Tugas Kelompok Filsafat
Tugas Kelompok Filsafat
Tugas Kelompok Filsafat
Eirene Hutabarat
Frans Lumbantobing
Iman Harefa
Insan Sinurat
Program : Pascasarjana
I. Pendahuluan
II. Pembahasan
II.1. Marxisme
II.1.1. Perjalanan Panjang Teori Marxis
Dengan bertolak dari dialektika Hegel dan filsafat manusia Feuerbach, Marx (1818-
1883) memikirkan pembebasan manusia dari segala keterasingan. Keterasingan ini menun-
jukkan wajahnya yang paling buruk dalam keadaan tak manusiawi kaum buruh upahan
kapitalisme bagian pertama abad lalu. Syarat pembebasan itu adalah penghapusan hak milik
pribadi atas alat-alat produksi. Yang membuat Marx begitu atraktif bagi kaum buruh adalah
kombinasi seruan agar kaum buruh meningkatkan terus perjuangan kelas dengan penegasan
bahwa perjuangan mereka pasti akan berhasil. Marx mengclaim bahwa ajarannya bukan
sekadar tuntutan moral, melainkan berdasarkan analisa hukum-hukum obyektif
perkembangan masyarakat. Tatanan kapitalis akan runtuh karena kontradiksi-kontradiksinya
sendiri. Sosialisme diclaim tak terelakkan. Menurut Marx perkembangan masyarakat
ditentukan oleh bidang ekonomi ("basis"). Ciri khas bidang ekonomi adalah konflik antara
para pemilik alat-alat produksi dan para pekerja. Yang pertama adalah kelas atas karena
mereka menguasai bidang produksi dan hidup dari penghisapan kaum buruh. Kaum buruh
adalah kelas bawah yang terpaksa menjual tenaga kerja mereka kepada para pemilik. Negara
("bangunan atas politk") dikuasai oleh kelas atas ekonomi dan oleh karena itu melayani
kepentingan mereka. Agama, pandangan-pandangan moral, dan nilai-nilai budaya
("bangunan atas ideologis") memberikan legitimasi pada struktur kekuasaan kelas itu.
Konflik antara kelas atas dan kelas bawah niscaya mesti memuncak dalam sebuah revolusi
yang menjungkirbalikkan seluruh tatanan lama dan meletakkan dasar tatanan baru yang akan
berkembang me- nurut hukum yang sama. Oleh karena itu Manifesto Komunis (1848)
menyatakan bahwa "sejarah semua masya- rakat sampai sekarang adalah sejarah perjuangan
kelas"2". Menurut Marx pertentangan kelas ini mencapai puncaknya dalam sistem ekonomi
kapitalis. Tekanan kompetisi memaksa para kapitalis untuk terus mempertajam eksploitasi
buruh-buruh mereka. Justru dengan demikian kapi- talisme mempersiapkan kehancurannya
sendiri.
Pemikiran Marx akhirnya semakin menarik perhatian filsafat dan ilmu-ilmu sosial di
Barat. Bagi generasi intelektual muda dan mahasiswa tahun 60-an Marx menyediakan
kategori-kategori kritis untuk mengartikularisasikan perasaan tidak enak mereka terhadap
kebudayaan "kapitalisme tua" yang nampak materialistik dan tanpa makna. Sekaligus sistem
kekuasaan Soviet yang membanggakan diri sebagai pewaris sah Karl Marx, ditelanjangi
sebagai korupsi cita-cita Marx yang sebenarnya. Uni Soviet menjadi sasaran kritik ideologi
kaum Marxis Barat. Maka tidak mengherankan bahwa interpretasi Marx yang baru ini tidak
diijinkan masuk ke negara-negara komunis. Lukacs dipaksa untuk menyangkal tulisannya
sendiri (dan tunduk). Ryazanow hilang dalam sebuah kamp kerja di Sibiria. Edisi Marx-
Engels-Werke terbitan Jerman Timur sejak 1956 malahan tidak memuatkan tulisan-tulisan
"humanistik" Marx muda (mereka baru diterbitkan 1972 dalam dua Ergänzungsbände).
Filsuf-filsuf Marxis Eropa Timur yang berani merefleksikan Marx yang asli, diusir atau
dibungkamkan, seperti Kolakowski, Schaff dan kelompok Praxis di Universitas Zagreb. Yang
menjadi sebuah keprihatinan ialah bahwa di seluruh negara Marxisme-Leninisme tidak
terdapat satu institut penelitian Marxisme pun yang sungguh-sungguh ilmiah.
Namun akhirnya Situasi demikian berubah sesudah Ryazanov, kepala Institut Marx
Engels di Moskow, pada tahun 1928 untuk pertama kalinya menerbitkan beberapa tulisan
kunci Marx muda. Beberapa tahun sebelumnya G. Lukacs dalam tulisannya History and
Class-Consciousness telah membuka kembali dimensi kritis dialektika pikiran Karl Marx.
Melalui tulisan- tulisan itu keprihatinan Marx yang asli ditemukan kembali: pemulihan
manusia sebagai makhluk yang sosial dan natural, emansipasinya dari kekuatan-kekuatan
anonim yang menjadikannya komoditi, kritik terhadap segala ideologi yang
menyembunyikan dan sekaligus melegitimasikan struktur-struktur kekuasaan yang
eksploitatif. Daripada seorang determinis dan ekonomis, Marx muncul sebagai seorang
humanis. Pada tahun 70-an pesona Marx di Barat mulai memudar. Marxisme baru tak pernah
berhasil memasuki kalangan buruh, ia tetap terbatas pada lingkungan akademik saja.
Sekaligus integrasi kelas buruh ke dalam sistem ekonomi "kapitalis" Barat memaksa
Marxisme baru itu untuk mengalihkan kritik Marx yang pada hakekatnya bersifat sosiologis
dan ekonomi menjadi kritik budaya dan moral yang mengeluhkan kekurang-manusiaan
masyarakat kapitalis.
Namun dalam bagian ini, Suseno melihat bahwa pemikiran Marx tentang keruntuhan
kapitalisme, dan kemelesetan pikiran Marx tentang kapitalisme ini sebagai kelemahan
analisis Marx. Pada awalnya Marx menganalisa bahwa kaum kapitalismelah yang sangat
berpengaruh ternyata pada kenyataanya ialah bahwa yang mempengaruhi perubahan adalah
kaum buruh, sebab gerakan marxis adalah untuk penindasan para pemodal, namun pada
kenyataannya Marx justru ditinggalkan. Disamping itu Suseno juga menyatakan bahwa
kejahatan-kejahatan sistem komunis, tidaklah mudah menjawabnya, Ia menegaskan bahwa
kejahatan sistem komunis adalah ketika manusia mengobyekkan alam sebagai obyek
kekuasaan. Hal ini merupakan pintu bagi penguasa untuk mengobyekkan ideologis manusia
dan hal ini merupakah langskah menuju masyarakat yang totaliter. Suseno mengatakan
bahwa pikiran Marx bukan untuk dipercayai namun untuk digeluti secara kritis, bahkan
dengan tegas Suseno mengatakan bahwa pendekatan terhadap pikiran-pikiran Marx harus
didekati dengan metode konflik dan jangan dijadikan sebagai guru tetapi dijadikan sebagai
lawan debat.
Pemikiran Karl Marx memang sangat jauh berbeda dengan filsafat lain karena
pemikiran ini adalah suatu aliran ideologis yang paling kuat pada zamannya. Pikiran Marx
dapat membawa pengaruh kepada orang lain sehingga mereka menjadi kaum komunis yang
hanya menjalani hidup dan bekerja dengan ideologi – ideologinya yang sangat menekankan
tentang etos kerja, berkaitan dengan kelas – kelas masyarakat seperti struktur pemeritah dan
masyarakat juga kaum kapitalis. Dalam tulisannya frans Magnis Suseno memberikan
beberapa kritik terhadap Marxisme antara lain adalah :
Frans Magnis Suseno melihat bahwa ramalan Marx tentang runtuhnya kapitalisme
ternyata meleset total. Dimana hanya negara yang masih berkembang yang
mengalami revolusi, sementara negara industri maju tidak ada yang mengalaminya.
Suseno melihat ada titik lemah dalam pemikiran Marx yakni tentang analisa
sosiologis – ekonomis terhadap sebuah gejala, misalnya kapitalisme, sering tepat dan
bahkan cemerlang, akan tetapi sesudahnya ia condong menarik kesimpulan yang
mutlak karena itu ideologis.
Suseno melihat bahwa sering sekali memiliki analisa yang tepat terhadap sebuah
persoalan, namun dia kurang memperhatikan kemungkinan – kemungkinan yang bisa
terjadi di dalam kasus itu, sehingga dengan mudah pandangan ideologisnya sering
tidak sesuai dan tidak menyentuh terhadap apa yang terjadi di lapangan.
Suseno melihat bahwa pandangan – pandangan Marx secara umum sangat
berpengaruh kepada negara – negara berkembang di dunia pada masanya, namun ada
beberapa ajaran misalya seperti totalitarisme itu membawa pengaruh yang tidak baik.
Ia juga menganggap bahwa generasi yang menerima ajaran Marx adalah generasi
yang akan kehilangan orientasi tradisionalnya.
Suseno mengatakan bahwa Marx tidak untuk dipercayai tetapi untuk digeluti. Pokok –
pokok pemikirannya yang berbeda ini tidak boleh dijadikan guru tetapi lebih pantas
untuk dijadikan lawan debat. Tidak boleh didekati secara konsensus melainkan secara
konflik.
Bila kita adalah orang yang tidak akan lagi terpengaruh dengan ideology – ideology,
maka pandangan Marx ini sangat menarik bila didekati secara kritis akan sangat memperkaya
pengetahuan dan memperluas wawasan kita, karena banyak nilai – nilai positif yang bisa kita
lihat dari pandangan itu.
Kekuatan Marxisme
1. Marxisme membahas aspek yang terdapat dalam sebuah fenomena konflik (mengapa
terjadi konflik, siapa yang berkonflik, bagaimana oenyelesaian konflik, sampai
kepada perkembangan setelah konflik selesai).
2. Marxisme berani mengambil sikap untuk mengklasifikasikan kelas-kelas sosial dalam
masyarakat yang secara prinsip sangat bertentangan.
3. Marxisme mampu memberikan analisa dalam menguraikan penyebab dari
pertentangan kelas.
4. Teori Marxisme memandang proses perkembangan sebuah konflik sampai kepada
bagaimana konflik itu terselesaikan dan juga merupakan kemampuan teori Marxisme
dalam meramalkan akhir dari sebuah konflik.
Kelemahan Marxisme
1. Keyakinan akan terciptanya kesadaran kolektif atau kesadaran kelas dalam kelas
buruh yang permanen.
2. Tidak mampu dalam melihat masalah konflik yang lebih mendetail.
3. Analisisnya dalam memandang konflik yang masih terlalu simpel/sempit.
II.2. Sosialisme
II.2.1. Perjalanan Panjang Sosialisme
Pada tahun 1968 fajar sebuah "Sosialisme dengan wajah manusiawi!" menyingsing
selama beberapa bulan di Ceko-Slovakia di bawah kepemimpinan Alexander Dubcek.
Eksperimen ini nancur pada tanggal 20 Agustus 1968: pada hari ini pasukan lima negara
Pakta Warsawa lain mendu- duki Cekoslovakia.Perkembangan dalam negara-negara bekas
komunis di Eropa Timur tidak mendukung harapan itu. Misalnya di bekas Jerman Timur.
Revolusi tak berdarah yang menumbangkan rezim komunis yang dianggap paling kokoh di
bawah naungan Soviet mulai dengan demonstrasi-demonstrasi berdamai bulan Oktober 1989
di kota Leipzig. Demonstrasi-demonstrasi itu diusahakan oleh "Neues Forum", kelompok
kecil crang-orang Gereja dan intelektual. Neues Forum bercita-cita membangun di Jerman
Timur sebuah sosialisme yang sungguh-sungguh demokratis, jadi yang di satu fihak bebas
dari totalitarisme komunis, tetapi di lain fihak dapat merupakan alternatif terhadap budaya
konsumistik "kapitalisme (Jerman) Barat". Kelompok itulah yang mempunyai keberanian dan
visi yang mendukung perlawanan terhadap SED (Partai Persatuan Sosialis yang menguasai
Jerman Timur) pada waktu perlawanan itu masih berbahaya.
Ternyata rakyat Jerman Timur tidak tertarik pada cita-cita Neues Forum, mereka tidak
meminati lagi sosialisme mana pun, termasuk yang "berwajah manusiawi". Yang mereka
minati adalah gaya hidup Jerman Barat yang mereka ketahui dari televisi. Begitu pula
Cekoslovakia pasca-komunis, tempat lahir "Sosialisme dengan wajah manusiawi", tidak
memilih Alexander Dubcek sebagai Presiden pasca-Stalinis pertama, melainkan Vaclav
Havel, dan di bawah Havel sosialisme mau (dan sedang) dibongkar seluruhnya. Rupa-
rupanya rakyat di negara-negara Eropa Timur yang telah membebaskan diri dari 40 tahun
diktatur atas nama sosialisme cepat-cepat mau membuang apa saja yang meng- ingatkan
mereka akan "sosialisme real" yang mereka alami dan berlomba-lomba mencari keselamatan
dalam sebuah "kapitalisme berwajah manusiawi".
Di Barat pun nasib sosialisme tidak lebih baik. Partai- partai sosialis satu demi satu
telah membebaskan diri dari tradisi-tradisi sosialis mereka. Partai Sosial Demokrat Jer- man
Barat sudah berbuat demikian dalam Program Godesberg tahun 1958. Sebaliknya di Inggris
baru dua tahun lalu Partai Labour membongkar shiboleth-shiboleth sosialisme, rupa-rupanya
karena menyadari bahwa pembongkaran itu syarat mutlak kalau mereka mau menghindari
periode ke- empat pemerintahan Margaret Thatcher. Di Perancis Partai Sosialis Francois
Mitterand mencapai mayoritas mutlak dalam pemilihan 1981 dengan sebuah program yang
sosialis (nasionalisasi 1000 perusahaan dan bank terkemuka). Akan tetapi inflasi dan
meluasnya pengangguran (yang justru dijanjikan mau diatasi) memaksa Mitterand hanya dua
tahun kemudian untuk membanting stir, menghentikan segala nasionalisasi dan kembali pada
ekonomi uang ketat pemerintahan sebelumnya. Begitu pula Gonzalez, perdana menteri
Spanyol yang sosialis, memforsir modernisasi per- ekonomian Spanyol menurut kebijakan
yang tidak sosialis. dan berlomba-lomba mencari keselamatan dalam sebuah "kapitalisme
berwajah manusiawi". Di negara-negara berkembang pun pamor sosialisme sudah pudar.
Pernah sosialisme menjadi harapan dan cita-cita di negara-negara yang membebaskan diri
dari kolonialisme. Tokoh-tokoh generasi pertama negara-negara itu seperti Nasser, Nkrumalı,
Sukarno ("Sosialisme Indonesia"), Nehru atau Senghor sangat meyakini sosialisme. Tetapi
tak satu pun dari mereka berhasil mengatasi masalah perekonomian negara-negara mereka.
Sosialisme keras dan swadaya Birma di bawah Jendral Ne Win berhasil membuat negaranya
menjadi miskin dan menciptakan salah satu rezim politik yang paling represif. Sedangkan
sosialisme Julius Nyerere, pemimpin Tansania tanpa pamrih, yang pernah dipandang telah
menemukan pola pembangunan negara berkembang yang paling ideal, sekarang umumnya
dinilai gagal mewujudkan sebuah masyarakat yang sejahtera.
Dalam paham sosialisme sejak semula terdapat sebuah kerancuan. Di satu pihak
sosialisme merupakan sebuah cita- cita moral tinggi yang mutlak sifatnya: cita-cita tentang
pola perekonomian yang non-eksploitatif, yang tidak ditentukan oleh kerakusan individual,
melainkan oleh keprihatinan bersama; tentang sebuah masyarakat berlandaskan
kesetiakawanan yang sejati. Tetapi di lain fihak cita-cita itu dikaitkan pada sebuah konsep
perekonomian empiris tertentu, perekonomian atas dasar penghapusan hak milik pribadi
terhadap alat-alat produksi. Sosialisme adalah kepercayaan bahwa sumber ketidaksamaan
sosial terletak dalam hak milik pribadi produktif. Kombinasi dua unsur itu, cita-cita etis dan
kepercayaan empiris ekonomis, menghasilkan utopi sosialisme, harapan akan masyarakat
tanpa eksploitasi. Maka dalam semua negara sosialis, apakah itu negara- negara komunis,
atau negara-negara sosialis di dunia ketiga, sosialisme menjadi sinonim bagi stagnasi,
inefisiensi, birokratisme, mumpungisme, korupsi, pekerjaan tak mutu dan seenaknya, polusi
dan perusakan lingkungan. Sekaligus di semua negara itu penyakit tradisional negara birokrat
mencolok: keangkuhan penguasa, ketidakpedulian akan penderitaan nyata masyarakat
(karena yang diganjari bukan pemuasan kebutuhan masyarakat, melainkan pemenuhan
rencana pusat), kekakuan dalam penyesuaiannya terhadap kondisi-kondisi lokal, pendekatan
top-down dan permusuhan terhadap usaha-usaha demokrasi basis. Yang tragis ialah bahwa
dengan demikian sosialisme gagal justru dalam claim-nya yang paling fundamental: dalam
cita-citanya untuk membentuk pola kehidupan bermasyarakat di mana manusia dihargai
sebagai manusia dan bukan sebagai unsur produksi, di mana, sekurang-kurangnya, kebutuhan
dasar dan kesejahteraan umum seluruh masyarakat terpenuhi.
Cita-cita sosialisme tidak terlepas dari egalitarisme sebagai lawannya liberalisme
sosialisme. Kesamaan bukan konsep natural melainkan moral. Kesamaan bukan konsep
natural, melainkan moral. Secara alami manusia tidak sama, melainkan berbeda dalam
kekuatan fisik, intelektual, psikis dan moral. Oleh karena itu kesamaan alami hanya dapat
dicapai dengan membatasi kebebasan. Jika ke bebasan diprioritaskan maka kesamaan tetap
dapat diusahakan, karena kebebasan yang diprioritaskan itu memang terbatas dan dapat
dibatasi. Namun sebaliknya kalau kesamaan didahulukan, kebebasan harus dihapus karena
kebebasan condong mengembangkan perbedaan-perbedaan natural.
Sesungguhnya segala sesuatu yang ada pada kita adalah karunia Tuhan yang patut kita
syukuri. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan maksud supaya kita menikmatinya dan
mempergunakannya dengan baik. Marxisme sendiri yang menekankan tujuannya agar dalam
kehidupan manusia terhindar dari pengelompokan atau kelas. Dan seperti yang Tuhan Yesus
ajarkan kepada kita, supaya kita selaku umatnya dapat saling membantu dan mengisi satu
dengan yang lainnya.
Usaha Soialisme yang utama yaitu usaha untuk mengubah milik pribadi/perseorangan
menjadi milik umum yang dilakukan dengan cara kekerasan. Hal ini tidak dapat kita terima
begitu saja, karena biarpun tujuan kita adalah demi kebaikan tetapi kekerasan janganlah
dipergunakan, karena kekerasan akan merugikan kedua belah pihak. Jadi, dari segi iman
Kristen hal ini tidak dapat diterima, karena menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
tujuannya. Paham sosialisme tidak dapat kita terima sebagai kerangka dasar atau sebagai
model jawaban untuk mengatasi situasi dunia, karena kekerasan itu bersumber dari sikap-
sikap batin : otoriter, hati yang keras dan tanpa ampun, dan lekas marah, yag mementingkan
diri (egois), yang angkuh, dan agresif, atau yang berhasrat menguasai orang lain.
Kelemahan
Kelebihan
Sekalipun banyak pengikut Marxis yang menyebut bahwa gereja itu sebagai pelarian,
namun gereja bukan pelarian apabila justru memberdayakan para penganutnya untuk
membangun masyarakat yang solider dengan mereka yang miskin dan lemah, masyarakat
yang positif dan damai, serta melawan ketidakadilan dan penindasan terhadap mereka yang
tidak berdaya. Dan profil para bangsawan harus memperlihatkan bahwa mencari Allah bukan
hanya tidak mengasingkan manusia dari dirinya sendiri, melainkan justru akan
mengembangkan identitas dan hakekat yang positif. Menjawab panggilan sang pencipta
memang tidak mungkin mengasingkan ciptaan dari hekekatnya, tetapi hal itu hanya
meyakinkan apabila gereja juga seharusnya adalah manusia-manusia yang terbuka, positif,
toleran, memperhatikan saudara-saudara dan solider, yang mencintai keadilan dan melawan
ketidakadilan tanpa menjadi keras dalam hati. Dapat dirangkumkan bahwa kritik Karl Marx
sungguh-sungguh merupakan suatu tantangan yang perlu ditanggapi oleh gereja.
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita, bahwa kita sebagai umat Allah harus mampu
mengatasi situasi kemiskinan, ketidakadilan, penindasan dan lain-lain dalam kerangka Injil
(Bdn. Kel 22:11; Gal 2:10; 1 Kor 3:6; Yes 49:13). Kemiskinan menimbulkan berbagai
problema kehidupan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hidup
manusia. Misalnya; kesengsaraan, penderitaan, kemelaratan, kehilangan identitasnya bahkan
membuat manusia menjadi tersisih. Sesungguhnya Tuhan tidak menginginkan adanya
kemiskinan pada manusia. Hal ini terbukti pada awal mula penciptaan dimana segala sesuatu
diciptakanNya baik adanya. Kemiskinan itu terjadi akibat sesuatu hal yang ingin dicapai oleh
manusia dengan tidak memikirkan dan mempedulikan sesamanya.
IV. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa Marxisme dan sosialisme merupakan teori-
teori Fisafat kemanusiaan pada awalnya yang kemudian menjadi sebuah paham yang malah
menggunakan hal-hal yang tidak manusiawi dalam menjunjung kemanusiaan. Disinilah
dialektika humanisme dari Karlmaz, sehingga tulisan ini sangat membantu pembaca untuk
melihat posisi gereja dalam memahami dan mengimplementasikan semangat kemanusiaan
dari Karlmax namun juga kritis dalam implementasi pahamnya.