. Pada keadaan tertentu
perlu dipasang CVP (Central Venous Pressure) untuk menentukan derajat
hipovolemia dan memantau hasil pengobatan cairan. CPV normal 6 10 H 2O.
CPV , jika 5 berarti hipovolemia.17

Pada pasca-renal, eksklusi GnGA pasca renal obstruksi saluran kemih perlu
disingkirkan pada setiap GnGA. Cara mengetahui adanya obstruksi dengan cepat
dan mudah adalah dengan dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat adanya
pelebaran pelviokalises dengan atau tanpa pelebaran ureter. Bila perlu dilakukan
pielografi antegrad atau retrograd untuk lokalisasi obstruksi. Dilatasi sudah dapat
terlihat 24-36 jam setelah terjadi obstruksi.

Bila pasien sudah memasuki tahap GnGA tipe renal perlu dilakukan pemantauan
berkala untuk melihat perubahan gejala klinik atau laboratorik yang dapat
membahayakan jiwa dan memerlukan tindakan segera yaitu:
1. Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung
2. Pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit
3. Darah ureum dan kreatinin plasma
4. Elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat
5. Analisis gas darah
6. Pengukuran diuresis

15
7. Urinalisis dan pengukuran jumlah diuresis berkala

Tahap GnGA akut renal awal (Insipien)


Pada tahap ini tidak responsif terhadap pemberian cairan pengganti akan tetapi
responsif pada pemberian diuretika. Ciri tahap ini sudah terjadi rehidrasi tetapi
masih tetap oliguria. Pada tahap ini dapat dicoba pemberian terapi diuresis paksa
(forced diuretic) dengan syarat tidak ada obstruksi saluran kemih (GnGA pasca
renal). Obat yang digunakan:
1. Manitol 20% 0,5 gr (=2,5ml)/kgBB diinfus dalam 10-20 menit, hanya
boleh 1 kali pemberian.
2. Furosemid 1mg/kgBB/kali. Dinaikkan berganda setiap 6-8 jam sampai 5
mg/kgBB/kali. Cara ini lebih disukai karena mengurangi risiko overload
cairan.
Tujuan terapi ini untuk merubah keadaan GnGA oligurik menjadi non-oligurik
untuk memudahkan pemberian cairan dan kalori. Selain furosemid, dapat diberian
dopamin dosis rendah yaitu 5g/kgBB/menit untuk meningkatkan peredaran
darah ginjal.

Fase Pemeliharaan
Pada fase ini sudah terjadi GnGA renal, tujuan penanggulangan adalah untuk
menjaga homeostatis tubuh, sambil menunggu fungsi ginjal kembali, bila
penyebabnya sudah diobati atau terjadi perbaikan spontan bila tidak berhasil
atau timbul salah satu indikasi dialisis maka terapi konservatif harus dilanjutkan
dengan terapi dialisis. Tetapi tahap ini dilakukan dengan perhitungan balance
cairan yaitu perhitungan jumlah cairan yang diberikan = insensible water loss
(IWL) + jumlah urin 1 hari sebelumnya + cairan lain yang keluar bersama
muntah, feses, selang nasogastrik, dll dan dikoreksi dengan penambahan 12%
pada seriap kenaikan suhu tubuh 1 C .
Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu sebagai berikut:
Berat badan :

16
1-10 kg : 100 kal/kgBB/hari
10-20kg : 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB
>20 kg : 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari diatas 20 kgBB
Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal
Secara praktis untuk IWL dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut:
Neonatus : 50 ml/kgBB/hari
Bayi <1 tahun : 40 ml/kgBB/hari
Anak <5 tahun : 30 ml/kgBB/hari
Anak >5 tahun : 20 ml/kgBB/hari
Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah
diberikan infus. Pada pasien dengan overload cairan perlu dikurangi sesuai
dengan berat overhidrasi. Jenis cairan yang digunakan:
Bila anuria total, hanya glukosa 10-20%
Pada oliguria, diberikan cairan glukosa NaCl 3:1
Jumlah protein yang diberikan: 0,5 1 g/kgBB/hari.

Terapi suportif dan simtomatik


Sirkulasi kurang baik : infus dopamin 5g/kgBB/menit.
Hiperkalemia
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa
penderita. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu
suatu kation exchange resin (Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per
rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mEq/L atau ada kelainan EKG (berupa
gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran
kompleks QRS),atau aritmia jantung perlu diberikan: Kalsium glukonas
10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit, Natrium bikarbonat 7,5% 2,5
mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 meni. Bila hiperkalemia tetap ada diberi
glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5 unit/gram glukosa sambil
menyiapkan dialisis.
Hipokalsemia
Kalsium glukonas 10% 0,5 ml/kgBB i.v pelan-pelan, pantau bradikardia.

17
Hiperfosfatemia
Diberikan kalsium karbonat oral (pengikat fosfat)50mg/kgBB/hari.
Asidosis
Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis
metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan
hasil analisis gas darah yaitu: Ekses Basa x BB x 0,3 mEq atau kalau
hal ini tidak memungkinkan maka dapat diberikan koreksi 2-3
mEq/kgBB/hari tiap 12 jam atau 0,6 x BB x (12-serum bikarbonat).
Bila terapi konservatif tetap berlangsung lebih dari 3 hari harus
dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-
1g/kgBB/hari. Pemberian protein kemudian dinaikkan sesuai dengan
jumlah diuresis
Kejang
Diazepam 0,3 0,5 mg/kgBB/rektal
Hipertensi/overload cairan
Furosemid 1 2 mg/kgBB i.v, bila perlu dikombinasi captopril
0,3mg/kgBB/kali diberi 2-3 kali sehari.
Hiponatremia
Bila kadarNa darah <120 mEq/L atau disertai dengan gejala serebral maka
perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mg/ml) dalam 1-4
jam. Pemberian Natrium dihitung dengan rumus: Na (mmol) = (140 Na)
x 0,6 x BB. Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya
hipertensi dan overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi
natrium cukup sampai natrium serum 25 mEq/L sehingga pemberian Na =
(25 Na serum) x 0,6 x BB
Infeksi/Sepsis
Komplikasi infeksi sering merupakan penyebab kematian pada AKI.
Pemasangan kateter vesika urinaria, bila tidak perlu lagi, sebaiknya segera
dilepas karena merupakan penyebab infeksi nosokomial. Antibiotika
profilaksis tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan timbulnya strain
kuman yang resisten dan kandidiasis. Tetapi bila timbul infeksi harus

18
segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat (spektrum luas).
Pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik sedapat mungkin dihindarkan.
Dosis antibiotika harus disesuaikan dengan sifat ekskresinya. Bila
terutama diekskresi melalui ginjal perlu penyesuaian dosis obat sesuai
dengan derajat penurunan fungsi ginjal
Edema paru
Diberikan furosemid 1mg/kBB disertai torniket dan flebotomi dan morfin
0,1mg/kgBB
Hiperurikemia
Diberikan alopurinol dengan dosis:
3 Umur < 8 tahun : 100 200 mg/kgBB
4 Umur > 8 tahun : 200 300 mg/kgBB
Anemia
Transfusi bila kadar Hb < 6g/dL atau Ht < 20%, diberikan packed red cell
10ml/kgBB dengan tetesan lambat 10 tetes/menit selama 4 - 6 jam untuk
mencegah overload cairan.

Indikasi Dialisis Peritoneal/Hemodialisis


1. Kadar ureum darah > 200 mg%
2. Hiperkalemia > 7.5 mEq/l
3. Natrium bikarbonat serum < 12 mEq/l yang tidak dapat dikoreksi.
4. Adanya gejala-gejala overhidrasi : edema paru, dekompensasi jantung dan
hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
5. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat : Perdarahan,
kesadaran menurun sampai koma
6. Bila telah mencapai tahap III AKI : Failure.

Penggunaan dialisis peritoneal lebih disukai pada anak terutama bayi kecil dan
tidak memerlukan alat canggih hingga dapat dilakukan di daerah terpencil. Akhir-
akhir ini banyak dipakai continuous arterio-venous hemofiltration (CAVH) atau
continuous veno-venous hemofiltration (CVVA).

19
Keuntungan hemofiltrasi:
1. Cepat untuk menanggulangi overload cairan berat
2. Pada GnGA dengan multiple organ failure atau akibat trauma yang perlu
kalori tinggi jumlah cairan dapat diberikan lebih liberal, karena mudah
ditarik kembali dengann hemofiltrasi.18

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan Ginjal Akut adalah suatu keadaan fisiologik yang ditandai


dengan penurunan tiba-tiba Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan perubahan

20
kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan ekskresi air yang cukup
untuk keseimbangan dalam tubuh, atau sindroma klinis akibat kerusakan
metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurun fungsi yang

nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Noer MS, dkk. Kompendium Nefrologi Anak. Badn Penerbit Ikatan


Dokter Anak Indonesia.2011
2. Andreoli SP. Acute kidney Injury in children. Pediatr Nephrol (2009)
24:253-263

21
3. Chertow GM, Burdick E, Honour M, Bonventre JV, Bates DW. Acute
Kidney Injury, Mortality, Length of Stay, and Costs in Hospitalized
Patients. J AM Soc Nephrol 16: 3365-3370, 2005
4. Ronco C, Kellum JA, Bellomo R, House AA. Potential Interventions in
Sepsis-Related Acute Kidney Injury. Clin J Am Soc Nephrol 3: 531-544,
2008
5. Sjaifullah N M, dkk. Kompendium Nefrologi Anak. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2011
6. Sherwood, L. Fisiologis Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:EGC.
2010
7. Andreoli SP. Acute renal failure in the newborn. Semin Perinatol (2004)
28;112-123
8. Alatas H. Gagal ginjal akut. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono P,
Parded SO. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia.2002, h 490-506.
9. Andreoli SP. Acute kidney Injury in children. Pediatr Nephrol (2009)
24:253-263
10. Alatas H. Gagal ginjal akut. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono P,
Parded SO. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia.2002, h 490-506.
11. Myjak BL. Serum and Urinary Biomarkers of Acute Kidney Injury. Blood
Purif 2010;29:357-365. DOI:10.1159/000309421.
12. Goldstein SL. Pediatric acute kidney injury: its time for real progress.
Pediatr Nephrol (2006) 21: 891-89
13. Whyte DA, Fine RN. Acute renal failure in children. Pediatr. Rev
2008;29;299-307
14. Goldstein SL. Pediatric acute kidney injury: its time for real progress.
Pediatr Nephrol (2006) 21: 891-895.
15. Mak RH. Acute kidney injury in children: the dawn of a new era. Pediatr
Nephrol (2008) 23:2147-2149
16. Alatas H. Gagal ginjal akut. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono P,
Parded SO. Buku Ajar Nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia.2002, h 490-506.
17. Goldstein SL. Pediatric acute kidney injury: its time for real progress.
Pediatr Nephrol (2006) 21: 891-895.

22
18. Sjaifullah N M, dkk. Kompendium Nefrologi Anak. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2011

23

Anda mungkin juga menyukai