Laporan Intervensi Praktek Belajar Lapangan Bies Baru
Laporan Intervensi Praktek Belajar Lapangan Bies Baru
Laporan Intervensi Praktek Belajar Lapangan Bies Baru
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Hayatullaini (P07131120007)
2. Karmita Putri (P07131120012)
3. Yana Hasmaiyuni (P07131120038)
Mengetahui,
Ketua Prodi D-III GIZI Jurusan GIZI
Poltekkes Kemenkes Aceh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada kita semua, sehingga Praktek Belajar Lapangan (PBL) di semester ganjil
tahun 2020/2022 di Desa Arul Latong Kec.Bies Kab. Aceh Tengah ini dapat
diselesaikan. Tak lupa pula shalawat beriringan salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menerangi ilmu pengetahuan
bagi umatnya.
Laporan ini disusun sebagai bentuk pertanggung jawaban tertulis selama
pelaksanaan PBL di Desa Arul Latong. Dalam laporan ini telah dilampirkan berbagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan, baik berupa kegiatan pembelajaran maupun non
pembelajaran, dan turut dilampirkan perangkat-perangkat pembelajaran yang telah
disusun selama kegiatan Praktik Belajar Lapangan (PBL) di Desa Arul Latong
Dalam penyusunan laporan Praktik Belajar Lapangan (PBL) ini, penulis banyak
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Arnisam, SKM, M.Kes Selaku Ketua Prodi D-III Gizi Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Aceh
A. Latar belakang
Salah satu masalah gizi pada balita adalah stunting. Stunting merupakan indikator
kekurangan gizi kronis atau masalah gizi masa lalu yang diukur berdasarkan tinggi badan
menurut umur. Diperkirakan sekitar 26% balita diseluruh dunia mengalami stunting.
Indonesia merupakan negara berkembang yang masih mengalami permasalahan serius
mengenai stunting. (Sari, Jufrie, Nurani, & Sitaresmi, 2016)
Stunting pada balita dipengaruhi banyak faktor, baik langsung maupung tidak
langsung. Penyebab langsung mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan dan
penyakit infeksi yang di derita balita, penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan
pangan dalam hal ini dengan mengetahui pekerjaan dan pendapatan orang tua, pola asuh
anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor tidak langsung tersebut
berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga (Helmi,
2013)
Prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya
20% atau lebih. Hasil penilaian status gizi (PSG) tahun 2017 menunjukkan prevalensi
stunting pada anak usia di bawah 2 tahun (baduta) mengalami penurunan dari 21,7% tahun
2016 menjadi 20,1% di tahun 2017. Presentase ini menunjukkan bahwa masalah stunting
di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus di tanggulangi.
Hasil Riskesdas Tahun 2018, diketahui bahwa di Provinsi Aceh memiliki presentase
stunting sebesar 37,4%, sedangak di Kabupaten Aceh Tengah diketahui angka Balita
Stnting sebesar % pada tahun 2019 sebesar 27,0% .
Berdasarkan kajian teoritis dan data masing tingginya angka balita stunting di
Kabupaten Aceh Tengah, maka dalam kegiatan Praktek Belajar Mata Kuliah Perencanaan
Program Gizi bagi mahasiswa Program Studi Diploma.III Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes RI di Provinsi Aceh akan melaksanakan di Kabupaten Aceh Tengah.
(Riskesdas, 2019)
Status gizi balita berpengaruh sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia
dimasa yang akan datang. Status gizi sangatlah mempengaruhi kecerdasan anak.
Pembentukan kecerdasan tergantung pada asupan gizi yang dikonsumsi. Kekurangan
asupan zat gizi pada balita dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan
perkembangan anak.(Sulistianingsih & Yanti, 2015)
Ketidakseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan
tubuh anak balita menyebabkan stunting. Hasil penelitian di Bantul, Yogyakarta di
dapatkan adanya hubungan signifikan antara asupan makanan dengan status gizi balita.
(Purwaninggrum & Wardani, 2012).
Konsekuensi akibat stunting dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada
masa balita, rendahnya fungsi kognitif dan fungsi piskologis pada masa depan. Asupan
energy dan zat gizi lainnya yang tidak memadai serta penyakit infeksi merupakan faktor
yang sangat berperan dalam masalah stunting. Penelitian di Pontianak menunjukkan bahwa
asupan protein rendah beresiko 1,8kali kejadian stunting. (Sari, Jufrie, Nurani, & Sitaresmi,
2016)
Rendahnya asupan energi mengakibatkan stunting. Asupan energi diperoleh dari
konsumsi makanan yang mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein dan lemak(Jati
& Nindya, 2017). Hasil penelitian di Kota Surabaya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara tingkat kecukupan energy (P=0,000), protein (P=0,042), Zinc (P=0,000)
dan zat besi (P=0,009) terhadap balita stunting (Damayanti, Muniroh, & Farapti, 2016).
Pemenuhan zat gizi yang adekuat, baik gizi makro maupun gizi mikro sangat
dibutuhkan untuk menghindari atau mencegah resiko stunting. Kualitas dan kuantitas
makanan yang baik merupakan komponen penting dalam pertumbuhan linear. Pemberian
makanan dengan asupan gizi yang adekuat berpengaruh pada pola pertumbuhan normal.
Pengaturan dan kualitas makanan yang diberikan kepada balita tergantung pada tingkat
didikan, pengetahuan ibu dan ketersediaan bahan makanan di rumah tangga. Kesadaran ibu
akan pentingnya pemenuhan zat gizi balita memegang peran penting dalam menjaga
kualitas makanan yang diberikan. Untuk itu perlu meningkatkan pemenuhan nutrisi dengan
memberikan makanan pendamping asi (MP ASI) dan tetap melanjutkan pemberian ASI
pada balita sesuai kebutuhan. (Mitra, 2015).
Konsumsi zat gizi yang optimal merupakan keadaan saat zat gizi yang dibutuhkan
mencukupi untuk pemeliharaan jaringan, perbaikan dan petumbuhan tanpa menimbulkan
kelebihan konsumsi energi. Kebutuhan energi bersifat individual tergantung pada usia jenis
kelamin, berat badan tinggi badan, serta aktivitas sehari hari. Rata rata konsumsi energy
dan zat gizi lainya diperoleh dari metabolism bahan makanan yang di konsumsi.
A. Stunting
1. Pengertian Stunting
Stunting yaitu menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini di presentasikan
dengan nilai Z scor tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi
berdasarkan standart pertumbuhan menurut WHO.(Nimah & Nadhiroh, 2015)
Masa balita merupakan periode yang sangat peka terhadap lingkungan sehingga di
perlukan perhatian lebih terutama kecukupan gizi. Menurut UNICEF, masalah gizi
terutama stunting pada balita dapat menghambat perkembangan anak, dengan dampak
negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual,
rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan prokduktifitas hingga menyebabkan
kemiskinan dan resiko bayi dengan berat lahir rendah(Nimah & Nadhiroh, 2015)
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting
Status gizi balita dipengaruhi banyak faktor, baik langsung maupung tidak langsung.
Penyebab langsung mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi
yang di derita balita, penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan pangan dalam hal ini
dengan mengetahui pekerjaan dan pendapatan orang tua, pola asuh anak, serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan
tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga(Helmi, 2013)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stunting antara lain:
1. Penyebab langsung
a. Asupan makanan
- Energy
Asupan makan yang tidak adekuat merupakan penyebab langsung terjadinya
stunting pada balita. Kurangnya asupan energy dan protein menyebabkan gagal
pertumbuhan dan perkembangan pada balita(Mikhail, Sobby, & El-Sayed, 2013)
Asupan energy kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu lama akan menghabat
pertumbuhan, bahkan mengurangi cadangan energi dalam tubuh hingga terjadi
keadaan gizi kurang maupun buruk. Hal ini berdampak pada gangguan pertumbuhan
fisik, mempunyai badan lebih pendek mengalami gangguan perkembangan mental dan
kecerdasan terhambat(Helmi, 2013)
- Karbohidrat
Asupan karbohidrat merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi
sebagai sumber tenaga. Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup,
menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Peranan utama karbohidrat
dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi sel sel tubuh, yang kemudian di ubah
menjadi energi. (Wulandari & Mardiati, 2017)
Untuk itu sangat penting sekali memenuhi kebutuhan karbohidrat. Tubuh kurus
maupun pendek bisa jadi karna jaringan asam amino dan lemak tubuh telah di
oksidasi untuk menggantikan peran karbohidrat yang kurang dalam memenuhi
kebutuhan energi. Pemenuhan kebutuhan karbohidrat juga penting untuk
mengoptimalkan kerja otak dan pertumbuhan balita. Sehingga kebutuhan karbohidrat
mempengaruhi kejadian stunting(Helmi, 2013)
- Protein
KEP ( kurang energy protein) merupakan salah satu difesiensi gizi yang masih
sering ditemukan di Indonesia dan merupakan masalah gizi utama khususnya pada
balita. Ketidakcukupan zat gizi protein dalam jangka waktu yang lama maka cadangan
jaringan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh balita sehingga timbul
penurunan jaringan yang ditandai dengan penurunan berat badan dan akan berdampak
pada perubahan anatomi tubuh balita.(Helmi, 2013)
Pertumbuhan pada balita akan meningkatkan jumlah total protein dalam tubuh
sehingga membutuhkan protein lebih besar daripada orang dewasa. Protein memegang
peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dalam saluran cerna. Kekurangan
protein dalam tubuh akan mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan protein dalam jangka waktu yang
lama juga dapat menghambat pertumbuhan anak(Damayanti, Muniroh, & Farapti,
2016)
- Lemak
Lemak merupakan sumber energy yang menghasilkan 9 kalori tiap gram nya.
Lemak juga merupakan cadangan energy didalam tubuh yang paling besar dan pada
umumnya disimpan dijaringan bawah kulit (subkutan), disekeliling organ dalam perut
dan didalam jaringan intramuskula (Wulandari & Mardiati, 2017)
- Vitamin dan Mineral
Kekurangan Mikronutrien seperti vitamin dan mineral dapat menjadi faktor
terjadinya stunting pada balita karena rendahnya asupan makanan sumber
mikronutrien yang dikonsumsi balita sehari-hari serta disebabkan karena
bioavailabilitas yang rendah (Mikhail, Sobby, & El-Sayed, 2013)
Defisiensi makronutrien juga mengakibatkan defisiensi mikronutrien. Anemia
besi yang terjadi pada anak mempengaruhi status gizi anak tersebut(Sunarti &
Nugrohowati, 2014)
b. Infeksi
Stunting merupakan efek komulatif dari infeksi kronis yang menunjukkan
pertumbuhan yang rendah sehingga dapat berkontribusi terhadap morbiditas dan
kematian dari penyakit infeksi seperti inferksi saluran pernapasan akut, diare, campak
dan malaria(Hidayati, Hadi, & Kumara, 2010)
Penelitian di Kabupaten Lumajang adanya hubungan penyakit infeksi dengan
kejadian stunting pada balita usia 12 sampai 36 bulan. Penyakit infeksi yang diderita anak
balita adalah diare dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Jika kondisi ini terjadi
secara berulang ulang dalam waktu yang lama maka dapat menyebabkan masalah gizi.
(Priono, Sulistiyani, & Ratnawati, 2015)
2. Penyebab tidak langsung
1. Ketersedian pangan
Tingginya masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemiskinan,
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga.(Al Rahmat, 2016)
2. Pola asuh
Pola asuh merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi terjadinya
stunting pada balita. Pola asuh pemberian ASI Eksklusif dan riwayat pemberian MP-
ASI mempengaruhi status gizi balita (Damayanti, Muniroh, & Farapti, 2016)
Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya bagi daya tahan
anak tetapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya
kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya
jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan dan kesehtan
anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak pada kurang gizi.(Helmi,
2013)
3. Pelayanan kesehatan
Akar permasalahan Stunting adalah kemiskinan, serta rendahnya akses pelayanan
kesehatan(Hidayati, Hadi, & Kumara, 2010)
4. Pengetahuan ibu
Pengetahuan gizi ibu yang kurang menyebabkan pemilihan bahan makanan yang
kurang zat gizi untuk makanan pada balita sehingga menyebabkan kekurangan zat
gizi(Sunarti & Nugrohowati, 2014)
Ibu yang berpendidikan lebih baik cenderung lebih mudah menerima informasi gizi dan
menerapkan pengetahuannya dalam mengasuh anak dan praktek pemberian makan.
(Putri & Wahyono, 2013)
5. Sikap ibu
Secara umum di Negara berkembang sikap ibu memainkan peranan penting dalam
memilih dan mepersiapkan pangan untuk konsumsi keluarganya sehingga sikap ibu
dipengaruhi oleh pengetahuan gizi yang ibu miliki. Sikap juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu. Makanan yang disajikan merupakan hasil pengambilan keputusan yang
di kendalikan oleh ibu, oleh karena itu ibu sangat berperan dalam penyusunan pola
makan keluarga, mulai dari perencanaan belanja pemilihan bahan pangan maupun
pengolahan dan penghidangan makanan bagi anggota kelurga. Sikap ibu mempengaruhi
konsumsi serta status gizi keluarga.(Aditianti, Prihatini, & Hermina, 2016)
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung dan suatu kondisi seperti penyuluhan kepada ibu balita kegiatan
posyandu(Yulita, 2017)
6. Perilaku ibu
Rendahnya prilaku kelurga untuk mengkonsumsi makanan beragam di karnakan
rendahnya daya beli dan kurangnya pengetahuan ibu sebagai penentu menu makanan
keluarga. Prilaku konsumsi makanan beraneka ragam pada semua kelompok umur
hanya didapatkan 20% yang mengkonsumsi makanan beranekaragam seperti lauk
hewani, sayur dan buah selama 5 hari di 6 Provinsi dengan keadaan sosial buya
masyarakat yang berbeda yaitu provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan
Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur(Aditianti,
Prihatini, & Hermina, 2016)
Status gizi mepengaruhi faktor pejamu (subjek) yaitu prilaku dan sikap. Sehingga
sikap ibu balita yang positif akan mempengaruhi perubahan prilaku ibu yang positif
juga(Yulita, 2017)
7. Ekonomi, politik dan social
Masalah gizi juga disebabkan olah faktor ekonomi, politik dan social.
Kesenjangan ekonomi sebuah keluarga berpengaruh terhadap sulitnya keluarga
mengakses pelayanan kesehatan serta ketersediaan pangan. Hal ini jika terjadi dalam
jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak stunting
(Hong, 2006)
Kondisi keluarga yang rendah akan meyulitkan keluarga untuk membeli dan
menyiapkan makanan bergizi untuk anak sehingga anak akan mengalami
ketidakcukupan asupan zat gizi (Zogara, hadi, & Arjuna, 2014)
3. Hubungan asupan makanan dengan stunting
1. Hubungan asupan energi dengan stunting
Kekurangan energy pada seseorang merupakan indikasi kekurangan zat gizi. Apabila
kondisi ini dibiarkan dalam jangaka waktu yang lama, maka akan mengakibatkan
penurunan berat badan. Selanjutnya akan menyebabkan keadaan gizi kurang yang akan
mengakibatkan terhambatnya proses pertumbuhan tinggi badan(Damayanti, Muniroh, &
Farapti, 2016)
Penelitian di Cianjur didapatkan bahwa tingkat kecukupan energy pada anak hanya
62,2% berada pada kondisi difisit berat. Anak normal cenderung memiliki tingkat
kecukupan energy lebih tinggi dibandingkan anak stunting. Tinggat kecukupan energy
yang difisit berat lebih banyak ditemukan pada anak stunting dibandingkan pada anak gizi
normal(Hanum, Khomsan, & Heryatno, 2014)
Penelitian yang dilakukan di wilayah Sumatera yaitu provinsi aceh, Sumatera utara,
Sumatera selatan dan lampung didapatkan bahwa adanya hubungan antara asupan energi
rendah mempunyai resiko 1,28 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan
dengan balita yang memiliki kecukupan energy cukup.(Oktarina & Sudiarti, 2013)
Penelitian yang dilakukan di lampung timur didapatkan bahwa mayoritas anak yang
gizi kurang memiliki asupan energin rendah. Pada umumnya antara balita dengan status
gizi baik dan buruk memiliki pola makan yang sama yaitu 3 kali makanan utama dan jajan
dalam waktu yang tidak beraturan, jenis yang dikonsumsi pada umumnya yaitu nasi, sayur
dan lauk nabati dalam sekali makan. namun yang membedakan antara anak yang gizi baik
dan buruk adalah jumlah yang dikonsumsi. Anak gizi kurang memiliki napsu makan yang
kurang.(Helmi, 2013)
2. Hubungan karbohidrat dengan stunting
Penelitian yang dilakukan di Makasar ada korelasi positif antara tingkat kecukupan
karbohidrat dengan status gizi. Asupan karbohidrat yang cukup membuktikan bahwa
konsumsi makanan pokok pada umumnya masih baik. Asupan karbohidrat yang kurang
disebabkan karna kurangnya konsumsi nasi sehingga sering kali konsumsi nasi digantikan
dengan konsumsi mie instant dan lainya.(Muchalisa, Citrakesumasari, & Indriasari, 2013)
Penelitian di Kota Batu Jawa Timur didapatkan bahwa adanya hubungan antara
kecukupan energi (p=0,049), protein (p=0,028), lemak (p=0,049) dan karbohidrat (p=0,02)
dengan status gizi. Penambahan porsi makan, baik makanan pokok, lauk dan sayur dapat
memenuhi tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro sehingga dapat mempengaruhi
status gizi. (Rokhmah, Muniroh, & Nindya, 2016)
3. Hubungan protein dengan stunting
Kekurangan protein menyebabkan retardasi pertumbuhan dan kematangan
tulang karna protein adalah zat gizi yang esensial dalam pertumbuhan. Meskipun asupan
energy cukup, apabila asupan protein kurang makan akan menghambat pertumbuhan balita
(Oktarina & Sudiarti, 2013)
Penelitian yang dilakukan di Surakarta pada balita usia 1-3 tahun
didapatkan bahwa balita yang memiliki tingkat kecukupan protein tidak adekuat
mempunyai resiko 3,46 kali akan menjadi stunting dibandingkan dengan balita dengan
asupan protein adekuat (Hidayati, Hadi, & Kumara, 2010)
Penelitian di Desa Cabanteng Bogor didapatkan adanya hubungan
siknifikan positif antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi balita. Setiap
penambahan satu persen tingkat kecukupan protein balita, akan menambah Z-scor TB/U
balita sebasar 0,024 satuan. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan balita dapat
melalui pemantauan asupan gizi terutama energy dan protein.(Solihin, Anwar, & Sukandar,
2013)
Penelitian di Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
tingkat kecukupan ptotein (p=0,003) dan tingkat kecukupan zink (p=0,032) dengan
stunting pada balita. Semakin sedikit tingkat kecukupan protein dan zink makan resiko
anak menjadi pendek semakin besar(Anindita, 2012)
4. Hubungan lemak dengan stunting
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Margototo di Lampung Timur didapatkan
bahwa adanya hubungan antara asupan lemak kurang (OR=4,096) dengan status gizi balita
artinya balita dengan status kurang gizi 4 kali lebih banyak ditemukan pada balita dengan
asupann lemak kurang. Saat tubuh kekurangan lemak, persediaan lemak akan kurang
sehingga tubuh menjadi kurus. Terjadi pula kekurangan asam lemak esensial, yaitu asam
lemal linoleat dan linolenat. Kekurangan linoleat menyebabkan pertumbuhan menurun,
kegagalan reproduksi, perubahan struktur kulit dan rambut serta patologi hati. Kekurangan
asam lemak omega 3 menyebabkan penurunan kemampuan belajar.(Helmi, 2013)
Penelitian di Desa Suci, Gresik menunjukkan bahwa asupan lemak dengan status gizi
balita. Jumlah balita dengan asupan lemak yang cukup dan memiliki status gizi baik lebih
banyak dibandingkan dengan balita dengan asupan lemak kurang. Semakin asupan lemak
semakin kurang status gizi balita. Asupan lemak yang berasal dari makanan apabila kurang
maka akanberdampak pada kurangnya asupan kalori atau energy untuk proses aktifitas dan
metabolism tubuh. Asupan lemak yang rendah diikuti dengan berkurangnya energy
didalam tubuh akan menyebabkan perubahan pada masa dan jaringan tubuh serta gangguan
penyerapan vitamin yang larut dalam lemak.(Diniyyah & Nindya, 2017)
B. PMT
a. Pengertian Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Makanan tambahan merupakan makanan bergizi untuk tambahan selain mkanan
uatma bagi kelompo sasaran guna untuk memenuti kebutuhan gizi. Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan perlu diselenggarakan untuk mengatasi
kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita. PMT Pemulihan yang
dimaksud berbasis bahan makanan lokal sesuai menu khas daerah yang disesuaikan
dengan kondisi setempat (Kemenkes RI Gizi Kesehatan , 2011)
d. Sasaran
Sasaran: Rumah tangga yang ada diwilayah Desa Seuleumak Muda, Kecamatanbies
Kabupaten Aceh Tengah.
e. Output
90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium dengan kandungan yodium cukup.
E. Penyuluhan
a. Perencanaan Penyuluhan
Langkah awal dalam penyuluhan adalah merencanakan penyuluhan. Perencanan
penyuluhan dapat ditinjau dari berbagai tingkat yaitu, tingkat pemerinyahan pusat,
pemerintahah daerah provins, pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan perencanaan di
tingkat puskesmas. Perencanaan ditingkat pusat dan provinsi lebih menekannkan pada
kebijakan penyuluhan gizi, sedangkan pada tingkat kabupaten dan kota serta tingkat
puskesmas lebih menekankan pada pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
F. Pelayanan Gizi
Upaya Pelayanan Gizi Masyarakat merupakan upaya kesehatan wajib yang harus di
selenggarakan oleh setiap pusat kesehatan.
Tujuan Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum:
Terciptanya sistem pelayanan gizi yang berkomprehensif di setiap pusat
kesehatan menjadi dasar bagi pelaksanaan gizi yang bermutu dalam rangka
mengatasi masalah gizi perorangan dan masyarakat di wilayah kerja pusat
kesehatan.
2. Tujuan Khusus:
1) Terlaksananya pelayanan gizi di dalam gedung yang berkualitas di pusat
kesehatan dan jejaringnya
2) Terlaksananya pelayanan gizi di luar gedung yang berkualitas di pusat
kesehatan dan jejaringnya
3) Terlaksananya pencatatan, pelaporan, monitoring dan evaluasi yang baik di
pusat kesehatan dan jejaringnya.
BAB III
MASALAH GIZI
A. Permasalahan Gizi
Masalah adalah kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan,
atau bisa dikatakan kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Ada yang mengatakan
bahwa masalah adalah kesenjangan antaea keadaan sekarang dengan standar yang
ditetapkan.
Identifikasi masalah dilakukan dengan membuat daftar sasaran yang dikelompokkan
berdasarkan target capaian dibandingkan dengan pencapaian. Target capaian dapat diperoleh
dari target yang telah ditetapkan sebelumnya atau capaian dari lokasi lain yang mempunyai
kemiripan dengan lokasi sendiri.
Ciri-ciri masalah adalah sebagai berikut :
Masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das Sollen) dan
kenyataannya (dassein)
Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat
Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.
Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu
sendiri maupunoleh lingkungan.
Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.
Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar (basic Question) yang perlu
dijawab
Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah stunting. Stunting merupakan gambaran status
gizi kurang yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal
kehidupan. Keadaan ini di presentasikan dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur
(TB/U) kurang dari -2 standar deviasi berdasarkan standart pertumbuhan menurut WHO.
(Nimah & Nadhiroh, 2015)
Menurut UNICEF, masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat
perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan
selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit tidak menular,
penurunan prokduktifitas hingga menyebabkan kemiskinan dan resiko bayi dengan berat
lahir rendah. (Nimah & Nadhiroh, 2015)
Stunting
c. Prioritas Masalah :
Importancy
No. Masalah T R Jlh
P S RI DU SB PB PC
Balita pendek
1. 5 5 5 5 5 5 5 4 5 44
(stunting)
2. Asupan energi 5 5 4 4 4 4 4 4 4 38
3 Pemberian imunisasi 5 4 5 3 3 3 5 5 4 37
4 Penyakit infeksi 3 5 5 4 3 4 2 5 4 35
5 PHBS 4 4 3 4 5 3 4 3 4 34
6 Asupan iodium 5 5 4 5 4 2 2 3 3 33
7. Pelayanan kesehatan 2 4 2 4 3 4 4 5 5 33
8. Asupan zink 4 3 4 3 4 2 2 3 3 28
19. Pola pemberian ASI 5 4 3 3 2 3 2 2 3 27
10 Asupan protein 2 5 2 2 3 4 2 3 2 25
11 Pengetahuan ibu balita 3 4 3 3 2 3 2 3 2 25
12 Parenting 3 2 2 3 1 1 2 2 1 17
BAB IV
RENCANA PROGRAM INTERVENSI GIZI
A. Program a. Nama program PMT Bubur Kacang hijau
b. Tujuan Tujuan umum:
untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi yang dibutuhkan oleh
balita.
Tujuan khusus:
1. untuk meningkatkan
status gizi anak
2. untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi
anak agar tercapai
status gizi dengan
kondisi yang baik
sesuai dengan umur
anak.
c. Waktu dan tempat Waktu : (hari,tanggal,jam) Dilaksanakan pada saat PKL
pelaksanaan Terpadu yang direncanakan
bulan maret 2022
j. Rencana anggaran